Kerajaan Soya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
Syf.Ed77 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(61 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
| region =
| country =
| religion = [[Kekristenan]]; sebelumnya [[Hindu]] dan [[Islam]]<ref name="Pengaruh Islam"/>{{Sfnp|Bartels|2017|p=516}}
| flag_p1 =
| p1 = Peradaban Alifuru
Baris 25:
| image_coat = Coat Of Arms The Kingdom of Zoja.jpg
| symbol_type =
| image_map = Map of Zoja Kingdom (Ambon).jpg
| map_caption = Peta kekuasaan Kerajaan Soya di [[Kepulauan Lease]]<div style="margin: 0 auto; text-align: left; width: 15em;">
{{legend|#F28705|Kekuasaan Kerajaan Soya}}
Baris 34:
| admin_center_type =
| status = [[Monarki|Kerajaan]]
| common_languages = ''[[Bahasa tana]]''<ref>[https://repositori.kemdikbud.go.id/16045/&ved Prosiding Kongres Internasional Bahasa Daerah Maluku]</ref><ref>[https://www.academia.edu/32356273/KEBOCORAN_DIGLOSIA_DAN_PEMERTAHANAN_BAHASA_TANA_SEBAGAI_BAHASA_ADAT_DI_KABUPATEN_MALUKU_TENGAH Kebocoran Diglosia dan Pemertahanan Bahasa Tana Sebagai Bahasa Adat di Kabupaten Maluku Tengah]</ref><br>[[Bahasa Melayu Ambon|Melayu Ambon]]<ref>[http://www.linguistik-indonesia.org/images/files/UnsurSerapanBahasaPortugisdalamBahasaMelayuAmbon.pdf Unsur Serapan Bahasa Portugis Dalam Bahasa Melayu Ambon]</ref>
| government_type = Monarki
| title_leader = Raja
| leader1 = Latu Selemau
| year_leader1 = Abad ke-13 – 1500an1200an–1500an
| leader2 = Thomas da Silva
| year_leader2 = 24 Desember 1638 – 16641638–1664
| leader3 = Pedro da Silva
| year_leader3 = 1664 – 16721664–1672
| leader4 = Stephanus Jacob Rehatta
| year_leader4 = pernah berkuasa pada tahun 1876
Baris 48:
| year_leader5 = pernah berkuasa pada tahun 1996
| leader6 = John Lodwyk Rehatta
| year_leader6 = 2006 – 20222006–2022
| leader7 = Rido Rehatta
| year_leader7 = 2022 – 2022–
| leader8 =
| year_leader8 =
Baris 60:
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Kristen}}
'''Kerajaan Soya''', atau disebut juga '''Zoja''',<ref>[https://foto.tempo.co/read/102349/cuci-negeri-tradisi-turun-temurun-dari-negeri-soya Cuci Negeri Tradisi Turun Temurun dari Negeri Soya]</ref> adalah sebuah [[Monarki|kerajaan]] di [[Pulau Ambon]]. Kerajaan Soya didirikan pada abad ke-13 dan dipimpin oleh seorang raja bernama Latu Selemau dengan permaisurinya Pera Ina yang beretnis [[suku Jawa|Jawa]].<ref name="Pengaruh Jawa">[https://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_paperinfo_lnk.php?id=965 Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Perspektif Psikologi-Komunikasi Pada Pasangan Suami Istri Beretnis Jawa-Ambon]</ref> Kerajaan ini merupakan kerajaan tertua di [[Leitimur Selatan, Ambon|Jazirah Leitimur]]. Kerajaan Soya terletak di [[Soya, Sirimau, Ambon|Negeri Soya]] saat ini, atau disekitar [[gunungGunung Sirimau]] yang juga dikenal sebagai ikon utama dan merupakan cikal bakal berdirinya [[Kota Ambon]].<ref>{{cite web|url=https://ambon.go.id/asal-mula-nama-sirimau/|title=Asal Mula Nama Sirimau|website=ambon.go.id|publisher=[[Kota Ambon|Pemerintah Kota Ambon]]|access-date=03-04-2023}}</ref>
 
==Sejarah==
===Pendirian Kerajaan Soya===
[[Berkas:Peta Teung Negeri Soya.jpg|ka|jmpl|245px|Peta "Teung" negeri Soya di [[Pulau Ambon]]]]
Berdasarkan penuturan dan cerita-cerita para tetua, leluhur yang mendiami negeri Soya berasal dari ''Nusa Ina'' ([[Pulau Seram]]), yang antara lain dari [[Seram Utara, Maluku Tengah|Seram Utara]] kurang lebih tepatnya dekat [[Sawai, Seram Utara, Maluku Tengah|Sawai]], suatu wilayah yang bernama "Soya", serta dari [[Kabupaten Seram Bagian Barat|Seram Barat]], sekitar daerah [[Tala, Amalatu, Seram Bagian Barat|Tala]].<ref name="Kekristenan di Negeri Soya">[https://ebahana.com/serba-serbi/artikel/kekristenan-di-negeri-soya/ Kekristenan di Negeri Soya]</ref>
 
Selama berabad-abad, [[pulau Ambon]] telah terlibat secara intensif dalam periode kolonialisme, pertama oleh Portugis dan kemudian oleh Belanda. Artinya relatif banyak yang ditulis tentang Ambon pada periode ini. Di beberapa buku, wilayah itu disebut Soya. Ketika melihat apa yang telah ditulis tentang Soya, perlu diingat bahwa informasi tersebut mungkin 'diwarnai' karena dilihat dari sudut pandang Barat ([[Eropa]]). Juga, referensi dari periode kekuasaan Portugis dan Belanda tidak sesuai dengan posisi dominan Soya di wilayah tersebut pada periode sebelum kedatangan orang Barat.{{sfnp|Mearns|1999}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Terdapat dua versi cerita yang diwariskan, yakni negeri Soya dan Batu Merah. Versi masyarakat Batu Merah, Latu SilimauSelemau memerintah di tahun 1500an, kala itu Soya masih berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam berdaulat.<ref name="Pengaruh Islam">[https://www.kabartimurnews.com/2021/12/08/dulu-namanya-kerajaan-zoya-sekarang-z-diganti-s-3-selesai/ Dulu Namanya Kerajaan Zoya, Sekarang “Z” Diganti “S” (3-Selesai)]</ref>
 
Dari sumber cerita yang ada, para leluhur orang Soya datang secara bergelombang yang kemudian menetap di negeri Soya. Mereka membentuk klan baru yang kemudian menjadi nama pada tempat kediamannya yang baru. Nama ini sama dengan nama di tempat asalnya. Hal itu dimaksudkan sebagai 'kenang-kenangan atau peringatan'. Negeri Soya kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan dengan sembilan [[negeri (Maluku)|negeri]] kecil yang dikuasai oleh Raja Soya. kesembilan negeri kecil tersebut antara lain;<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
Perlu juga dicatat bahwa Soya dibagi menjadi dua wilayah; Soya Atas (terletak di atas pegunungan) adalah bagian dari Soya yang ditinggalkan di negeri perbukitan tua, dipimpin oleh seorang ''[[patih]]''. Soya Bawah adalah bagian dari Soya dekat [[Kota Ambon]] yang dipimpin oleh seorang ''[[raja]]''. Ini juga termasuk Amatelo (Amatelu), Ahusu (Ahuseng), dan Uritetu. Perpecahan itu mungkin terjadi antara tahun 1576, ketika [[Benteng Victoria]] kemudian didirikan oleh Portugis, pada 1625, ketika situasi di sekitar benteng kurang lebih terbentuk.{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
#'''[[Uritetu, Sirimau, Ambon|Uritetu]]''', suatu negeri yang diperintah oleh ''orang kaya'', letaknya sekitar Hotel Anggrek. Uritetu artinya 'dibalik bukit'.
Baris 83 ⟶ 80:
#'''Pera''', dipimpin oleh ''orang kaya'', letaknya di negeri Soya sekarang.
#'''Erang''', dipimpin oleh ''orang kaya'', letaknya di belakang negeri Soya sekarang. Erang berasal dari nama Erang Tapinalu atau [[Huamual, Seram Bagian Barat|Huamual]] di Seram.
#'''Sohia''', negeri tempat kedudukan raja Soya, letaknya antara [[Gunung Sirimau]] dan [[Gunung HorilHoriel]].
 
Perlu juga dicatat bahwa Soya dibagi menjadi dua wilayah; Soya Atas (terletak di atas pegunungan) adalah bagian dari Soya yang ditinggalkan di negeri perbukitan tua, dipimpin oleh seorang ''[[patih]]''. Soya Bawah adalah bagian dari Soya dekat [[Kota Ambon]] yang dipimpin oleh seorang ''[[raja]]''. Ini juga termasuk Amatelo (Amatelu), Ahusu (Ahuseng), dan Uritetu. Perpecahan itu mungkin terjadi antara tahun 1576, ketika [[Benteng Victoria]] kemudian didirikan oleh Portugis, pada 1625, ketika situasi di sekitar benteng kurang lebih terbentuk.{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
[[Georg Eberhard Rumpf|Rumphius]] memberikan gambaran tentang Soya pada akhir abad ke-17. Dalam bukunya yang berjudul ''Ambonsche Landbeschrijving'', ia juga membedakan Soya menjadi dua negeri. Soija Tua (Soya Tua atau Soya Atas) mengarah jauh di pegunungan benteng sebelah timur, rumah-rumah sebagian besar berdiri diatas dan diantara tebing, diatas satu sama lain seperti penghubung yang di tengahnya ada bukit sempit kecil, sulit untuk didaki, seperti bentang alam tak terjamah. Menurut penulis, Soya yang lebih tua ini berada di bawah kepemimpinan ''patih'' bernama Ussen, kemudian dibawah Andries Tehi. Soya yang lebih muda, terletak lebih dekat ke kota Ambon, terdiri dari negeri semacam itu dibawah Soija (Soya) dan penduduknya "tinggal bersama raja di kasta...", pertama di bawah raja Thomas da Silva, kemudian di bawah Bernhard da Silva. Jumlah penduduknya 901 jiwa, yang terdiri dari 261 pria. Desa ini memiliki 83 "datij" (''dati''; tanah adat) dan dibagi menjadi empat ''soa'', Heriaim di bawah raja, Ririmassapait (dua soa pertama secara kolektif disebut Eriaim), Rihata, dan 4 soa dibawah ''patih'' (yang terakhir). Dua terakhir secara kolektif disebut Sopele.<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
===Masa penyebaran Hindu===
Kedatangan agama [[Hindu di Indonesia|Hindu]] ke [[kepulauan Maluku]] khususnya [[Maluku Tengah]] belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari [[Tuban]], yakni Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa [[Majapahit]] menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada [[Kerajaan Tanah Hitu]]. Hal itulah yang menyebabkan raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana (''[[patih]]''). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), raja [[Negeri Nusaniwe, Nusaniwe, Ambon|Nusaniwe]].{{Sfnp|Bartels|2017|p=520}} Hal tersebut menyebabkan timbulnya hubungan pertalian darah antara [[Hitulama, Leihitu, Maluku Tengah|Hitulama]] dengan Nusaniwe yang nantinya akan disebut sebagai [[Pela|pela gandong]].{{Sfn|Bartels|2017|p=521}}
 
Seiring dengan banyaknya peninggalan Majapahit pada [[suku Ambon]], [[Leitimur Selatan, Ambon|Jazirah Leitimur]] dikatakan sebagai pusat Hindu suku Ambon.{{Sfnp|Bartels|2017|p=519}} Pada kemudian hari, ditemukan bukti-bukti pernikahan politik antara putri-putri Jawa dengan penguasa Ambon, seperti di Soya yang kala itu sudah menjadi kerajaan Hindu. Penguasanya, Latu Selemau (Sri Mahu) memperistri seorang putri Majapahit bernama Pera Ina dan karenanya mendapatkan gelar berbau Jawa yang masih digunakan oleh raja Soya hingga saat ini.{{Sfnp|Bartels|2017|p=516}}
 
Sistem hubungan antarnegeri yang dikenal dengan ''uli'' (persekutuan) mulai muncul pada zaman Hindu seiring dengan dikenalnya paruh masyarakat.{{Sfnp|Bartels|2017|p=526}}
 
===Masa kolonial Portugis===
Pada tahun 1512, Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Ambon, tepatnya disisi barat laut [[Hitulama, Leihitu, Maluku Tengah|Hitu]]. Antara [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] dan Portugis, hubungan yang awalnya baik dengan cepat memburuk. Akan tetapi, orang Leitimur yang terus-menerus berperang dengan [[Orang Hitu|Muslim Hitu]] senang dengan bantuan orang Portugis yang sekarang telah menetap di sisi selatan Hitu, dekat [[Rumahtiga]].<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>

Sekitar tahun 1536, ''orang kaya'' Hatiwi ([[Hative]]; juga disebut Hatiwe atau Hatiwé) – yang saat itu terletak di pantai selatan Hitu dan telah memeluk agama Katolik. Tahun-tahun berikutnya, warga Amantelo (Amantelu) dan Nusaniwe mengikuti Leitimur.<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Pada tahun 1546, seorang misionaris [[Basque]] bernama [[Franciscus Xaverius]] (''Rasul Hindia'') mengunjungi tujuh negeri Kristen di Ambon. Tidak diketahui apakah Soya adalah salah satunya. Dapat diasumsikan bahwa penduduk Soya telah mengenal Portugis selama periode ini.{{sfnp|Jacobs|1975}}{{sfnp|Wessels|1926}} Soya disebutkan oleh Rumphius (''Ambonsche Landbeschrijving'', hlm. 214) sebagai salah satu dari 31 daerah di Leitimur dimana terdapat sekolah-sekolah Kristen pada tahun 1561, setelah Kristenisasi di [[Kepulauan Lease]] dimulai sekitar tahun 1540 dengan konversi Hatiwe. Dengan masuknya agama Katolik, banyak [[orang Ambon]] mengadopsi [[nama Portugis]]. Oleh karena itu, bukan berarti orang Ambon yang bernama Portugis adalah keturunan Portugis.{{sfnp|Heeres|1908}}{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Namun perkembangan Katolik tidak berlangsung lama, karena kehadiran kolonial
Pada tahun 1546, seorang misionaris [[Basque]] bernama [[Franciscus Xaverius]] (''Rasul Hindia'') mengunjungi tujuh negeri Kristen di Ambon. Tidak diketahui apakah Soya adalah salah satunya. Dapat diasumsikan bahwa penduduk Soya telah mengenal Portugis selama periode ini.{{sfnp|Jacobs|1975}}{{sfnp|Wessels|1926}} Soya disebutkan oleh Rumphius (''Ambonsche Landbeschrijving'', hal. 214) sebagai salah satu dari 31 daerah di Leitimur dimana terdapat sekolah-sekolah Kristen pada tahun 1561, setelah Kristenisasi di [[Kepulauan Lease]] dimulai sekitar tahun 1540 dengan konversi Hatiwe. Dengan masuknya agama Katolik, banyak [[orang Ambon]] mengadopsi [[nama Portugis]]. Oleh karena itu, bukan berarti orang Ambon yang bernama Portugis adalah keturunan Portugis.{{sfnp|Heeres|1908}}{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Belanda yang menggantikan kekuasaan Portugis di Ambon, mulai berlangsung semenjak tahun 1602. Dan ketika Belanda mengambil alih kekuasaan dari tangan Portugis, tercatat bahwa
jumlah orang Kristen hanya sekitar 16.000 orang. Kemerosotan kuantitas maupun kualitas hidup orang Kristen pada masa itu, digambarkan oleh G.P.H. Locher dengan kata-kata, "''Veel
meer dan naam-christenen waren aij niet''" (dalam [[bahasa Indonesia]]; "Mereka tidak lebih daripada orang-orang Kristen nama").<ref name=";8"/>
 
Tulisan-tulisan Portugis menyebut Soya untuk pertama kalinya sebagai 'tempat di mana [[sagu]] tersedia 'dalam jumlah besar'. Sekitar tahun 1571, ketika pembangunan benteng baru (menurut Wessels dekat Nusaniwe) dimulai dan keberadaan bahan makanan di sekitarnya merupakan syarat.{{sfnp|Wessels|1926}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Pada tahun 1569, koloni Portugis dibawah Gonçalo Pereira Marramaque mendirikan sebuah benteng kayu di pantai utara pulau Ambon. Hingga pada tahun 1572, benteng kemudian dipindahkan ke sisi selatan teluk.<ref name="Portuguese in Ambon">{{cite web|url=https://www.colonialvoyage.com/ambon-portuguese-moluccas-indonesia/|title=Ambon: The Portuguese in the Moluccas, Indonesia|website=www.colonialvoyage.com|access-date=6 April 2023|date=|language=en|publisher=Colonial Voyage|first1=Marco|last1=Ramerini|first2=Dietrich|last2=Köster}}</ref> Benteng sementara yang didirikan kemungkinan terletak di antara [[Galala]] dan [[Hatiwi-kecil]], di muara Wai Tua, di seberang desa Rumaata. Ini adalah benteng Portugis kedua, benteng ketiga kemudian dibangun pada tahun yang sama di bekas Uritetu, yang terletak di Batu Merah (kemudian disebut ''Rodenberg'' oleh orang Belanda), dekat dengan kota Ambon saat ini. Daerah ini, bersama dengan desa terdekat Amantelo (Amantelu) dan Ahusen, berada di bawah ''uli'' Soya pada saat itu.{{sfnp|Jacobs|1975}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Baris 109 ⟶ 120:
 
===Masa kolonial Belanda===
Pada tahun 1605, armada [[VOC]] di bawah Pimpinan Steven van der Hagen memasuki [[Honipopu, Sirimau, Ambon|Dataran Honipopu]] dan menyerang benteng Portugis dari arah laut serta mengambil alih benteng Portugis dan diberi nama [[benteng Victoria|Victoria]].<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/> Penduduk desa Katolik di dekat benteng merasa terancam dengan hilangnya dukungan dari Portugis. Mereka takut Muslim Hitu akan memanfaatkan situasi ini, dan mundur dalam jumlah besar ke lanskap pegunungan yang tidak dapat diakses. Portugis yang masih ada menjadi penengah antara pengungsi Ambon dan Belanda. Disepakati bahwa warga yang mengungsi dapat dengan aman kembali ke rumah mereka dan kebebasan beragama dijamin. Pada akhir Februari, kepala negeri Kristen yang paling penting bergabung dengan Steven Van der Hagen. Diantaranya, "''twe Coningen, as van Quylan (Kilang) ende Soya''", menurut Cort van Verhael, apa yang dilakukan oleh Laksamana Steven van der Hagen sampai ke Ambon bersama Portugis dan [[Jesuit]]. Mereka menyerah kepada Belanda Protestan dan sebagai gantinya mendapat perlindungan dan kebebasan untuk menjalankan agama Katolik mereka. Benteng Portugis kemudian diberi nama "Fort Victoria" ([[Benteng Victoria]]) oleh Belanda.{{sfnp|Wessels|1926}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
[[Berkas:Kampong Soya di Atas in 1821.jpg|ka|jmpl|250px|Lukisan pemandangan Soya Atas pada tahun 1821]]
Pada tahun 1605, armada [[VOC]] di bawah Pimpinan Steven van der Hagen memasuki [[Honipopu, Sirimau, Ambon|Labuhan Honipopu]] dan menyerang benteng Portugis dari arah laut serta mengambil alih benteng Portugis dan diberi nama [[benteng Victoria|Victoria]].<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/> Penduduk desa Katolik di dekat benteng merasa terancam dengan hilangnya dukungan dari Portugis. Mereka takut Muslim Hitu akan memanfaatkan situasi ini, dan mundur dalam jumlah besar ke lanskap pegunungan yang tidak dapat diakses. Portugis yang masih ada menjadi penengah antara pengungsi Ambon dan Belanda. Disepakati bahwa warga yang mengungsi dapat dengan aman kembali ke rumah mereka dan kebebasan beragama dijamin. Pada akhir Februari, kepala negeri Kristen yang paling penting bergabung dengan Steven Van der Hagen. Diantaranya, "''twe Coningen, as van Quylan (Kilang) ende Soya''", menurut Cort van Verhael, apa yang dilakukan oleh Laksamana Steven van der Hagen sampai ke Ambon bersama Portugis dan [[Jesuit]]. Mereka menyerah kepada Belanda Protestan dan sebagai gantinya mendapat perlindungan dan kebebasan untuk menjalankan agama Katolik mereka. Benteng Portugis kemudian diberi nama "Fort Victoria" ([[Benteng Victoria]]) oleh Belanda.{{sfnp|Wessels|1926}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Kemenangan VOC atas Portugis membuka peluang bagi penyebaran paham agama [[Kristen Protestan]] oleh pendeta-pendeta VOC. Hasilnya, banyak orang yang awalnya menganut Katolik beralih menjadi Protestan. Tindakan penginjilan ini dikaitkan dengan kepentingan VOC dalam menegakkan hukum-hukum kolonial di Pulau Ambon. Dengan hak-hak istimewa yang mereka miliki dari [[Kerajaan Belanda]], mereka gunakan untuk mengangkat pegawai pribumi termasuk juga mendidik dan mentahbiskan pendeta pribumi baru untuk kepentingan penginjilan, di antaranyadiantaranya Lazarus Hitijahubessy yang diutus ke negeri Soya untuk menyebarkan Injil pada tahun 1817. Melalui penginjilannya, negeri Soya menjadi Kristen. Pengkristenan ini ternyata berpengaruh terhadap adat-istiadat masyarakat Soya. Secara adaptif nilai-nilai Kekristenan dimasukan ke dalam adat maupun upacara adat seperti rapat negeri, kain gandong, naik baileo, cuci air, cuci negeri, naik ke puncak Gunung Sirimau, dan pesta bulan Desember sebagai tanda persiapan atau penyambutan [[Hari Natal|Natal Kristus]].<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
[[Georg Eberhard Rumpf|Rumphius]] memberikan gambaran tentang Soya pada akhir abad ke-17. Dalam bukunya yang berjudul ''Ambonsche Landbeschrijving'', ia juga membedakan Soya menjadi dua negeri. Soija Tua (Soya Tua atau Soya Atas) mengarah jauh di pegunungan benteng sebelah timur, rumah-rumah sebagian besar berdiri diatas dan diantara tebing, diatas satu sama lain seperti penghubung yang di tengahnya ada bukit sempit kecil, sulit untuk didaki, seperti bentang alam tak terjamah. Menurut penulis, Soya yang lebih tua ini berada di bawah kepemimpinan ''patih'' bernama Ussen, kemudian dibawah Andries Tehi. Soya yang lebih muda, terletak lebih dekat ke kota Ambon, terdiri dari negeri semacam itu dibawah Soija (Soya) dan penduduknya "tinggal bersama raja di kasta...", pertama di bawah raja Thomas da Silva, kemudian di bawah Bernhard da Silva. Jumlah penduduknya 901 jiwa, yang terdiri dari 261 pria. Desa ini memiliki 83 "datij" (''dati''; tanah adat) dan dibagi menjadi empat ''soa'', Heriaim di bawah raja, Ririmassapait (dua soa pertama secara kolektif disebut Eriaim), Rihata, dan 4 soa dibawah ''patih'' (yang terakhir). Dua terakhir secara kolektif disebut Sopele.<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Pada abad ke-17, Soya adalah negeri Kristen ketiga di Leitimur dengan delegasi di ''Landraad''. Dua negeri yang paling awal adalah [[Nusaniwe]] dan [[Kilang]]. Tepatnya pada 1617, ''Grote Landraad'' (Dewan Tanah Besar) didirikan. Terdiri dari 14 kepala negeri, termasuk raja Soya, Duarte da Silva, juga dikenal sebagai Latoe Consina (Latuconsina). Mereka kemudian disebut ''orang kaya'', yang berfungsi sebagai kepala negeri. ''Grote Landraad'' bertemu kira-kira sekali setiap dua minggu. Hal-hal seperti [[kerja rodi]], pertanian [[cengkih]], dan urusan peradilan dibahas. ''Orang kaya'' menerima kompensasi atas pekerjaan mereka di ''Landraad''. Misalnya, mereka menerima 'uang mantel' untuk tampil berpakaian rapi di pertemuan itu. Pada prinsipnya, para kepala desa itu memiliki kursi di ''Landraad'', yang memimpin kora-kora mereka sendiri di [[hongi]].{{sfnp|Knaap|1987}}{{sfnp|Rumphius|1910}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Baris 130 ⟶ 142:
Poin-poin perhatian yang ditanamkan oleh orang Leijtimore (Leitimur).<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
# Bahwa Raja Soija (Soya) dan ''orangkaijen'' (''orang kaya'') lainnya yang sedang menjabat di pemerintahan Gubernur Jochum Roelofsz secara memalukan diusir dari meja.
# Tentang pengurungan ''orangkaijen'' Waij (Waai) dan Baguala.
# Aksi serupa juga diperlihatkan kepada Laurens Marcus hooft van Hative oleh Artus Gijsels di Eijland Kelang (Kilang).
# Bahwa ''pangeeijen'' yang terus-menerus pada siang dan malam meresahkan mereka.
Baris 144 ⟶ 156:
Pada tanggal 19 Februari 1650, banyak orang berkumpul di benteng. Termasuk raja Soya dalam sebuah komite. Namun tidak jelas tentang apa sebenarnya ini.{{sfnp|Rumphius|1910|pp=287}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Tentang kontak antara dewan [[VOC]] dan kepala negeri, Knaap menulis bahwa sejak tahun 1662 kepala negeri secara teratur diundang ke apa yang disebut ''festival orang kaya'', dimana makanan yang sangat banyak disajikan. Selain itu, ada lebih banyak kontak rutin dengan anggota Groot Landraad. Pada tahun 1666, gubernur dan anggota pemerintah Ambon lainnya pergi ke pesta untuk menghormati pernikahan raja Soya dan putri ''orang kaya'' [[Latuhalat, Nusaniwe, Ambon|Latuhalat]].{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Pada tahun 1667, raja Soya mengadu kepada Inspektur Speelman tentang pencurian dan pelanggaran petak tanam warga Soya di Kota Ambon. Kota Ambon sendiri didirikan di wilayah Soya. Penduduk non-Ambon di Kota Ambon terlibat dalam pertanian skala kecil di dalam dan sekitar kota. Dengan atau tanpa izin, tanah gersang milik orang Ambon itu kemudian direklamasi.{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Baris 156 ⟶ 168:
Pada tahun 1686, keluarga raja Soya memelihara 28 ekor sapi yang digembalakan di belakang Kota Ambon.{{sfnp|Knaap|1987}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
===Masa kolonial Inggris===
Pada abad ke-19, ketika Ambon untuk sementara berada di bawah kekuasaan [[Inggris]], Nusaniwe, Kilang, dan Soya masih menjadi tiga negeri utama. Oleh karena itu, para raja di negeri-negeri ini memiliki keistimewaan tertentu. Misalnya, mereka dapat diikuti oleh anggota keluarganya sendiri, mereka dapat membawa pedang, mereka memiliki payung besar dan kanopi di [[kora-kora]] mereka, mereka dikawal oleh penjaga benteng saat mereka lewat, dan mereka dapat duduk dihadapan para penjaga dan gubernur. Berlawanan dengan hak-hak ini adalah kewajiban-kewajiban yang mengikat para ''raja''. Kewajiban-kewajiban ini dirinci dalam instruksi yang memandu tindakan semua ''raja'', ''patih'' dan ''orang kaya''. Ada sanksi bagi yang melanggar peraturan ini. Salah satu hukuman terberat bagi kepala negeri adalah dicabut kekuasaannya dan diusir dari wilayahnya.{{sfnp|Heeres|1908}}{{sfnp|Rumphius|Amb. lb.}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Pada abad ke-19, ketika Ambon untuk sementara berada di bawah kekuasaan [[Inggris]], Nusaniwe, Kilang, dan Soya masih menjadi tiga negeri utama. Oleh karena itu, para raja di negeri-negeri ini memiliki keistimewaan tertentu. Misalnya, mereka dapat diikuti oleh anggota keluarganya sendiri, mereka dapat membawa pedang, mereka memiliki payung besar dan kanopi di [[kora-kora]] mereka, mereka dikawal oleh penjaga benteng saat mereka lewat, dan mereka dapat duduk dihadapan para penjaga dan gubernur.<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
Berlawanan dengan hak-hak yang diberikan, juga terdapat kewajiban-kewajiban yang mengikat para ''raja''. Kewajiban-kewajiban ini dirinci dalam instruksi yang memandu tindakan semua ''raja'', ''patih'', dan ''orang kaya''. Ada sanksi bagi yang melanggar peraturan ini. Salah satu hukuman terberat bagi kepala negeri adalah dicabut kekuasaannya dan diusir dari wilayahnya.{{sfnp|Heeres|1908}}{{sfnp|Rumphius|Amb. lb.}}<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
 
==Sistem pemerintahan==
Baris 169 ⟶ 184:
Berikut ini daftar penguasa Kerajaan Soya yang digelari ''raja''.
 
*Latu Selemau (pendiri kerajaan Soya, sekaligus raja pertamanya; dan berkuasa dari abad ke-13 hingga tahun 1500an; diberi gelar Dom Rodrigos Brandos Fresdimas, serta selanjutnya diterima sebagai orang Portugis setelah dibaptis)<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/><ref name=";8"/>
*Duarte da Meneses<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)">{{cite web|url=https://www.pesulimahistory.com/history_soya.html|website=www.pesulimahistory.com|title=
Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700) in de literatuur en een overzicht van de rajas|language=nl|access-date=04-04-2023|date=|publisher=|location=[[Belanda]]|author=}}</ref>
Baris 187 ⟶ 202:
*John Lodwyk Rehatta (2006–2022)<ref>[https://ambon.go.id/walikota-resmi-melantik-raja-negeri-soya/ Walikota Resmi Melantik Raja Negeri Soya]</ref>
*Rido Rehatta (2022–)<ref>[https://infopublik.id/kategori/nusantara/630175/batu-penjuru-pembangunan-gereja-bethfage-jemaat-soya-diletakkan-sekkot-pemerintah-siap-dukung?show= Batu Penjuru Pembangunan Gereja Bethfage Jemaat Soya Diletakkan, Sekkot: Pemerintah Siap Dukung]</ref>
 
===Silsilah Latoe Consina===
Raja Kristen pertama Soya adalah Latoe Consina, ia dibaptis oleh Portugis di [[Hunuth]] dan disebut Duarte da Silva, Rumphius (dalam buku ''Ambonsche Landbeschrijving'') memulai garis keturunan raja-raja Soya. Duarte da Silva menggantikan kapten Duarte da Meneses. Latoe Consina (tinggal dibawah Herman Speult) memiliki lima orang putra dan seorang putri. Berikut ini daftar silsilah Latoe Consina; hanya anak laki-laki yang terdaftar.<ref name="Geschiedenis van Soya (1500 tot 1700)"/>
Baris 197 ⟶ 213:
*** Laurenso Consina, ia menikah dengan saudara perempuan Mattuena, raja tua Hitu. Ia memiliki empat putra dan seorang putri.
**** Andreas Pattijmara, ia pernah ke Belanda dan kemudian menetap di [[Oma, Pulau Haruku, Maluku Tengah|Oma]].
**** Pedro deda Silva, ia datang ke pemerintahan pada tahun 1664 dan memerintah selama delapan tahun; meninggal tanpa putra.
**** Manuel Tukar, ia meninggal tanpa putra pada tahun 1672.
**** Barthomoleus da Sijlva, ia meninggal dalam [[pertempuran Banten]].
Baris 221 ⟶ 237:
**** Kornelius
**** Lowadin
*** Domingos Coepak atau KaptenKapitan Laala
{{tree list/end}}
 
==Kependudukan==
===Migrasi orang Alifuru===
Tak dapat dipungkiri bahwa sejarah terbentuknya negeri Soya sekarang ini, memiliki korelasi yang sangat historis dengan kehadiran Soya di masa prasejarah, yang berawal dari cerita migrasi sekelompok [[orang Alifuru]] dari [[pulau Seram]]. Khususnya bagi kelompok "Soya awal" atau "Soya mula-mula", menurut penuturan lisan para leluhur dan diwariskan dari generasi ke generasi, dituturkan bahwa Soya itu berasal dari sebuah negeri di kawasan Sawai, Seram Utara yang bernama "Soya" juga. Sementara penuturan lainnya juga mengakui, bahwa selain dari Seram Utara, ada juga yang datang dari sekitar daerah Tala di Seram Barat.<ref name=";8">[https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/20463/4/D_762014002_BAB%20IV.pdf Penelusuran Konteks: Potret Soya dan Kekristenan]</ref>
 
Dalam sejarah migrasi dan penyebaran penduduk yang keluar dari pulau Seram ke beberapa tempat, termasuk ke wilayah [[Kepulauan Lease]], dikonstatir bahwa para penduduk tersebut keluar menyeberangi lautan dengan menggunakan peralatan perahu dalam bentuk teknologi yang masih sangat sederhana, yang disebut ''gosepa'' atau [[rakit]]. Menurut tradisi sejarah lisan, manusia Soya awal, yang termasuk dalam salah satu kelompok migran "manusia perahu" tersebut, datang dari pulau Seram ke negeri Soya sekarang ini melalui tiga gelombang, lalu menetap di negeri Soya, membentuk klan baru, dan kemudian memilih nama tempat kediamannya yang baru tersebut sama dengan nama tempat asalnya. Hal mana dimaksudkan sebagai 'tanda dan peringatan, tentang siapakah mereka dan dari mana sebelumnya mereka datang'.<ref name=";8"/>
 
Melalui data risetnya tentang tempat-tempat suci di Soya dan sekaligus pula gambaran mengenai posisi dari perahu ''soa'' sebagai artefak pengakuan sejarah leluhur mengenai kedatangan kelompok marga yang datang dan mendiami negeri Soya dalam urutan pertama, kedua, dan ketiga, Bartels membuat ilustrasi dalam disertasinya tersebut. Pada ilustrasi tersebut, dikemukakan tentang posisi tiga perahu yang direkonstruksi kemudian dari batu megalit dan ditempatkan di puncak bukit yang rata, yang bernama Samurele.<ref name=";8"/>
 
Bartels menguraikan lebih lanjut, ketika terjadi migrasi manusia Soya awal dari Seram ke lokasi negeri Soya saat ini (usai peristiwa ''pica Nunusaku''), antara lain sebagai berikut.<ref name=";8"/>
<Blockquote>
"Perahu batu ''soa'' pertama sekaligus dengan tingkat yang tertinggi, yang menjadi soa raja, berada terpisah di sebelah kanan, ketika memasuki alun-alun. Kedua perahu batu lainnya berdampingan di sisi yang berlawanan, dengan soa kedua di sebelah kanan dan yang ketiga di sebelah kiri....
Di tempat itu dilakukan dewan musyawarah kampung di mana orang-orang yang berkedudukan tinggi dari setiap soa akan duduk di perahu masing-masing, sementara pejabat dari dua soa rendah
menghadapi batu perahu raja....
 
Batu-batu lainnya yang turut membentuk perahu melambangkan
peringkat masing-masing kelompok. Dengan demikian perahu yang pertama, batu yang di tengah sekaligus yang terbesar, adalah tempat kedudukan raja, Sri Mahu. Batu di belakangnya adalah tempat kedudukan istrinya, Pera Ina. Batu yang ada di haluan perahu, milik ''matarumah'' Huwa'a, yang punya tingkat kepangkatan lebih tinggi daripada ''matarumah'' Pesulima dengan batu di buritan perahu.
 
Rajanya berasal dari [[pulau Jawa]]. Setelah menetap untuk sementara di Lessidi, Hoamoal, dia terus berlayar ke pulau Ambon dengan dua [[kora-kora]] (perahu) yang juga memuat anggota matarumah Huwa'a dan Pesulima yang telah bergabung dengan kelompoknya di Lessidi.
Pertama-tama mereka mendiami kampung yang disebut Kamuala, berlokasi di antara Hatu dan Laha di sisi Leihitu, [[Teluk Ambon]]. Namun akibat epidemi penyakit kulit yang berat, mereka terpaksa meninggalkan tempat itu dan membangun tempat baru yang berlokasi di hutan-hutan sagu Honipopu dekat Amantelu, yang merupakan daerah kekuasaan Soya. Akhirnya, Patih Soya mengajak mereka pindah ke Soya di mana Sri Mahu menjadi raja yang memimpin Soya dalam perang dengan musuh bebuyutannya, kampung tetangga Ema....
 
Demikian pula, soa yang kedua memiliki lima tempat duduk dan soa yang ketiga tiga tempat duduk, semuanya mewakili berbagai mata rumah di dalam masyarakat perahu asli mereka."
</Blockquote>
 
Setiap ''rumah tau'' (''matarumah'') yang ada memilih salah satu batu yang dianggap sebagai batu peringatan kedatangan mereka pada pertama kalinya di Negeri Soya. Batu-batu ini dianggap sebagai perahu-perahu yang membawa mereka ke tempat dimana mereka akhirnya berdiam dan disebut sebagai "batu teung". Saat ini di Soya dapat ditemukan beberapa ''teung''.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
#'''Teung Samurele''' untuk ''rumah tau'' Rehatta
#'''Teung Saupele''' untuk ''rumah tau'' Huwa'a
#'''Teung Paisina''' untuk ''rumah tau'' Pesulima
#'''Teung Souhitu''' untuk ''rumah tau'' Tamtelahittu
#'''Teung Rulimena''' untuk ''rumah tau'' Soplanit
#'''Teung Pelatiti''' untuk ''rumah tau'' Latumalea
#'''Teung Hawari''' untuk ''rumah tau'' Latumanuwey
#'''Teung Soulana''' untuk ''rumah tau'' de Wana
#'''Teung Soukori''' untuk ''rumah tau'' Salakory
#'''Teung Saumulu''' untuk ''rumah tau'' Ririmasse
#'''Teung Rumania''' untuk ''rumah tau'' Hahury
#'''Teung Neurumanguang''' untuk ''rumah tau'' Lapui
 
''Teung-teung'' ini seharusnya berjumlah 14 buah, dua diantaranya masih perlu diselidiki. Diantara ''teung-teung'' yang ada, ada dua tempat yang mempunyai arti tersendiri bagi anggota-anggota klan tersebut yakni Baileo Samasuru, yaitu tempat mengadakan rapat dan berbicara, serta Tonisou, yaitu suatu perkampungan khusus bagi ''rumah tau'' Rehatta yang di dalamnya disebut sebuah ''teung''.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
Beberapa diantara ''rumah tau'' tersebut tidak lagi menetap di negeri Soya, begitu pula negeri kecil yang pernah ada telah hilang disebabkan beberapa faktor dan perkembangan yang terjadi didalam masyarakatnya.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
===Jumlah penduduk===
Dari segi kependudukan, Soya mengalami 'pasang-surut' populasi, sesuai dengan dinamika sejarah dan perkembangan konteks sosial politik, ekonomi, budaya, dan demografis yang dialami oleh negeri Soya.<ref name=";8"/>
 
Berdasarkan beberapa data dokumenter tentang sensus penduduk Soya, dapat terlihat perbandingan laju perkembangan demografis Soya semenjak abad ke-17 hingga 2017. Pendataan inipun terbatas pada beberapa sumber dokumenter yang tersimpan, yang diperoleh oleh Cooley, ketika melakukan riset disertasinya.<ref name=";8"/>
 
{| class="wikitable"
|-
! Tahun
! Jumlah penduduk
! Sumber data
|-
| 1691
| 911 jiwa
| rowspan="3"|F.L. Cooley{{efn|Merujuk pada sumber data yang diperoleh Cooley dalam risert disertasinya. Lihat,
Cooley, Mimbar..., hlm. 36–37.}}
|-
| 1855
| 107 jiwa
|-
| 1959
| 712 jiwa
|-
| 1997
| 5.295 jiwa
| Likumahwa{{efn|Merujuk pada sumber data yang diperoleh Likumahwa dalam riset tesisnya. Lihat, Likumahwa, Analisa...., hlm. 71.}}
|-
| 2010
| 3.854 jiwa
| Pieter{{efn|Merujuk pada sumber data yang diperoleh Pieter dalam riset tesisnya. Lihat, Pieter, Mitos...., hlm. 33.}}
|-
| 2017
| 8.679 jiwa
| RPJM{{efn|Merujuk pada sumber data terbaru yang diperoleh dari data statistik negeri Soya (diambil bulan Desember 2017) dan juga digunakan dalam rujukan Pemerintah Negeri
Soya dalam dokumen ''RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Negeri Soya Tahun
2015–2020'', (Tanpa Tempat, Tahun, dan Penerbit), hlm. 8.}}
|}
 
Fenomena 'pasang-surut' populasi negeri Soya tersebut di atas, dapat dimengerti dari beberapa faktor yang turut melatarinya, antara lain, kehadiran kolonialisme yang signifikan turut memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Bahkan, menurut
pencermatan Cooley, justru pada era kolonial itulah terjadi kemerosotan jumlah penduduk, perubahan batas wilayah petuanan negeri yang
diakibatkan dengan hadirnya beberapa kawasan yang terpisah atau "mekar" menjadi negeri baru secara administratif, dampak [[konflik sektarian Maluku]] tahun 1999, yang menyebabkan cukup banyak warga memilih untuk mengungsi ke tempat lainnya. Hal ini patut dimengerti, karena semenjak tahun 1999 hingga memuncak pada tanggal 28 April tahun 2002 (momentum terbakarnya gedung Gereja Tua Soya), fakta-fakta historis tersebut sesungguhnya sangat memengaruhi psikotraumatik masyarakat Soya sendiri, bahkan berdampak pada beberapa tahun kemudian, situasi pasca-konflik yang semakin kondusif dan relatif aman-damai, diikuti dengan geliat pembangunan dan
perkembangan sosial politik dan ekonomi yang kian membaik, turut berdampak pada kehadiran penduduk yang meningkat. Paling sedikit ada dua sebab, yakni kembalinya orang Soya dari pengungsian sementara, dan kesediaan Soya dalam merespon permintaan pemerintah Provinsi Maluku dan Kota Ambon, untuk mengalokasikan beberapa kawasan di wilayah petuanan negeri Soya sebagai tempat penampungan permanen bagi para pengungsi jemaat-jemaat Kristen dari lokasi lainnya di kota Ambon, yang menjadi korban konflik.<ref name=";8"/>
 
Dari hasil riset yang dilakukan, diakui bahwa dalam situasi kontemporer saat ini
disinyalir bahwa konfigurasi penduduk asli dan pendatang di Soya saat ini cukup berimbang (hampir 50÷50). Suatu jumlah persentasi konfigurasi yang berubah cukup signifikan dalam 8 dekade ke belakang. Apabila merujuk pada data yang dikonstatir oleh Cooley, terungkap bahwa angka sensus di tahun 1930 menunjukkan bahwa di beberapa wilayah subbagian kota Ambon (menurut penulis, tentunya termasuk wilayah petuanan negeri Soya), terdapat hampir 90%
terdiri dari penduduk asli dan 10% terdiri dari pendatang.<ref name=";8"/>
 
Berdasarkan dokumen RPJM (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah) pemerintah negeri Soya untuk tahun 2015 – tahun 2020, disebutkan bahwa jumlah penduduk Negeri Soya (rujukan data tahun 2015) sebanyak 8.679 jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak 4.302 jiwa dan perempuan sebanyak 4.377
jiwa. Penduduk Soya tersebut tersebar pada 4 lokasi, yakni pada negeri induk (pusat pemerintahan) sebanyak 823 jiwa/174 KK, dusun Kayu Putih sebanyak 3.257 jiwa/674 KK, dusun Tabea Jou sebanyak 679 jiwa/354 KK, dusun Air Besar sebanyak 1.477 jiwa/376 KK.<ref name=";8"/>
 
==Peninggalan==
===Baileo Samasuru===
[[Berkas:Baileo Samasuru van Zoja.jpg|ka|jmpl|250px|Baileo Samasuru, rumah adat negeri Soya]]
Baileo Samasuru adalah [[rumah adat]] negeri Soya yang telah ada sebelum kedatangan bangsa Portugis dan Belanda ke pulau Ambon. Tidak seperti [[baileo]] lainnya di [[Kepulauan Maluku]], Baileo Samasuru tidak berbentuk bangunan permanen, melainkan sebuah tanah lapang yang terdapat batu-batu bersusun dan tidak memiliki atap maupun dinding.<ref>[https://ambon.antaranews.com/berita/147323/negeri-soya-ambon-mulai-prosesi-tradisi-cuci-negeri-ada-baileo-unik-tanpa-atap-dan-dinding Negeri Soya Ambon mulai prosesi tradisi cuci negeri, ada baileo unik tanpa atap dan dinding]</ref>
===Tempayan Soya===
Tempayan Soya adalah sebuah [[tempayan]] yang dianggap sakral oleh masyarakat Soya. Letaknya tidak jauh dari Gereja Tua Soya, kira-kira sekitar 500 meter, terdapat tempayan atau wadah air berbahan [[tanah liat]] berdiameter sekitar 50-60 sentimeter. Diceritakan bahwa air di dalam Tempayan Soya tidak pernah habis dan selalu ada, bahkan ketika musim kemarau. Tempayan Soya dalam ''[[bahasa tanah]]'' setempat dipanggil dengan sebutan "Tampayang Sirimau", "Tampayang Soya", atau "Tampayang Tua".<ref name="GNFI"/>
 
Menurut kisah legenda masyarakat Soya mengenai tempayan ini, konon air yang ditampungnya sakti dan dianggap mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Kisah mengenai air di Tempayan Soya diceritakan secara generasi ke generasi. Dikisahkan ada seorang putri raja Soya yang bernama Luhu, ia dikisahkan menyukai seorang perwira militer Belanda, sayangnya sang raja tidak merestui hubungan keduanya. Luhu pun bunuh diri, arwahnya yang tidak tenang kerap menculik para pria sebagai suami atau juga anak-anak yang dulu pernah didambakannya semasa hidupnya. Bila ditemukan, korbannya sudah dalam keadaan meninggal atau bila masih hidup, sang korban dikuasai oleh alam bawah sadarnya.<ref name="GNFI"/>
Baris 238 ⟶ 346:
 
===Gereja Tua Soya===
Gereja Tua Soya adalah sebuah [[gereja]] tua peninggalan [[Portugis]] yang diperkirakan dibangun pada tahun 1546.<ref name="GNFI">[https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/09/10/tempayan-soya-gunung-sirimau-wadah-yang-selalu-terisi-air-secara-gaib Tempayan Soya Gunung Sirimau, Wadah yang Selalu Terisi Air Secara Gaib]</ref> Walaupun bentuknya sederhana, namun gereja ini telah memberikan andil bagi sejarah pekabaran Injil di Maluku, khususnya di negeri Soya. Kekristenan di negeri Soya harus diakui tidak dapat dilepaskan dari hadirnya [[Joseph Kham]] yang bertemu dengan orang-orang Kristen di negeri Soya pada tahun 1821. Jika digambarkan dalam angka, maka perkembangan Kekristenan pada saat itu dengan anggota Sidisidi 22 orang, anggota baptis dewasa 21 orang, anak sekolah 10 orang, anak di luar sekolah 7 orang, dan anak yang dibaptis 1 orang. Dari angka tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pekabaran Injil di negeri Soya ternyata berjalan lambat. Hal ini disebabkan karena kondisi masyarakat Soya yang masih terisolir dan karenanya tidak mudah menyerahkan diri untuk dibaptis sebagai akibat peperangan dengan Portugis.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
Perkembangan gedung Gereja Tua Soya pada awalnya tidak diketahui. Untuk menampung kebutuhan kegiatan ibadah, pada tahun 1876, raja Stephanus Jacob Rehatta memimpin orang Soya untuk memperbaiki serta memperluas bangunan gereja secara semi permanen dan dipergunakan sampai tahun 1927. Pada masa kepemerintahan Leonard Lodiwijk Rehatta, gedung Gereja Tua Soya kembali diperbaharui tahun 1927.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
Baris 245 ⟶ 353:
 
Gereja Tua Soya saat ini telah ditetapkan sebagai [[cagar budaya]]. Letak gereja ini berada di tengah-tengah negeri Soya, merupakan tempat yang sangat strategis karena berdampingan dengan sekolah dan balai pertemuan serta rumah raja Soya.<ref name="Kekristenan di Negeri Soya"/>
 
===Benteng Victoria===
[[Berkas:Benteng Victoria.jpg|245px|ka|jmpl|Gerbang Benteng Victoria yang dibangun kembali pada masa [[kolonial Belanda]]]]
[[Benteng Victoria]] adalah salah satu [[benteng]] peninggalan [[Portugis]] di Nusantara. Benteng ini juga dikenal dengan nama Benteng Kota Laha. Benteng Victoria terletak di kecamatan [[Sirimau, Ambon|Sirimau]], pusat [[Kota Ambon]].<ref name="Pemerintah Kota Ambon"> {{cite web|url= http://www.ambon.go.id/benteng-victoria/|title= Benteng Victoria| publisher= [[Kota Ambon|Pemerintah Kota Ambon]]| accessdate= 12 Mei 2014}} </ref> Benteng Victoria juga merupakan benteng tertua di Kota Ambon.<ref name="Raptim-Indonesia"> {{cite web|url= http://www.raptim-indonesia.co.id/2013/04/pesona-maluku/| title= Pesona Maluku| publisher= www.raptim-Indonesia.co.id| accessdate= 12 Mei 2014}} </ref> Benteng Victoria dibangun oleh Portugis pada tahun 1575, tetapi kemudian diambil alih oleh Belanda.<ref name="Pemerintah Kota Ambon"/> Benteng ini merupakan salah satu objek wisata yang ada di pulau Ambon dan saat ini menjadi markas [[Kodam XV/Pattimura]].<ref name="Aktual.co"> {{cite web|url= http://www.aktual.co/jalanjajan/113734benteng-victoria-saksi-bisu-perjuangan-rakyat-ambonhttp://www.aktual.co/jalanjajan/113734benteng-victoria-saksi-bisu-perjuangan-rakyat-ambon|title= Benteng Victoria Saksi Bisu Perjuangan Rakyat Ambon| publisher= www.actual.co| accessdate= 12 Mei 2014}} </ref>
 
Pada masa kolonial Belanda, Benteng Kota Laha diambil alih oleh Belanda dari Portugis diubah namanya menjadi Benteng Victoria.<ref name="Raptim-Indonesia"/> Sebelumnya, oleh Portugis benteng ini diberi nama ''Nossa Senhora Annucida'', baru kemudian direbut oleh Belanda pada 1605 dan dinamai "Victoria" yang berarti 'kemenangan'. Benteng ini mengalami kerusakan cukup parah akibat gempa besar yang mengguncang Ambon pada sekitar tahun 1754. Setelah direnovasi, benteng itu berganti nama menjadi "Nieuw Victoria" yang artinya 'kemenangan baru'. Belanda menggunakan tempat tersebut sebagai pusat pemerintahan, pertahanan, dan pembentukan kekuatan tentara.<ref name="Griya Wisata">{{cite web| url= http://www.griyawisata.com/nasional/halmahera-island/artikel/mengumpulkan-sejarah-dengan-mengujungi-benteng-victoria| title= Mengumpulkan Sejarah dengan Mengunjungi Benteng Victoria| publisher= www.griyawisata.com| accessdate= 12 Mei 2014}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Di benteng ini, [[Pattimura]] digantung oleh Belanda pada 6 Desember 1817.<ref name="Situs Arkeologi Indonesia Terjadul">{{cite web| url= http://arkeologi.web.id/articles/memori-dan-catatan-perjalanan/1535-lihat-meriam-raksasa-di-benteng-victoria-| title= Lihat Meriam Raksasa di Benteng Victoria| publisher= arkeologi.web.id| accessdate= 12 Mei 2014| archive-date= 2014-05-12| archive-url= https://web.archive.org/web/20140512231205/http://arkeologi.web.id/articles/memori-dan-catatan-perjalanan/1535-lihat-meriam-raksasa-di-benteng-victoria-| dead-url= yes}}</ref>
Baris 255 ⟶ 364:
*[[Kerajaan Tanah Hitu]], kerajaan Islam di utara pulau Ambon.
*[[Soya, Sirimau, Ambon|Soya]], negeri/desa adat di Kota Ambon.
==Catatan==
{{Notelist}}
 
==Referensi==