Kerajaan Tanah Hitu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(47 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kerajaan Tanah Hitu
| common_name = Tanah Hitu
| native_name = كراجأن تانه هيتو
| native_name_lang = ms
| continent =
| region =
| country =
| religion = [[Islam]]
| flag_p1 =
| p1 = Peradaban Alifuru
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| s1 = Hindia Belanda
| year_start = 1470
| year_end = 1682
| date_start =
| date_end =
| event_start = Penangkatan Zainal Abidin sebagai raja pertama bergelar ''Upu Latu Sitania''
| event1 = Penaklukkan atas [[Benteng Kapahaha]] oleh [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] yang menandai berakhirnya Tanah Hitu sebagai sebuah kerajaan berdaulat
| date_event1 = 1646
| event2 =
| date_event2 =
| event3 =
| date_event3 =
| event_end = Berakhirnya masa pemerintahan Hunilamu (''Latu Sitania VI'') dan pembubaran Kerajaan Tanah Hitu oleh pemerintah [[Hindia Belanda]]
| image_flag =
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map =
| map_caption =
| capital = [[Hitumessing, Leihitu, Maluku Tengah|Hitumessing]]
| admin_center =
| admin_center_type =
| status = [[Monarki|Kerajaan]]
| common_languages = [[Bahasa Hitu|Hitu]] dan [[Bahasa Melayu Ambon|Melayu Ambon]]
| government_type = Monarki
| title_leader = Raja (Upu Latu)
| leader1 = Zainal Abidin
| year_leader1 = 1470–?
| leader2 = Mateuna
| year_leader2 = Abad ke-15
| leader3 = Hunilamu
| year_leader3 = 1637–1682
| currency =
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kerajaan Tanah Hitu''' adalah sebuah [[kerajaan]] [[Islam]] yang terletak di pesisir utara [[pulau Ambon]], [[Maluku]]. Kawasan ini dikenal sebagai [[Leihitu (geografi)|Jazirah Leihitu]], salah satu dari dua ''jazirah'' utama di Ambon. Kerajaan Tanah Hitu berkuasa antara tahun 1470–1682, dengan raja pertama yang bergelar ''Upu Hatta'' atau ''Upu Latu Sitania''. Kerajaan Tanah Hitu menurut legenda masyarakat setempat didirikan oleh ''Empat Perdana''. Kerajaan ini pernah menjadi pusat [[perdagangan rempah-rempah]] dan memainkan peran yang sangat penting di [[Kepulauan Maluku]], disamping melahirkan intelektual dan para pejuang rakyat pada zamannya. Beberapa diantaranya, yaitu Imam Ridjali, [[Kapitan Telukabessy]], [[Kapitan Kakiali]], dan banyak tokoh intelektual lainnya.
== Sejarah ==
=== Pendirian oleh ''Empat Perdana'' ===
Kata "''perdana''" berasal dari [[bahasa Sanskerta]] artinya 'pertama'. ''Empat Perdana'' adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari empat kelompok tersebut dalam [[bahasa Hitu]] disebut sebagai ''Hitu Upu Hata''.
Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan sejarah awal datangnya manusia di Tanah Hitu, sekaligus sebagai penduduk asli pesisir utara [[pulau Ambon]] yang secara kolektif dikenal sebagai [[orang Hitu]]. ''Empat Perdana'' juga merupakan bagian dari penyebaran Islam di [[Kepulauan Maluku]]. Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang dicatat oleh sejarah sejarawan lokal maupun Belanda dalam berbagai versi, seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius, dan Valentijn.
Kedatangan ''Empat Perdana'' ke Tanah Hitu dibagi menjadi empat periode.
# Pendatang pertama adalah Pattisilang Binaur dari [[Gunung Binaiya]] di Seram Barat, kemudian singgah di Nunusaku, dan melanjutkan perjalanan hingga ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat yang saat ini disebut sebagai Bukit Paunusa, kemudian mendirikan pemukiman bernama Soupele dengan fam Tomu Totohatu. Pattisilang Binaur disebut juga ''Perdana Totohatu'' atau ''Perdana Jaman Jadi''.
# Pendatang kedua adalah Kiai Daud dan Kiai Turi, disebut juga Pattikawa dan Pattituri, dengan saudara perempuannya yang bernama Nyai Mas. Menurut silsilah keturunan Raja Hitumessing bahwa Pattikawa, Pattituri, dan Nyai Mas adalah anak dari Muhammad Taha bin Baina Mala-Mala bin Baina Urati bin Zainal Abidin Baina Yasirullah bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya berasal dari [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] binti [[Muhammad]]. Sedangkan ibu mereka berasal dari [[Mataram Islam]] yang tinggal di [[Tuban]] dan mereka dibesarkan di sana (menurut Imam Lamhitu; dicatat dengan [[Abjad Jawi|tulisan Arab-Melayu]] pada tahun 1689). Pattikawa kemudian mendirikan sebuah pemukiman di pesisir pantai, nama pemukiman tersebut kemudian menjadi nama ''soa'' atau ''rumahtau'' Wapaliti dengan fam Pellu. Imam Rijali (1646) dalam ''Hikayat Tanah Hitu'' menyebutkan mereka berasal dari Jawa dan datang bersama hulubalangnya yang bernama Tubanbessy yang memiliki arti 'orang kuat dari Tuban'. Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu itu adalah ingin mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum 'perdana ke-3' datang. Mereka sampai ke Tanah Hitu diyakini pada abad ke-10, tepatnya di ''Haita Huseka'a'' (Labuhan Huseka'a).
# Pendatang ketiga adalah Jamilu dari [[Kesultanan Jailolo]]. Ia datang ke Tanah Hitu pada tahun 1465. Jamilu kemudian mendirikan pemukiman yang bernama Laten, kemudian nama pemukiman tersebut menjadi nama fam Lating. Jamilu dikenal juga sebagai ''Perdana Nustapi'', ''Nustapi'' berarti 'pendamai'. Hal ini karena ia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu. Ia juga digelari sebagai Kapitan Hitumessing.
# Pendatang keempat adalah Pattiwane (nama gelaran) yang berasal dari Jawa. Ia datang ke Tanah Hitu sebelum tahun 1468, sementara yang datang pada tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiai Patty (nama gelaran) yang diutus ke Tuban untuk mempelajari sistem pemerintahan di sana yang akan menjadi dasar pemerintahan dari Kerajaan Tanah Hitu. Kiai Patty mendirikan pemukiman bernama Olong, nama pemukiman tersebut menjadi nama fam Ollong. Pattiwane dikenal juga dengan nama ''Pattituban''.
Oleh karena banyaknya kafilah dagang dari [[Jazirah Arab|Arab]], [[Dinasti Safawi|Persia]], [[Jawa]], [[Melayu]], dan [[Tiongkok]] yang berdagang dan mencari [[rempah-rempah]] di Tanah Hitu, serta banyaknya pendatang dari [[Ternate]], [[Jailolo]], [[Obi]], [[Makian]], dan [[Seram]] yang berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan perdana Tanah Hitu, keempat perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat.
Atas dasar itu, kemudian ''Empat Perdana'' mendirikan sebuah negeri yang letaknya kira-kira 1 km dari negeri Hitu (saat ini dikenal sebagai dusun Amanhitu). Di tempat itulah awal berdirinya negeri Hitu yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu. Berdirinya negeri tersebut ditandai dengan pembangunan sebuah masjid yang menjadi bangunan keagamaan pertama di Tanah Hitu. Masjid tersebut bernama [[Masjid Pangkat Tujuh]]. Dinamai 'pangkat tujuh' karena struktur pondasinya terdiri dari tujuh lapis.
Setelah merealisasikan gagasan tersebut, keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang disebut sebagai ''tatalo guru'' ('duduk guru'), yang juga diartikan sebagai 'kedudukan adat atas petunjuk ''Upuhatala''<nowiki>'</nowiki>. Nama ''Upuhatala'' merujuk pada [[metafora]] dari salah satu [[dewa]] dalam [[Kakehang]], salah satu kepercayaan asli [[Alifuru]]. Musyawarah ini dimaksudkan untuk mengangkat pemimpin mereka, maka kemudian dipilihlah salah seorang pemuda yang dikenal pandai dari keturunan ''Empat Perdana'' tersebut, yakni anak dari Pattituri, adik kandung Pattikawa yang bernama Zainal Abidin sebagai raja pertama dari Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar ''Upu Latu Sitania'' pada tahun 1470.
=== Hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain ===
Kerajaan Tanah Hitu memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Nusantara, seperti [[Tuban|Kadipaten Tuban]], [[Kesultanan Banten]], [[Giri Kedaton]] di [[pulau Jawa]], dan [[Kesultanan Gowa]] di [[Sulawesi]], seperti yang dikisahkan oleh Imam Ridjali dalam ''Hikayat Tanah Hitu'', begitupun dengan hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (''al-Jazirah al-Muluk''; 'daratan raja-raja') seperti [[Kerajaan Huamual]] di Seram Barat, [[Kerajaan Iha]] di Saparua, [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Jailolo]], dan [[Kesultanan Bacan]] di [[Maluku Utara]].
=== Masa kolonialisme Eropa ===
Pada pemerintahan raja Mateuna, negeri Hitu sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dipindahkan ke wilayah pesisir pada awal abad ke-15, berada tepat di wilayah negeri Hitumessing saat ini. Raja Mateuna merupakan raja kelima dari Kerajaan Tanah Hitu dan merupakan raja terakhir yang berdaulat. Pada masa pemerintahannya, terjadi kontak pertama antara [[Bangsa Portugis|Portugis]] dengan Kerajaan Tanah Hitu. Ia meninggal dunia pada tanggal 29 Juni 1634. Sepeninggalnya, raja Mateuna tercatat memiliki dua orang anak laki-laki, yakni Silimual dan Hunilamu. Sedangkan istrinya berasal dari [[Halong, Teluk Ambon Baguala, Ambon|Halong]] dan ibunya berasal dari [[Kerajaan Soya|Soya]] di [[Jazirah Leitimur]]. Ia kemudian digantikan oleh anaknya yang kedua, yakni Hunilamu (''Latu Sitania VI'') yang memerintah pada tahun 1637–1682.
Perang Hitu I yang terjadi pada tahun 1520–1605 dipimpin oleh Kapitan Sepamole (Tubanbessy I) menyebabkan Portugis harus keluar dari Tanah Hitu, hingga kemudian Portugis mendirikan [[Benteng Kota Laha]] di [[Teluk Ambon]] (Semenanjung Leitimur) pada tahun 1575 dan mulai melakukan [[kristenisasi]] terhadap penduduk di Jazirah Leitimur.
Menyusul keluarnya Portugis dari Tanah Hitu, kemudian datang [[Bangsa Belanda|Belanda]] ke Tanah Hitu pada tahun 1599, hingga kemudian mendirikan sebuah kongsi dagang yang bernama [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) pada tahun 1602. Belanda berusaha untuk mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan sebuah benteng pertahanan di bagian barat Tanah Hitu, tepatnya di pesisir pantai, di kaki [[Gunung Wawane]]. Akibat dari politik adu domba yang dilancarkan oleh Belanda, maka tiga ''perdana'' Tanah Hitu, yakni Totohatu, Jamilu, dan Pattituban, memutuskan untuk pergi meninggalkan Tanah Hitu dan mendirikan sebuah negeri (pemukiman) baru. Negeri tersebut kemudian dinamakan Hila, merupakan negeri yang sama dengan [[Hila, Leihitu, Maluku Tengah|Hila]] saat ini. Sedangkan negeri asal mereka, yakni Hitu berganti nama menjadi Hitumessing.
Sejak kedatangan Belanda ke Tanah Hitu, terjadi beberapa pertempuran antara Belanda dengan Kerajaan Tanah Hitu. Hal itu didasari oleh kesewenang-wenangan Belanda dan kebijakan [[monopoli]] mereka terhadap [[perdagangan rempah-rempah]]. Ketegangan tersebut memuncak, hingga kemudian terjadi peperangan pada tahun 1634–1643 yang dikenal sebagai [[Perang Hitu II]] (Perang Wawane). Dalam perang ini, pihak Kerajaan Tanah Hitu dipimpin oleh [[Kapitan Tahalielei]] (Pattiwane II), seorang keturunan dari perdana Patituban dan Tubanbessy II. Perlawanan lainnya yang juga menjadi perlawanan terakhir dari Kerajaan Tanah Hitu, yakni [[Perang Kapahaha]] yang terjadi pada tahun 1643–1646, sebagai upaya Belanda untuk merebut [[Benteng Kapahaha]] dari Kerajaan Tanah Hitu. Perang ini dipimpin oleh [[Kapitan Telukabessy]] (Ahmad Leikawa) dan Imam Ridjali setelah di perang sebelumnya Kapitan Tahalielei dinyatakan menghilang. Setelah berakhirnya perang ini, Belanda secara ''de facto'' telah menguasai seluruh wilayah kekuasaan Tanah Hitu dan mengakhiri kedaulatan Kerajaan Tanah Hitu.
Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah Kerajaan Tanah Hitu, Belanda kemudian melakukan perubahan besar-besaran terhadap struktur pemerintahan di bekas wilayah Kerajaan Tanah Hitu, yakni dengan mengangkat ''orang kaya'' menjadi raja dari setiap ''uli'' sebagai 'raja tandingan' dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua wilayah administrasi, yakni [[Hitumessing]] dan [[Hitulama]] dengan politik pecah belah (''[[devide et impera]]'').
Setelah penaklukan atas Kerajaan Tanah Hitu, anak pertama dari raja Mateuna, Silimual hijrah ke [[Kerajaan Huamual]] dan memutuskan untuk bermukim di sana. Di Kerajaan Huamual, ia diangkat menjadi Kapitan Huamual. Ia memimpin perang melawan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) pada tahun 1625–1656 yang dikenal sebagai [[Perang Huamual]]. Sepeninggalnya, keturunan Silimual masih bermukim di negeri Luhu hingga saat ini, keturunannya memakai nama fam Silehu.
== Wilayah kekuasaan ==
# Hunuth
# Laten
Baris 47 ⟶ 94:
# Wapaliti
Kemudian diantara tujuh negeri tersebut juga terdapat negeri-negeri di Jazirah Leihitu yang tidak termasuk di dalam ''Uli Halawan''. Negeri-negeri tersebut kemungkinan adalah negeri yang baru berdiri atau belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470–1682).
Negeri-negeri (''uli'') baru tersebut, antara lain;
# Uli Halawang, terdiri dari dua negeri, yakni [[Hitumessing, Leihitu, Maluku Tengah|Hitu]] dan [[Hila, Leihitu, Maluku Tengah|Hila]] dengan pusat pemerintahannya di Hitu.
# Uli Solemata (Wakane), terdiri dari empat negeri, yakni [[Tial, Salahutu, Maluku Tengah|Tial]], [[Tengah-Tengah, Salahutu, Maluku Tengah|Molowael]] (Tengah-Tengah), [[Suli, Salahutu, Maluku Tengah|Suli]], dan [[Tulehu, Salahutu, Maluku Tengah|Tulehu]] dengan pusat pemerintahannya di Tulehu.
# Uli Sailesi, terdiri dari empat negeri, yakni [[Mamala, Leihitu, Maluku Tengah|Mamala]], [[Morella, Leihitu, Maluku Tengah|Morella]], [[Liang, Salahutu, Maluku Tengah|Liang]], dan [[Waai, Salahutu, Maluku Tengah|Waai]] dengan pusat pemerintahannya di Mamala.
# Uli Hatu Nuku, terdiri dari satu negeri, yakni [[Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah|Kaitetu]].
# Uli Lisawane, terdiri dari satu negeri, yakni [[Wakal, Leihitu, Maluku Tengah|Wakal]].
# Uli Ala Leisiwa, terdiri dari satu negeri, yakni [[Seith, Leihitu, Maluku Tengah|Seith]].
# Uli Nau Hena Helu, terdiri dari satu negeri, [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Hena Lima]].
==Daftar penguasa==
Berikut ini daftar penguasa Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar [[raja]] (''Upu Latu'').
# Zainal Abidin (1470–)
# Maulana Imam Ali Mahdum Ibrahim
# Pattilain
# Popo Ehu
# Mateuna (abad ke-15)
# Hunilamu (1637–1682)
== Kebudayaan ==
=== Sastra lisan ===
''Kapatah Tanah Hitu'' dari ''Uli Halawan'' dalam [[bahasa Hitu]].
:''Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o''
:''Hitu Upu-a Hata''
:''Tomu-a Upu-a Telu''
:''Nusa
:''Laina Malono Lima''
:''Pattiluhu Mata Ena''
:Artinya:
:Tuan
:Hitu Empat Perdana
:Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin
:Kampung Alifuru Lima Negeri
:Lima
''Lane'' atau ''Kapatah'' (
:''yami
:''yami
:''aman-e
:''aman-e
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''{{br}}
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''{{br}}
Baris 75 ⟶ 142:
:''suli na silai salane kutika-o''{{br}}
:''suli na silai salane kutika-o''{{br}}
:''awal le e jadi lete elia paunusa-
:''awal le e jadi lete elia paunusa-
:Artinya:
:Kami dari
:Kami dari
:Negeri kami sudah kosong,
:Negeri kami sudah kosong,
::Kami dibawah
::Kami dibawah
::Orang Waai sudah
::Orang Waai sudah
:Orang Suli
:Orang Suli
:Kejadian ini terjadi pertama di
:Kejadian ini terjadi pertama di
== Lihat
* [[
* [[
* [[
* [[
== Pranala luar ==
* [http://wacananusantara.org/terbentuknya-kerajaan-hitu-di-maluku-empat-perdana-di-tanah-hitu/ Terbentuknya Kerajaan Hitu di Maluku] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130628045800/http://wacananusantara.org/terbentuknya-kerajaan-hitu-di-maluku-empat-perdana-di-tanah-hitu/ |date=2013-06-28 }}
* [http://melayuonline.com/ind/history/dig/372/kerajaan-tanah-hitu Kerajaan Tanah Hitu]
|