Hinduisme di Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Sejarah: perbaikan sumber |
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya) |
||
(29 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
| group = Agama Hindu Bali
| flag =
| flag_caption =
| flag_size =
| image = Salah Satu Upacara Besar Di Pura Agung Besakih.jpg
Baris 8:
| image_size =
| population = ~ 4,300,000
| religions = [[Agama Hindu]]
| scriptures = Berbagai sastra kuno Bali seperti lontar yang beberapa bersumber dari ''[[Weda]]''
| languages = [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]{{•}}[[Bahasa Bali|Bali]]
| related-c = [[suku Bali]]{{•}}[[Nusa Penida|Suku Nusa Penida]]{{•}}[[Suku Bali Aga]]
| regions = [[Bali]]{{•}}[[Nusa Tenggara Barat]]{{•}}[[Lampung]]{{•}} [[Jawa Timur]]{{•}} [[Sulawesi Tenggara]]
| tablehdr =
Baris 24 ⟶ 23:
| notes =
}}
{{Hinduisme menurut negara}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Vrouw brandt wierook bij een offeraltaar TMnr 20017893.jpg|jmpl|Seorang perempuan Hindu Bali sedang sembahyan pribadi.]]
'''Agama Hindu Bali''' (disebut pula '''Agama Hindu Dharma''' atau '''Agama Tirtha''' ("Agama Air Suci")<ref>oleh para penganutnya juga sering disebut sebagai "agama Hindu" saja.</ref> adalah bentuk [[agama Hindu]] yang dipraktikkan oleh mayoritas penduduk [[Bali]].<ref name=mcdaniel>McDaniel, June (2013), A Modern Hindu Monotheism: Indonesian Hindus as ‘People of the Book’. The Journal of Hindu Studies, Oxford University Press, {{doi|10.1093/jhs/hit030}}</ref><ref name="bps">{{cite web|url=http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=0|title=Sensus Penduduk 2010 - Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut|trans-title=2010 Population Census - Population by Region and Religious Affiliations|publisher=[[Badan Pusat Statistik]]|language=id|access-date=2014-05-27}}</ref> Hal ini terutama terkait dengan masyarakat [[Bali]] yang tinggal di pulau tersebut, dan merupakan bentuk yang berbeda dari pemujaan Hindu yang menggabungkan [[animisme]] lokal, pemujaan [[leluhur]] atau ''[[Pitri Paksha]]'', dan penghormatan untuk orang suci Buddha atau ''[[Bodhisatwa]]''.
Populasi [[Daftar pulau di Indonesia menurut provinsi|pulau-pulau Indonesia]] sebagian besar [[Muslim]] (86%).<ref name=britindonesiareli>[https://www.britannica.com/place/Indonesia/Religions Indonesia: Religions], Encyclopaedia Britannica</ref> [[Pulau Bali]] adalah pengecualian di mana sekitar
Setelah merdeka dari penjajahan [[Belanda]], [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|Undang-Undang Dasar 1945]] menjamin kebebasan beragama bagi semua warga negara.<ref name=picard/> Pada tahun [[1952]], kata Michel Picard, seorang [[Antropologi|antropolog]] dan sarjana sejarah dan agama Bali, [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Kementerian Agama Indonesia]] berada di bawah kendali kaum [[Konservatisme|konservatif]] yang sangat membatasi definisi "agama" yang dapat diterima.<ref name=picard/> Agar dapat diterima sebagai [[Agama di Indonesia|agama resmi Indonesia]], kementerian mendefinisikan "agama" sebagai agama [[Monoteisme|monoteistik]], telah mengkodifikasi hukum agama dan menambahkan beberapa persyaratan.<ref name=picard/><ref name=mcdaniel/>
Baris 41:
Sekitar tahun 1400 M, kerajaan-kerajaan di pulau-pulau Indonesia diserang oleh tentara [[Muslim]] yang berbasis di pantai.<ref name=mark1/> Selama abad ke-15 dan ke-16, kampanye Muslim yang dipimpin oleh para sultan ini menargetkan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan berbagai komunitas di [[Indonesia|kepulauan Indonesia]], dengan masing-masing [[Sultan]] berusaha mengukir wilayah atau pulau untuk dikuasai.<ref>Taufiq Tanasaldy, Regime Change and Ethnic Politics in Indonesia, Brill Academic, {{ISBN|978-9004263734}}</ref>
Empat Kesultanan Islam yang beragam dan kontroversial muncul di [[
Dalam kasus lain, umat Hindu dan Buddha pergi dan terkonsentrasi sebagai komunitas di pulau-pulau yang dapat mereka pertahankan. Umat
Kerajaan kolonial Hindia Belanda membantu mencegah konflik antar agama, dan perlahan-lahan memulai proses penggalian, memahami dan melestarikan landasan budaya Hindu-Buddha kuno [[Indonesia]], khususnya di Jawa dan pulau-pulau barat Indonesia.<ref name="Jean Gelman Taylor pp. 21-83">Jean Gelman Taylor, Indonesia: Peoples and Histories, Yale University Press; {{ISBN|978-0300105186}}, pp. 21-83 and 142-173</ref>
Setelah merdeka dari penjajahan [[Belanda]], Pasal 29 [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|Undang-Undang Dasar 1945]] menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warganya.<ref name=picard/> Pada tahun [[1952]], Michel Picard mengatakan, [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Kementerian Agama Indonesia]] berada di bawah kendali kaum [[Islamisme|Islamis]] yang sangat membatasi definisi "agama" yang dapat diterima".<ref name=picard/> Agar dapat diterima sebagai [[Agama di Indonesia|agama resmi Indonesia]], kementerian mendefinisikan "agama" sebagai salah satu yang monoteistik, telah mengkodifikasi hukum agama, memiliki seorang [[nabi]] dan [[kitab suci]], di antara persyaratan lainnya.<ref name=picard/><ref name=mcdaniel/> Hindu Bali dinyatakan sebagai "orang tanpa agama", dan tersedia untuk dikonversi. Umat
Untuk mencapai hal ini, umat Hindu Bali memprakarsai serangkaian inisiatif pertukaran pelajar dan budaya antara [[Bali]] dan [[India]] untuk membantu merumuskan prinsip-prinsip inti di balik Hindu Bali ([[Weda|Catur Weda]], [[Upanisad]], [[Purana]], [[Itihasa]]). Secara khusus, gerakan politik penentuan nasib sendiri di Bali pada pertengahan [[1950]]-an berujung pada petisi bersama tahun [[1958]] yang menuntut [[pemerintah Indonesia]] mengakui [[Agama Hindu|Hindu Dharma]].<ref name=mramstedt/> Petisi bersama ini mengutip mantra Sansekerta berikut dari kitab suci Hindu:<ref>Michel Picard (2003), in Hinduism in Modern Indonesia, Routledge; {{ISBN|978-0700715336}}, Chapter 4, pp. 56-74</ref>
Baris 108:
===Ethical values===
[[File:DailyTributeBali.jpg|thumb|Persembahan [[canang sari]]|alt=]]
Gagasan [[Aksiologi|aksiologis]] Hinduisme Bali sejajar dengan yang ada dalam Hinduisme India. Namun, Martin Ramstedt mengatakan–seorang sarjana Hindu di [[Asia Tenggara]], mereka disebut agak berbeda dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai komunitas dan pada upacara [[spiritual]]. Berbeda dengan sekolah [[Islam di Indonesia]] dan [[Ashram]] [[Agama Hindu|Hindu di India]], dan mengingat representasi resmi Hindu Bali, ajaran dan nilai-nilai tradisional diperoleh di rumah, [[ritual]], dan simbol-simbol keagamaan.<ref name="Ngurah" /><ref>{{cite book|author=Martin Ramstedt | title= Hinduism in Modern Indonesia|url=https://archive.org/details/isbn_9780700715336 | publisher= Routledge | isbn =978-0-7007-1533-6| year=2004 | pages=
Misalnya, [[simbolisme]] yang berhubungan dengan percikan "''tirtha'' (air)", atau [[air suci]] yang menjembatani materi dan spiritual, air ini pertama-tama dipercikkan di atas kepala dan dipahami sebagai “pemurnian dari ''manah'' (pikiran)", kemudian menghirup untuk dipahami sebagai "pemurnian dari ''wak'' (perkataan)", dan kemudian ditaburkan di atas tubuh melambangkan "penyucian ''kaya'' (sikap dan perilaku)". Dengan demikian, Ngurah Nala mengatakan, generasi muda menjadi “mengenal nilai-nilai etika yang terkandung dalam konsep ''Tri Kaya Parisudha'', atau pencapaian pikiran yang murni atau baik (''manacika''), ucapan yang murni atau baik (''wacika''), dan perilaku murni (''kayika'')".<ref name="Ngurah">{{cite book|author=Ngurah Nala|editor =Martin Ramstedt | title= Hinduism in Modern Indonesia|url=https://archive.org/details/isbn_9780700715336| publisher= Routledge | isbn =978-0-7007-1533-6| year=2004 | pages=
===Kelahiran dan kehidupan===
Baris 120:
===Kematian dan reinkarnasi===
Upacara (''[[ngaben]]'') terjadi setelah kematian dan mengakibatkan jiwa dibebaskan untuk akhirnya [[Reinkarnasi|bereinkarnasi]]. Berbeda dengan ritus kematian agama lain, tubuh fisik bukanlah fokusnya, karena dipandang tidak lebih dari wadah sementara jiwa dan hanya cocok untuk pembuangan yang bijaksana. Nyatanya, tubuh harus dibakar sebelum jiwa dapat meninggalkannya sepenuhnya. [[Kremasi|Upacara kremasi]] untuk mewujudkan hal ini bisa sangat mahal karena upacara yang rumit adalah caranya menunjukkan rasa hormat kepada jiwa yang ditakdirkan untuk menjadi dewa dengan kekuatan besar atas mereka yang tertinggal. Oleh karena itu, jenazah terkadang dikubur sementara sampai keluarga dapat mengumpulkan cukup dana untuk kremasi, meskipun [[jenazah]] [[pendeta]] atau keluarga kelas atas diawetkan di atas tanah.<ref name="Haeretal53">Haer et al (2000), p. 53</ref><ref name="Eiseman116117">Eiseman (1989) pp. 116–17</ref>
=== Purnama dan Tilem ===
Purnama untuk umat '''[[Hindu Dharma]]''', saat bulan bersinar terang menerangi malam, memiliki makna yang sangat istimewa bagi umat Hindu. Peristiwa [[astronomi]] ini telah dirayakan sebagai hari suci sejak zaman dahulu. Dalam kepercayaan Hindu, purnama melambangkan kesempurnaan, pencerahan, dan kekuatan spiritual. Pada hari purnama, umat Hindu melakukan berbagai ritual untuk menyucikan diri, memperkuat hubungan dengan [[Tuhan Yang Maha Esa|Tuhan]], dan memohon berkah serta [[perlindungan]].
Selama berabad-abad, umat [[Hindu Dharma]] telah memandang langit dan menemukan makna spiritual yang mendalam dalam benda-benda langit. Fase-fase bulan, khususnya, telah memainkan peran sentral dalam [[Kosmologi Hindu|kosmologi]] Hindu, membentuk ritual, [[kepercayaan]], dan kehidupan sehari-hari. [[Purnama dan Tilem]], dua hari penting dalam kalender Hindu, bukan hanya peristiwa astronomi tetapi juga dipenuhi dengan makna spiritual yang mendalam. Hari-hari ini menawarkan umat Hindu kesempatan untuk pembaruan spiritual, koneksi dengan alam, dan persekutuan dengan yang maha esa.
Dalam [[Kalender Saka|kalender saka]] [[Hinduisme Bali|Hinduisme bali]], peristiwa astronomi seperti [[purnama dan tilem]] memiliki signifikansi religius yang mendalam. Purnama, yang terjadi setiap bulan saat bulan berada pada fase penuh, didedikasikan untuk pemujaan Sang Hyang Chandra (dewa bulan). Sementara itu, tilem, yang menandai fase bulan baru, menjadi waktu untuk memuja Sang Hyang Surya (dewa matahari). Kombinasi siklus purnama dan tilem ini dipandang sebagai representasi dari dualitas kosmik, yang dalam kosmologi Hindu dipersonifikasikan sebagai Sang Hyang Rwa Bhinneda. Peristiwa-peristiwa astronomi khusus seperti [[Gerhana bulan|gerhana bulan dan matahari]] juga memiliki [[ritual]] [[Hinduisme Bali|Hinduisme bali]] hari [[acara]] peringatan khusus, masing-masing dikaitkan dengan [[mantra dan puja]] tertentu.<ref>{{Cite web|title={{!}} Desajagapati Badung|url=https://desajagapati.badungkab.go.id/artikel/29578-makna-hari-purnama-dan-tilem-bagi-umat-hindu#:~:text=Pada%20hari%20Purnama%20dan%20Tilem,melakukan%20pembersihan%20badan%20dengan%20air.|website=desajagapati.badungkab.go.id|language=id|access-date=2024-09-18}}</ref>
Purnama dan tilem merupakan hari suci dalam kalender Hindu yang didedikasikan untuk pemujaan terhadap Hyang Widhi. Hari purnama, yang terjadi saat bulan berada pada fase penuh, dikaitkan dengan [[Sang Hyang Chandra]], sedangkan tilem, saat bulan berada pada fase baru, dikaitkan dengan [[Sang Hyang Surya]].<ref>{{Cite web|title={{!}} Desacanggu Badung|url=https://desacanggu.badungkab.go.id/artikel/29432-makna-hari-purnama-dan-tilem-dalam-hindu#:~:text=Hari%20Raya%20Tilem%20dirayakan%20ketika,tilem%20ini%20seperti%20yang%20disebutkan%20:|website=desacanggu.badungkab.go.id|language=id|access-date=2024-09-18}}</ref> Kedua peristiwa ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk menyucikan diri, baik secara fisik maupun spiritual, melalui berbagai ritual seperti upakara yadnya. Pelaksanaan ritual-ritual ini bertujuan untuk mencapai keselarasan dengan ritme alam semesta dan memperkuat hubungan spiritual dengan [[Tuhan Yang Maha Esa|tuhan yang maha esa]].
==Festival==
Baris 125 ⟶ 134:
===Galungan dan Kuningan===
{{utama|Galungan}}
[[File:Nyepifest auf Bali.jpg|thumb|Prosesi ''[[ogoh-ogoh]]'' pada malam hari raya [[Nyepi]]|alt=]]
Festival terpenting adalah [[Galungan]] (terkait dengan [[Dipawali]]), perayaan kemenangan [[dharma]] atas adharma. Dihitung menurut penanggalan [[Pawukon|Pawukon Bali]] 210 hari dan berlangsung pada hari Rabu (''Buda'') minggu kesebelas (''Dunggulan''). Menurut tradisi, [[Roh|arwah]] orang mati turun dari [[Surga]], untuk kembali sepuluh hari kemudian [[Hari Raya Kuningan|Kuningan]].
===Nyepi===
{{utama|Nyepi}}
===Festival lainnya===
Watugunung, hari terakhir penanggalan [[Pawukon]], dikhususkan untuk [[Saraswati]], dewi pembelajaran. Meskipun dikhususkan untuk buku, membaca tidak diperbolehkan. Hari keempat tahun itu disebut [[Pagerwesi]], yang berarti "pagar besi". Itu memperingati pertempuran antara yang baik dan yang jahat.<ref name="Eiseman184185">Eiseman (1989) pp 184–185</ref>
==Sistem
{{Main|Sistem kasta Bali | Sampradaya}}
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Pedanda-Buddha en Pedanda-Istri in functie Bali TMnr 10001145.jpg|thumb|''Buda pedanda'' dengan istrinya|alt=]]
Baris 142 ⟶ 153:
* ''[[Kesatria]]''–kekesatrian
* ''[[Waisya]]''–perdagangan
* ''[[Sudra]]''
Kasta [[Brahmana]] dibagi lagi oleh para ahli [[etnografi]] [[Belanda]] ini menjadi dua: ''[[Siwa]]'' dan ''[[Sampradaya|Buda]]''. Kasta Siwa dibagi menjadi lima–''Kemenuh, Keniten, Mas, Manuba,'' dan ''Petapan.'' Klasifikasi ini untuk mengakomodasi perkawinan yang diamati antara laki-laki kasta Brahmana yang lebih tinggi dengan perempuan kasta yang lebih rendah. Kasta-kasta lain juga disubklasifikasikan lebih lanjut oleh para ahli etnografi abad ke-19 dan awal abad ke-20 ini berdasarkan berbagai kriteria mulai dari [[profesi]], [[endogami]], [[eksogami]], [[poligami]], dan sejumlah faktor lain dengan cara yang mirip dengan kasta di [[Imperium Spanyol|koloni Spanyol]] seperti [[Meksiko]], dan studi sistem kasta di [[Jajahan mahkota|koloni Inggris]] seperti [[India]].<ref name="boon" />
== Lihat pula ==
{{Commonscat|Hinduism in Indonesia}}
* [[Hinduisme di Jawa]]
* [[Hinduisme di Indonesia]]
* [[Hinduisme di Asia Tenggara]]
== Rujukan ==
Baris 163 ⟶ 177:
[[Kategori:Hindu di Indonesia]]
[[Kategori:Sekte Hindu]]
[[Kategori:Agama
[[Kategori:Kepercayaan tradisional Indonesia]]
[[Kategori:Bali]]
|