Soepeno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 13:
|predecessor = [[Wikana]]
|successor = [[Maladi]]
|office2 = Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat
|order2 = Ke-3
|term_start2 = 14 November 1945
|term_end2 = 28 Februari 1947
|predecessor2 = [[Sutan Sjahrir]]
|successor2 = [[Assaat]]
|birth_date = {{birth date|1916|6|12}}
|birth_place = [[Kota Pekalongan|Pekalongan]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|1949|2|24|1916|6|12}}
|death_place = Dusun Ganter, [[Ngliman, Sawahan, Nganjuk|Desa Ngliman]], [[Sawahan, Nganjuk|Kecamatan Sawahan]], [[Kabupaten Nganjuk]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]
|death_cause = Terbunuh dengan luka tembak
|party =[[Partai Sosialis Indonesia]]
|spouse =
Baris 29 ⟶ 36:
== Biografi ==
=== Kehidupan awal ===
Masa kecil Soepeno tidak banyak diketahui. Soepeno lahir di [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] pada [[12 Juni]] [[1916]]. Dia merupakan anak dari Soemarno, seorang pegawai rendah yang bekerja di perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial Hindia Belanda di [[Stasiun Tegal]].<ref name=TIsupeno>[http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1184-politisi-berpendirian-teguh Politisi Berpendirian Teguh] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120816063047/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1184-politisi-berpendirian-teguh |date=2012-08-16 }}.ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA. 1 Oktober 2010. Diakses pada 31 Juli 2012</ref> Setelah lulus dari [[Sekolah Menengah Atas]] di [[SMA Negeri 3 Semarang|''Algemeene Middelbare School'' (AMS) Semarang]], ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Teknik (''[[Technische Hoogeschool te Bandoeng|Technische Hogeschool te Bandoeng]]'') di [[Bandung]].<ref name=TIsupeno/> Hanya dua tahun ia menuntut ilmu di sekolah itu karena ia pindah ke Sekolah Tinggi Hukum (''[[Rechtshoogeschool te Batavia]]'') di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Batavia]]. Ia menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Hukum (''[[Rechtshoogeschool te Batavia]]'') selama empat tahun. Di kota yang menjadi pusat pemerintahan kolonial inilah Soepeno semakin tertarik untuk turut ambil bagian dalam era pergerakan nasional. Ia memimpikan bangsa Indonesia bisa lepas dari penjajahan Belanda. Di kota itu juga, Soepeno bergabung dengan Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), lalu oleh rekan-rekannya, ia terpilih sebagai ketua. Ia juga memimpin Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPPI) sejak 1941.<ref name=":2">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=BKdFCgAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Ensiklopedi Pahlawan Nasional|last=Said|first=Julinar|last2=Wulandari|first2=Triana|date=1995-12-01|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id}}</ref>
 
Selama di Jakarta, Soepeno menetap tinggal di asrama Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jalan Cikini Raya 71, ia juga menjadi ketua asrama/pondokan tersebut. Di asrama itulah, untuk pertama kalinya Soepeno bertemu langsung dengan Mohammad Hatta.<ref name="TIsupeno" /><ref name=":3">{{Cite news|url=https://tirto.id/soepeno-menteri-indonesia-yang-ditembak-mati-belanda-cFfA|title=Soepeno, Menteri Indonesia yang Ditembak Mati Belanda|last=Raditya|first=Iswara N|newspaper=tirto.id|language=id-ID|access-date=2018-03-08}}</ref> Menurut Rosihan Anwar dalam bukunya, ''Soepeno: Pejuang Politik dan Gerilyawan'' disebutkan bahwa Soepeno pernah menjadi anggota [[Indonesia Moeda]]. Ia juga sempat mendirikan dan diangkat sebagai Ketua Balai Pemuda di Solo.<ref name=":1">Radar Semarang, Selasa/11 November 2008, hlm 1 bersambung ke hlm. 7</ref> Menurut Julinar Said dkk, Soepeno menjadi anggota Indonesia Moeda selama di Pekalongan dan Tegal.<ref name=":2" /> Menurut Sejarawan [[Ben Anderson|Benedict R. O'G Anderson]], tidak hanya di Indonesia Moeda Pekalongan dan Tegal, Soepeno juga aktif di Indonesia Moeda Semarang dan Bandung. Ia juga terlibat dalam mempromosikan PPPI melawan saingannya, Unitas Studiosorum Indonesiensis, organisasi pelajar berkebangsaan Belanda yang penurut.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=87totx4p3ZcC&printsec=frontcover&dq=java+in+time+of+revolution&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjNyPD0ufbbAhUaSX0KHf9HA8cQ6AEIKzAA#v=onepage&q=java%20in%20time%20of%20revolution&f=false|title=Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|date=2006|publisher=Equinox Publishing|year=|isbn=9789793780146|location=|pages=449|language=en}}</ref> Istri Soepeno, Kamsitin Wasiyatul Chakiki Danoesiswojo atau Tien Soepeno menyebutkan, pada masa-masa awal kemerdekaan, ia juga menjadi konseptor sejumlah lembaga negara seperti Badan Pekerja [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP), yang merupakan lembaga legislatif pertama sekaligus menjadi anggota lembaga tersebut.<ref name=":5">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=KHwnDQAAQBAJ&pg=PA153&lpg=PA153&dq=Soepeno+menteri+gerilya+ditembak+mati+belanda&source=bl&ots=pEkNQKjlJl&sig=08ay6SMgFkW5wo8Mybj-4IKgZXo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjNvP6skpzWAhXEMo8KHWMvBXkQ6AEIOTAD#v=onepage&q=Soepeno%20menteri%20gerilya%20ditembak%20mati%20belanda&f=false|title=Indonesia Poenja Tjerita|last=@sejarahRI|date=2016-10-06|publisher=Bentang Pustaka|isbn=9786022912385|language=en}} hlm. 153</ref> Pada akhir tahun 1945 (dalam rapat pada 20 Desember 1945) diangkat dan dipilihlah 25 orang dalam Badan Pekerja [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP), dan Soepeno (anggota Partai Sosialis) terpilih sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Nationalism_and_Revolution_in_Indonesia.html?id=WDgBBzWQ2DAC&redir_esc=y|title=Nationalism and Revolution in Indonesia|last=Kahin|first=George McTurnan|date=2003|publisher=SEAP Publications, Cornell University|year=|isbn=9780877277347|location=Itacha, New York|pages=171|language=en}}</ref>
Baris 45 ⟶ 52:
 
=== Meninggal<ref>Peristiwa dramatis ini dilukiskan oleh Julius Pour dengan mengutip Rosihan Anwar (''In Memoriam: Mengenang Yang Wafat'', 2002). {{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=XC5iZ9xTIJMC&pg=PA157&dq=Soepeno&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwikyLank5zWAhXGP48KHUEGACwQ6AEIKjAB#v=onepage&q=Soepeno&f=false|title=Doorstoot naar Djokja: pertikaian pemimpin sipil-militer|last=Pour|first=Julius|date=2009|publisher=Penerbit Buku Kompas|isbn=9789797094546|language=id}} hlm. 157-158.</ref> ===
Sewaktu [[Agresi Militer II|Belanda menyerang Indonesia]] pada [[19 Desember]] [[1948]] yang dikenal sebagai [[Agresi Militer Belanda II]], membuat Ibu kota NKRI, [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] berhasil dikuasai Belanda. Presiden [[Soekarno]], Perdana Menteri [[Mohammad Hatta]] dan sejumlah pejabat pemerintahan ditangkap. Saat itu Soepeno menjadi Menteri Pemuda dan Pembangunan RI. Setelah Yogyakarta jatuh, Soepeno ikut bergerilya dan pasukan Belanda terus memburunya.<ref name=Merdeka>Fadillah, Ramadhian. [http://www.merdeka.com/peristiwa/menteri-supeno-tewas-dieksekusi-tentara-belanda.html Menteri Supeno tewas dieksekusi tentara Belanda] Merdeka. Selasa, 12 Juni 2012. Diakses pada 30 Juli 2012</ref> Soepeno lolos karena sedang bertugas di luar Yogyakarta, tepatnya di Cepu, Jawa Tengah. Dikisahkan oleh Djoeir Moehamad & Abrar Yusra dalam ''Memoar Seorang Sosialis'' (1997: 208)'','' Soepeno saat itu sebenarnya dalam perjalanan pulang ke ibu kota dari Cepu. Saat sampai di Prambanan, sisi timur Yogyakarta, ia merasa ada yang tidak beres. Ternyata benar, pusat pemerintahan telah diduduki Belanda. Dari Prambanan, Soepeno mengarahkan mobilnya balik jalan, menuju Tawangmangu, dekat Solo.

Di sana, ia akan bergabung dengan para pejabat negara lainnya yang lolos dari penangkapan. Setelah berkoordinasi di Tawangmangu, diputuskan bahwa masing-masing pejabat akan turut bergerilya, berpindah-pindah lokasi, hingga situasi terkendali. Soepeno dan beberapa orang lainnya diarahkan menuju timur, ke suatu tempat di lereng Gunung Wilis di mana Panglima Besar Jenderal Soedirman dan pasukannya bermarkas. Rombongan kecil ini berangkat dengan berjalan kaki dari kampung ke kampung, dari hutan ke hutan, dalam ancaman yang setiap saat bisa saja hadir.<ref name=":3" /> Bersama [[Soesanto Tirtoprodjo]], kedua "Menteri Gerilya" itu berkelana di daerah pegunungan Jawa Timur menggerakkan rakyat berjuang terus melawan Belanda. Seorang wanita ikut dalam rombongan mereka, yaitu Nyonya Susilowati Rikerk, anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari Partai Sosialis Indonesia (PSI).<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=7GdxAAAAMAAJ&q=In+memoriam+mengenang+yang+wafat+soepeno&dq=In+memoriam+mengenang+yang+wafat+soepeno&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwigmL7djd7ZAhXItI8KHVQiAlgQ6AEIKjAA|title=In Memoriam: Mengenang yang Wafat|last=Anwar|first=Rosihan|date=2002|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=|isbn=9789797090296|location=Jakarta|pages=132|language=id|page=}}</ref>
 
Hampir tiga pekan berjalan, rombongan Soepeno tiba di Desa Wayang, Ponorogo. Di desa itu, mereka bertemu dengan Kapten [[Soepardjo Rustam|Soepardjo Roestam]], ajudan Jenderal Soedirman yang memang diutus untuk mencari keberadaan para pejabat RI (Departemen Penerangan RI, ''Djendral Soedirman Pahlawan Sedjati'', 1950: 45). Setelah memberitahu di mana posisi pasukan Jenderal Soedirman kendati tetap saja cukup sulit untuk menemukan tempat itu, Kapten Soepardjo pamit karena harus melanjutkan tugas. Soepeno dan rombongan juga meneruskan perjalanan. Medan liar yang amat sulit dan harus berkali-kali memutar jalan agar terhindar dari sergapan musuh membuat perjalanan yang ditempuh memakan waktu semakin lama. Sementara itu, tentara Belanda kian gencar mengejar. Pada 20 Februari 1949, Soepeno dan kawan-kawan menjejakkan kaki di Dusun Ganter, Nganjuk. Di dusun ini, mereka menginap di rumah warga dan berniat menetap selama beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan yang entah kapan akan berakhir.<ref name=":3" />
 
Setelah berbulan-bulan bergerilya, Soepeno dan rombongannya tertangkap Belanda di Desa [[Ganter]], Dukuh Ngliman, [[Nganjuk]] setelah Belanda menyerang wilayah Ganter pada [[24 Februari]] [[1949]].<ref name="KisahHeroik" /> Tentara Belanda menyuruhnya jongkok dan mengintrogasi dia.<ref name="Merdeka" /> Belanda juga berhasil menangkap seluruh pembesar sipil di Jawa Timur. Soepeno mengatakan bahwa ia adalah penduduk daerah tersebut namun Belanda tidak percaya. Akhirnya, pelipisnya ditembak dan Soepeno tewas seketika.<ref name="Merdeka" /> Belanda kemudian mengeksekusi rombongan Soepeno yang terdiri dari enam orang, termasuk ajudan Soepeno, Mayor Samudro juga ditembak mati. Eksekusi-eksekusi dilakukan di depan umum, menurut laporan TNI, sebagai alat untuk mengintimidasi penduduk.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=L1ZxDAAAQBAJ&pg=PA210&lpg=PA210&dq=Soepeno+menteri+gerilya+ditembak+mati+belanda&source=bl&ots=y75zAwWec8&sig=VmcoZWszEXEStWIABJIwz2g6-oY&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjNvP6skpzWAhXEMo8KHWMvBXkQ6AEIWzAN#v=onepage&q=Soepeno%20menteri%20gerilya%20ditembak%20mati%20belanda&f=false|title=Tan Malaka Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia jilid 4: September 1948-Desember 1949|last=Poeze|first=Harry A.|date=2008|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|isbn=9789794618653|language=id}} hlm. 210</ref> Soepeno pun kemudian dimakamkan di [[Kabupaten Nganjuk|Nganjuk]]. Setahun kemudian, pada 29 Februari 1950 makamnya dipindahkan ke [[TMP Semaki|Taman Makam Pahlawan Semaki]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]].<ref name="KisahHeroik">{{cite book|title=Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler|last=Hendarsah|first=Amir|authorlink=Amir Hendarsah|year=|publisher=Galangpress Group|location=|isbn=978-602-8620-10-9|page=47|pages=|accessdate=31 July 2012|url=http://books.google.co.id/books?id=prJr7nD9YO0C&pg=PT48&lpg=PT48&dq=Supeno&source=bl&ots=fonhHCwQe4&sig=bO64xwHmzZ9h5HtEX2-cZClVcuA&hl=id&sa=X&ei=aGoXUKv9JsSHrAf6koDoCg&ved=0CEIQ6AEwBA#v=onepage&q=Supeno&f=false}}</ref> Istri Soepeno, Tien Soepeno, mengaku karena kurangnya informasi, baru mengetahui kabar suaminya tewas dieksekusi Belanda sebulan kemudian.<ref name=":5" />
 
Makam Menteri Soepeno berada di sisi kanan tempat peristirahatan terakhir Jenderal Oerip Soemohardjo yang berdampingan dengan nisan Panglima Besar Jenderal Soedirman (Solichin Salam, ''Djenderal Soedirman Pahlawan Kemerdekaan'', 1963: 95).<ref name=":3" /> Sesuai surat keputusan pemerintah, Surat Keputusan Presiden RI No. 039/TK/Th. 1970 tgl. 13 Juli 1970,<ref name=":0">{{Cite web|url=https://pahlawancenter.com/?p=1851|title=Supeno – Pahlawan Center|website=pahlawancenter.com|language=en-US|access-date=2017-09-11|archive-date=2017-09-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20170906134323/https://pahlawancenter.com/?p=1851|dead-url=yes}}</ref> pada pertengahan tahun 1970, atas segala pengorbanan yang telah dia berikan kepada perjuangan kemerdekaan, Soepeno ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.<ref name=":4">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=XC5iZ9xTIJMC&pg=PA157&dq=Soepeno&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwikyLank5zWAhXGP48KHUEGACwQ6AEIKjAB#v=onepage&q=Soepeno&f=false|title=Doorstoot naar Djokja: pertikaian pemimpin sipil-militer|last=Pour|first=Julius|date=2009|publisher=Penerbit Buku Kompas|isbn=9789797094546|language=id}} hlm. 158</ref> la dianugerahi pula Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Kelas III secara anumerta, yakni sebagai penghargaan atas sifat-sifat kepahlawanannya serta atas keberanian dan ketebalan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugasnya yang telah disumbangkan terhadap Negara dan Bangsa Indonesia.<ref name=":0" /> Masyarakat mengenangnya sebagai menteri gerilya.<ref>Kisah Soepeno juga dimuat dalam {{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=KHwnDQAAQBAJ&pg=PA153&lpg=PA153&dq=Soepeno+menteri+gerilya+ditembak+mati+belanda&source=bl&ots=pEkNQKjlJl&sig=08ay6SMgFkW5wo8Mybj-4IKgZXo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjNvP6skpzWAhXEMo8KHWMvBXkQ6AEIOTAD#v=onepage&q=Soepeno%20menteri%20gerilya%20ditembak%20mati%20belanda&f=false|title=Indonesia Poenja Tjerita|last=@sejarahRI|date=2016-10-06|publisher=Bentang Pustaka|isbn=9786022912385|language=en}} hlm. 150-153</ref> Rekan seperjalanannya, [[Soesanto Tirtoprodjo|Mr. Soesanto Tirtoprodjo]] tidak melupakan peristiwa sedih itu kemudian menceritakan pengalamannya bergerilya dalam sebuah buku kecil, ditulis dalam bahasa Jawa, berjudul ''Nayoko Lelono''. Ia merekam eksekusi tersebut dan melukiskan pendapat serta perasaannya dalam sebuah syair yang digubah menjadi sepuluh pupuh ''tembang'' Jawa, Durma (Durmo):<ref>{{Cite book|title=In Memoriam: Mengenang yang Wafat|url=https://books.google.co.id/books?id=7GdxAAAAMAAJ&q=in+memoriam+rosihan&dq=in+memoriam+rosihan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjp6LabwqDkAhVL63MBHfNzBxEQ6AEIKjAA|publisher=Penerbit Buku Kompas|date=|isbn=9789797090296|language=id|first=Rosihan|last=Anwar|year=2002|location=Jakarta|page=133}}</ref>
Baris 76 ⟶ 85:
 
{{reflist}}
==Lihat pula==
*[[Daftar pejabat pemerintahan Indonesia yang wafat pada saat menjabat]]
 
{{kotak mulai}}