Pinisi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gw1320 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(35 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
[[Berkas:Pinisi-10.JPG|jmpl|Gambar Pinisi dengan lambung tipe Lamba]]
[[Berkas:Ship-IMG 3429.JPG|ka|jmpl|Pinisi Lamba bermesin.]]
Istilah '''pinisi''', '''pinisiq''', '''pinisi'''', atau '''phinisi''' mengacu pada jenis sistem layar (''Sombala'rig''), tiang-tiang, layar, dan konfigurasi tali dari suatu jenis kapal layar [[Indonesia]]. KapalSebuah inipinisi berbadanmembawa [[Palaritujuh (perahu)|Perahuhingga Palari]] dengandelapan layar Pinisi, namun kini lebih dikenal dengan namadua Kapal Pinisi. Kapal ini tercatat pertama kali dalam Lontara Patturioloang Gowa atau catatan Harian [[Kerajaan Gowa]]tiang, masadiatur pemerintahanseperti Raja Gowa yang ke''gaff-10 Daeng Bonto Karaeng Tunipallangga (1546-1565) bersamaanketch'' dengan adanyaapa "Pandaiyang Besi,disebut Pandai''standing Emas,gaffs'' Arsitek Rumahyaitu, Ahlitidak Pembuatseperti Kapal,kebanyakan Kapalkapal Palari.Barat Sertayang penaklukanmenggunakan wilayahsistem ataslayar Gowasemacam seperti [[Bulukumba]]itu, [[Ujungkedua Loe,layar Bulukumba|Ujungutama Loe,]]tidak [[Pannyikkokang]],dibuka Pationgi,dengan [[Gantarang,menarik Bulukumba|Gantarang,]]galahnya [[Heroke Lange-Langeatas, Bulukumba|Wero/Herlang,]]tetapi [[Kepulauanlayarnya Selayar|Selayar]]'ditarik [[Bira,keluar' Bontoseperti Bahari,tirai Bulukumba|Bira]]dari dansekitar wilayahtengah daratan tinggitiang.
 
Seperti kebanyakan kapal layar Indonesia, kata 'pinisi' hanya menyebut jenis sistem layar, dan tidak merujuk pada bentuk lambung kapal yang menggunakan layar tersebut. Kapal dengan layar pinisi sebagian besar dibangun oleh masyarakat desa Ara yang berbahasa Makassar, sebuah desa di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, dan banyak digunakan oleh pelaut suku Makassar sebagai kapal kargo (lihat pula [[#Kesalahpahaman umum mengenai pinisi]]). Pada tahun-tahun sebelum hilangnya angkutan bertenaga angin dalam rangka motorisasi armada perdagangan tradisional Indonesia pada tahun 1970/80-an, kapal yang menggunakan sistem layar pinisi adalah kapal layar Indonesia terbesar.
 
[[UNESCO]] menetapkan seni pembuatan kapal Pinisi sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Takbenda pada Sesi ke-12 Komite Warisan Budaya Unik pada tanggal 7 Desember 2017.<ref>{{cite news|url=https://en.tempo.co/read/news/2017/12/10/114913983/UNESCO-Acknowledges-Pinisi-as-Intangible-Cultural-Heritage|title=UNESCO Acknowledges Pinisi as Intangible Cultural Heritage|newspaper=Tempo|accessdate=10 December 2017}}</ref>
 
Konfigurasi layar ini terutama dibangun oleh orang [[Konjo]], sebuah kelompok sub-etnis Makassar yang sebagian besar penduduk di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tetapi masih digunakan secara luas oleh orang [[Suku Bugis|Bugis]] dan Suku [[Suku Makassar|Makassar]] sebagian besar untuk transportasi antar-pulau, kargo dan tujuan memancing di kepulauan Indonesia.
 
UNESCO menetapkan seni pembuatan kapal Pinisi sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Takbenda pada Sesi ke-12 Komite Warisan Budaya Unik pada tanggal 7 Desember 2017.<ref>{{cite news|url=https://en.tempo.co/read/news/2017/12/10/114913983/UNESCO-Acknowledges-Pinisi-as-Intangible-Cultural-Heritage|title=UNESCO Acknowledges Pinisi as Intangible Cultural Heritage|newspaper=Tempo|accessdate=10 December 2017}}</ref>
 
== Etimologi dan asal mula ==
Penyebutan paling awal, baik dalam sumber asing maupun dalam negeri, istilah 'pinisi' yang jelas-jelas mengacu pada jenis kapal layar dari Sulawesi ditemukan dalam artikel tahun 1917 di majalah Belanda ''Coloniale Studiën'': "... kapal dengan sistem layar [[sekunar]] cara Eropa."<ref>Vuuren, L. Van 1917. 'De Prauwvaart van Celebes'. ''Koloniale Studien'', 1,107-116; 2, 329-339, pg. 108.</ref> Memang, catatan penggunaan sistem layar depan-belakang tipe Eropa pada kapal-kapal pribumi Nusantara baru dimulai pada paruh pertama abad ke-19, dan baru pada awal abad ke-20 sejumlah besar kapal dari Sulawesi dilengkapi dengan layar seperti itu.<ref>Liebner, Horst H. (2018). ‘'Pinisi': Terciptanya Sebuah Ikon’; ''Memorial Lecture Dr. Edward Poelinggomang''. Makassar: Universitas Hasanuddin; https://www.academia.edu/35875533/Pinisi_Terciptanya_Suatu_Ikon</ref> Hingga pertengahan abad ke-20, para pelaut Sulawesi sendiri menyebut kapal mereka dengan istilah palari, jenis lambung yang paling cocok untuk tenaga penggerak layar pinisi.<ref>Gibson-Hill, C. A. (2009 [1950a]). 'The Indonesian Trading Boats Reaching Singapore.' Dalam H.S. Barlow (ed.) ''Boats, Boatbuilding and Fishing in Malaysia'' [''Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society'', 23 (1)]. Kuala Lumpur: Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society: 43-69 [108-138], pgs. 52f [121].</ref>
 
Ada berbagai tradisi lokal yang mengklaim asal mula kata 'pinisi' dan jenis kapal yang lebih awal, namun banyak di antaranya hanya dapat ditelusuri kembali ke dua hingga tiga dekade terakhir. Pembuat kapal Ara dan Lemo-Lemo, pusat pembuatan kapal kedua di wilayah tersebut, menghubungkan kemahiran mereka dalam arsitektur kapal laut (dan, tergantung pada sumbernya, pembuatan pinisi pertama)<ref>Lihat, contohnya, Borahima, Ridwan et al. (1977). ''Jenis-Jenis Perahu Bugis Makassar''. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, pp. 26f vs. Horridge, A. (1979). ''The Konjo Boatbuilders and the Bugis Perahu of South Sulawesi''. Greenwich: National Maritime Museum, p. 10</ref> pada Sawerigading, salah satu protagonis utama dalam epos Bugis [[Sureq Galigo]]: Untuk menghindari hubungan inses yang akan terjadi ketika dia jatuh cinta dengan saudara kembarnya, Sawerigading diberikan sebuah kapal yang dibangun secara ajaib untuk berlayar ke tempat di mana seorang gadis yang mirip dengannya dikatakan tinggal; ketika dia melanggar janjinya untuk tidak pernah kembali, kapal itu tenggelam; lunas, rangka, papan, dan tiangnya, yang terdampar di pantai ketiga desa, dipasang kembali oleh penduduk setempat, yang dengan demikian belajar cara membuat dan berlayar kapal.<ref>E.g., Pelly, U. (2013 [1975]). ''Ara dengan Perahu Bugisnya''. Medan [Ujung Pandang]: Casa Mesra Publisher [Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Hasanuddin], pp. 21ff; Saenong, M. A. (2013). ''Pinisi: Paduan Teknologi dan Budaya''. Yogyakarta: Penerbit Ombak, pp. 11ff.</ref> Perlu dicatat bahwa dalam [[epos]] itu Sawerigading kembali ke tanah airnya, dengan bersama dengan istrinya yang baruistri ditemukanbarunya dan menjadi penguasa [[dunia bawah]], dan bahwa '''istilah ''pinisi'' tidak muncul dalam manuskrip mana pun''' yang dapat diakses darimengenai cerita epos itu.<ref>Liebner, Horst H. (2003). 'Berlayar ke Tompoq Tikkaq: Sebuah Episode La Galigo'. In Nurhayati Rahman and et al. (eds.), ''La Galigo'', Makassar: Pusat Studi La Galigo, pp. 373-414.</ref> Dapat dipahami, bahwa mitos itu mendukung masyarakat Bontobahari dalam ketergantungan mereka pada pembuatan kapal sebagai cara hidup, membenarkan monopoli mereka pada pembangunan kapal semacam itu.<ref>Horridge, A. (1979), p. 10</ref>
 
Menurut sebuah tradisi setempat, nama pinisi diberikan oleh seorang raja Tallo, I Mangnginyarrang Daéng Makkiyo, kepada perahunya. Namanya berasal dari dua kata, yaitu "''picuru''" (artinya "contoh yang baik"), dan "''binisi''" (sejenis ikan kecil, lincah dan tangguh di permukaan air dan tidak terpengaruh oleh arus dan ombak).<ref>{{Cite book|title=Ayam Jantan Tanah Daeng: Siri' dan Pesse dari Konflik Lokal ke Pertarungan Lintas Batas|last=Koro|first=Nasaruddin|publisher=Ajuara|year=2006|isbn=9791532907|location=|pages=}}</ref><ref name=":2" />{{Rp|43}}
Baris 20 ⟶ 17:
Sumber lain menyatakan bahwa nama pinisi berasal dari kata ''panisi'' (kata Bugis, berarti "sisip"), atau ''mappanisi'' (menyisipkan), yang mengacu pada proses mendempul. Karena ''lopi dipanisi'' berarti perahu yang disisip/didempul, telah disarankan bahwa kata ''panisi'' mengalami perubahan fonemis menjadi pinisi.<ref name=":2">{{Cite book|title=Pinisi: Panduan Teknologi dan Budaya|last=Saenong|first=Muhammad Arief|publisher=Penerbit Ombak|year=2013|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{Rp|43}}
 
Nama itu juga mungkin berasal dari ''pinasse'', kata Jerman dan Perancis yang menandai kapal layar ukuran sedang (bukan kata Inggris ''pinnace'' yang pada waktu itu menandai sejenis sekoci dayung dan bukan sebuah perahu layar).<ref name=":12">Liebner, Horst H. (2016). ''Beberapa Catatan Akan Sejarah Pembuatan Perahu Dan Pelayaran Nusantara''. Jakarta: Indonesian Ministry of Education and Culture.</ref>{{Rp|35}} Kata ini diserap menjadi ''[[Pinas (kapal)|pinas]]'' atau ''penis'' oleh orang Melayu setelah tahun 1846.<ref name=":02">{{Citation|last=Liebner|first=Horst H.|title=Eksplorasi Sumberdaya Budaya Maritim|pages=53–124|year=2005|editor-last=Edi|editor-first=Sedyawati|contribution=Perahu-Perahu Tradisional Nusantara: Suatu Tinjauan Perkapalan dan Pelayaran|contribution-url=https://www.academia.edu/7780936/Perahu-Perahu_Tradisional_Nusantara_Suatu_Tinjauan_Perkapalan_dan_Pelayaran_-_-_Ini_sudah_agak_outdated_ada_tulisan_barunya_Beberapa_Catatan_akan_Sejarah_Pembuatan_Perahu_dan_Pelayaran_Nusantara_|place=Jakarta|publisher=Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan; Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia}}</ref>{{Rp|40}}
 
Sebuah cerita yang mungkin tentang asal usul nama dan jenis kapal didasarkan pada laporan R. S. Ross, saat itu pemilik kapal uap [[EIC]] ''Phlegeton'', yang pada kesempatan berkunjung ke Kuala Terengganu, Malaysia, pada tahun 1846 menyaksikan sekunar yang dibangun secara lokal oleh "beberapa penduduk asli yang telah belajar seni pembuatan kapal di Singapura, dan [dibantu] oleh tukang kayu [Tiongkok]",<ref>Anon. (1854). 'Journal Kept on Board a Cruiser in the Indian Archipelago.' ''Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia'' 8(7): 175-199, pg. 176.</ref> yang diduga telah menjadi pola dasar untuk pinas atau pinis Terengganu.<ref>Gibson-Hill, C. A. (2009 [1953]). 'The Origin of the Trengganu Perahu Pinas'. In H.S. Barlow (ed.) ''Boats, Boatbuilding and Fishing in Malaysia'' [Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, 26 (1)]. H. S. Barlow. Kuala Lumpur, Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society: 172-174 [206-110] dan Longuet, R. (2009). 'Update on Boats and Boat-Building in the Estuary of the Trengganu River, 1972-2005'. In H.S. Barlow op.cit.: 338-365.</ref> Tradisi Melayu menyatakan bahwa sekunar ini dibangun atas nama Baginda Omar, Sultan Terengganu (memerintah 1839–1876), mungkin di bawah arahan atau dengan banyak bantuan oleh seorang penjelajah pantai Jerman atau Prancis yang telah "mencapai Terengganu, melalui Malaka dan Singapura, mencari ''opium cum dignitate''",<ref>Gibson-Hill (2009 [1953]): 172</ref> menjadi pola dasar 'sekunar Melayu': pinas/pinis Terengganu, yang pada masa ini memakai layar jung Tiongkok, sampai pergantian abad ke-20 umumnya dipasang dengan layar gap-keci.<ref>Warrington-Smyth, H. (1902). 'Boats and Boat Building in the Malay Peninsula'. ''Journal of the Society of the Arts'' 50(2582): 570-586.</ref>
 
Namun, sekitar waktu yang sama, sumber-sumber Belanda mulai mencatat jenis baru kapal layar yang digunakan secara lokal yang didaftarkan oleh syahbandar di bagian barat Kepulauan Melayu sebagai 'penisch', 'pinisch', atau 'phinis'(!);<ref>Menariknya, yang pertama dilaporkan menggunakan layar mirip sekunar pada lambung buatan lokal adalah berbagai kelompok "bajak laut" lokal: dengan demikian, misalnya, tiga kapal milik skuadron penyerang suku Melayu dan orang Lanun yang berkeliaran di perairan Singapura pada tahun 1836 adalah "sekunar dilengkapi dengan layar kain" (Logan, J. R. e. (1849-1851). 'The Piracy and Slave Trade of the Indian Archipelago.' ''Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia'' 3; 4; 5: 581-588, 629-536; 545-552, 144-562, 400-510, 617-528, 734-546; 374-582; 4, pg. 402.</ref> pada akhir abad ke-19 penggunaan kapal semacam itu rupanya telah menyebar ke Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Kata itu sendiri mungkin diambil dari ''pinasse'' atau ''peniche'' bahasa Belanda, Jerman atau Prancis, pada saat itu merupakan nama untuk kapal layar berukuran kecil hingga sedang yang agak tidak ditentukan.<ref>Sumber arsip yang menjadi rujukan dapat dilihat di Liebner (2018).</ref> Kata 'pinnace' dalam bahasa Inggris sedari abad ke-18 merujuk pada salah satu kapalperahu yang dibawa kapal perang atau kapal dagang yang lebih besar.
 
== Deskripsi umum ==