Adiwijaya dari Pajang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rafif 609 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(38 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Redirect|Joko Tingkir|kegunaan lain|Joko}}{{Infobox religious biography
| honorific-prefix =
{{Infobox raja
| name = Mas KarèbètKarebet <br>
| title =( Sultan Hadiwijaya/Adiwijaya )
| image =
| captionalt =
| caption =Lukisan Potret Raden Fatah
| succession = Sultan Pajang ke - 1
| reign religion = 1568-1582[[Islam]]
| denomination = [[Sunni]]
| coronation = 1568 di [[Giri Kedaton]] oleh [[Sunan Prapen]]
| fullknown_for name = Mas[[Wali KarèbètSongo]]
| predecessorbirth_name =Mas [[AryaKarebet Penangsang]]
| successorbirth_date = [[Arya Pangiri]]1549
| birth_place = [[Pengging]], [[Kesultanan Demak]]
| suc-type =
| heir death_date = 1582
| queendeath_place = [[Kesultanan = Pajang]]
| consortchildren = *Ratu Pembayun, Istri dari [[Arya Pangiri]]
*[[Pangeran Benawa]]
| spouse 1 =
*Putri Sekar Kedaton
| spouse 2 =
| spousefather 3 = [[Ki Ageng Pengging|Raden Kebo Kenongo]]
| issuemother =* [[Prabuwijaya]]/[[Pangeran Benawa]]
| spouse =Ratu Mas Cempaka binti [[Sultan Trenggana]]
| royal house =
|predecessor=[[Sunan Prawoto]]|successor=[[Sayyid Yusuf Anggawi]] <br>
| dynasty =
(Raden Pratanu Madura)|office1=Pendiri Kesultanan Pajang|term_start1=1554|term_end1=1582|predecessor1=[[Arya Penangsang]] <br>
| royal anthem =
(Sultan Demak Terakhir)|successor1=[[Arya Pangiri]]|title=|region=}}
| father = [[Raden]] [[Kebo Kenanga]]
| mother = Nyi Ageng Pengging
| birth_date = 1549
| birth_place = Pengging
| death_date = 1582
| death_place =
| date of burial =
| place of burial = Makam Joko Tingkir/Butuh, [[kabupaten Sragen]]
| religion = [[Tauhid]]
}}
'''Mas Karèbèt''' atau sering disebut '''Jaka/Joko Tingkir''' adalah seorang pendiri sekaligus [[sultan]] atau [[raja]] pertama dari [[kesultanan Pajang|kesultanan]] atau [[kerajaan Pajang]] yang memerintah dari tahun 1568-1582 dengan bergelar '''Sultan Adiwijaya''' atau '''Hadiwijaya'''. Yang suka minum dawet
 
'''Mas Karèbèt''' atau sering disebut '''Joko Tingkir''' adalah Pendiri [[kesultanan Pajang|Kesultanan]] [[kerajaan Pajang|Pajang]] yang memerintah dari tahun 1568-1582 dengan bergelar '''Sultan Adiwijaya''' atau '''Hadiwijaya.''' Meski sering dijadikan tokoh dongeng di dalam ''Babad,'' Hadiwijaya merupakan pemimpin Islam Jawa yang sangat ilmiah, dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ini terbukti dalam Serat Nitisruti, literatur peninggalan Kesultanan Pajang yang masih otentik dan belum di-Babad-kan.
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, Lahir pada tanggal 18 Jumadilakhir tahun Dal mangsa VIII menjelang subuh. Diberi nama "Mas Karebet" karena ketika dilahirkan, ayahnya Ki Kebo Kenanga dari Pengging Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dan dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir. Namun suara wayang yang "kemebret" tertiup angin membuat bayi itu diberi nama "Mas Karebet". Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir) sejak saat itu masa remajanya lebih dikenal dengan nama "Jaka Tingkir".
 
Dari jalur ayahnya, nasab Sultan Hadiwijaya bersambung lurus pada banyak para ulama. Dia adalah keturunan ke-5 dari Syekh Jumadil Kubro. Hadiwijaya adalah putra dari Pangeran Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging), yang merupakan putra dari Jaka Sengara (Pangeran Andayaningrat/Ki Ageng Pengging Sepuh).
Mas Karebet gemar bertapa, berlatih bela diri dan kesaktian, sehingga tumbuh menjadi pemuda yang tangguh, tampan dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) ayahnya sendiri dan Muhammad Kabungsuan (Ki Ageng Pengging sepuh) kakek Adiwijaya. Ki Ageng Pengging Sepuh ini adalah anak bungsu dari Syeikh Jumadil Kubro, tapi jalur spiritualnya menuju ke Syeikh Siti Jenar. Selain ayah dan Kakek, ia juga belajar dengan kakek dari Ibu, yaitu Sunan Kalijaga. Ia juga juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng Sela yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Disamping tampan dan jagoan, sayangnya pemuda Jaka Tingkir alias Mas Karebet ini juga sedikit 'nakal' alias mata keranjang. Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Dalam perguruan ini ada murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
 
Sementara Pangeran Andayaningrat adalah putra dari Harya Pandaya, yang dalam catatan ''Silsilah Pengging'', dikenal sebagai Pangeran Bajul Petak. Harya Pandaya (Pangeran Bajul Petak) merupakan anak dari Dewi Asmorawati, yang masih keturunan Mahapatih Gajah Mada. Sementara ayah dari Harya Pandaya (Pangeran Bajul Petak), bernama Muhammad Kebungsuwan (Puyang Sutabaris), yang tak lain adalah putra bungsu dari penyebar Islam di Tanah Jawa, [[Syekh Jumadil Qubro|Syekh Jumadil Kubro.]]
== Silsilah Jaka Tingkir ==
 
Jaka Tingkir adalah putera Kebo Kenanga dan cucu Adipati Andayaningrat. Manakala Adipati Andayaningrat juga di kenali dengan Syarief Muhammad Kebungsuan.
Sejak kecil Hadiwijaya diasuh oleh Nyai Ageng Tingkir. Kemudian menjadi murid [[Sunan Kalijaga]]. Kesuksesan karirnya dimulai sejak ia mengabdi pada [[Kesultanan Demak]] dan menikah dengan Ratu Mas Cempaka, putri dari [[Trenggana|Sultan Trenggana]].Semenjak itulah, posisinya cukup berpengaruh di kalangan keluarga Kraton Demak. Sehingga ia pun didukung oleh [[Ratu Kalinyamat]] untuk memulihkan kestabilan politik Demak, peristiwa itu menyebabkan berdirinya [[Kesultanan Pajang]].
 
== Asal Usul ==
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, Lahir pada tanggal 18 JumadilakhirJumadil Akhir tahun Dal mangsa VIII menjelang subuh. DiberiKisahnya nama "Mas Karebet" karenaberawal ketika dilahirkan, ayahnya Ki Kebo Kenanga dari Pengging Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dan dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir. Namun suara wayang yang "kemebret" tertiup angin membuat bayi itu diberi nama "Mas Karebet". Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir) sejak saat itu masa remajanya lebih dikenal dengan nama "Jaka Tingkir".
 
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula.
 
Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir) yang membuat masa remajanya lebih dikenal dengan nama "Jaka Tingkir". Mas Karebet gemar bertapa, berlatih bela diri dan kesaktian, sehingga tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan tampan, ia lalu dijuluki Jaka Tingkir.
 
Guru pertamanya adalah sang ayah (Ki Ageng Kebo Kenongo), dan sang kakek (Jaka Sengara / Pangeran Andayaningrat / Ki Ageng Pengging Sepuh). Selain berguru kepada ayah dan kakeknya, Jaka Tingkir juga belajar dengan Sunan Kalijaga, dan lalu berguru pada Ki Ageng Sela, yang kemudian dipersaudarakan dengan ketiga murid dari Ki Ageng Sela, yaitu: [[Ki Juru Martani]], [[Ki Ageng Pamanahan]], dan [[Ki Panjawi]].
 
Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Dalam perguruan ini ada murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
 
== CatatanKeluarga ==
'''Silsilah Sultan Hadiwijaya :'''
{{familytree/start}}
{{familytree| | AND |-|v|-|PEM| | | | | |AND=Andayaningrat/Syarief Muhammad Kebungsuan/[[Ki Ageng WukingPengging I&nbsp;Sepuh]] |PEM=[[Ratu Ratna Pembayun (Putri [[Brawijaya|Raja Brawijaya]])}}
{{familytree| | | | | |!| | | | | | | | |}}
{{familytree| | | | | KEB |-|v|-| NAP | |KEB=[[Ki Ageng Pengging|Kebo Kenanga]]|NAP=Nyi Ageng Pengging}}
{{familytree| | | | | | | | |!| | | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | HAD | | | | |HAD='''Mas Karebet/Joko Tingkir''' (Adiwijaya[[Sultan Raja PajangHadiwijaya]])}}
{{familytree/end}}
&nbsp;
=== NasabDaftar JokoMenantu Tingkir: ===
Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban.
Dari jalur ayah :
 
Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan [[Arya Pangiri]] bupati [[Demak]]. Arya Pangiri sebenarnya adalah anak sultan Demak Sunan Prawoto, yang seharusnya memang meneruskan garis suksesi [[Kesultanan Demak]] dahulu.<ref>[[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8</ref> Putrinya yang bernama [[Glampok Raras]] menikah dengan [[Panembahan Ratu I]] dan menjadi permaisuri [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]].<ref>{{Cite web|title=Perkawinan Panembahan Ratu Dengan Putri Glampok Raras|url=https://www.historyofcirebon.id/2019/10/perkawinan-panembahan-ratu-dengan-putri.html|website=Sejarah Cirebon|language=id|access-date=2023-02-02}}</ref>
'''Joko Tingkir''' putra dari '''Ki Kebo Kenongo''' putra dari '''Ki Ageng Pengging Sepuh (Andayaningrat/Jaka Sengara/Muhammad Kabungsuan)''' putra dari Syeikh Jumadil Kubro. ([[Jamaluddin Akbar al-Husaini]])
 
Putrinya yang bernama [[Glampok Raras]] menikah dengan [[Panembahan Ratu I]] dan menjadi permaisuri [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]].<ref>{{Cite web|title=Perkawinan Panembahan Ratu Dengan Putri Glampok Raras|url=https://www.historyofcirebon.id/2019/10/perkawinan-panembahan-ratu-dengan-putri.html|website=Sejarah Cirebon|language=id|access-date=2023-02-02}}</ref>
ayahnya, Kebo Kenongo menikah dengan Nyai Ratu Mandoko putri dari [[Sunan Kalijaga]] dengan Syarifah Zaenab binti [[Raden Abdul Jalil|Syeikh Siti Jenar]]
 
[[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus (Sayyid Amir Khan, Pengganti [[Sunan Kudus]]) untuk menjadi sultan. [[Pangeran Benawa]] sang [[putra mahkota]] saat itu disingkirkan namun masih diberi jabatan menjadi bupati Jipang. [[Arya Pangiri]] pun lalu menjadi sultan di [[Pajang]] dengan gelar Ngawantipura.
Sedangkan kakeknya, Andayaningrat menikah dengan Ratu Pembayun putri dari prabu [[Brawijaya|Brawijaya V]] raja [[Majapahit]].
 
== Mengabdi ke Demak ==
Baris 87 ⟶ 92:
Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh [[Aryo Penangsang]] akan mendapatkan tanah [[Pati]] dan mentaok/[[Mataram]] sebagai hadiah.
 
Sayembara diikuti kedua cucu [[Ki Ageng Sela]], yaitu [[Ki Ageng Pemanahan]] dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar [[Ki Ageng Pemanahan]]) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga sehingga Sutawijaya (Anak Ki Ageng Pemanahan) dapat menewaskan [[Arya Penangsang]] setelah menusukkan Tombak Kyai Plered ketika Aryo Penangsang menyeberang Bengawan Sore dengan mengendarai Kuda Jantan Gagak Rimang.
 
Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke [[Pajang]] dengan Adiwijaya sebagai raja pertama. Demak kemudian dijadikan Kadipaten dengan anak Sunan Prawoto yang menjadi Adipatinya.
Baris 139 ⟶ 144:
Adiwijaya alias Jaka Tingkir akhirnya meninggal dunia tahun 1582 tersebut. Ia dimakamkan di desa Butuh, yaitu kampung halaman ibu kandungnya.
 
== PenggantiKutipan ==
{{reflist}}
Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan [[Arya Pangiri]] bupati [[Demak]]. Arya Pangiri sebenarnya adalah anak sultan Demak Sunan Prawoto, yang seharusnya memang meneruskan garis suksesi [[Kesultanan Demak]] dahulu.<ref>[[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8</ref> Putrinya yang bernama [[Glampok Raras]] menikah dengan [[Panembahan Ratu I]] dan menjadi permaisuri [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]].<ref>{{Cite web|title=Perkawinan Panembahan Ratu Dengan Putri Glampok Raras|url=https://www.historyofcirebon.id/2019/10/perkawinan-panembahan-ratu-dengan-putri.html|website=Sejarah Cirebon|language=id|access-date=2023-02-02}}</ref>
 
[[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus (Sayyid Amir Khan, Pengganti [[Sunan Kudus]]) untuk menjadi sultan. [[Pangeran Benawa]] sang [[putra mahkota]] saat itu disingkirkan namun masih diberi jabatan menjadi bupati Jipang. [[Arya Pangiri]] pun lalu menjadi sultan di [[Pajang]] dengan gelar Ngawantipura.
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pustaka ==
* Andjar Any. 1980. ''Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?'' Semarang: Aneka Ilmu
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi