Stigma sosial terkait Covid-19: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fitriyantibung (bicara | kontrib)
Membuat halaman baru
Tag: tidak menyebut judul [ * ] VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
 
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca)
 
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Multiple issues|{{Rapikan|date=April 2023}}{{orphan|date=April 2023}}{{refimprove|date=April 2023}}}}
== Umum ==
'''[[Stigma sosial]] terkait Covid-19''' merupakan asosiasi negatif terhadap seseorang atau kelompok yang mengalami gejala maupun menderita penyakit ini. Corona virus disease 2019 ([[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]]) pertama kali dideteksi pada akhir desemberDesember 2019 di Kota Wuhan, [[Hubei]], [[Tiongkok]] dan menyebabkan 762.201.169 kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 6.893.190 kasus. Di [[Indonesia]] sendiri tercatat sebanyak 6.750.183 orang yang pernah terinfeksi virus ini, sebanyak 0,1% masih terjangkit aktif, sebanyak 2,4% di antaranya meninggal dunia, dan 97,5% telah dinyatakan sembuh.<ref>{{Cite web|title=Dashboard situasi Covid-19|url=https://infeksiemerging.kemkes.go.id/dashboard/covid-19|website=Media Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi Emerging|access-date=8 April 2023}}</ref> Meski angka pasien sembuh lebih tinggi dari kasus aktif dan angka kematian, hal tersebut tidak membuat orang-orang terlepas dari [[stigma sosial]] terkait [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]]ini.
 
Para pasien terkadang mendapatkan label, [[stereotipe]], [[diskriminasi]], bahkan sampai diperlakukan secara terpisah dan kehilangan status sosial karena memiliki hubungan, baik secara langsung maupun tidak dengan penderita.<ref>{{Cite web|title=Mental health and psychosocial considerations during the COVID-19 outbreak|url=https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/mental-health-considerations.pdf|website=World Health Organization|access-date=8 April 2023}}</ref> Tidak jarang stigma sosial menjadikan individu tersebut sebagai sasaran rasisme, kebencian, [[xenofobia]], sampai serangan fisik.<ref>{{Cite web|title=Stigma Sosial terkait dengan COVID-19|url=https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/panduan-untuk-mencegah-dan-mengatasi-stigma-sosial.pdf?sfvrsn=4f8bc734_2#:~:text=Tingkat%20stigma%20terkait%20COVID%2D19,dikaitkan%20dengan%20'orang%20lain'.|website=World Health Organization|access-date=8 April 2023}}</ref> Bahkan, tindakan ekstrem para pelaku stigma sosial juga menolak penggunaan masker dan penentangan secara terbuka untuk tidak menaati protokol pencegahan [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]]. Kelompok yang paling rentan menjadi korban dari stigma sosial ialah orang-orang [[Asia]], khususnya mereka yang memiliki keturunan atau berpenampilan [[Asia Timur]] dan [[Asia Tenggara]].<ref>{{Cite journal|last=DAI|first=Nilam Fitriani|date=2020|title=Stigma masyarakat terhadap pandemi covid-19|url=https://www.ojs.literacyinstitute.org/index.php/prosiding-covid19/article/download/47/32|journal=Prosiding Nasional Covid-19|pages=66-73}}</ref>
Di tengah wabah [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]], muncul satu fenomena sosial yaitu [[stigma sosial]] atau asosiasi negatif terhadap seseorang atau kelompok yang mengalami gejala maupun menderita penyakit ini.<ref name=":0">{{Cite web|title=Social stigma associated with COVID-19|url=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Social_stigma_associated_with_COVID-19|website=Wikipedia|access-date=8 April 2023}}</ref> Para pasien terkadang mendapatkan label, [[stereotipe]], [[diskriminasi]], bahkan sampai diperlakukan secara terpisah dan kehilangan status sosial karena berhubungan baik secara langsung maupun tidak dengan penderita.<ref>{{Cite web|title=Mental health and psychosocial considerations during the COVID-19 outbreak|url=https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/mental-health-considerations.pdf|website=World Health Organization|access-date=8 April 2023}}</ref>
 
Tidak jarang stigma sosial menjadikan individu tersebut sebagai sasaran rasisme, kebencian, [[xenofobia]], sampai serangan fisik.<ref>{{Cite web|title=Stigma Sosial terkait dengan COVID-19|url=https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/panduan-untuk-mencegah-dan-mengatasi-stigma-sosial.pdf?sfvrsn=4f8bc734_2#:~:text=Tingkat%20stigma%20terkait%20COVID%2D19,dikaitkan%20dengan%20'orang%20lain'.|website=World Health Organization|access-date=8 April 2023}}</ref> Bahkan, tindakan ekstrem para pelaku stigma sosial juga menolak penggunaan masker dan penentangan secara terbuka untuk tidak menaati protokol pencegahan [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]]. Kelompok yang paling rentan menjadi korban dari stigma sosial ialah orang-orang [[Asia]], khususnya mereka yang memiliki keturunan atau berpenampilan [[Asia Timur]] dan [[Asia Tenggara]]<ref>{{Cite journal|last=DAI|first=Nilam Fitriani|date=2020|title=Stigma masyarakat terhadap pandemi covid-19|url=https://www.ojs.literacyinstitute.org/index.php/prosiding-covid19/article/download/47/32|journal=Prosiding Nasional Covid-19|pages=66-73}}</ref>. Kelompok lainnya yang juga terdampak atau menjadi sasaran stigma sosial adalah orang-orang yang telah bepergian ke luar negeri, mereka yang baru saja menyelesaikan karantina, bahkan profesional kesehatan, dan para pekerja layanan darurat. Merespon hal ini, [[Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga|Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India (MOHFW)]] sampai mengeluarkan siaran pers yang bertujuan untuk membatasi ketakutan masyarakat terkait stigma sosial tersebut.
 
== Sebab dan akibat dari stigma sosial ==
Ada banyak penyebab yang akhirnya memunculkan berbagai stigma sosial di tengah kalangan masyarakat. ''Pertama,S'' sebagaiebagai suatu penyakit baru, masih banyak yang belum diketahui mengenai pandemi [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]]. Secara [[naluri]], manusia cenderung lebih takut akan sesuatu yang belum diketahui dan cenderung lebih mudah menghubungkan rasa takut tersebut pada subjek lain yang berbeda.<ref name=":1">{{Cite web|title=Stigma selama pandemi COVID-19|url=https://rsa.ugm.ac.id/id/2022/03/stigma-selama-pandemi-covid-19/|website=Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada|access-date=8 April 2023}}</ref> Karena hal ini, akhirnya muncul diskriminasi terhadap etnis tertentu dan juga pihak-pihak yang dianggap mempunyai keterkaitan dengan virus ini.
 
''Kedua,'' sebagaiSebagai suatu penyakit baru yang ditemukan di era modern, maka belum banyak penelitian maupun rujukan dalam penanganan penyakit ini. Di samping daya tahan dan mutasi virus yang berkembang lebih cepat dari perkiraan,<ref name=":1" />, banyak juga orang yang belum bisa mendapatkan akses pemeriksaan untuk penyakit ini secara bebas. Dalam situasi ini, pengembangan obat juga masih dalam tahap penyempurnaan. Situasi ini yang menyebabkan peningkatan jumlah penderita [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]] meningkat secara drastis dan tidak terkontrol.<ref>{{Cite web|title=Ketahui, bahaya stigma sosial corona dalam masyarakat|url=https://indonesiabaik.id/infografis/ketahui-bahaya-stigma-sosial-corona-dalam-masyarakat|website=Indonesia Baik|access-date=8 April 2023}}</ref> [6]
 
''Ketiga'', diDi tengah kepanikan dunia saat mengalami pandemi, keadaan tersebut rentan terjadinya kesalahan informasi yang berujung banyaknya duga sangka dari berbagai pihak. Termasuk di antaranya beberapa kelompok dan aktivis daring yang mulai menyebarkan teori konspirasi dan klaim tanpa dasar yang semakin memperumit situasi dunia.
 
Dari ketiga penyebab tersebut, kohesi sosial mengalami kerusakan dan memungkinkan terjadinya kepanikan massal baik dari pihak terdampak maupun yang belum. Terlebih, jika satu sama lain saling mencari bantuan atau layanan medis untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan. Kesempatan ini juga turut berkontribusi pada situasi di mana [[virus]] lebih mungkin menyebar dan menyebabkan masalah kesehatan yang parah serta kesulitan dalam mengendalikan wabah penyakit.
Baris 24:
 
== Langkah mengatasi stigma sosial ==
Langkah awal dari diri sendiri yang sebaiknya dilakukan untuk menunjang keberhasilan penanganan Covid-19 adalah dengan membangun kepercayaan pada sarana dan layanan kesehatan yang ada. Selain itu, mengganti rasa antipati dengan empati terhadap para pasien terdampak dan memahami serta mengadopsi langkah-langkah yang tepat dalam penanganan pertama jika mengalami gejala Covid-19. Dengan begitu, diharapkan dapat meminimalisir penyebaran Covid-19. Selain cara-cara tersebut, organisasi [[Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF)]] juga merekomendasikan beberapa langkah untuk mengatasi stigma sosial<ref name=":0" />:.
 
=== '''Penggunaan bahasa orang pertama''' ===
* Penggunaan bahasa “[[Orang Pertama Tunggal|orang pertama]]” atau people-first<ref>{{Cite web|title=People-first Language|url=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/People-first_language|website=Wikipedia|access-date=8 April 2023}}</ref>. Alih-alih membicarakan “apa” yang terjadi, penggunaan bahasa orang pertama lebih menghormati individu terdampak sekaligus berbicara mengenai penyakit dengan nada positif di seluruh media komunikasi, seperti:
Penggunaan bahasa orang pertama atau ''people-first language'' ialah [[gaya komunikasi]] yang menekankan penggunaan subjek dari pada objek. Alih-alih membicarakan "apa" yang terjadi, penggunaan bahasa orang pertama mendahulukan "siapa" yang terlibat.<ref>{{Cite web|title=Weight Bias: People-First Language|url=https://www.obesityaction.org/action-through-advocacy/weight-bias/people-first-language/|website=Obesity Action|access-date=Diakses pada 9 April 2023}}</ref> Tujuan dari penggunaan bahasa ini adalah untuk menghormati individu terdampak sekaligus berbicara mengenai penyakit dengan nada positif, baik dalam komunikasi keseharian maupun media masif. Contoh penggunaan yang baik misalnya, menggunakan frasa "orang yang terinfeksi Covid-19" dan bukan "kasus Covid-19" atau "korban Covid-19".
 
Contoh lainnya adalah dengan menggunakan terminologi positif dan menghindari terminologi yang tidak manusiawi, seperti mengganti frasa "menginfeksi orang lain" atau "menyebarkan virus" menjadi "orang yang memperoleh" atau "orang yang tertular" karena hal tersebut berpotensi menyiratkan stigma.
# Tidak melampirkan nama etnis atau nama lokasi setelah kata penyakit, seperti 'virus Cina', 'virus Wuhan' atau 'virus Asia' dan menggunakan nama resmi Covid-19 atau dalam konteks sehari-hari [[Koronavirus]] atau [[Corona|Korona]].
# Menggunakan frasa "orang yang terinfeksi Covid-19", bukan "kasus Covid-19", "Korban Covid-19", atau "Tersangka Covid-19".
# Menggunakan terminologi seperti, orang 'memperoleh' atau 'tertular' Covid-19 daripada orang 'menularkan Covid-19', 'menginfeksi orang lain' atau 'menyebarkan virus' karena menyiratkan penularan yang disengaja dan menyalahkan.
# Menahan diri dari menggunakan terminologi yang tidak manusiawi dengan cara yang mungkin menciptakan kesan bahwa mereka yang menderita penyakit ini telah melakukan sesuatu yang salah, sehingga memberi stigma.
# Berbicara fakta tentang Covid-19 secara akurat, berdasarkan data ilmiah dan saran kesehatan resmi terbaru.
# Tidak mengulangi atau menyebarkan [[Isu|rumor]] yang belum dikonfirmasi dan menghindari penggunaan istilah berlebihan seperti 'wabah' dan 'kiamat' untuk menunjukkan pandemi.
# Menekankan efektivitas tindakan pengobatan dan pencegahan, daripada memikirkan dampak negatif ke depannya.
 
# Tidak melampirkanPenggunaan nama etnis atau nama lokasi setelah kata "penyakit", seperti '"virus Cina'", '"virus Wuhan'", atau '"virus Asia'" sebaiknya dihindari dan menggantinya dengan menggunakan nama resmi, yaitu Covid-19 atau dalam konteks sehari-hari [[Koronavirus]] atau [[Corona|Korona]].
* Menyebarkan fakta yang akurat dan terbaru, seperti:
 
*=== Menyebarkan fakta yang akurat dan terbaru,terkini seperti:===
# Menggunakan bahasa sederhana dan menghindari terminologi klinis yang rumit.
Di tengah kepanikan masyarakat akan pandemi Covid-19, banyak informasi yang berujung memunculkan stigma sosial. Untuk itu, sudah sepatutnya komunikasi atau informasi yang diberikan sesuai dengan fakta yang akurat dan berdasarkan data ilmiah. Akses informasi dari sumber-sumber terpercaya dan resmi untuk menghindari hoaks dan rumor yang belum dikonfirmasi kebenarannya. Selain itu, hindari penggunaan istilah berlebihan seperti 'wabah' dan 'kiamat' untuk menunjukkan pandemi.
# Melibatkan influencer sosial, seperti pemimpin agama, [[politikus]], dan [[selebritas]] untuk memperkuat pesan dengan cara yang sesuai budaya dan geografis.
# Memperkuat cerita dengan gambaran masyarakat setempat yang telah pulih atau mendukung orang yang dicintai melalui pemulihan dari Covid-19.
# Penggambaran kelompok etnis yang berbeda dan penggunaan simbol serta format yang netral. Tidak tersugesti dari kelompok etnis mana pun.
# Mempraktikkan [[etika jurnalisme]]. Hindari laporan yang berfokus pada tanggung jawab pasien karena dapat meningkatkan stigma bagi orang-orang yang mungkin menderita penyakit ini. Berita yang berspekulasi sumber Covid-19 di setiap negara, misalnya, dapat meningkatkan stigma terhadap individu tersebut.
# Menghubungkan ke inisiatif lain yang mengurangi [[stigma sosial]] dan [[stereotipe]].
 
Dalam menyebarkan fakta akurat, gunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh orang awam dan hindari menggunakan terminologi klinis yang rumit. keterlibatan tokoh penting, seperti pemimpin agama, politikus, dan selebritas juga dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk mendengarkan informasi yang akurat. Informasi akan lebih dipercaya oleh masyarakat dengan melibatkan cerita dari penyintas Covid-19 dari lingkungan terdekat.
* Perhatikan juga tips dalam berkomunikasi:
 
Peran wartawan dalam hal ini juga memiliki bobot penting. Dengan menjalankan [[kode etik jurnalistik]], informasi yang disampaikan sudah sepatutnya menjadi informasi yang terpercaya, akurat, dan bertanggung jawab. Salah satu asas yang patut dipertimbangkan dalam kode etik jurnalistik ialah asas moralitas. Jadi, sudah sepatutnya wartawan menghindari laporan yang menitikberatkan tanggung jawab pasien baik sebagai orang yang tertular maupun orang yang tidak sengaja menularkan karena berita yang tersajikan dengan laporan tersebut sangat berpotensi meningkatkan stigma bagi orang-orang yang mungkin menderita penyakit ini.
# Perbaiki suatu kesalahpahaman, dengan tetap mengakui bahwa perasaan orang tersebut dan tindakan yang harus dilakukan selanjutnya merupakan hal yang nyata.
# Sebar luaskan cerita dan narasi simpatik yang memanusiakan perjuangan individu dan kelompok yang terdampak Covid-19.
# Komunikasikan dukungan bagi mereka yang bekerja di garis depan.
 
*=== Perhatikan juga tipsTips dalam berkomunikasi: ===
Menurut [[Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA)]], bidan memainkan peran penting dalam mengurangi dan melawan stigma yang menyebar mengenai fasilitas kesehatan harus dihindari<ref>{{Cite web|title=COVID-19 Technical Brief for Maternity Services|url=https://www.unfpa.org/resources/covid-19-technical-brief-maternity-services|website=United Nations Population Fund|access-date=8 April 2023}}</ref>. [9]
Keluwesan dan kesesuaian dalam berkomunikasi sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman dan terjadinya disinformasi. Luruskan suatu kesalahpahaman dengan menyampaikan maksud dengan jelas dan netral tanpa keberpihakan. Selain itu, ceritakan narasi simpatik yang memanusiakan perjuangan kelompok dan pihak yang terdampak Covid-19. Komunikasikan dukungan bagi mereka yang bekerja di garis terdepan.
 
MenurutSebagai salah satu contoh menurut [[Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA)]], bidan memainkan peran penting dalam mengurangi dan melawan stigma yang menyebar mengenaitentang fasilitaskeharusan kesehatanorang-orang harusmenghindari dihindarifasilitas kesehatan.<ref>{{Cite web|title=COVID-19 Technical Brief for Maternity Services|url=https://www.unfpa.org/resources/covid-19-technical-brief-maternity-services|website=United Nations Population Fund|access-date=8 April 2023}}</ref>. [9]
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
[[Kategori:Stigma sosial]]
[[Kategori:Covid-19]]
[[Kategori:Diskriminasi]]
[[Kategori:Stereoripe]]
[[Kategori:Rumor]]
[[Kategori:Isu]]
[[Kategori:Komunikasi]]
[[Kategori:Etika jurnalisme]]