Khalid bin Walid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
A154 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Mengembalikan suntingan oleh ZulkfiKarim (bicara) ke revisi terakhir oleh Fazoffic
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(7 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 32:
*Sulaiman
*[[Al-Muhajir bin Khalid bin Walid|Al-Muhajir]]}}
'''Abū Sulaimān Khālid bin al-Walīd bin al-Mughīrah al-Makhzūmī''' ({{lang-ar|أبو سليمان خالد بن الوليد بن المغيرة المخزومي}}; 585–642), meninggal 642 M) adalah seorang komandan [[Muslim]] [[Arab Saudi|Arab]] yang melayani [[nabi]] [[Islam]] [[Muhammad]] dan, [[KekhalifahanKhulafaur Rasyidin|khalifah RasyidunRasyidin]] [[Abu Bakar Ash-Shiddiq|Abu Bakar]] (m. 632-634) dan [[Umar bin Khattab]] (m. 634-644). Dia memainkan peran militer utama dalam [[Perang Riddah]] melawan suku-suku pemberontak di [[Jazirah Arabia|Arabia]] pada tahun 632-633, [[penaklukan Persia oleh Muslim]] pada tahun 633-634 dan [[penaklukan Suriah oleh Muslim]] pada tahun 634-638.
 
Khalid merupakan seorang prajurit berkuda dari klan aristokrat suku [[Quraisy]], Makhzum, yang sebelumnya dengan gigih menentang Muhammad. Ia memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan [[Muslim]] di [[Pertempuran Uhud]] pada tahun 625 M. Setelah ia masuk Islam pada tahun 627 M atau 629 M, ia diangkat menjadi [[komandan]] oleh Muhammad, yang memberikan gelar Saifullah ('Pedang Allah') kepadanya. Khalid mengkoordinir penarikan pasukan Muslim secara aman selama ekspedisi yang gagal ke Mu'ta melawan sekutu Arab dari [[Kekaisaran Romawi Timur|Bizantium]] pada tahun 629 dan memimpin kontingen [[Suku Badui (Arab)|Badui]] dari tentara Muslim selama [[Pembebasan Mekkah|perebutan Makkah]] dan [[Pertempuran Hunain]] pada sekitar tahun 630. Setelah wafatnya Muhammad, Khalid ditunjuk untuk menekan atau menundukkan suku-suku Arab di Najd dan Yamama (keduanya wilayah di Arabia tengah) yang menentang negara Muslim yang baru lahir, mengalahkan para pemimpin pemberontak [[Thulaihah al-Asadi|Tulaihah]] pada [[Pertempuran Buzakhah]] pada tahun 632 dan [[Musailamah al-Kazzab|Musailamah]] pada Pertempuran Aqraba di tahun 633.
Baris 41:
 
== Leluhur dan kehidupan awal ==
Ayah Khalid adalah al-Walid bin al-Mughirah, seorang penengah perselisihan lokal di Makkah di [[Hijaz]] (Arabia barat).{{sfn|Hinds|1991|p=138}} Al-Walid diidentifikasi oleh sejarawan [[Ibnu Hisyam]] (wafat 833), [[Ibnu Duraid]] (wafat 837) dan [[Ibnu Habib]] (wafat 859) sebagai "pencemooh" nabi Islam [[Muhammad]] yang disinggung dalam [[Surah|surah-surah]] [[Al-Qur'an]] yang turun ketika di Makkah.{{sfn|Hinds|1991|p=138}} Dia berasal dari [[Bani Makhzum]], klan terkemuka dari suku [[Quraisy]] dan aristokrasi [[Makkah]] pra-Islam.{{sfn|Hinds|1991|pp=137–138}} Bani Makhzum dianggap berjasa dalam memperkenalkan perdagangan Makkah ke pasar-pasar asing,{{sfn|Lammens|1993|p=171}} khususnya [[Yaman]] dan Abyssinia ([[Etiopia|Ethiopia]]),{{sfn|Hinds|1991|pp=137–138}} dan mengembangkan reputasi di kalangan suku Quraisy karena kecerdasan, kebangsawanan dan kekayaan mereka.{{sfn|Lammens|1993|p=171}} Kemasyhuran mereka merupakan berkat kepemimpinan kakeknya Khalid dari pihak ayahnya, yakni [[al-Mughirah bin Abdullah]].{{sfn|Lammens|1993|p=171}} Paman Khalid dari pihak ayahnya, yaitu [[Hisyam bin al-Mughirah|Hisyam]], dikenal sebagai 'penguasa Makkah' dan tanggal kematiannya digunakan oleh kaum Quraisy sebagai awal dari kalender mereka.{{sfn|Hinds|1991|p=137}} Sejarawan Muhammad Abdulhayy Shaban mendeskripsikan Khalid sebagai "seorang pria yang memiliki kedudukan yang cukup tinggi" di dalam klannya dan [[Makkah]] secara umum.{{sfn|Shaban|1971|pp=23–24}}
 
Ibu Khalid adalah al-Ashma' binti al-Harits bin Hazn, yang umumnya dikenal sebagai Lubabah as-Sughra ('Lubaba si kecil', untuk membedakannya dari kakak seayahnya, [[Lubabah binti al-Harits|Lubabah al-Kubra]]) dari suku nomaden [[Banu Hilal|Bani Hilal]].{{sfn|Landau-Tasseron|1998|pp=202–203}} Lubabah al-Sughra masuk Islam sekitar 622 M dan saudari tirinya dari pihak ayahnya, [[Maimunah binti al-Harits]], menjadi istri dari Muhammad. Melalui hubungan dari pihak ibunya, Khalid menjadi sangat akrab dengan gaya hidup suku [[Suku Badui (Arab)|Badui]] (Arab nomaden).{{sfn|Lecker|2004|p=694}}
Baris 73:
Sebagian besar suku di Arab, kecuali mereka yang mendiami sekitar Makkah, Madinah dan Ta'if berusaha untuk menghentikan kesetiaan mereka kepada negara Muslim yang baru lahir setelah kematian Muhammad atau memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan formal dengan Madinah.{{sfn|Shoufani|1973|pp=77– 78}} Sejarah awal Islam menggambarkan upaya Abu Bakar untuk mendirikan atau menegakkan kembali kekuasaan Islam atas suku-suku sebagai [[Perang Riddah]] yaitu peperangan yang ditujukan untuk melawan orang yang murtad. Pandangan tentang perang ini oleh sejarawan modern sangat bervariasi. Watt setuju dengan bahwa tindakan suku-suku di Arab yang memutuskan hubungan formal mereka dengan Madinah sebagai oposisi terhadap Islam, sementara [[Julius Wellhausen]] dan [[C. H. Becker]] berpendapat bahwa suku-suku itu hanya menentang kewajiban pajak (zakat) ke Madinah daripada menolak Islam sebagai agama. Dalam pandangan [[Leone Caetani]] dan [[Bernard Lewis]], suku-suku lawan yang telah menjalin hubungan dengan Madinah menganggap kewajiban salat dan zakat mereka sebagai kontrak pribadi dengan Muhammad dan bahwa upaya mereka untuk menegosiasikan persyaratan yang berbeda setelah kematian Muhammad ditolak oleh Abu Bakar, yang kemudian memutuskan untuk menggerakkan kampanye dalam rangka melawan suku-suku tersebut.{{sfn|Shoufani|1973|pp=72–73}}
 
Dari enam zona konflik utama di Arab selama perang Riddah, dua diantaranya berpusat di [[Najd]] (dataran tengah Arab). Kedua pertempuran tersebut antara lain adalah pertempuran melawan pemberontak dari [[Bani Asad bin Khuzaimah|Asad]], [[Tayy]] dan [[Bani Ghatafan|suku Ghatafan]] di bawah [[Thulaihah al-Asadi|Thulaihah]] dan pemberontakan suku [[Banu Tamim|Tamim]] yang dipimpin oleh [[Sajah binti al-Harits]]. Kedua pemimpin pemberontakan itu mengaku sebagai nabi.{{sfn|Lecker|2004|p=692}}{{sfn|Watt|1960|p=110}} Setelah Abu Bakar menggagalkan ancaman ke Madinah oleh Ghatafan di [[Pertempuran Dzul Qassa]],{{sfn|Kennedy|2004|p=55}} dia mengirim Khalid melawan suku pemberontak di Najd.{{sfn|Lecker|2004|p=693}}{{efn|Abu Bakar sebelumnya telah mengirim sebagian besar tentara Muslim, di bawah [[Usamah bin Zaid]] untuk menyerang Suriah Bizantium, meskipun ada ancaman terhadap kota-kota Muslim di Hijaz oleh suku-suku nomaden yang telah tidak lagi menerima otoritas Muslim.{{sfn| Watt|1960|p=110}}{{sfn|Lecker|2004|p=693}} Sejarawan Elias Shoufani berpendapat bahwa ekspedisi Usamah adalah ekspedisi yang memiliki kekuatan yang jauh lebih kecil daripada yang semula direncanakan oleh nabi Muhammad dan sehingga Usamah sendiri meragukan jajarannya yang bukan terdiri dari sebagian besar suku Ansar, Muhajirin, dan Badui di wilayah Makkah dan Madinah, melainkan sebagian besar terdiri dari orang-orang miskin, tipe perampok di antara Muslim yang bergantung pada barang rampasan dari serangan sebagai nafkah.{{sfn|Shoufani|1973|pp=110–111}} Lecker berpendapat bahwa Khalid dikerahkan melawan suku-suku di Najd sebelum kembalinya pasukan Usamah,{{sfn|Lecker|2004|p=693}} sementara Watt mencatat Khalid dikirim dengan pasukan besar setelah kembalinya Usamah.{{sfn|Watt|1960|p=110}}}} Khalid adalah calon ketiga Abu Bakar untuk memimpin kampanye setelah dua pilihan pertamanya, [[Zaid bin Khattab]] dan [[Abu Hudzaifah bin Utbah]], menolak penugasan tersebut.{{sfn|Kister|2002|p=44}} Pasukannya berasal dari Muhajirin dan Ansar.{{sfn|Kister|2002|p=44}} Sepanjang kampanye, Khalid menunjukkan kemandirian operasional yang cukup besar dan tidak secara ketat mematuhi arahan khalifah.{{sfn|Shaban| 1971|p=24}} Dalam kata-kata Shaban, "dia hanya mengalahkan siapa pun yang ada di sana untuk dikalahkan".{{sfn|Shaban|1971|p=24}}
 
=== Pertempuran Buzakhah ===
Baris 152:
Khalid diangkat menjadi panglima tertinggi tentara Muslim di Suriah.{{sfn|Athamina|1994|p=255}} Catatan yang dikutip oleh al-Baladzuri, Ath-Thabari, [[Ibnu A'tsam al-Kufi]], [[Abu Ali Al-Farisi|al-Fasawi]] (w. 987) dan Ibnu Hubaisy al-Asadi berpendapat bahwa Abu Bakar menunjuk panglima tertinggi Khalid sebagai bagian dari penugasannya kembali dari Irak ke Suriah berdasarkan bakat dan catatan militer sang jenderal.{{sfn|Athamina |1994|pp=255–256}} Sebuah catatan di al-Baladzuri malah mengaitkan penunjukan Khalid dengan konsensus di antara para komandan yang sudah ada di Suriah, meskipun Atsaminah menegaskan "tidak dapat dibayangkan bahwa orang seperti [[Amr bin al-Ash|Amru bin Al-Ash]] akan setuju untuk keputusan seperti itu secara sukarela".{{sfn|Athamina|1994|p=256}} Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar mungkin telah mengukuhkan Khalid sebagai panglima tertinggi.{{sfn|Athamina|1994|p=257}}
 
Khalid mencapai padang rumput [[Marj Rahit]], sekitar utara [[Damaskus]] setelah pasukannya melakukan perjalanan melintasi padang pasir.{{sfn|Donner|1981|p=120}} Dia tiba pada hari [[Paskah]] tepat pada tanggal 24 April 634 M,{{sfn|Donner|1981|pp=124–125}}{{sfn|Kennedy|2007|p=77}} yang mana sebagian besar sumber tradisional tersebut benar-benar mengutip tanggal tersebut secara presisi dan kemudian dianggap Donner sebagai kebenaran.{{sfn|Donner|1981|p=126}} Di sana, Khalid [[Pertempuran Marj Rahit (634)|menyerang sekelompok Ghassan]] yang merayakan Paskah sebelum dia atau komandan bawahannya menyerbu [[Ghouta]], sebuah daerah yang menjadi sabuk pertanian di sekitar Damaskus.{{sfn|Donner|1981|p=124}} Setelah itu, Khalid dan para komandan pasukan Muslim sebelumnya, kecuali Amru, berkumpul di [[Bosra]] tenggara Damaskus.{{sfn| Donner|1981|p=124}} Pusat perdagangan Bosra, bersama dengan wilayah [[Hauran]] di mana Khalid tiba bersama pasukannya, secara historis sering memasok gandum, minyak, dan anggur kepada suku-suku nomaden Arab dan daerah tersebut juga pernah dikunjungi Nabi Muhammad selama masa mudanya.{{sfn|Kennedy|2007|p=77}} Bizantium mungkin tidak telah membangun kembali sebuah garnisun kekaisaran di kota tersebut setelah penarikan pasukan Sasaniyah pada tahun 628 dan tentara Muslim menghadapi perlawanan kecil selama pengepungan tempat tersebut.{{sfn|Kennedy|2007|p=77}} Bosra menyerah pada akhir Mei 634, membuatnya kota besar pertama di Suriah yang jatuh ke tangan Muslim.{{sfn|Kennedy|2007|p=77–78}}{{sfn|Donner|1981|p=129}}
 
Khalid dan para komandan Muslim menuju ke barat menuju Palestina untuk bergabung dengan Amru sebagai bawahannya dalam [[Pertempuran Ajnadain]] yang tak lain adalah konfrontasi besar pertama Muslim dengan Bizantium, pada bulan Juli.{{sfn|Donner|1981|pp=129–130 }}{{sfn|Kennedy|2007|p=78}} Pertempuran berakhir dengan kemenangan bagi kaum Muslim dan Bizantium mundur menuju [[Pella, Yordania|Pella]] ("Fahl" dalam bahasa Arab), sebuah kota besar timur [[Sungai Yordania]].{{sfn|Donner|1981|pp=129–130}}{{sfn|Kennedy|2007|p=78}} Kaum Muslim mengejar mereka dan membuat kemenangan besar lainnya di [[Pertempuran Fahl]], meskipun tidak jelas apakah Amru atau Khalid yang memegang komando keseluruhan dalam pertempuran tersebut.{{sfn|Donner|1981|p=130}}
Baris 202:
Pemecatan Khalid tidak menimbulkan reaksi publik, mungkin karena kesadaran yang ada dalam pemerintahan Muslim tentang permusuhan Umar terhadap Khalid yang membuat publik sangat menduga bahwa Khalid akan dipecat. Alasan lain pemecatan Khalid dimungkinkan karena permusuhan yang ada terhadap bani Makhzum secara umum sebagai akibat dari penentangan mereka sebelumnya terhadap Muhammad dan Muslim awal.{{sfn|Athamina|1994|pp=268–269}} Dalam kisah Ibnu Asakir, Umar menyatakan di dewan tentara Muslim di Jabiyah pada tahun 638 bahwa Khalid dipecat karena melimpahkan rampasan perang dalam perang kepada pahlawan, bangsawan suku, dan penyair alih-alih menyisihkan jumlah untuk Muslim yang membutuhkan.{{sfn|Athamina|1994|p=269}} Tidak ada komandan yang hadir menyuarakan penentangan, kecuali seorang bani Makhzum yang menuduh Umar melanggar mandat militer yang diberikan kepada Khalid oleh Muhammad.{{sfn|Athamina|1994|pp=269–270}} Menurut ahli hukum Muslim [[Ibnu Syihab al-Zuhri|al-Zuhri]] (w. 742), sebelum kematiannya pada tahun 639, Abu Ubaidah diangkat Khalid dan Iyad ibn Ghanm sebagai penerusnya,{{sfn|Madelung|1997|p=61, note 10}} tetapi Umar hanya mengukuhkan Iyad sebagai gubernur [[Jund Hims|distrik Jazirah Homs–Qinnasrin]] dan mengangkat Yazid bin Abi Sufyan sebagai gubernur di seluruh Suriah untuk wilayah [[Jund Dimashq|Damaskus]], [[Jund al-Urdunn|Yordania]] dan [[Jund Filastin|Palestina]].{{sfn|Madelung|1997|pp=60–61}}
 
Khalid meninggal di Madinah atau Homs pada 21 H ({{circa|642 Masehi}}).{{sfn|Zetterstéen|1965|p=236}}{{sfn|Blackburn|2005|p=75, note 195}} Dinyatakan dalam [[hadis]] bahwa Nabi Muhammad berpesan kepada Muslim untuk tidak menyakiti Khalid dan bernubuat bahwa Khalid akan diperlakukan tidak adil meskipun kontribusinya yang luar biasa terhadap Islam.{{sfn|Athamina|1994|p=270}} Dalam narasi sastra Islam, Umar menyatakan penyesalannya atas pemecatan Khalid dan para wanita Madinah meratapi kematiannya secara massal. Generasi berikutnya mendeskripsikan Khalid sebagai karakter pahlawan, sama seperti yang digambarkan oleh tradisi Islam saat ini.{{sfn|Athamina|1994|p=270}}
 
== Warisan ==
Baris 225:
Putra sulung Khalid bernama Sulaiman, oleh karenanya Khalid memiliki kunyah {{transl|ar|Abu Sulaiman}} yang berarti ayah dari Sulaiman.{{sfn|Landau-Tasseron|1998|p=291}} Khalid menikah dengan Asma', putri Anas bin Mudrik, seorang kepala suku dan penyair terkemuka dari suku [[Khats'am]].{{sfn|Della Vida|1978|p=1106}} Putra mereka [[Abdurrahman bin Khalid bin Walid|Abdurrahman]] menjadi komandan terkemuka dalam [[perang Arab–Bizantium]] dan ajudan dekat [[Muawiyah bin Abi Sufyan]], gubernur Suriah dan kemudian pendiri serta khalifah pertama [[Kekhalifahan Umayyah]] yang saat itu masih menjabat sebagai wakil gubernur terakhir distrik Homs–Qinnasrin–al-Jazirah.{{sfn|Hinds|1991 |p=139}}{{sfn|Blankinship|1993|p=90, note 498}} Putra Khalid lainnya, [[Al-Muhajir bin Khalid bin Walid|Al-Muhajir]], adalah pendukung Ali yang saat itu memerintah sebagai khalifah pada tahun 656–661, dan tewas melawan tentara Muawiyah di [[Pertempuran Siffin]] pada tahun 657 selama [[Perang Saudara Muslim Pertama]].{{sfn|Hinds|1991|p=139}} Setelah kematian Abdurrahman pada tahun 666 yang diduga sebagai karena diracuni oleh Muawiyah, putra Al-Muhajir yang bernama Khalid, berusaha membalas dendam atas pembunuhan pamannya dan ditangkap. Akan tetapi, Muawiyah kemudian membebaskannya setelah Khalid membayar diyat.{{sfn| Hinds|1991|pp=139–140}} Putra Abdurrahman yang namanya juga Khalid, adalah seorang komandan kampanye angkatan laut melawan Bizantium pada tahun 668 atau 669.{{sfn|Crone|1978|p=928}}{{sfn|Jankowiak |2013|p=265}}
 
Tidak ada peran signifikan lebih lanjut yang dimainkan oleh anggota keluarga Khalid dalam catatan sejarah.{{sfn|Crone|1978|p=928}} Garis keturunan laki-lakinya berakhir menjelang runtuhnya Kekhalifahan Umayyah pada tahun 750 atau tidak lama setelah itu semua empat puluh keturunan laki-lakinya meninggal dalam wabah di Suriah berdasarkan catatan sejarawan abad ke-11 [[Ibnu Hazm]].{{sfn|Hinds|1991|p=139}} Akibatnya, properti keluarganya, termasuk tempat tinggalnya dan beberapa rumah lain di Madinah, diwarisi oleh [[Ayyub bin Salamah]], cicit dari saudara Khalid [[Al-Walid bin al-Walid]]. Mereka tetap menjadi milik keturunan Ayyub hingga setidaknya akhir abad ke-9.{{sfn|Elad|2016|p=289}}{{efn|Ketika pertama kali dia masuk Islam, Khalid diberikan sebidang tanah oleh nabi [[Muhammad]] tepat di sebelah timur [[Masjid Nabi]] di Madinah untuk membangun rumahnya yang selesai dibangun sebelum kematian nadi Muhammad.{{sfn|Lecker|2019|pp=68–70}} Itu adalah sebidang kecil dan disebabkan karena pembangunan rumahnya yang relatif terlambat (kebanyakan tanah yang tersedia telah diberikan kepada mualaf sebelumnya), Khalid kemudian sangat mengeluhkan ukurannya tanahnya. Khalid lalu diizinkan oleh nabi Muhammad untuk membangun lebih tinggi rumahnya daripada rumah-rumah lain di Madinah.{{sfn|Lecker|2019| p=71}} Khalid menyatakan rumahnya sebagai sumbangan amal, melarang keturunannya menjual atau mengalihkan kepemilikannya.{{sfn|Lecker|2019|p=71}} Pada abad ke-12, Kamaluddin Muhammad Asy-Syahrazuri , kepala [[qadi]] (hakim Islam) dari [[dinasti Zengid]] di Suriah, membeli dan mengubah rumah Khalid di Madinah menjadi {{transl|ar|[[ribat]]}} ("rumah amal' atau "rumah perawatan") untuk para pria.{{sfn|Lecker|2019|p=71}}}}
 
Keluarga penyair Arab abad ke-12 [[Muḥammad bin Naṣir bin al-Qaysarānī|Ibnu al-Qaysarani]] mengklaim keturunan dari Al-Muhajir bin Khalid, meskipun sejarawan abad ke-13 [[Ibnu Khallikan]] mencatat klaim tersebut bertentangan dengan konsensus sejarawan dan ahli silsilah Arab bahwa garis keturunan Khalid berakhir pada periode awal Islam.{{sfn|De Slane|1842|pp=155, 157–158}} Garis keturunan perempuan mungkin telah bertahan dan diklaim pada abad ke-15 oleh seorang [[Sufi]] yang bernama [[Sirajiddon Muhammad bin Ali al-Makhzumi]] dari Homs.{{sfn|Lammens|1993|p=172}} [[Kizil Ahmed Bey]], pemimpin [[Isfendiyariyah]], yang memerintah sebuah kerajaan di Anatolia sampai dianeksasi oleh Utsmaniyah, juga mengaku sebagai keturunan Khalid.{{sfn|Blackburn|2005|p=76, note 197}} Suku Ser yang berbahasa Pashtun yang diperintah oleh [[Sher Shah Suri|Sher Shah]], penguasa India abad ke-16, juga mengklaim sebagai keturunan Khalid.{{sfn|Blackburn|2005|p=76}}