Mamaca: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AhmadRifa'i88 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Ledgeknew (bicara | kontrib)
k Ledgeknew memindahkan halaman Tradisi Mamaca ke Mamaca
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(12 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{tidak memenuhi kriteria kelayakan}}
Tradisi mamaca merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Madura berupa kegiatan mendendangkan naskah macapat yang dilakukan oleh tokang tembhang (penembang) yang kemudian dilanjutkan proses penerjemahan oleh penerjemah yang biasanya disebut tokang tegghes. Naskah macapat yang didendangkan dalam tradisi mamaca biasanya menggunakan aksara pegon (tulisan arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa).
 
'''Tradisi mamaca'''<ref>{{Cite book|last=Rifa'i|first=Ahmad|date=2021-12-31|url=https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/view/424/397/6370|title=Tradisi Mamaca Madura Sepenggal Kearifan Bondowoso|publisher=Penerbit BRIN|isbn=978-602-496-302-6|pages=1|language=en|url-status=live}}</ref> merupakan salah satu [[tradisi lisan]] [[Madura|masyarakat Madura]] berupa kegiatan mendendangkan naskah [[macapat]] yang dilakukan oleh ''tokang tembhang'' (penembang) yang kemudian dilanjutkan proses penerjemahan oleh penerjemah yang biasanya disebut ''tokang tegghes''. Naskah macapat yang didendangkan dalam tradisi mamaca biasanya menggunakan [[Abjad Pegon|aksara pegon]] (tulisan arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa).
 
Tradisi ''mamaca'' sejatinya merupakan suatu kebiasaan lokal yang kini menjelma menjadi pengetahuan nasional berbasis kearifan lokal. Dalam proses pelaksanaannya, tradisi ''mamaca'' memiliki keunikan yang sepertinya sulit ditemukan dalam tradisi-tradisi lainnya. Keunikan tersebut yakni tradisitembang mamacamacapat secarajawa keseluruhandalam dibawakantradisi oleh''mamaca'' penembangdidendangkan macapatoleh dariorang masyarakat Maduramadura dan ditembangkandipertontonkan di hadapan seluruh penonton yang juga berasal dari masyarakat Madura. SejatinyaMenariknya, baik penembang, penerjemah maupunhingga penonton sama-sama tidak memiliki dasar kemampuan berbahasa Jawa,jawa sementarayang naskahbaik. macapatHal yangtersebut dijadikandapat acuanterjadi karena dalam tradisiproses namacapelaksanaan menggunakantradisi bahasa Jawa. Jadi''mamaca, dalamperformer'' proses(penembang pelaksanaannya& penembangpenerjemah) tidak menghafalkan seluruh isi naskah macapat melainkan hanya mengingat formula-formula tertentu yang terkandung dalam tema tembang macapat. Formula tersebutlah yang membuat penembang nampak fasih dalam berbahasa Jawa.
 
Formula<ref>{{Cite web|title=(PDF) [Albert B. Lord] the Singer of Tales (Harvard Stud(BookFi.org)|url=https://dokumen.tips/documents/albert-b-lord-the-singer-of-tales-harvard-studbookfiorg.html|website=dokumen.tips|language=en|access-date=2023-06-02}}</ref> oleh Parry-Lord dalam bukunya yang berjudul ''the Singer of Tales''<ref>{{Cite web|title=The Center for Hellenic Studies|url=https://chs.harvard.edu/read/lord-albert-bates-the-singer-of-tales/|website=The Center for Hellenic Studies|language=en-US|access-date=2023-06-02}}</ref> diartikan sebagai kelompok kata yang secara teratur dimanfaatkan dalam kondisi matra yang sama untuk mengungkapkan suatu ide yang esensial atau pokok. Formula dapat muncul berkali-kali dalam cerita yang mungkin berupa [[kata]], [[frasa]], [[klausa]], atau [[larik]]. Formula tersebutlah yang digunakan penembang dalam tradisi mamaca sehingga mampu membuatnya tampil profesional dalam mendendangkan tembang-tembang macapat Jawa. Selanjutnya, formula juga digunakan oleh penerjemah yang juga memilki keterbatasan kemampuan berbahasa [[Bahasa Jawa|Jawa]]. Dengan keterbatasan tersebut, penerjemah tidak memaksakan dirinya untuk menerjemahkan kata per kata dari tembang yang didendankan penembang, tetapi ia hanya perlu mengingat inti dari satu atau beberapa larik [[tembang]] yang didendangkan penembang kemudian ia terjemahkan melalui proses improvisasi yang disebut proses komposisi. Hal itu yang sekaligus menjadikan seorang penerjemah sebagai seorang yang sangat berperan dalam ketersampaian [[Arti|makna]] tembang yang didendangkan dalam tradisi mamaca.
Keterbatasan kemampuan berbahasa Jawa bukan hanya ada pada penembang dan penonton namun penerjemah sejatinya juga tidak bisa berbahasa Jawa secara fasih. Penerjemah dalam pelaksanaan tradisi mamaca tidak menerjemahkan kata per kata, t
 
== Sejarah ==
tetapi ia hanya mengingat inti dari satu atau beberapa larik tembang yang didendangkan penembang kemudian ia terjemahkan melalui proses impisasiisa
 
Tadisi mamaca pada zaman dahulu tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Namun kini, dengan berbagai alasan seperti kuno, usang, dan primitif, tradisi mamaca mulai diabaikan keberadaannya.
 
Indonesia sendiri memiliki sekitar 4.521 tradisi lisan yang memerlukan perlindungan<ref>{{Cite web|last=Mediana|date=2020-07-16|title=4.521 Tradisi Lisan Memerlukan Perlindungan|url=https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/07/17/4-521-tradisi-lisan-memerlukan-perlindungan/|website=kompas.id|language=id|access-date=2023-06-02}}</ref>. Jelas inventarisasi berbagai tradisi lisan tersebut seperti tradisi mamaca wajib dilakukan, karena justru dalam tradisi yang dianggap primitif tersebutlah kerap memuat berbagai ajaran luhur yang sangat berguna sebagai bekal untuk mengarungi masa kini hingga masa yang akan datang.
 
== Referensi ==
<references />