Balinisasi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Wagino Bot (bicara | kontrib) |
||
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 3:
'''Balinisasi''' ({{lang-nl|Baliseering}}) adalah sebuah upaya para [[Orientalis]] [[Belanda]] pada akhir [[1920an]] untuk menjaga keutuhan tradisi [[Bali]]. Upaya tersebut juga menjadi alat untuk pembelajaran bahasa, sastra dan seni rupa Bali.<ref>{{Cite book|last=Rubinstein|first=Raechelle|last2=Connor|first2=Linda H.|date=1999-08-01|url=https://books.google.co.id/books?id=EdVXrpipTAkC&pg=PA26&lpg=PA26&dq=Bali+Adnjana&source=bl&ots=jmatVDVvfE&sig=ACfU3U16YAOTLUhwnw3MorYmilqo5f7Nag&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiVkPnww_TgAhUW7nMBHes1AEsQ6AEwAnoECAcQAQ#v=snippet&q=Baliseering&f=false|title=Staying Local in the Global Village: Bali in the Twentieth Century|publisher=University of Hawaii Press|isbn=978-0-8248-2117-3|language=en}}</ref> Asumsi pemerintahan kolonial Belanda adalah agama Hindu merupakan praktik religi kehidupan tradisi dan kesenian masyarakat Bali akan dapat menjamin keutuhan budayanya.
Wacana Balinisasi (Baliseering) yang diterapkan Belanda pasca [[Puputan Badung]] tahun 1906
Demikian terungkap dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Paradigma Kepariwisataan Bali Tahun 1930-an: Studi Genealogi Kepariwisataan Budaya” yang dipublikasikan dalam Jurnal Kajian Bali Volume 06, nomor 02 tahun 2016. Artikel tersebut ditulis oleh [[I Made Sendra]] dari [[Universitas Udayana|Fakultas Pariwisata Universitas Udayana]]. I Made Sendra menuliskan wacana kolonial ini merupakan kebijakan politik pragmatis bermuka dua, di satu sisi untuk pemulihan pencitraan dengan mengubah taktik penjajahan dari penaklukan dan perang ke taktik diplomasi budaya. Di sisi lain, wacana ini bertujuan untuk meredam paham nasionalisme Jawa yang dibawa oleh pelajar Bali yang mendapatkan pendidikan di Jawa.
Baris 9:
Kebijakan politik etis ini diwujudkan dengan membangun wacana Balinisasi (Baliseering) yang mulai diterapkan pada tahun 1930-an. Tujuan wacana ini adalah mempertahankan Bali sebagai museum hidup (''living museum'') dari kelanjutan warisan budaya Hindu Majapahit yang mulai punah akibat dari proses Islamisasi di Tanah Jawa pada abad ke-5.
Kebijakan politik etis juga diterapkan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah kolonial Belanda sudah berhasil mewujudkan ketertiban dan keamanan (''rust en order'') di daerah-daerah jajahannya. I Made Sendra dalam analisisnya menyebutkan bahwa Baliseering merupakan antitesis dari gerakan nasionalisme. Artinya, Baliseering merupakan spirit antinasionalisme berbungkus [[etnosentrisme]] rekaan kolonial.
== Referensi ==
|