Suku Gayo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(305 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
|group =
|image = [[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret van Gajo bevolking in een dorp bij het meer van Takingeun TMnr 60034981.jpg|350px]]
|caption = Sekelompok orang Gayo di [[Takengon (kota)|Takengon]] tahun 1922
| population = 336.856<ref>{{cite book|publisher =Badan Pusat Statistik|title = Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010|year=2011|isbn = 9789790644175|url = http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html}}</ref>
|popplace = [[Aceh Tengah]], [[Bener Meriah]], [[Gayo Lues]]
|langs = [[Bahasa Gayo|Gayo]]
|rels = '''Mayoritas''' <br> [[Islam]]
|related = [[Suku Alas|Alas]], [[Suku Kluet|Kluet]], [[Suku Batak|Batak]], [[Suku Singkil|Singkil]], [[Suku Devayan|Devayan]], [[Suku Nias|Nias]], [[Suku Enggano|Enggano]], [[Suku Aceh|Aceh]]|native_name=}}
'''Gayo''' adalah salah satu [[suku]] bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi [[Aceh]] bagian tengah. Berdasarkan sensus 2010 jumlah suku Gayo yang mendiami provinsi Aceh mencapai 336.856 jiwa.<ref>{{cite book
|last = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, dan Agus Pramono
|first =
|publisher = Institute of Southeast Asian Studies dan BPS – Statistics Indonesia
|title = Demography of Indonesia’s Ethnicity
|date =
|year = 2015
|url = http://books.google.co.id/books?id=crKfCgAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false
|page = 120
|accessdate =
|isbn = }}</ref> Wilayah tradisional suku Gayo meliputi Kabupaten [[Kabupaten Aceh Tengah|Aceh Tengah]], Kabupaten [[Kabupaten Bener Meriah|Bener Meriah]], Kabupaten [[Kabupaten Gayo Lues|Gayo Lues]], dan beberapa sebarannya di Kabupaten [[Kabupaten Aceh Tenggara|Aceh Tenggara]].
== Bahasa ==
{{Utama|Bahasa Gayo}}
Bahasa Gayo adalah [[bahasa]] yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Gayo. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest Sumatra-Barrier Islands" dari rumpun bahasa [[Rumpun bahasa Austronesia|Austronesia.]]
Pengaruh dari luar yaitu bahasa di luar bahasa Gayo turut mempengaruhi variasi dialek tersebut. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, [[Kerajaan Linge|Linge]], dan Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan karena pengaruh bahasa [[Bahasa Aceh|Aceh]] yang lebih dominan di [[Kabupaten Aceh Timur|Aceh Timur]]. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di [[Kabupaten Aceh Tamiang|Aceh Tamiang]], sedikit banyak terdapat pengaruh [[Suku Melayu|Melayu]] karena lebih dekat ke [[Sumatera Utara]], Kemudian Gayo Lues lebih dipengaruhi oleh bahasa [[Bahasa Alas-Kluet|Alas]] karena interaksi yang lebih banyak dengan masyarakat [[Suku Alas|Alas]].
Dialek pada suku Gayo, menurut M.J. Melalatoa, dialek Gayo Lut terdiri dari subdialek Gayo Lut dan Deret, sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues terdiri dari subdialek Gayo Lues, Gayo-Alas,Gayo Serbejadi. Subdialek Serbejadi sendiri meliputi sub-subdialek Serbejadi, Lokop dan Kalul (1981:53). Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek bahasa Gayo sesuai dengan persebaran suku Gayo tadi (Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Gayo-Alas, Gayo Lokop/Serbejadi dan Gayo Kalul). Namun demikian, dialek Gayo Lues, Gayo-Alas, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi, Gayo Kalul, dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang di sana dinamakan dialek Bukit dan Cik (1981:1).
Dalam bahasa [[Bahasa Gayo|Gayo]], (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda, untuk menunjukan tata krama, sopan santun dan rasa hormat. Pemakaian ''ko'' dan ''kam'', yang keduanya berarti kamu (Anda). Panggilan ''ko'' biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda. Kata ''kam'' sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ''ko''. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan bahasa Gayo lainnya.
==
[[Berkas:Pacuan Kuda Tradisional.jpg|jmpl|300px|Pacuan kuda tradisional Gayo.]]
Walaupun sebagian besar masyarakat Gayo tidak mencantumkan nama marganya, tetapi sebagian kecil masih ada yang menabalkan atau mencantumkan nama marga-marganya, terutama yang bermukim di wilayah Bebesen. Sebenarnya marga itu hanya untuk mengetahui asal/garis keturunan individu itu sendiri, makanya di suku gayo marga tidak terlalu di pentingkan. Berikut daftar marga-marga pada suku Gayo:
'''Marga Uken'''
*Bukit (Bukit Eweh/Bukit Lah)
*Jongok
*Gunung
*Kala
'''''Marga Toa'''''
*[[Tarigan|Ariga]]
*[[Siboro|Cibero]]
*[[Meliala|Melala]]
*[[Munte]]
*Tebe
'''''Marga lain-lain'''''
*Alga
*Linge
*Gading
*Uning
*Reje Guru
*Lot
Terdapat lima buah marga utama (''belah'') di wilayah [[Bebesen, Aceh Tengah|Bebesen]], yaitu Linge, Munte, Cebero, Tene, dan Melala. Kelima marga ini merupakan keturunan [[Suku Batak|Batak]].{{Sfn|Hurgronje|Asnah|p=37, 38}} Reje Linge yang merupakan salah satu penguasa (''reje'') yang ternama di Tanah Gayo dan memerintah di daerah aliran Sungai Jemer merupakan keturunan [[Suku Karo|Batak Karo]].{{Sfn|Hurgronje|Asnah|p=39}} Ketika rombongan kerabat Sibayak Lingga dari [[Kabupaten Karo|Tanah Karo]] datang mengunjungi Reje Linge, mereka diberi hadiah berupa pakaian dan senjata oleh Raja Linge. Selain itu, Raja Linge pernah membantu saudara-saudaranya di Tanah Karo dalam menyelesaikan suatu pertempuran.{{Sfn|Hurgronje|Asnah|p=39}}
==Sejarah==
Pada abad ke-11, [[Kerajaan Linge]] didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan [[Sultan Makhdum Johan]] Berdaulat [[Mahmud Syah dari Melaka|Mahmud Syah]] dari [[Kesultanan Perlak]]. Informasi ini diketahui dari keterangan [[Raja Uyem]] dan anaknya Raja Ranta yaitu [[Raja Cik Bebesen]] dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja pada era kolonial [[Hindia Belanda|Belanda]].
Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah), dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke [[Tanah Karo]] dan membuka negeri di sana. Ia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]] dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau [[Kerajaan Lamuri]]. Ini berarti Kerajaan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai [[Kesultanan Daya]] di Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, [[Kabupaten Aceh Tengah|Aceh Tengah]]. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.<ref>M. Junus Djamil. 1959. Gajah Putih. Lembaga Kebudayaan Atjeh. Kutaraja</ref>
=== Dinasti Lingga ===
# Adi Genali Raja Linge I di Gayo
## Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo
## Raja Meurah Johan (pendiri Kesultanan Lamuri)
## Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung (pendiri Kesultanan Samudera Pasai), dan
# Raja Linge II alias Marah Lingga di Gayo
# Raja Lingga III-XII di Gayo
# Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh. Pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tetapi hanya dua era
# Raja Sendi Sibayak Lingga (pilihan Belanda)
# Raja Kalilong Sibayak Lingga
== Kehidupan sosial ==
[[Berkas:Umah-Pitu-Ruang-Gayo.jpg|jmpl|200px|Rumah tradisional masyarakat Gayo (Pitu Ruang).]]
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut ''kampong''. Setiap kampong dikepalai oleh seorang ''gecik''. Kumpulan beberapa kampung disebut ''kemukiman'', yang dipimpin oleh ''mukim''. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari ''reje'' (raja), ''petue'' (petua), ''imem'' (imam), dan ''rayat'' (rakyat).
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: ''gecik'', ''wakil gecik'', ''imem'', dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok ''belah'' (klan). Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara [[adat]]. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip [[Patrilinealitas|patrilineal]]. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami ''belah'', dengan adat menetap sesudah nikah yang [[patrilokal]] (''juelen'') atau [[matrilokal]] (''angkap'').
Kelompok kekerabatan terkecil disebut ''sara ine'' (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut ''sara dapur''. Pada masa lalu beberapa ''sara dapur'' tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut ''sara umah''. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu ''belah'' (klan). Pada masa sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan mata pencaharian bertani di [[sawah]] dan beternak, dengan adat istiadat mata pencaharian yang rumit.
Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap [[ikan]], dan meramu hasil [[hutan]]. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat [[keramik]], menganyam, dan menenun. Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman [[kopi gayo]]. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman [[kerawang]] dengan motif yang khas. Kerajianan ini menjadi salah satu sumber perekonomian masayarakat suku Gayo. Banyak wisatawan yang berkunjung ke gayo dan menjadikan kerajinan yang dihasilkan oleh masyarakat Gayo sebagai oleh-oleh mereka ketika berkunjung.
== Kekerabatan ==
Hubungan kekerabatan yang terdapat dalam masyarakat di Tanah Gayo, yaitu:{{Sfn|Hurgronje|Asnah|p=235-239}}
* ''Saudere'', ''sara reje'', atau ''sara kampung'', yakni semua lelaki yang berada di bawah kepemimpinan seorang ''reje''.
* ''Wali'' atau ''sara asal'', yakni semua lelaki yang berasal dari kepimpinan ''reje'' yang berbeda, namun merupakan satu keturunan patrilineal.
* ''Ama'', yaitu ayah. Ayah kandung disebut ''ama pedih'' atau ''ama pedehe''. Kerabat yang berasal dari pihak ayah juga disebut ''ama'' dengan keterangan tambahan, seperti ''ama uwe'' untuk saudara laki-laki ayah yang lebih tua, ''ama lah'' atau ''ama ngah'' untuk saudara laki-laki yang lebih muda, dan ''ama encu'' untuk saudara laki-laki ayah yang paling bungsu.
* ''Ine'', yaitu ibu. Ibu kandung disebut ''ine pedih'' atau ''ine pedehe''. Semua saudara-saudara perempuan ibu secara patrilineal juga disebut ''ine'' dengan sebutan tambahan, seperti ''uwe'', ''lah'' atau ''ngah'' dan ''encu''.
* ''Ibi'' atau ''bibi'', yaitu saudara perempuan ayah.
* ''Empu rawan'', yaitu kakek.
* ''Empu banan'', yaitu nenek.
* ''Empu ralik'' atau ''datu ralik'' adalah kakek/nenek dari pihak ibu.
* ''Ralik'' yaitu hubungan kekerabatan dari pihak (''belah'') ibu.
* ''Sara ralik'', yaitu hubungan kekerabatan antara dua laki-laki yang menikahi dua perempuan dari ''belah'' yang sama.
* ''Dengan'', yaitu panggilan saudara perempuan kepada saudara laki-lakinya dan sebaliknya.
* ''Sarine'', yaitu hubungan kekerabatan antara saudara segenerasi secara patrilineal.
* ''Impel'', yaitu anak-anak dari ''pun'' dan ''bibi''.
* ''Mpurah'', yaitu mertua, termasuk saudara-saudara segenerasi dari mertua.
* ''Kile'', yaitu menantu laki-laki.
* ''Pemen'' atau ''pemaen'', yaitu menantu perempuan.
* ''Era'', yaitu hubungan kekerabatan antara laki-laki dengan istri saudaranya dan perempuan dengan saudara laki-laki dari suaminya.
* ''Lakun'', yaitu hubungan kekerabatan laki-laki dari pihak ''sarine'' terhadap ''dengan'' dari istrinya.
* ''Kawe'', yaitu adik perempuan.
* ''Kil'', yaitu suami dari bibi.
* ''Until'', yaitu keponakan dari saudara laki-laki.
* ''Pun'', yaitu saudara laki-laki ibu.
* ''Inepun'', yaitu istri dari saudara laki-laki ibu.
* ''Ndue'', yaitu hubungan kekerabatan antara dua perempuan yang menikahi dua laki-laki yang bersaudara (''sarine'').
* ''Biak'', yaitu hubungan kekerabatan yang dihubungkan atas perkawinan.
* ''Lat bei'', yaitu semua istri yang sudah kawin dari ''ralik''.
* ''Periban'', yaitu hubungan kekerabatan antara orang-orang yang menikahi perempuan yang bersaudara (''sarine'').
== Seni budaya ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Graf in de Gajolanden Atjeh TMnr 60038907.jpg|jmpl|200px|Kuburan tradisional masyarakat Gayo.]]
[[Berkas:Kerawang Gayo.png|jmpl|200x200px|Motif tradisional Gayo.]]
Suatu unsur [[budaya]] yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain [[tari saman]] dan seni bertutur yang disebut [[Didong]]. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, ''Sebuku /Pepongoten'' (seni meratap dalam bentuk prosa), ''guru didong'', dan ''melengkan'' (seni berpidato berdasarkan adat).
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (''mutentu''). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut ''bersikemelen'', yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (''mukemel''). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
==
Beberapa seni dan tarian Gayo, di antaranya adalah:
{{Col|2}}
* [[Didong]]
* Didong Niet
* [[Tari
* [[Tari
* [[Tari
*
*
* Tari turun ku aih aunen
* Tari resam berume
* Tuah Kukur
* Melengkanu
{{EndDiv}}
{| class="wikitable"
|-
! [[Didong]]!! [[Tari Saman]] !! [[Tari Guel]]
|-
| [[Berkas:Didong.jpg|150px]]||[[Berkas:The Gesture of Aceh Corner 01.jpg|150px]]|| [[Berkas:Guel dance.jpg|100px]]
|}
== Makanan
Beberapa makanan khas Gayo, di antaranya adalah:
{{Col|2}}
* Masam jaeng
* Pulut bekuah
* Cecah agur
* Cecah terong
* Apam
* [[Pengat]]
* Gegaloh
* Lepat petukel
* [[Gutel]]
{{EndDiv}}
== Galeri ==
<Gallery>
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gajosche djingki's voor het stampen van padi Sumatra TMnr 10011222.jpg|Orang Gayo.
file:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houtvesters en dragers in een bivak in de Isak-vallei Gajolanden TMnr 60023620.jpg|Urang Gayo.
File:Danau Laut Tawar.jpg|[[Danau Laut Tawar]] di [[Kabupaten Aceh Tengah]].
</Gallery>
==
{{Reflist}}
=== Daftar pustaka ===
{{refbegin}}
* {{Cite book|last1=Hurgronje|first1=C. Snouck|translator-last=Asnah|translator-first=Hatta Hasan Aman|date=1996|url=https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=116416|title=Gayo: Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20|location=[[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]|publisher=[[Balai Pustaka]]|isbn=979407988x|url-status=live}|ref={{sfnref|Hurgronje|Asnah|1996}}}}
{{refend}}
== Bacaan lanjutan ==
* Bowen, John Richard, 1991,"Sumatran Politics and Poetics : Gayo History, 1900-1989", New Haven : Yale University Press.
* Bowen, John Richard, 1993,"Return to Sender: A Muslim Discourse of Sorcery in a Relatively Egalitarian Society, the Gayo of Nothern Sumatra", in C. W. Watson and Roy Ellen (Eds.), Understanding Witchcraft and Sorcery in Southeast Asia, Honolulu-Hawaii: University of Hawaii Press. * Bowen, John Richard, 1993, "Muslims Through Discourse : Religion and Ritual in Gayo Society", Princeton, N.J. : Princeton University Press.
* Ibrahim, Mahmud, 2007, "Mujahid Dataran Tinggi Gayo", Yayasan Maqamammahmuda.
* Wiradyana, Ketut dan Setiawan, Taufiqurrahman, 2011, "Gayo Merangkai Identitas", Gudang Penerbit.
[[
[[Kategori:Suku bangsa di Aceh]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatra]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia]]
|