Pelindo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(50 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
{{refimprove}}
{{redirect|Pelindo|perusahaan lain dengan nama Pelindo|Pelabuhan Indonesia (disambiguasi)}}
{{distinguish|Perindo}}
{{Infobox company
| name = PT Pelabuhan Indonesia (Persero)
Baris 9 ⟶ 10:
| type = [[Perseroan terbatas|Perusahaan perseroan]] ([[Badan usaha milik negara|Persero]])
| industry = Pengelola dan pengembang [[pelabuhan]]
| predecessor =
| founded = {{Start date and age|1992|12|01}} (sebagai Pelindo II)<br/>{{Start date and age|2021|10|01}} (sebagai Pelindo bersatu)
| hq_location_city = [[Pelabuhan Tanjung Priok]], [[Kota Administrasi Jakarta Utara|Jakarta Utara]]
| hq_location_country = [[Indonesia]]
| area_served = Seluruh [[Indonesia]], kecuali [[Daerah Istimewa Yogyakarta|DI Yogyakarta]]
| key_people = Arif Suhartono
| owner = [[Indonesia|Pemerintah Indonesia]]
| website = {{URL|http://www.pelindo.co.id}}
| subsid = Lihat [[#Anak usaha|daftar]]
}}
'''PT Pelabuhan Indonesia (Persero)''' (disingkat '''Pelindo''') adalah sebuah [[badan usaha milik negara|Badan Usaha Milik Negara]] Indonesia yang bergerak di bidang logistik, terutama pengelolaan dan pengembangan pelabuhan.
Perusahaan ini merupakan merger dari sejumlah entitas yakni PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), dan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero). Proses penggabungan ini merupakan bagian dari transformasi bisnis yang dilakukan Kementerian BUMN pada awal tahun 2023.
Pelindo mengoperasikan 94 Pelabuhan yang terletak di 34 Provinsi Indonesia. Dari Sabang hingga Merauke, Pelindo menjadi salah satu BUMN strategis dimana seluruh pelabuhan yang dikelola memiliki posisi yang signifikan dalam perhubungan jaringan [[perdagangan internasional]] berbasis [[transportasi air|transportasi laut]].
Perusahaan yang dibentuk oleh Pemerintah sejak tahun 1960 ini telah berubah status usaha dari PN sejak pendiriannya berlanjut menjadi Perum pada tahun 1983 dan akhirnya menjadi Perseroan Terbatas pada tahun 1992. Perubahan status usaha itu tak lepas dari gegap gempitanya Pelindo untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana teknis kegiatan logistik dibidang kepelabuhanan, yaitu membangun Pelabuhan terbesar di Indonesia, Tanjung Priok.
Pencapaian sukses pernah diraih perusahaan ini sebagai ''The Best Port Practices in Asia-Pacific Region'' pada Tahun 1980an. Namun, tidak lepas dari tidak adanya perkembangan signifikan dalam kegiatannya membuat Pelindo tertinggal dan terkucil. Meski cukup ironis untuk diketahui, Pelindo tidak malu untuk menghadapi perubahan dan bergerak bersama dengan perubahan dengan berubah.
Kawasan pelabuhan diperluas, fasilitas pelabuhan diperbarui dan tata kelola manajemen perusahaan dirombak total untuk menciptakan gerak usaha yang lebih adaptabel, resilien dan progresif dalam perkembangannya sebagai pengelola pintu perdagangan Indonesia.
Setelah menjalani serangkaian penataan, revitalisasi dan transformasi, Pelindo hadir menjadi pengelola dan pengembang kegiatan logistik, tidak hanya sekadar pelabuhan tetapi juga berbagai usaha yang terkait dengan logistik sebagai energi perdagangan Indonesia. Pada tanggal 1 Oktober 2021, [[Pelindo I]], [[Pelindo II]], [[Pelindo III]], dan [[Pelindo IV]] resmi melebur menjadi satu, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menyatukan pengelolaan pelabuhan di Indonesia.<ref name="merger">{{Cite web|url=https://jdih.setkab.go.id/puu/buka_puu/176535/Salinan_PP_Nomor_101_Tahun_2021.pdf|title=Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2021|publisher=Sekretariat Kabinet Republik Indonesia|language=id|access-date=4 Oktober 2021}}</ref> Sehingga nama Pelindo II resmi berubah menjadi hanya Pelindo saja.
== Sejarah ==
[[Indonesia]] merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan jalur perdagangan internasional berbasis transportasi laut. Sehingga peran pelabuhan sebagai pintu perdagangan [[Ekonomi Internasional]] sangatlah vital bagi kegiatan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan pelabuhan menjadi kunci utama pemerintah untuk menggerakkan aktivitas ekonomi dan mengundang masuk [[investasi]]. Berikut rentang perjalanan Perusahaan Pelabuhan Indonesia
=== Awal mula dan perkembangan (1960–1970) ===
Baris 36 ⟶ 45:
=== Masa emas (1980–1989) ===
[[Berkas:PELINDO.jpg|jmpl|Lambang logo Perusahaan PELINDO di era 80an sampai 2000an sebelum diganti di tahun 2012]]
Selesainya pembangunan Terminal Peti Kemas 1 pada tahun 1980 dan Terminal Peti Kemas 2 pada tahun 1982 menjadi bukti pesatnya perkembangan dan pembangunan yang dilakukan oleh Perum Pelindo 2 untuk menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai ikon dan tolak ukur infrastruktur dan fasilitas serta, kegiatan kepelabuhanan di Indonesia. Hal ini terwujud dengan menjadi ''benchmark'' (acuan) dan ''best practices'' (praktik terbaik) di Asia untuk kegiatan pengelolaan dan pembangunan pelabuhan.
Tercatat hingga saat ini, terdapat beberapa negara yang pernah menjadikan Pelindo 2 cabang Tanjung Priok sebagai benchmarking pembangunan pelabuhan di negara mereka, dari [[Malaysia]], [[Thailand]] dan [[Republik Rakyat Tiongkok]] serta [[Korea Selatan]] hingga [[Uni Emirat Arab]].
Namun, relevansi Pelindo 2 sebagai perusahaan logistik yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengembangan Pelabuhan dengan praktik terbaik di Asia tidak bertahan lama. Meningkatnya jumlah peredaran kapal berukuran besar, pada tahun 1990an membuat banyak perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut dari Luar Negeri untuk menutup rute pengangkutan kargo menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
Hal ini tak lepas dari langkah direksi Perum saat itu yang hanya berfokus untuk meningkatkan keuntungan tanpa diikuti dengan perputaran uang yang signifikan bagi perusahaan, seperti pembangunan terminal baru yang tentunya akan meningkatkan keuntungan perusahaan seiring dengan makin membesarnya kapasitas tampung arus lalu lintas kargo. Lebih jauh lagi, para perusahaan EMKL membuka kartu dan menyatakan bahwa tingkat pengembalian keuntungan dari rute menuju Pelabuhan Tanjung Priok kecil, karena Kapal yang melayani rute kesulitan untuk bersandar, berlabuh dan melakukan bongkar muat karena ukurannya yang besar, sehingga perusahaan yang melayani rute ke Pelabuhan Tanjung Priok terpaksa melayani rute tersebut menggunakan kapal kecil yang tertinggal zaman.
Hal ini tentunya membuka mata para anggota direksi, di mana secara jelas, singkat dan eksplisit bahwa Pelabuhan Tanjung Priok tidaklah sesuai, bahkan sejajar dengan pelabuhan yang ada kawasan sekitarnya. Pernyataan itu menjadi pukulan telak bagi Perum Pelindo 2 saat itu, karena dulunya Pelindo 2 lah yang justru menjadikan iklim usaha EMKL menjadi usaha yang menguntungkan, karena Pelabuhan Tanjung Priok menjadi acuan standar bagi Pelabuhan di Asia untuk berkembang lebih berkualitas dan perkembangan ini diikuti oleh perusahaan pengelola dan pengembang pelabuhan yang menjadi pemicu perubahan arah permainan usaha EMKL kelas global, malahan yang ironis adalah Pelabuhan yang pernah menjadi acuan di Asia tersebut malah menjadi kawasan yang kumuh, semrawut dan penuh kegiatan pungutan liar. Belum lagi pengelolaannya, akrab dengan kelambanan, fasilitas kuno dan tata kelolanya sangat tertinggal zaman.
=== Stagnansi dan mengejar ketertinggalan (1990–2000) ===
Ketertinggalan Pelindo 2 dalam kancah usaha logistik dengan bidang kepelabuhanan, membuat Pemerintah pada tahun 1992 mengeluarkan keputusan untuk mengubah status usaha Perum Pelindo I-VIII menjadi
Dimulainya revitalisasi sejak diubahnya status usaha oleh Pemerintah, Pelindo 2 mengambil langkah stategis dengan membangun Terminal Peti Kemas Koja pada tahun 1995 dan membuka lelang terbuka untuk mengoperasikan Terminal Peti Kemas 1 dan 2. Jatuhnya pertumbuhan ekonomi indonesia, hingga mencapai angka negatif akibat [[Krisis finansial Asia 1997]], membuat Terminal Peti Kemas Koja yang selesai pada tahun 1997, mengharuskan Pelindo 2 sebagai BUMN untuk mencari rekanan baru sekaligus melepas kepemilikan aset pelabuhan Tanjung Priok sebagai langkah untuk mengisi kekurangan kas perusahaan yang hampir default, karena hampir semua transaksi dilakukan dengan menggunakan Dolar Amerika. Hal ini bertepatan dengan kesepakatan paket normalisasi kegiatan ekonomi dari [[International Monetary Fund]] yang ditandatangani oleh Presiden Indonesia (saat itu) [[Soeharto]] bersama Direktur IMF saat itu, Michael Camdesus sebesar US$ 40 Miliar yang mendorong BUMN untuk mengurangi besaran kepemilikan dan bekerjasama dengan investor asing sebagai langkah untuk berkompetisi secara terbuka dan adaptabel. Menindaklanjuti kesepakatan itu, Pelindo 2 langsung menyusun program pelelangan terbuka Pelindo 2 terhadap kedua Terminal Peti Kemas 1 dan 2 dengan skema KSO (Kerja Sama Operasional) yang bertujuan untuk, pertama meningkatkan keuntungan perusahaan, kedua mendorong kelayakan ekonomi perusahaan untuk mengembangkan Terminal Peti Kemas baru dan ketiga menggali pengalaman dengan memanfaatkan jaringan global rekanan kerjasama untuk membuat kegiatan kepelabuhanan di Tanjung priok secara ekonomi menjadi menguntungkan. Pelelangan yang dilakukan pada tahun 1997 ini menjadikan Hutchison Ports (Perusahaan asal Hong Kong yang dibentuk di [[Kepulauan Virgin Britania Raya]] yang mengoperasikan pelabuhan di 52 Negara dengan 26 Terminal Peti Kemas) keluar sebagai rekanan yang sesuai dengan kriteria dan syarat yang ditentukan oleh Pelindo 2 Adapun nilai kontrak investasi ini sebesar US$ 423 Juta dengan ''upfront payment'' sebesar US$ 243 Juta (sebelum pengembalian aset JICT 2). Skemanya adalah pengembangan dan pengelolaan pelabuhan mengharuskan Pelindo 2 untuk membeli aset yang dikerjasamakan dengan harga pasar yang sesuai. Diketahui, kesepakatan ini baru saja diamendemen dengan perubahan kepemilikan sebesar 51% dimiliki oleh Pelindo 2 dan sisanya dimiliki oleh HPH, dengan kontrak yang telah diperbarui dengan nilai sebesar 486,5 Juta.
Ini ditambah dengan upfront payment sebesar US$ 215 Juta (setelah pengembalian aset JICT 2) dengan skema pengembangan dan pengelolaan pelabuhan ''Built-Operate-Transfer'' yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang kesepakatan sebeumnya, meski nilai pembayaran dimuka lebih sedikit, karena dialokasikan ke dalam belanja infrastruktur dan fasilitas baru yang nantinya akan dipindahtangankan kepemilikannya kepada Pelindo kembali.<ref>http://www.indonesiaport.co.id/download/WHITE%20BOOK%20IPC.pdf</ref>
=== Menghadapi perubahan, berubah dan berkembang (2000–2010) ===
Memasuki milenium baru, masuknya Richard "Manneke" Joost Lino
Manneke memimpin Pelindo 2 dengan penuh ketegasan, keberanian dan kelugasan yang tinggi dengan cara yang cerdas dan tidak kenal kompromi. Lino memutar balikkan situasi dan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang semula kumuh, tidak terawat dan ketinggalan zaman. Mula-mula, Lino melakukan revitalisasi kompetensi SDM yang berkecimpung di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) itu, agar mental untuk melayani tetap ada, bukan sebaliknya. Reformasi Sumber Daya Manusia terjadi dengan perombakan standar pengisian jabatan berdasarkan kompetensi, bukan dengan melobi direksi atau pejabat tinggi. Pelindo 2 (kini menjadi IPC) pun melakukan investasi besar-besaran di human capital development. Tercatat lebih dari 500 pegawai dikirim ke berbagai Institusi berkelas dunia, baik di dalam dan luar negeri untuk mengikuti pelatihan, kuliah pascasarjana, dan program executive master of business administration (MBA). Bahkan Ia tak gentar menghadapi para birokrat-birokrat yang mengobrak-abrik Pelindo 2. Sebagai pimpinan perusahaan Ia juga tak pernah gentar saat digertak atau dibatasi. Dari Dirjen hingga Menteri, Ia memulai perubahan ini dengan serius dan memulai keseriusan untuk memimpin perubahan. Hal ini bukan alasan, banyak sekali upaya keras dari berbagai pejabat untuk menjatuhkan Lino.
Hal itu bermula dari upaya Lino menata antrean panjang di pelabuhan pada tahun 2009. Penyebabnya ternyata ada di loket Bea dan Cukai yang sering kali hanya membuka satu loket. Melihat truk antre, ia menghubungi Bea dan Cukai setempat, tetapi tidak dilayani. Setelah itu, ia pun mengirim SMS ke Menteri Keuangan, yang saat itu dijabat Sri Mulyani. Ternyata Sri Mulyani menindaklanjuti dan para dirjen kalang kabut.
[[Berkas:Pelindo II (IPC) logo 2012.svg|thumb|Logo Pelindo tahun 2012]]
=== 2010–2020 ===
Pada tahun 2020, perusahaan ini resmi menyerahkan mayoritas saham PT [[Rumah Sakit Pelabuhan]], yang mengelola Rumah Sakit Pelabuhan di [[Jakarta]], [[Cirebon]], dan [[Palembang]], ke PT [[Pertamina Bina Medika]], sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menyatukan kepemilikan fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh [[Badan usaha milik negara|BUMN]].<ref>{{cite web | url = https://m.antaranews.com/berita/1582490/pertamedika-ihc-ambil-alih-saham-bersyarat-rs-bumn| title = Pertamedika IHC ambil alih saham bersyarat RS BUMN |date = 30 Juni 2020 | publisher = Antaranews.com }}</ref>
== Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur Maritim ==
Baris 64 ⟶ 99:
=== Tanjung Carat Terminal & Musi-Lematang ''River Inland Waterway'' ===
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat adalah hasil kerjasama Pemerintah Provinsi [[
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat menjadi penyelesaian dalam pengembangan dan pembangunan Pelabuhan Boom Baru, Palembang yang dikelola oleh Pelindo 2 yang sudah terbatas dalam pengembangan pelabuhan. Selain itu, Pelindo 2 telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Provinsi
=== Kijing ''Deep Sea Water Port'' Terminal ===
Baris 73 ⟶ 108:
Memaksimalkan kesempatan ekonomi dari Kalimantan Barat melalui Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam Kijing sangatlah tepat, karena ''multiplier effect'' (efek berganda) yang dihasilkan menjadi kunci utama untuk tetap menggerakkan pertumbuhan dan aktivitas ekonomi dikawasan ini dan terdapat alasan utama Pelabuhan Kijing Pelabuhan. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam Kijing sangat menarik bagi perusahaan pengiriman logistik kargo. Karena selesainya pembangunan Pelabuhan ini akan mengundang datangnya kapal berukuran besar seperti dinegara tetangga, dimana rata-rata kapal yang datang memiliki kemampuan angkut dari ukuran 10.000 kontainer berukuran 20 kaki, bahkan lebih. Hal ini tentunya akan menekan biaya pengiriman yang signifikan dan alokasi waktu yang digunakan akan berkurang drastis, karena kapal kargo berbasis kontainer berukuran besar tidak perlu lagi transit di Singapura untuk memindahkan kargo. Singkatnya, penggunaan biaya untuk pengiriman dan pemanfaatan waktu akan menciptakan efek berganda bagi kegiatan ekonomi dikawasan Pelabuhan Laut Dalam Kijing yang nantinya menjadi tonggak awal untuk memanfaatkan kesempatan dan mengembangkan kesempatan ekonomi di Kalimantan Barat.<ref>{{Cite web |url=http://www.portdevco.com/?portfolio=kijing-2 |title=Salinan arsip |access-date=2016-12-06 |archive-date=2016-12-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20161220071936/http://www.portdevco.com/?portfolio=kijing-2 |dead-url=yes }}</ref>
== Wilayah operasi
Wilayah operasi Pelindo mencakup
{{div col}}
=== Regional I ===
* [[Pelabuhan Malahayati]]
* [[Pelabuhan Dumai]]
* [[Pelabuhan Sri Bayintan]]
* [[Pelabuhan Pekanbaru]]
* [[Pelabuhan Tanjung Balai Karimun]]
* [[Pelabuhan Sibolga]]
* [[Pelabuhan Tanjung Balai Asahan]]
* [[Pelabuhan Tembilahan]]
* [[Pelabuhan Angin]]
===Regional II===
* [[Pelabuhan Boom Baru]]
* [[Pelabuhan Panjang]]
* [[Pelabuhan Dwikora]]
* [[Pelabuhan Teluk Bayur]]
* [[Pelabuhan Ciwandan]]
* [[Pelabuhan Talang Duku]]
* [[Pelabuhan Pangkal Balam]]
=== Regional III ===
* [[Pelabuhan Labuan Bajo]]
* [[Pelabuhan Tegal]]
* [[Pelabuhan Tanjung Emas]]
* [[Pelabuhan Gresik]]
* [[Pelabuhan Tanjung Tembaga]]
* [[Pelabuhan Kalianget]]
* [[Pelabuhan Tanjung Wangi]]
* [[Pelabuhan Celukan Bawang]]
* [[Pelabuhan Benoa]]
* [[Pelabuhan Badas]]
* [[Pelabuhan Bung Karno]]
* [[Pelabuhan Laurentius Say]]
* [[Pelabuhan Kalabahi]]
* [[Pelabuhan Batulicin]]
* [[Pelabuhan Trisakti]]
* [[Pelabuhan Pulang Pisau]]
* [[Pelabuhan Panglima Utar]]
=== Regional IV ===
* [[Pelabuhan Kendari]]
* [[Pelabuhan Soekarno–Hatta]]
* [[Pelabuhan Bitung]]
* [[Pelabuhan Semayang]]
* [[Pelabuhan Samarinda]]
* [[Pelabuhan Lok Tuan]]
* [[Pelabuhan Tanjung Redeb]]
* [[Pelabuhan Tarakan]]
* [[Pelabuhan Tunon Taka]]
* [[Pelabuhan Parepare]]
* [[Pelabuhan Pantoloan]]
* [[Pelabuhan Tolitoli]]
* [[Pelabuhan Gorontalo]]
* [[Pelabuhan Manado]]
* [[Pelabuhan Ahmad Yani]]
* [[Pelabuhan Yos Soedarso]]
* [[Pelabuhan Sorong]]
* [[Pelabuhan Fakfak]]
* [[Pelabuhan Manokwari]]
* [[Pelabuhan Biak]]
* [[Pelabuhan Jayapura]]
* [[Pelabuhan Merauke]]
{{div col end}}
== Bidang usaha ==
Baris 143 ⟶ 204:
* Pendidikan dan latihan yang berkaitan dengan kegiatan kepelabuhanan.
* Jasa Barang serta pusat lalu lintas
== Anak usaha ==
Hingga tahun 2024, perusahaan ini memiliki 9 anak usaha, yakni:
{{div col}}
# PT [[Electronic Data Interchange Indonesia]]
# PT [[Integrasi Logistik Cipta Solusi]]
# PT [[Pelabuhan Indonesia Investama]]
# PT [[Pelindo Jasa Maritim]]
# PT [[Pelindo Multi Terminal]]
# PT [[Pelindo Solusi Logistik]]
# PT [[Pelindo Terminal Petikemas]]
# PT [[Pendidikan Maritim & Logistik Indonesia]]
# PT [[Prima Husada Cipta Medan]]
{{div col end}}
== Referensi ==
{{reflist}}
{{Pelindo}}
{{Pelabuhan Pelindo}}
{{BUMN}}
[[Kategori:Badan usaha milik negara di Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:Pelindo| ]]
|