Atsariyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) |
→Asal usul: menurut sumber2 yang saya baca.. perkataan Abdullah Ibnu Umar bukan kiasan tetapi literal |
||
(16 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Islam Sunni|Mazhab akidah}}
'''Atsariyah''' ({{Lang-ar|الأثرية|translit=al-aṡariyyah}} {{IPA-ar|
* {{Cite book |last=Pall |first=Zoltan |title=Salafism in Lebanon: Local and Transnational Movements |publisher=Cambridge University Press |year=2018 |isbn=978-1-108-42688-6 |location=One Liberty Plaza, New York, NY 10016, USA |pages=16 |chapter=Introduction}}
* {{harvtxt|Abrahamov|2016|pp=263–279}}}} Mazhab akidah ini muncul pada akhir abad ke-8 M dari para ulama ''[[Ahli Hadis]]'', sebuah gerakan keagamaan [[Islam]] yang menolak doktrin teologis Islam rasionalistik (''[[Ilmu kalam|kalām]]'') serta mendukung pemaknaan tekstual yang ketat dalam hal menafsirkan [[Al-Qur'an]] dan [[hadis]].<ref name="Abrahamov 2016">{{Cite book|last=Abrahamov|first=Binyamin|year=2016|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=[[Oxford]] and [[New York City|New York]]|publisher=[[Oxford University Press]]|isbn=9780199696703|editor-last=Schmidtke|editor-first=Sabine|editor-link=Sabine Schmidtke|pages=263–279|chapter=Part I: Islamic Theologies during the Formative and the Early Middle period – Scripturalist and Traditionalist Theology|doi=10.1093/oxfordhb/9780199696703.013.025|lccn=2016935488|orig-year=2014|chapter-url=https://books.google.com/books?id=70wnDAAAQBAJ&pg=PA263}}</ref><ref name="Halverson-36q">{{Harvard citation text|Halverson|2010}}. "The Atharis can thus be described as a school or movement led by a contingent of scholars (''[[ulama]]''), typically [[Mazhab Hambali|Hanbalite]] or even [[Mazhab Syafi'i|Shafi'ite]], which retained influence, or at the very least a shared sentiment and conception of piety, well beyond the limited range of Hanbalite communities. This body of scholars continued to reject theology in favor of strict textualism well after Ash'arism had infiltrated the Sunni schools of law. It is for these reasons that we must delineate the existence of a distinct traditionalist, anti-theological movement, which defies strict identification with any particular ''madhhab'', and therefore cannot be described as Hanbalite."</ref> Namanya berasal dari kata ''[[Hadis|aṡar]]'' yang berarti "tradisional".<ref name="Abrahamov 2016" /> Penganutnya dikenal sebagai "''Ahli Atsar''", "''[[Ahli Hadis]]''", dll.<ref>{{Cite book|last=Azoulay|first=Rivka|year=2020|title=Kuwait and Al-Sabah: Tribal Politics and Power in an Oil State|location=50 Bedford Square, London, UK|publisher=I.B. Tauris|isbn=978-1-8386-0505-6|page=224}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Vlad Ghiță|first=Adrian|year=2019|title=Revivalismul islamic. Tendinţe înnoitoare|trans-title=Islamic Revivalism: Renewing trends|url=https://www.ceeol.com/search/article-detail?id=880377|journal=Theology and Life|volume=40|issue=9–12|pages=143|archive-url=|archive-date=|access-date=|url-status=}}</ref><ref>{{Cite book|last=Bishara|first=Azmi|year=2022|title=On Salafism: Concepts and Contexts|location=Stanford, California, USA|publisher=Stanford University Press|isbn=9781503631786|page=2|chapter=1: What is Salafism?|lccn=2021061200}}</ref>
Penganut Atsariyah berkeyakinan bahwa pemaknaan literal dari Al-Qur'an dan hadis merupakan satu-satunya otoritas yang sah dalam memakanai [[Akidah Islam|akidah]] dan [[fikih]];<ref name="Abrahamov 2016"
Mazhab akidah muncul di kalangan ulama hadits yang akhirnya bergabung menjadi gerakan yang disebut ''[[Ahli Hadis]]'' di bawah kepemimpinan [[Ahmad bin Hanbal]] (780–855).<ref name="Lapidus130">{{Harvard citation text|Lapidus|2014|page=130}}</ref>{{Efn|Meskipun Hanbali adalah pendukung kuat dari keyakinan Atsariyah, mazhab ini menjadi pemain penting Dunia Sunni sepanjang sejarah:
Baris 15:
Beberapa istilah digunakan untuk menyebut teologi Atsariyah. Penggunaannya cenderung tidak konsisten, dan telah banyak dikritik.
Istilah "teologi tradisionalis" diturunkan dari kata "tradisi" untuk memaknai istilah bahasa Arab [[Hadis|''ḥadiṡ'']].<ref name="Abrahamov 2016"
Atsariyah (dari kata bahasa Arab ''aṡar'', berarti "dampak" atau "sisa") adalah istilah lain yang digunakan untuk menyebut teologi tradisionalis.<ref>{{Harvard citation text|Halverson|2010}}; {{Harvard citation text|Brown|2009}}</ref> Istilah "Tradisionisme" juga telah dipakai dalam pemaknaan yang sama,<ref>{{Harvard citation text|Blankinship|2008}}; {{Harvard citation text|El Shamsy|2008}}</ref> meski Binyamin Abrahamov mencanangkan istilah "tradisionis" untuk para ulama hadis, sehingga berbeda dengan "tradisionalis" sebagai mazhab teologis.<ref name="Abrahamov 2016"
Karena sebagian besar ulama di [[Mazhab|mazhab fikih]] [[Mazhab Hambali|Hambali]] menganut [[Mazhab teologi Islam|mazhab]] [[akidah]] Atsariyah, banyak sumber yang menyebutnya sebagai "mazhab akidah Hambali", meski pakar [[Kajian Islam|studi Islam]] Barat menyatakan bahwa Atsariyah dan Hambali bukanlah sinonim, karena ada ulama mazhab tersebut yang menolak mazhab akidah ini.<ref>{{Harvard citation text|Halverson|2010}}; {{Harvard citation text|Laoust|1986}}</ref> Namun, yang lain juga mencatat bahwa beberapa [[Mazhab Syafi'i|ulama Syafiʽi]] juga termasuk dalam mazhab akidah ini, sedangkan ada ulama Hambali yang mengadopsi mazhab akidah yang lebih rasionalis.<ref>{{Harvard citation text|Halverson|2010}}; {{Harvard citation text|Hoover|2014}}</ref> Selain itu, bentuk-bentuk tradisionalisme ekstrem tidak hanya dijumpai di mazhab Hambali, tetapi juga [[Mazhab Maliki|Maliki]], [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]], dan [[Mazhab Hanafi|Hanafi]].<ref>{{Cite book|last=Abrahamov|first=Binyamin|year=1998|title=Islamic Theology: Traditionalism and Rationalism|url=https://archive.org/details/islamictheologyt0000abra|location=George Square, Edinburgh|publisher=Edinburgh University Press|isbn=0-7486-1102-9|pages=viii-ix|chapter=Introduction|quote=".. pure or extreme traditionalism does not belong exclusively to the Hanbalites, but also to the Shaf'iite, the Malikite and Hanafite scholars"}}</ref> Beberapa penulis menyebut akidah tradsionalisme sebagai "Salafiyah klasik" (dari ''[[salaf]]'', yang berarti "orang-orang (saleh) yang terdahulu").
== Sejarah ==
{{Akidah}}
=== Asal usul ===
[[Sejarawan Islam|Sejarawan]] dan [[fakih]] Muslim beranggapan bahwa sahabat Nabi Islam Muhammad, [[Zubair bin Awwam]] adalah salah satu ulama tradisionalis dan tekstualis paling awal yang
Sahabat lainnya yang mendukung pemahaman ''atsar'' adalah [[Abdullah bin Umar|'Abdullah ibn Umar]]. Saat ditanya tentang sekelompok [[Tabiin|murid Tabiin]] tentang pandangannya tentang [[Qadariyah]], Ibnu 'Umar menjawab secara lembut sebagai kelompok ''takfir'' (keluar dari Islam) karena menolak rukun iman ke-6, ''[[Takdir dalam Islam|qadar]]'' (takdir). Dia juga mengutuk penggunaan ''[[qiyas]]'' mereka. Menurut ulama kontemporer, alasan cap Qadariyah oleh Ibnu Umar tersebut kesamaan doktrin mereka dengan [[Zoroastrianisme]] dan [[Maniisme]] karena [[
=== Pembentukan ===
Atsariyah muncul sebagai mazhab akidah yang berbeda menjelang akhir abad ke-8 M di antara para ulama hadis yang menganggap Al-Qur'an dan hadis ''shahih'' sebagai satu-satunya sumber hukum yang dapat diterima dalam masalah hukum dan keyakinan.<ref name="Lapidus130"
Semula ulama-ulama yang ada dalam lingkaran studi ini minoritas, tetapi sejak awal abad ke-9 M, mereka bersatu menjadi gerakan skolastik tradisionalis baru, yang dikenal sebagai [[Ahli Hadis]], di bawah pimpinan [[Ahmad bin Hanbal]].<ref name="Lapidus130"
Kelompok ini cenderung menghindari perlindungan hak-hak mereka oleh negara serta aktivisme sosial.<ref name="Lapidus130"
=== Munculnya ilmu kalam ===
Baris 39:
=== Tanggapan tradisionalis terhadap Asy'ariyah dan Maturidiyah dan sebaliknya ===
Meski ulama yang menolak sintesis mazhab akidah [[Asy'ariyah]] (Asya'irah) dan [[Maturidiyah]] terhitung minoritas, pendekatan iman mereka yang berbasis narasi dan emosional memberi pengaruh di kalangan penduduk kota di beberapa belahan Dunia Muslim, khususnya di [[Bagdad|Baghdad]] zaman [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]].<ref name="Halverson-35"
=== Era modern dan kontemporer ===
Meski Asy'ariyah dan Maturidiyah sering disebut sebagai "Sunni Ortodoks", mazhab akidah Atsariyah semakin berkembang pesat bersamanya, serta mengeklaim sebagai Sunni Ortodoks pula.<ref name="Brown 2009 page=180">{{Harvard citation text|Brown|2009}}: "The Ash‘ari school of theology is often called the Sunni 'orthodoxy'. But the original ahl al-hadith, early Sunni creed from which Ash‘arism evolved has continued to thrive alongside it as a rival Sunni 'orthodoxy' as well."</ref> Di [[Zaman modern|era modern]] ini memiliki dampak yang tidak proporsional pada teologi Islam, yang telah digagas oleh [[Salafiyah|aliran]] [[Wahabisme|Wahhabi]] dan Salafi tradisionalis lainnya dan menyebar melewati batas-batas mazhab fikih Hambali.
Atsariyah juga memberikan pengaruh signifikan dalam [[Mazhab Hanafi|mazhab fikih Hanafi]], seperti ''[[syarh]]'' ulama Hanafi Ibnu Abi al-Izz tentang risalah akidah ath-Thahawi ''[[Aqidah Thahawiyah|Al-Aqidah at-Thahawiyyah]]''. Risalah ini kemudian menjadi populer di kalangan penganut gerakan ''[[Salafiyah]]'' kemudian, yang menganggapnya sebagai representasi sebenarnya dari akidah Hanafi yang lepas dari pengaruh [[Maturidiyah|Māturīdīyah]]. Banyak ulama Salafi modern telah menulis ''tahqiq'' dan ''tafsir'' terhadap ''syarh'' seperti
== Keyakinan ==
Baris 55:
=== Terhadap taklid ===
Sikap Atsariyah terhadap prinsip agama membuat mereka membedakan dua istilah yang hampir mirip: ''[[Taklid]]'' dan ''Ittiba''. Taklid, yang merupakan kepatuhan kepada ulama tanpa dalil kitab suci (''ra'y''), dikutuk keras. Selain itu, Atsariyah memahami ''Ittiba'' sebagai mengikuti ajaran kenabian dengan menggunakan bukti kitab-kitab yang disusun oleh para ulama. Banyak penganut Atsariyah seperti [[Ahmad bin Hanbal]] (wafat 855), seorang ulama besar yang mengartikulasikan ''[[Ijtihad]]'' dan menolak ''Taqlid'', menggunakan dalil ''nash'' Al-Qur'an dan ''sunnah'' tetapi juga dalam beberapa kasus, dalil
Penentangan kelompok Atsariyah terhadap taklid telah mencapai puncaknya dalam tulisan-tulisan ulama abad ke-8/14, [[Ibnu Taimiyah|Ibnu
=== Penggunaan akal ===
Selain mematuhi secara ketat Al-Qur'an, hadis, sunnah, dan ijmak, serta ijtihad, Atsariyah tidak sepenuhnya mengabaikan penggunaan [[akal]]. Menurut kaum tradisionalis, akal berfungsi sebagai hujjah terhadap [[Revelasi|wahyu ilahi]]. Terlepas dari kritik tradisionalis terhadap teologi rasionalis, akal memainkan peranan penting dalam teologi Atsariyah.<ref>{{Cite book|last=Schmidtke|first=Sabine|last2=Abrahamov|first2=Binyamim|year=2014|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-969670-3|pages=274–275|chapter=Scripturalist and Traditionalist Theology}}</ref>
Menurut ulama Hambali dan teolog Sunni [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]] (w. 1328), keputusan untuk menyimpang dari tradisi dan mengadopsi pendekatan rasionalis menimbulkan perselisihan di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, Ibnu Taimiyyah menganjurkan kembali doktrin teologis Atsariyah, yang mengedepankan kembali ke tradisi awal.<ref name="Schmidtke 2014 276">{{Cite book|last=Schmidtke|first=Sabine|last2=Abrahamov|first2=Binyamim|year=2014|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-969670-3|pages=276|chapter=Scripturalist and Traditionalist Theology}}</ref> Menyimpulkan pandangan kaum tradisionalis terhadap argumentasi rasional, Ibnu Taimiyyah menulis:<blockquote>Mengedepankan akal daripada atsar tidaklah mungkin dan tidak masuk akal. Sementara itu, mengedepankan ilmu atsar, dianggap mungkin dan masuk akal... karena kebenaran yang diketahui menggunakan akal atau tidak bukanlah sifat-sifat yang melekat dari sesuatu (''ṣifat lāzim'') melainkan relatif satu (''minal-umūr an-nisbiyyah al-iḍāfiyyah''), sehingga Zaid dapat mengetahui melalui akalnya apa yang Bakr tidak ketahui, dan seseorang dapat mengetahui pada saat tertentu melalui akalnya apa yang tidak akan diketahuinya di lain waktu.<ref name="Schmidtke 2014 276"
=== Terhadap Al-Qur'an ===
Teolog Atsariyah meyakini Al-Qur'an bukanlah makhluk.<ref>{{Harvard citation text|Agwan|Singh|2000|page=678}}</ref><ref>{{Harvard citation text|Melchert|2006|page=154}}</ref> [[Ahmad bin Hanbal]] (wafat 855) berkata, "Al-Qur'an adalah Kalamullah, yang Dia ungkapkan; tidak diciptakan. Yang mengklaim sebaliknya adalah kelompok [[Jahmiyah]], yang merupakan orang [[kafir]]. Barang siapa mengatakan Al-Qur'an adalah Kalamullah, dan berhenti tanpa menambahkan 'yang tidak Dia ciptakan,' maka ucapannya lebih buruk daripada yang pertama".
=== Terhadap ilmu kalam ===
Menurut penganut Atsariyah, nalar manusia sangat terbatas, dan bukti-bukti rasional tidak dapat dipercaya atau diandalkan untuk persoalan keyakinan, sehingga [[ilmu kalam]] dianggap bid'ah.<ref name="Halverson-
Contoh Atsariyah yang menulis buku yang menentang penggunaan ilmu kalam<ref>{{Harvard citation text|Spevack|2014|page=76}}.</ref> dan akal misalnya ulama [[Sufisme|Sufi]] Hambali Khwaja Abdullah Ansari dan fakih Hambali [[Ibnu Qudamah]].<ref name="Halverson-37">{{Harvard citation text|Halverson|2010|page=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n45 37]}}.</ref> Ibnu Qudamah mencela ''kalam'' sebagai sebuah kesesatan. Ia menganggap para ulamanya, ''mutakallimūn'', sebagai ahli bid'ah yang telah mengkhianati dan menyimpang dari ''salafusshalih''. Ia menulis, ''"Ulama akidah ini sangat dicela di dunia, serta disiksa di akhirat.'' ''Tidak ada di antara mereka yang akan selamat, juga tidak akan mengikuti jalan yang benar..."''.<ref>{{Harvard citation text|Halverson|2010|page=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n46 38]}}.</ref>
Baris 74:
=== Sifat-sifat Allah ===
{{Allah}}
Atsariyah mengakui keberadaan [[Allah (Islam)|sifat-sifat Allah]] dan menganggap seluruhnya kekal dan setara. Mereka menerima ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis sebagaimana mestinya tanpa melakukan analisis lanjut atau elaborasi rasional <ref name="Zulfiqar">{{Harvard citation text|Ali Shah|2012}}</ref> Menurut Atsariyah, pemaknaan yang sesungguhnya dari sifat-sifat Allah harus diserahkan hanya kepada Allah (''tafwidh'').
Dalam sebuah riwayat, Ahmad bin Hanbal menyatakan: "Sifat-sifat-Nya berasal dari-Nya dan milik-Nya sendiri, kami tidak melampaui batas-batas Al-Qur'an dan perbuatan para Nabi dan para sahabatnya; kami juga tidak mengetahui bagaimana pemaknaannya, kecuali dengan pengakuan dari Rasul dan penegasan Al-Qur'an".<ref name="Halverson-
Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan: “Kita tidak perlu mengetahui makna yang Allah maksudkan dengan sifat-sifat-Nya; tidak ada tindakan yang dimaksudkan oleh sifat-sifat itu, juga tidak ada kewajiban yang melekat padanya. Dimungkinkan untuk yakin tanpa memaknainya lebih lanjut dengan akal".<ref>{{Harvard citation text|Waines|2003|page=122}}</ref>
[[Antropomorfisme]] (''Tasybih'') sering dituduhkan kepada penganut Atsariyah oleh para pengkritiknya,<ref name="Hoover 2020"
=== Tentang iman ===
Atsariyah berkeyakinan bahwa [[Rukun iman|iman]] dapat meningkat dan menurun sehubungan dengan pelaksanaan ritual dan kewajiban, seperti [[Salat|salat lima waktu]].<ref name="Halverson-20">{{Harvard citation text|Halverson|2010|page=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n28 20]}}.</ref><ref>{{Harvard citation text|Mason|1973|page=123}}</ref> Iman akan bersemayam dalam hati, dalam ucapan lisan, serta dalam perbuatan anggota badan.<ref name="Halverson-41"
=== Pembagian Tauhid ===
Baris 90:
* ''[[Tauhid rububiyah|rububiyyah]]'', mengacu pada keyakinan bahwa Allah sebagai pencipta dan pemelihara dunia;
* ''[[Tauhid uluhiyah|uluhiyyah]]'', mengacu pada keyakinan bahwa Allah sebagai satu-satunya Ilah yang berhak disembah;
* [[Tauhid asma dan sifat|''asma'' dan ''sifat'']], mengacu pada keyakinan bahwa Allah memiliki seperangkat nama dan sifat, yang saling melengkapi satu sama lain dan tidak saling bertentangan).<ref name="Janet"
== Kritik ==
Seorang ulama Asy'ariyah abad ke-16[[Ibnu Hajar al-Haitami|, Ibnu Hajar al-Haytami]] mengkritik mazhab akidah Atsariyah yang dikaitkan dengan doktrin [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]].<ref>{{Harvard citation text|Spevack|2016}}</ref>
==Lihat pula==
* [[Asy'ariyah]]
* [[Maturidiyah]]
* [[Muktazilah]]
== Catatan kaki ==
Baris 99 ⟶ 104:
== Referensi ==
<references
== Daftar pustaka ==
Baris 108 ⟶ 113:
* {{Cite book|last=Agwan|first=A. R.|last2=Singh|first2=N. K.|year=2000|title=Encyclopedia of the Holy Qur'an|publisher=Global Vision Publishing House|isbn=8187746009}}
* {{Cite encyclopedia|last=Belo|editor=Ibrahim Kalin|encyclopedia=The Oxford Encyclopedia of Philosophy, Science, and Technology in Islam|publisher=Oxford University Press|year=2014}}
* {{Cite book|last=Berkey|first=Jonathan Porter|year=2003|title=The Formation of Islam: Religion and Society in the Near East, 600-1800|url=https://archive.org/details/formationofislam0000berk_i3a0|publisher=Cambridge University Press|edition=Kindle}}
* {{Cite encyclopedia|last=Berkey|volume=4: Islamic Cultures and Societies to the End of the Eighteenth Century|publisher=Cambridge University Press|year=2010|editor=Robert Irwin}}
* {{Cite book|last=Blankinship|first=Khalid|year=2008|title=The early creed|publisher=Cambridge University Press|editor-last=Tim Winter|edition=Kindle|volume=The Cambridge Companion to Classical Islamic Theology|author-link=Khalid Yahya Blankinship}}
* {{Cite book|last=Brown|first=Jonathan A.C.|year=2009|title=Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World|url=https://archive.org/details/hadithmuhammadsl0000brow|publisher=Oneworld Publications|edition=Kindle}}
* {{Cite encyclopedia|last=Brown|encyclopedia=Oxford Bibliographies|publisher=Oxford University Press|year=2009b}}
* {{Cite book|year=2010|url=https://books.google.com/books?id=iV-dWv_WhG0C|title=Creation and the God of Abraham|publisher=Cambridge University Press|isbn=9781139490788|editor-last=Burrell|editor-first=David B.|editor-last2=Cogliati|editor-first2=Carlo|editor-last3=Soskice|editor-first3=Janet M.|editor-last4=Stoeger|editor-first4=William R.}}
Baris 136 ⟶ 141:
* {{Cite encyclopedia|last=Spevack|editor=Sabine Schmidtke|encyclopedia=The Oxford Handbook of Islamic Theology|publisher=Oxford University Press|year=2016|isbn=9780199696703}}
* {{Cite journal|last=Stewart|first=Devin|date=2002|title=Muḥammad b. Dāwūd al-Ẓāhirī's Manual of Jurisprudence: Al-Wuṣūl ilā maʿrifat al-uṣūl|url=https://doi.org/10.1163/9789047400851_009|journal=Studies in Islamic Legal Theory|volume=15|pages=99–158|doi=10.1163/9789047400851_009|isbn=9789047400851|access-date=24 November 2021}}
* {{Cite book|last=Taufiq|first=Muhammad|date=2019|url=https://books.google.com/books?id=RRD2DwAAQBAJ|title=Filsafat Hukum Islam dari teori dan implementasi|publisher=Duta Media Publishing|isbn=9786237161479|access-date=16 November 2021}}{{Pranala mati|date=Juli 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{Cite book|last=Waines|first=David|year=2003|title=An Introduction to Islam|url=https://archive.org/details/introductiontois0000wain_y8x7|publisher=Cambridge University Press|isbn=0521539064}}
{{Topik Islam}}
Baris 143 ⟶ 148:
[[Kategori:Sunni]]
[[Kategori:Teologi Islam]]
[[Kategori:Atsariyah| ]]
[[Kategori:Mazhab akidah Islam]]
|