Kesultanan Palembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PABwmwn (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh TianSumatra
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(101 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{pp-protected|reason=Penambahan isi halaman tanpa sumber|small=yes}}
{{refimprove}}
{{Infobox Former Country
| native_namereligion = ڤالمبڠ دار= السلام[[Islam]]
| conventional_long_nameimage_coat = Palembang Darussalam
| common_name symbol_type = [[Palembang]]
| continent = Asia
| region = [[Asia Tenggara]]
| country = [[Indonesia]]
| religion = [[Islam]]
| image_coat =
| symbol_type =
| p1 = Kesultanan Demak
| p2 = Kesultanan Banten
| s1 = Hindia Belanda
| s2 = Indonesia
| flag_p1 = PATAKA KESULTANAN DEMAK.jpg
| flag_p2 = Flag of the Sultanate of Banten.svg
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| year_start = 1659
Baris 24 ⟶ 19:
| event_end = Dihapus [[Belanda]]
| image_map =
| capital = [[Palembang]] (De Facto)<br>[[Indralaya]] (De Jure)
| common_languages = Bahasa yang umum digunakan didalam Kesultanan Palembang adalah [[Bahasa Melayu Palembang]] yang terbagi menjadi dua dialek, yaitu [[Bahasa Palembang Alus]] yang biasanya digunakan oleh Wong Jero (keluarga Sultan dan Bangsawan) dan [[Bahasa Melayu Palembang|Palembang Sari-Sari]] yaitu bahasa pengantar yang biasa digunakan oleh Wong Jabo (rakyat biasa) serta [[Bahasa Melayu]]
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Sultan
| currency = [[Pitis Palembang]] <br /> [[Gulden Hindia Belanda]] <br /> [[Rupiah]]
| footnotes = [[Gelar kehormatan dalam Kesultanan Palembang|Alawiyyin trah KesultananAzmatkhan]]<br> [[Walisongo]]
| image_flag =
| leader_title1 =
| leader_name1 =
Baris 43 ⟶ 37:
| p3 = Kerajaan Palembang
| flag_s2 = Flag_of_Indonesia.svg
| year_leader7 = 7 September 2017-Sekarang
| year_leader6 = 3
| year_leader5 = 1821-1823
Baris 54 ⟶ 48:
| leader2 = [[Mahmud Badaruddin I|Sultan Mahmud Badaruddin bin Sultan Mansyur Jayo ing Lago]]
| leader1 = [[Susuhunan Abdurrahman|Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam Bin Pangeran Sedo Ing Pesarean]]
| flag_p3 =
| house1 =
| religion_ref =
| demonym =
| leader7 =
| flag_p4 = Naval flag of Majapahit Kingdom.svg
| flag_p5 = Flag of Sriwijaya.svg
| flag_p6 = Flag of Aceh Sultanate.svg
| today = {{Flag|Indonesia}}
| image_flag =
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kesultanan Palembang Darussalam''' adalah suatu kerajaan Melayu [[Islam]] di [[Sumatra]] yang berpusat di [[Kota Palembang]], [[Sumatra Selatan]] sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh [[Sri Susuhunan Abdurrahman|Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam]], seorang bangsawan Palembang pada tahun [[1659]],<ref name="Bruun">{{cite book|last=Bruun|first=M.C.|authorlink=Malthe Conrad Bruun|title=Universal geography, or A description of all the parts of the world|url=https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog|publisher=|year=1822|page=[https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog/page/n467 441]}}</ref> dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial [[Belanda]] pada [[7 Oktober]] [[1823]].
'''Kesultanan Palembang Darussalam''' adalah suatu [[kerajaan Melayu]] [[Islam]] di [[Sumatra]] yang berpusat di [[Kota Palembang]], [[Sumatera Selatan]] sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh [[Sri Susuhunan Abdurrahman]], seorang bangsawan Palembang pada tahun [[1659]],<ref name="Bruun">{{cite book|last=Bruun|first=M.C.|authorlink=Malthe Conrad Bruun|title=Universal geography, or A description of all the parts of the world|url=https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog|publisher=|year=1822|page=[https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog/page/n467 441]}}</ref> dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah penjajah [[Belanda]] pada [[7 Oktober]] [[1823]].
 
[[Malthe Conrad Bruun]] (1755-1826) seorang petualang dan ahli [[geografi]] dari [[Prancis]] mendeskripsikan keadaan masyarakat dan kota kerajaan waktu itu, yang telah dihuni oleh masyarakat yang heterogen terdiri dari [[Tiongkok]], [[Siam]], [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Jawa]] serta juga disebutkan bangunan yang telah dibuat dengan batu bata hanya sebuah [[Wihara|vihara]] dan istana kerajaan.
 
== Kekuasaan ==
Kesultanan yang pernah berkuasa dari tahun [[1659]] - [[7 Oktober]] [[1823]]<ref>[https://www.indephedia.com/2019/01/sejarah-kesultanan-palembang-darussalam.html Kisah Berdiri dan Hancurnya Kesultanan Palembang Darussalam] di [https://www.indephedia.com Indephedia]</ref> ini merupakan [[Sultan|Kesultanan]] terbesar di [[Negara SumatraSumatera Selatan|Sumatera Bahagian Selatan]]. Daerah Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam ini sekarang mencakup [[SumatraSumatera Selatan|Provinsi Sumatera Selatan]], [[Bengkulu|Provinsi Bengkulu]] ''(dulu Bangka Hulu)'', [[Kepulauan Bangka Belitung|Provinsi Kepulauan Bangka Belitung]], [[Jambi|Provinsi Jambi]] dan [[Lampung|Provinsi Lampung]].<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=gYdJ9R81hns&t=3179s Bincang-Bincang bersama SMB IV] di [[Radio Republik Indonesia|RRI Net]] [[Kota Palembang|Palembang]]</ref> Diluar [[Sumatra|Sumatera]], Kasultanan ini juga menjalin hubungan diplomatik dengan [[Kesultanan Banten]],<ref>[https://bantenhits.com/2019/12/15/luruskan-tafsir-sejarah-yang-keliru-soal-banten-palembang-di-masa-lalu-guru-sejarah-di-banten-disambut-tradisi-ngobeng-ngidang-kesultanan-palembang/#respond Hubungan Kesultanan Banten dengan Kesultanan Palembang Darussalam]</ref> [[Kesultanan Demak]]<ref>[https://www.republika.co.id/berita/p7r6jm313/peran-demak-dalam-kedaulatan-islam-di-palembang Hubungan Kesultanan Demak dengan Kesultanan Palembang Darussalam]</ref> dan [[Kerajaan Blambangan]]<ref>[[https://ms.m.wiki-indonesia.club/wiki/Kyai_Saleh_Lateng Kyai Saleh Lateng]] Islamkan [[Kerajaan Blambangan]]</ref> di [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Sedangkan dalam [[Kerajaan Kubu|Kesultanan Kubu]], Kesultanan Palembang Darussalam menikah dengan Yang dipertuan Besar Kubu I, '''Sayyid Idrus''' melakukan pernikahan dengan putri [[Mahmud Badaruddin I|Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama]]<ref>[[Kerajaan Kubu#RAJA I: Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)|Hubungan Kesultanan Kubu dengan Kesultanan Palembang Darussalam]]</ref>. Dalam [[Silsilah|Tarsilah]] [[Brunei Darussalam|Kesultanan Brunei Darussalam]], disebutkan bahwa Tumenggung Mancanegara (Pangeran Manchu Negoro) yang merupakan kakek dari [[Susuhunan Abdurrahman|Sultan Abdurrahman]], pendiri kesultanan Palembang Darussalam adalah isteri dari [[Daftar Sultan Brunei|Sultan Brunei]], Sultan Abdul Jalilul Akbar, dengan masa periode pemerintahan 1598-1659.<ref>[https://kanzunqalam.com/2015/02/20/zuriat-kesultanan-palembang-darussalam-dalam-catatan-tarsilah-brunei/ Hubungan Brunei Darussalam dengan Kesultanan Palembang Darussalam]</ref>
 
[[Berkas:Miniature of Palembang palace.JPG|256px|kiri|jmpl|Replika masjid agung kesultanan Palembang]]
 
== Pendirian ==
[[Berkas:Sultan of Palembang throne.JPG|256px|ka|jmpl|Replika takhta sultan Palembang]]
Berdasarkan kisah ''Kidung Pamacangah'' dan [[Babad Arya Tabanan]]<ref>Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), ''Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan'', Denpasar: Upada Sastra.</ref> disebutkan seorang tokoh Anak [[Brawijaya (disambiguasi)|brawijaya]] sebagai ''bupati Palembang'' turut serta menaklukan Bali bersama dengan [[Gajah Mada]] Mahapatih [[Majapahit]] pada tahun 1343. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan [[Adityawarman]].<ref>Berg, C.C., (1985), ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara.</ref> Begitu juga dalam [[Nagarakretagama]], nama Palembang telah disebutkan sebagai daerah jajahan Majapahit (meski belum ada bukti tertulis dijajah) serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat dalam [[Pararaton]] juga telah menyebutkan Palembang sebagai sebuah kawasan yang "akan ditaklukannya" (meski pada kenyataanya tidak ada bukti tertulis).
 
[[Berkas:Miniature of Palembang palace.JPG|256px|kiri|jmpl|Replika masjid agung kesultanan Palembang]]
Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama ''Pa-lin-fong'' yang terdapat pada buku ''Chu-fan-chi'' yang ditulis pada tahun 1178 oleh ''Chou-Ju-Kua'' dirujuk kepada Palembang, dan kemudian sekitar tahun 1513, [[Tomé Pires]] seorang petualang dari [[Portugis]] menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada [[kesultanan Demak]] serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Kemudian pada tahun 1596, Palembang juga ditaklukan oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] Seterusnya nama tokoh yang dirujuk memimpin kesultanan Palembang dari awal adalah [[Sri Susuhunan Abdurrahman]] tahun 1659. Walau sejak tahun 1601 telah memiliki hubungan dengan VOC dari yang mengaku Sultan Palembang.<ref name="Poesponegoro">{{cite book|last=Poesponegoro|first=M.D.|title=Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia|page= 46}}</ref>
 
Baris 77 ⟶ 79:
 
Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil [[rempah-rempah]] dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah [[kepulauan Bangka Belitung]] yang memiliki tambang [[timah]] dan telah diperdagangankan sejak [[Abad ke 18|abad ke-18]].<ref>{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|authorlink=Merle Calvin Ricklefs|title=A history of modern Indonesia since c. 1300|page= 139}}</ref>
 
== Ulama di Masa Kesultanan Palembang ==
 
=== Syekh Abdus Somad Al-Falimbani<ref>[[Abdus Samad al-Palimbani|Abdus Samad Al-Palimbani]] di [https://wiki-indonesia.club/ Wikipedia Bahasa Indonesia]</ref> ===
{{Further|Abdus Samad al-Palimbani}}
'''Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani''' adalah seorang tokoh sufi penulis kitab-kitab sufi yang berasal dari Palembang.<ref name="Amin2008">{{cite book|author=Samsul Munir Amin|year=2008|url=https://books.google.com/books?id=7DDriJCv-x4C&pg=PA311|title=Karomah para kiai|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=978-979-8452-49-9|pages=311–}}</ref> Abdus Shamad lahir pada [[1116 H]] ([[1704]]) M dan wafat pada [[1203 H]] ([[1789]] M) dalam usia 85 tahun,<ref name="Amin2008" /> di Palembang.{{Fact}} Tentang nama lengkap Syeikh Al-Falimbani, yang tercatat dalam sejarah, ada tiga versi nama. Yang pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, dia bernama Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani. Sementara versi terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta itu, bahawa apabila merujuk pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syeikh Al-Falembani ialah Sayyid Abdus Al-Samad bin Abdurrahman Al-Jawi. Dari ketiga nama itu yang diyakini sebagai nama Abdul Samad, Azyumardi berpendapat bahawa nama terakhirlah yang disebut Syeikh Abdul Samad.
 
Perbedaan pendapat mengenai nama ulama ini dapat difahami mengingat sejarah panjangnya sebagai pengembara, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dalam menuntut ilmu. Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Falembani sebenarnya tidak jauh berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti [[Hamzah Fansuri]], [[Nuruddin Al-Raniri]], [[Abdurrauf as-Singkili]], [[Yusuf Al-Makasari]].
 
Dari Persegi silsilah, nasab Syeikh Al-Falembani berketurunan Arab, dari sebelah ayah. Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad Al-Mahdani, ayah Al-Falembani, adalah ulama yang berasal dari Yaman yang dilantikmenjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita Palembang yang diperisterikan oleh Syeikh Abdul Jalil, setelah sebelumnya menikahi Wan Zainab, puteri Dato´ Sri Maharaja Dewa di Kedah.
 
=== Masagus Abdul Hamid (Kyai Marogan)<ref>[https://www.laduni.id/post/read/80741/biografi-kiai-marogan-palembang# Kyai Marogan] di [https://www.laduni.id/ Laduni.id]</ref> ===
'''Kyai Marogan''' adalah seorang ulama yang berasal dari Palembang. Kyai Marogan lahir pada tahun [[1082]] M dan wafat pada tahun 1091 M dalam usia 89 tahun, di Palembang. Pada usia muda, Kiai Marogan dikenal giat berbisnis di bidang saw-mill atau perkayuan. Beliau memiliki dua buah pabrik penggergajian kayu. Bakat beliau ini diperoleh dari ibunya yang berdarah [[Tionghoa]]. Berkat suksesan dalam bisnis kayu ini membuat Kiai Marogan untuk berangkat ke tanah suci dan dan sepulangnya dari tanah suci beliau menjalankan kegiatan penyebaran dakwah di pedalaman [[Sumatera Selatan|Sumatera Selatan]].
 
Dari hasil bisnis usaha kayunya Kiai Marogan mampu mendirikan sejumlah [[masjid]] yang dipergunakan sebagai pusat kajian dan dakwah. Banyak ajaran Kiai Marogan yang masih dilantunkan oleh sebagian penduduk Palembang, di antaranya adalah sebuah [[Zikir|dzikir]]: “La ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadur Rasulullah Shadiqul Wa’dul Amin”, yang artinya “Tiada Tuhan Selain Allah, Raja Yang Benar dan Nyata, Muhammad adalah Rasulullah Yang Jujur dan Amanah.”
 
Dzikir yang diamalkan oleh Kiai Marogan di atas, ternyata berasal dari [[hadis]] yang berbunyi:
 
"Dari Sayyidina Ali Ra Karramallahu wajhahu berkata, Rasulullah SAW bersabda: ''"Barangsiapa setiap hari membaca la laha illallahul malikul haqqul mubin maka bacaan itu akan menjadi keamanan dari kefakiran dan menjadi penenteram dari rasa takut dalam kubur."'' (HR. Abu Nu'aim dan Ad-Dailami).
 
Konon, amalan zikir ini selalu dibaca oleh Kiai Marogan beserta murid-murid beliau dalam perjalanan di atas perahu. Sambil mengayuh perahu, beliau menyuruh murid-murid beliau untuk mengucapkan zikir tersebut berulang-ulang sepanjang perjalanan dengan suara lantang.
 
Selain amalan dzikir ini, Kyai Marogan juga memiliki karomah, diantaranya:
 
# Ikan dalam Buah Kelapa,
# Dapat Menahan Perahu Agar Tak Karam,
# Ikan Mati Hidup Kembali, dll.
 
Dari Persegi silsilah, nasab Kyai Marogan berketurunan Arab, dari sebelah ayah. Masagus H. Mahmud Kanang bin Masagus Taruddin , ayah Kyai Marogan, adalah ulama yang merupakan keturunan Sultan Palembang Darussalam yang bernama [[Susuhunan Abdurrahman|Susuhanan Abdurrahman]] yang nasabnya sampai [[Muhammad|Rasululllah]]. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita Keturunan Tionghoa yang bernama Perawati.
 
=== Kiagus Muhammad Saleh (Kyai Saleh Lateng Banyuwangi)<ref>[https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Kyai_Saleh_Lateng Kyai Saleh Lateng] di [https://ms.wiki-indonesia.club/ Wikipedia Bahasa Melayu]</ref> ===
''Informasi lebih lanjut: [https://ms.m.wiki-indonesia.club/wiki/Kyai_Saleh_Lateng Kyai Saleh Lateng]''[[Berkas:Kyai Saleh.png|kiri|jmpl|250x250px|Kyai Saleh Lateng]]
'''Kyai Saleh Lateng''' adalah seorang ulama yang datuknya (Kiagus Abdurrahman) berasal dari Kesultanan Palembang Darussalam. Kyai Saleh Lateng lahir pada tanggal 7 Maret [[1862]] M di Banyuwangi, Jawa Timur.
Ketika kecil, Kyai Saleh belajar mengaji pada kedua orang tuanya hingga sampai usia 15 tahun. Kemudian, beliau pergi [[Belajar|menimba ilmu]] di beberapa [[Pesantren|Pondok Pesantren]] di Kyai Mas Ahmad, Kebon Dalem, [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Tak Lama kemudian, beliau melanjutkan mondok ke [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Khalil]] [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]], [[Pulau Madura|Madura]].
 
Kyai Saleh memiliki banyak [[Peserta didik|murid]] yang tidak hanya [[Peserta didik|murid]] itu datang ke Kyai Saleh untuk [[Belajar|menimba ilmu]] [[agama]], bahkan banyak pemuda yang datang ke Kyai Saleh untuk Mempelajari ilmu [[kanuragan]]. Kyai Saleh juga pernah berguru ke Tuan Guru Muhammad Said, [[Kabupaten Jembrana|Jembrana]], [[Bali]] untuk [[Belajar|menimba Ilmu]] [[Agama]], bahkan untuk mendalami Ilmu [[Agama]], Kyai Saleh rela pergi ke [[Tanah Suci]] [[Makkah|Mekkah]] untuk meneruskan pelajaran Ilmu [[Agama]]<nowiki/>nya.
 
Setelah usia 38 Tahun, Kyai Saleh pulang ke [[kampung]] halamannya di [[Lateng, Banyuwangi, Banyuwangi|Lateng]] untuk menyebarkan pemikiran agamanya hingga ke pelosok [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Dulunya [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] terkenal sebagai daerah yang penuh dengan pertikaian, namun dengan pencerahan terus menerus dari Kyai Saleh perkelahian itu dapat disingkirkan dan beliau juga telah membuat [[Pertobatan|insaf]] bromocorah.
 
Kyai Saleh pernah mengikuti [[Jihad]] di [[Kota Surabaya|Surabaya]] melawan [[Belanda]] bersama [[santri]]<nowiki/>nya. Bahkan, beliau juga anti terhadap [[Belanda]], Hal itu dapat dibuktikan dari sikap Kyai Saleh yang melarang keluarganya meniru kebiasaan [[Belanda]], seperti memakai [[jas]], [[celana]], serta [[sekolah]] di [[sekolah]] [[Belanda]].<ref>(Latief, 1995)</ref>
 
Van Der Plass yang notabenenya ialah [[Residen]] [[Belanda]] di [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] pernah mendatangi Kyai Saleh untuk memberikan bantuan terhadap [[Pesantren|pondok]]<nowiki/>nya, Namun Kyai Saleh menolaknya dengan mentah-mentah. Beliau juga merupakan pencetus berdirinya [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Departemen Agama]], karena Kyai Saleh saat itu men yumbang buku buatannya, yaitu Kitab '''[[Mu'jam al-Buldan|Mu’jamul Buldan]]''' kepada [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Departemen Agama]] dan hingga saat ini masih menjadi rujukan.
 
Kyai Saleh Lateng merupaasabkan tipikal kyai penggerak. Beliau memegang peranan startegis dalam mengkonsolidasi jaringan [[ulama]]-[[santri]] untuk ber[[dakwah]] dan mengawal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]]. Kyai Saleh Lateng juga menjadi kyai penting pada masa awal pendirian [[Nahdlatul Ulama]], bersama Hadratus [[Hasjim Asy'ari|Syaikh Hasyim Asy'ari]], [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]], [[Bisri Syansuri|Kyai Bisri Syansuri]] dan beberapa kyai lainnya di penjuru Nusantara.
 
Pada awalnya, Kyai Saleh Lateng menggerakkan [[Sarekat Islam]]. Hal ini merupakan hal yang lumrah, karena pada awal [[Abad ke-11 hingga 20|abad 20]], pergerakan [[Sarekat Islam]] menjadi gerbong bagi para [[Kiai|kyai]]-[[santri]] untuk menyuarakan kemerdekaan dan meng[[organisasi]] diri. Meski pada akhirnya para [[Kiai|kyai]] memisahkan diri dari pergerakan [[Sarekat Islam]]. Hal ini juga terjadi pada [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]], yang pernah menjadi penggerak [[Sarekat Islam]] sewaktu mengaji di [[Hijaz]]. Ketika kembali ke [[Indonesia|tanah air]], [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]] membentuk organisasi sendiri dengan merangkul [[Kiai|kyai]] [[santri]], dalam Tashwirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, [[Nahdlatul Wathan]], hingga kemudian terbentuklah [[Nahdlatul Ulama]].
 
Kyai Saleh Lateng, yang pada awalnya menggerakkan [[Sarekat Islam]] di [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]], kemudian menjadi tokoh penting dalam pendirian [[Nahdlatul Ulama]]. Bahkan, pada [[1913]], Kyai Saleh Lateng memimpin Rapat Umum [[Sarekat Islam]] di [[Kawedanan]] [[Glenmore, Banyuwangi|Glenmore]] [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Dengan demikian, peranan Kyai Saleh dalam menggerakkan jaringan [[Islam]] di awal [[Abad ke-11 hingga 20|abad 20]], diakui memiliki kontribusi penting. Ketika Komite [[Hijaz]] dibentuk, Kyai Saleh Lateng bergabung bersama barisan [[Kiai|kyai]]. Ikatan emosional ketika mengaji di beberapa [[pesantren]], terutama pesantren [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]] dan [[Makkah]], menambah kekuatan komunikasi antara Kyai Saleh dengan beberapa [[Kiai|kyai]] lainnya.
 
Ketika masa awal pendirian [[Nahdlatul Ulama]], yakni pada [[10-an|16]] [[Rajab]] [[1344]] [[Kalender Hijriyah|H/]][[31 Januari]] [[1926]], Kyai Saleh Lateng ditunjuk oleh [[Hasjim Asy'ari|Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy'ari]] dan [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]] menjadi anggota muassis-mukhtasar (formatur) pendirian [[Nahdlatul Ulama]].
 
Pada Muktamar NU ke-9 di [[Banyuwangi]] yang dipimpin oleh Kyai Saleh Lateng, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau [[24 April]] [[1934]], ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran [[Gerakan Pemuda Ansor|Gerakan Pemuda Ansor)]].
 
Kyai Saleh Lateng menghembuskan napas terakhir pada malam [[Rabu]], [[20-an|29]] [[Dzulkaidah|Dzulqo'dah]] [[1371]] [[Kalender Hijriyah|H/]] [[20 Agustus]] [[1952]] pada usia 93 tahun. Jenazahnya [[Kubur|dikebumikan]] di sebelah [[Musala|musholla]] ([[Musala|Langgar]]), tempat Kyai Saleh Lateng biasa memberikan pengajian kepada [[Santri|santri-santrinya]]. Pada tahun [[1956]], [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi|DPRD Kabupaten Banyuwangi]] memberikan keputusan penggunaan nama Kyai Saleh Lateng untuk sebuah [[ruas jalan]]. Keputusan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi|DPRD Banyuwangi]] ini untuk menghormati perjuangan dan pengabdian Kyai Saleh Lateng dalam mendidik warga sekaligus berjuang untuk negeri.
 
== Peperangan ==
{{Further|Perang Menteng}}
== Daftar Sultan Palembang ==
=== Kesultanan Palembang Darussalam (1659–1823) ===
* Sri Susuhunan Abdurrahman (1659–1706), pendiri Kesultanan, saudara Pangeran Sedo ing Rajek, penguasa Palembang sebelumnya
* Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706–1718), putra Abdurrahman
* Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718–1724), putra Abdurrahman
* Sultan [[Mahmud Badaruddin I]] Jayo Wikramo (1724–1757), putra Muhammad Mansyur
* Sultan Anom Alimuddin (1724–1727), memerintah bersama saudara tirinya Mahmud Badaruddin I hingga diusir
* Sultan [[Sultan Ahmad Najamuddin I|Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo]] (1757–1776), putra Mahmud Badaruddin I
* Sultan [[Sultan Muhammad Bahauddin|Muhammad Bahauddin]] (1776–1803), putra Ahmad Najamuddin I
* Sultan [[Mahmud Badaruddin II]] (1803–1812, 1813, 1817–1821), putra Muhammad Bahauddin
* Sultan Ahmad Najamuddin II (1812–1813, 1813–1817, 1821–1823), putra Muhammad Bahauddin
* Sultan Ahmad Najamuddin III (1819–1821), putra Mahmud Badaruddin II
* Sultan Ahmad Najamuddin IV Prabu Anom (1821–1823), putra Ahmad Najamuddin II
 
=== Sultan Saat Ini ===
* [[Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin]] (2006–sekarang)
 
=== Pohon keluarga ===
{{Chart top|width=100%|collapsed=no|Pohon Keluarga Sultan Palembang}}
 
{{Tree chart/start|align=center}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Abdurrahman'''<br><sup>(1)</sup><br><small>r. 1659–1704</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |,|-|^|-|.| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Muhammad<br>Mansyur'''<br><sup>(2)</sup><br><small>r. 1704-1709</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
 
A02='''Agung<br>Komaruddin'''<br><sup>(3)</sup><br><small>r. 1714-1724</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''[[Mahmud Badaruddin I|Mahmud<br>Badaruddin I]]'''<br><sup>(4)</sup><br><small>r. 1724-1758</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Ahmad<br>Najamuddin I'''<br><sup>(5)</sup><br><small>r. 1758-1776</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Muhammad<br>Bahauddin'''<br><sup>(6)</sup><br><small>r. 1776-1804</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |)|-|-|-|.| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''[[Mahmud Badaruddin II|Mahmud<br>Badaruddin II]]'''<br><sup>(7)</sup><br><small>r. 1804-1812,<br>1813,<br>1818-1821</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
 
A02='''Ahmad<br>Najamuddin II'''<br><sup>(8)</sup><br><small>r. 1813-1818</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
 
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Ahmad<br>Najamuddin III'''<br><sup>(9)</sup><br><small>r. 1819-1821</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
 
A02='''Ahmad<br>Najamuddin IV'''<br><sup>(10)</sup><br><small>r. 1821-1823</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
==Para Penguasa Palembang (1455-1823)<ref>{{Cite book|title=“Kesultanan Palembang” Perang Palembang Melawan VOC|last=Soetadji|first=Nanang S.|publisher=Pemerintah Kotamadya Palembang|year=1996|isbn=|location=Palembang|pages=27-30|url-status=live}}</ref>==
{| class="wikitable"
|+
!No
!Periode
!Nama Penguasa
!Foto
!Keterangan
|-
|1
|1455-1486
|[[Arya Damar]]/Arya Dillah ( Adipatih di palembang anak dari Prabu Brawijaya V ), sebelum Masa Kerajaan Palembang .
|
|
|-
| colspan="3" |<center>'''Sebagai Kerajaan Palembang'''</center>
|
|
|-
|2
|1547 - 1552
|Pangeran Sedo Ing Lautan
|
|
|-
|3
|1552-1553
|Kiai Gedeng Sura Tua
|
|
|-
|4
|1553-1575
|Kiai Gedeng Sura Muda (Kiai Mas Adipati Anom Ing Sura)
|
|
|-
|5
|1575-1587
|[[Mas Depati|Kiai Mas Adipati]]
|
|
|-
|6
|1588-1623
|[[Pangeran Madiangsoko|Pangeran Madi Angsuka]]
|
|
|-
|7
|1623-1624
|Pangeran Madi Alit
|
|
|-
|8
|1624-1631
|[[Seda ing Puro|Pangeran Sedo Ing Puro]]
|
|
|-
|9
|1631-1643
|[[Seda ing Kenayan|Pangeran Sedo Ing Kenayan]]
|
|
|-
|10
|1643-1644
|[[Seda ing Pasarean|Pangeran Sedo Ing Pesarean]]
|
|
|-
|11
|1643-1659
|[[Seda ing Rejek|Pangeran Sedo Ing Rajek]]
|
|
|-
| colspan="3" |<center>'''Sebagai Kesultanan Palembang Darussalam'''</center>
|
|
|-
|12
|1659-1704
|(Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam)
Kyai Mas Endi, Pangeran Arya Kesuma Abdurrohim
 
{{Tree chart/end}}
Sultan Palembang Darussalam I (Pertama)
 
{{Chart bottom}}
[[Sri Susuhunan Abdurrahman|Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam]] Bin Pangeran Sedo Ing Pesarean
|
|
|-
|13
|1704-1709
|Sultan Palembang Darussalam Ke-
-ua)
[[Sultan Muhammad Mansyur|Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago]] Bin [[Susuhunan Abdurrahman|Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam]]
|
|
|-
|14
|1714-1724
|Sultan Palembang Darussalam Ke-III
[[Sultan Agung Komaruddin|Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno]] Bin [[Susuhunan Abdurrahman|Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam]]
|
|
|-
|15
|1724-1758
|Sultan Palembang Darussalam Ke-IV
[[Mahmud Badaruddin I|Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo]] Bin [[Sultan Muhammad Mansyur|Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago]]
|
|
|-
|16
|1758-1776
|Sultan Palembang Darussalam Ke-V
[[Sultan Ahmad Najamuddin I|Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo]] Bin [[Mahmud Badaruddin I|Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo]]
|
|
|-
|17
|1776-1803
|Sultan Palembang Darussalam Ke-VI
[[Sultan Muhammad Bahauddin]] bin [[Sultan Ahmad Najamuddin I|Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo]]
|
|Angka Romawi dalam buatan Versi Belanda tapi yang ada dalam Sejarah dan Stambom Kesultanan Palembang Darussalam adalah Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin Bin Sultan Muhammad Baha'udhin(Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin dalam Versi Belanda disebut : SMB II )
|-
|18
|1803-1821
|Sultan Palembang Darussalam Ke-VII
[[Mahmud Badaruddin II|Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin]] Bin [[Sultan Muhammad Bahauddin]]
 
== Galeri ==
(Versi manuskrib Belanda menyebut [[Mahmud Badaruddin II dari Palembang|Sultan Mahmud Badaruddin II]] ,SMB II)
<gallery>
|[[Berkas:Sultan Mahmud Badaruddin II.jpeg|pus|nirbing|213x213px]]
File:Sultan ISKANDAR lambang2.jpg|Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin (2006-sekarang)
|Angka Romawi sebagai penanda saja karena ada nama yang sama, tidak mengubah nama, misal Sultan Mahmud Baaruddin I. Dalam kaidah Bahasa Indonesia angka romawi (I) tersebut dibaca ke dua atau ke -1.
</gallery>
|-
|19
|1813-1817
|Sultan Palembang Darussalam Ke-VIII
[[Sultan Ahmad Najamuddin II|Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin]] Bin [[Sultan Muhammad Bahauddin]]
 
(Versi Inggris/Belanda Menyebut : [[Sultan Ahmad Najamuddin II]])
|
|
|-
|20
|1819-1821
|Sultan Palembang Darussalam Ke-IX
(Versi Inggris/Belanda menyebut
[[Sultan Ahmad Najamuddin III|Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu]] Bin [[Mahmud Badaruddin II dari Palembang|Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin]]
|
|
|-
|21
|1821-1823
|Sultan Palembang Darussalam Ke-X
[[Ahmad Najamuddin Prabu Anom|Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom]] Bin Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin
|
|
|-
|
|7 Oktober 1823
|'''''<u>Menurut Catatan dari trah zuriat Pangeran Ratu:</u>'''''
 
Kesultanan Palembang Darussalam (Vakum) 7 Oktober 1823 karena tidak mau takluk pada kolonial Belanda dan juga menolak untuk diangkat menjadi Sultan boneka oleh penjajah, dan 4 Sultan Palembang Darussalam dibuang yaitu Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin dan Putra Mahkota Sultan Muhamad Tjing Djamaludin wangsa martaradja wijaya negara yg sebelumnya bergelar Pangeran Achmad Bolonson wangsa Martaradja Wijaya Negara Pangeran Ratu Ibn Susuhunan Mahmud Badaroeddin pada tanggal 4 Syawal 1236 H dibuang ke Manado, Kemudian Bulan Jumaidil akhir 1240 Sultan Suhunan Husin Dhiauddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin dibuang Kolonial Belanda Ke Batavia yg sekarang kota jakarta, Serta Tahun 1241 H, Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom Bin Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin ditangkap dan di Buang oleh Kolonial Belanda ke Banda, Kemudian dibuang lagi ke Manado, sampai sekarang Makam Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom belum ditemukan.
[[Kategori:Kesultanan Palembang| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Palembang]]
[[Kategori:Kerajaan di SumatraSumatera Selatan|Palembang]]
|
|
|}
 
== Rujukan ==