Malari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
L.commander (bicara | kontrib)
 
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 9:
| place = [[Jakarta]], Indonesia
| coordinates =
| causes = Korupsi<br />Persaingan dari investasi asing<br />KekuatanPerebutan kekuasaan militer
| status =
| goals =
| result = Lihat [[#Akibat|Akibat]]
| methods = [[Unjuk rasa|Demonstrasi]], [[Kerusuhankerusuhan]], [[Pogrompogrom]]
| side1 = Mahasiswa Indonesia dan masyarakat miskin perkotaan
| side2 = Pemerintah [[Orde baruBaru]]
| side3 =
| leadfigures1 =
Baris 23:
| howmany2 =
| howmany3 =
| casualties1 = 11 tewas, 137 luka-luka, 750 ditangkap
| casualties2 = Tidak ada yang dilaporkan
| casualties3 =
| casualties_label =
Baris 30:
}}
[[Berkas:Peristiwa Malari.jpg|ka|jmpl|280px|Peristiwa Malari di [[Senen, Jakarta Pusat|Senen]].]]
'''Peristiwa''' '''Malari''' ('''Malapetaka Limabelas Januari''') adalah demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15–16 Januari 1974.<ref>{{Cite news|date=15 January 2018|title=Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi Para Jenderal|url=https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-jenderal-cDe9|work=Tirto.id|access-date=19 January 2022}}</ref> Sebagai reaksi atas kunjungan kenegaraan [[Perdana Menteri Jepang]], [[Kakuei Tanaka]], para mahasiswa melakukan demonstrasi memprotes korupsi, harga-harga yang tinggi, dan ketidaksetaraan investasi asing. Setelah provokasi oleh [[agent provocateur]] yang dicurigai, demonstrasi tersebut menjadi kerusuhan, yang akhirnya berubah menjadi [[pogrom]]. Pada akhir kejadian, sebelas pengunjuk rasa terbunuh dan ratusan mobil dan bangunan hancur.
Peristiwa '''Malari''' ('''Malapetaka Limabelas Januari''') adalah peristiwa [[demonstrasi]] mahasiswa dan [[kerusuhan]] sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974.
 
Kerusuhan tersebut menyebabkan banyak perubahan. Pemerintah [[Orde Baru]] [[Soeharto]] memberlakukan serangkaian reformasi ekonomi yang dimaksudkan untuk meningkatkan representasi [[Pribumi-Nusantara|penduduk asli Indonesia]] dalam kemitraan dengan investor asing, Jenderal [[Soemitro]] (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Angkatan Bersenjata), dipaksa pensiun, dan berbagai tindakan represif dilakukan oleh pemerintah.
Peristiwa itu terjadi saat [[Perdana Menteri Jepang]], [[Tanaka Kakuei]] sedang berkunjung ke [[Jakarta]] (14–17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di [[Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma]]. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil untuk menerobos masuk pangkalan udara. Pada 17 Januari 1974 pukul delapan pagi, PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden [[Soeharto]] dengan helikopter dari [[Bina Graha]] ke pangkalan udara.
 
== Akibat ==
Kedatangan Ketua [[Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia|Inter-Governmental Group on Indonesia]] (IGGI), [[Jan P. Pronk]] dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.
Jenderal [[Soemitro]], Wakil Panglima Angkatan Bersenjata, dituduh menghasut para perusuh dan dipaksa mengundurkan diri. Para pendukungnya dicopot dari posisi komando, diangkat menjadi duta besar atau menerima jabatan sebagai staf.<ref>{{harvnb|Schwarz|2000|pp=34–35}}</ref> Langkah ini didukung oleh "Dokumen Ramadi" yang diserahkan kepada Presiden Soeharto oleh Jenderal [[Ali Moertopo]], saingan Sumitro. Dokumen tersebut mengisyaratkan bahwa seorang jenderal berinisial S akan melakukan kudeta antara bulan April dan Juni 1974.<ref name="se1027">{{harvnb|Setiono|2008|p=1027}}</ref>
 
Setelah peristiwa Malari, Orde Baru menjadi lebih represif dan lebih cepat bertindak ketika warga negara mengekspresikan perbedaan pendapat, termasuk melalui demonstrasi<ref name="se1028">{{harvnb|Setiono|2008|p=1028}}</ref> dan media, meninggalkan "kemitraan" rapuh yang pernah mereka miliki. Dua belas surat kabar dan majalah dicabut izin terbitnya, termasuk ''[[Harian Indonesia Raya|Indonesia Raya]]''. Wartawan, seperti [[Mochtar Lubis]], ditahan tanpa proses pengadilan. Wartawan yang melanggar mulai dimasukkan ke dalam [[daftar hitam]], kehilangan hampir semua kesempatan kerja.<ref>{{harvnb|Hill|1994|pp=37–38}}</ref>
Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan yang menyebabkan Jakarta berasap. Soeharto memberhentikan [[Soemitro]] sebagai [[Panglima]] [[Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban]] dan langsung mengambil alih jabatan itu. Jabatan [[Asisten Pribadi Presiden]] dibubarkan. Kepala [[Badan Intelijen Negara Republik Indonesia|BIN]], [[Sutopo Juwono]] digantikan oleh [[Yoga Sugama]].
 
Dalam waktu seminggu setelah peristiwa Malari, Orde Baru mengajukan paket peraturan yang dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ekonomi [[Pribumi-Nusantara|orang Indonesia asli]]. Rencana tersebut, yang mengamanatkan kemitraan antara investor asing dan penduduk asli Indonesia serta penggunaan [[Bursa Efek Indonesia]] yang direncanakan, dan mengharuskan calon investor untuk menyerahkan rencana kepemilikan mayoritas penduduk asli Indonesia di masa depan, diterima dengan baik oleh masyarakat dan membungkam para pengkritik.<ref>{{harvnb|Winters|1996|pp=109–110}}</ref> Namun, pada praktiknya, hal ini tidak dilaksanakan secara ketat.<ref>{{harvnb|Winters|1996|p=111}}</ref>
== Ali Moertopo dan Peristiwa Malari ==
Dalam peristiwa Malari, [[Jenderal]] [[Ali Moertopo]] menuduh eks [[Partai Sosialis Indonesia|PSI]] dan eks [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]] atau ekstrem kanan adalah dalang peristiwa tersebut. Namun, setelah para tokoh peristiwa Malari seperti [[Sjahrir (ekonom)|Sjahrir]] dan [[Hariman Siregar]] diadili, tidak bisa dibuktikan bahwa ada sedikit pun fakta dan tak ada seorang pun tokoh eks Masyumi yang terlibat di situ. Belakangan, pernyataan muncul dari Jenderal [[Soemitro]] (almarhum) dalam buku [[Heru Cahyono]], Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa Malari bahwa ada kemungkinan kalau justru malahan Ali Moertopo sendiri dengan [[Pusat Studi Strategis dan Internasional (Indonesia)|CSIS]]-nya yang mendalangi peristiwa Malari.<ref>{{Cite web |url=http://swaramuslim.net/more.php?id=A459_0_1_0_M |title=Pernyataan ini diliput di situs web Swaramuslim |access-date=2007-01-30 |archive-date=2007-04-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070426132409/http://swaramuslim.net/more.php?id=A459_0_1_0_M |dead-url=yes }}</ref>
 
''Aspri'' secara resmi dibubarkan. Namun, mantan ''Aspri'' Ali Moertopo kemudian dipromosikan menjadi Kepala [[Badan Intelijen Negara Republik Indonesia|Badan Intelijen Negara]]<ref name="l103">{{harvnb|Leifer|1995|p=103}}</ref> dan mereka semua tetap bertahan sebagai penasihat.<ref name="se10282">{{harvnb|Setiono|2008|p=1028}}</ref>
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}{{Soeharto}}{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{Bencana di Indonesia tahun 1970an}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]