Orang Melayu di Makassar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(47 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
== Awal
Pada masa pemerintahan Raja Gowa yang ke-10 Karaeng Tunipallangga (1546-1565), datanglah sekelompok orang Melayu dari Melaka ke [[Pelabuhan Makassar|pelabuhan Makassar]]. Mereka lalu diberikan hak otonomi oleh raja dan tinggal di ibukota [[Benteng Somba Opu|Somba Opu]]. Mereka datang dari berbagai wilayah di [[Asia Tenggara]] seperti dari [[Pattani]], [[Johor]], [[Pahang]]Kedatangan mereka dari negeri-negeri tersebut dijelaskan dalam [[Kronik Gowa]] atau catatan resmi [[Kerajaan Gowa]].
== Peran orang Melayu ==
Sejak kedatangan orang
Pada masa
Peran orang-orang Melayu yang amat menonjol adalah sebagai pedagang antar pulau. Sejak tahun 1511 hingga 1615, roda perekonomian — khususnya perdagangan antar pulau melalui pelabuhan Makassar — dikuasai oleh orang Melayu. Setelah itu baru orang-orang Bugis-Makassar ikut terjun ke dunia perdagangan.<ref>[[Kompas (surat kabar)|Kompas]], Arus Balik Sejarah Melayu - Bugis Makassar, 16 Januari 2009</ref>
Saat ini perkampungan orang Melayu masih bisa ditemui di [[Kota Makassar]] tepatnya di kelurahan [[Melayu, Wajo, Makassar]]. Pun dengan orang [[Pattani|Pattani, Thailand.]] erMereka berbaur satu sama lain dengan masyarakat setempat hingga kini, orang Pattani membentuk sebuah Kampung di desa [[Patani, Mappakasunggu, Takalar]]. ▼
==
▲Saat ini perkampungan orang Melayu masih bisa ditemui di [[Kota Makassar]], tepatnya di kelurahan [[Melayu, Wajo, Makassar|Melayu]] dan [[Kelurahan Melayu Baru]].
== Kembali ke tanah Melayu ==
Ketika terjadi ketegangan antara kerajaan Gowa dengan [[VOC]] dalam memperebutkan dominasi ekonomi di Indonesia timur sejak awal abad ke-17, orang Melayu dan [[Suku Jawa|Jawa]] yang bekerja pada kantor-kantor asing mendapat tekanan yang berat. Kerajaan Gowa sangat curiga pada orang Melayu yang bekerja untuk kegiatan perdagangan Belanda di Makassar. Kecurigaan ini mencapai puncaknya ketika kerajaan Gowa kalah dalam Perang Makassar (1667–1669) yang mengakibatkan mereka diusir dari kerajaan. Perang Makassar memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani [[Perjanjian Bongaya]] yang sangat merugikan Gowa. Akibat perjanjian ini, orang Melayu yang menduduki jabatan di kerajaan bersama [[Suku Makassar|orang Makassar]] lainnya ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di Riau dan Semenanjung Malaya.
== Tokoh terkenal ==
# Encik Amin
# Daeng ri Mangallekana
# Ince Nuruddin Daeng Magassing
== Referensi ==
{{reflist}}
* Muhlis Hadrawi (2015). Kedatangan dan Integrasi Orang Melayu Di Sulawesi Selatan Pada Peringkat Awal: Kajian Berdasarkan Manuskrip Bugis-Makassar
* Muhlis Hadrawi (2020). Integrasi Melayu Di Sulawesi Selatan : Kajian Berdasarkan Lontara
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=YURIL3c%3D= Situs Raja Ali Haji]
[[Kategori:Suku Melayu]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia]]
[[Kategori:Kota Makassar]]
|