Ngayau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Asang Lawai (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
UluhKota (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{wikify|date=2010}}
{{Untuk|desa di Kalimantan Timur|Ngayau, Muara Bengkal, Kutai Timur}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een Ibu Dajak krijger uit Long Nawan Z. en O. afdeling Borneo. TMnr 60034031.jpg|jmpl|250px|Temenggong Koh Anak Jubang (kiri) panglima perang dari suku [[Suku Dayak Iban|Dayak Iban]] dengan kepala musuh di belakangnya.<ref>{{Cite web|last=Seng|first=Alan Teh Leam|date=2018-06-03|title=PanggauThe Onlinegreatest Dayak leader {{!}} New Straits Times|url=https://www.facebooknst.com.my/TibangKenanglifestyle/postssunday-vibes/pfbid0fos4g1vds5N4MKXdVznK5V4co4mAuAuvc2zJXxdSCL2RwfJcypEZeHQu3bntUHRfl2018/06/376156/greatest-dayak-leader|website=www.facebook.comNST Online|language=iden|access-date=2023-0512-1720}}</ref>]]
'''Ngayau''' merupakan ritual [[Pemburuan kepala]] oleh [[Suku Dayak]] yang mendiami [[pulau Kalimantan]], baik Dayak yang tinggal di [[Kalimantan Barat]] maupun Kalimantan lainnya. Pada praktik Ngayau yang sesungguhnya, Ngayau tidak lepas dari korban kepala manusia dari pihak musuh. Citra yang paling populer tentang Kalimantan selama ini adalah yang berkaitan dengan berburu kepala. Karya [[Carl Bock]], ''The Head Hunters of Borneo'' yang diterbitkan di [[Inggris]] pada tahun [[1882]] banyak menyumbang terhadap terciptanya citra Dayak sebagai “orang-orang pemburu kepala”.{{sfn|Bock|1882}}
 
Praktik berburu kepala adalah salah satu bentuk komplek perilaku sosial dan sudah memancing munculnya beragam penjelasan dari berbagai penulis, baik dari kalangan “penjelajah” maupun kalangan akademisi.{{sfn|Aloy|2019}}{{sfn|Bock|1882}}
Baris 23:
 
== Perjanjian Tumbang Anoi ==
{{main|Perjanjian Tumbang Anoi}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gezicht vanaf de Kahajan rivier op de Dajak kampong Toembanganoi Midden-Borneo. TMnr 60010391.jpg|jmpl|ka|250px|Kampung Tumbang Anoi (tempo dulu) di sungai Kahayan]]
Salah satu pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan komunitas [[Suku Dayak|Dayak]] adalah semasa pemerintahan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]] berlangsung yaitu ketika pada tahun [[1894]] [[Damang Batu]] (Kepala Suku [[Dayak Kahayan]]) mengumpulkan sub-sub Suku Dayak untuk mengadakan Musyawarah Damai Tumbang Anoi. Musyawarah tersebut dikenal dengan [[Rapat Damai Tumbang Anoi|Perjanjian Tumbang Anoi]]. Dalam musyawarah yang konon berlangsung berbulan-bulan lamanya itu, masyarakat [[Suku Dayak|Dayak]] di seluruh [[Kalimantan]] mencapai kesepakatan untuk menghindari dan menghilangkan tradisi mengayau. Karena dianggap telah menimbulkan perselisihan di antara [[suku Dayak]]. Akhirnya, dalam musyawarah tersebut segala perselisihan dikubur dan pelakunya didenda sesuai dengan hukum adat [[Suku Dayak|Dayak]].
 
[[Rapat Damai Tumbang Anoi|Pertemuan Tumbang Anoi]] diprakarsai oleh pemerintah [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]]. Mereka merasa tidak nyaman waktu mulai masuk [[Kalimantan|Pulau Borneo]], karena berada dalam keadaan yang sangat rawan, terutama di pedalaman karena sering terjadi pengayauan di antara [[Suku Dayak|suku-suku Dayak]].{{sfn|Aloy|2019|p=37}}
 
Meskipun hingga kini tidak ada satupun analisis yang dapat menjelaskan secara pasti dan tepat makna yang tersembunyi dari tradisi Ngayau tersebut karena ritual ini sedemikian kompleks dan sedemikian misteriusnya, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tradisi Ngayau sangat penting bagi penggambaran citra kelompok Dayak yang merupakan salah satu simbol suatu identitas kesukuan. Pemotongan kepala/ngayau kembali muncul ketika terjadi kerusuhan antar-etnis melanda [[Kalimantan Barat]] dan [[Kalimantan Tengah]] beberapa tahun yang lalu.{{sfn|Maunati|2004}}
 
== Konflik Sampit ==