=== Periode kolonialpendudukan ===
Pecahnya [[Perang Dunia II]] menimbulkan perubahan besar pada peta politik dan kekuasaan dunia. Dimulai dari [[Penyerbuan Polandia|penyerbuan ke Polandia]] pada tahun 1939, [[Jerman Nazi]] melancarkan penyerbuan demi penyerbuan ke seantero Eropa, termasuk penyerbuan ke [[Kerajaan Belanda]] pada bulan Mei 1940. Sementara di [[Asia]] sendiri, [[Kekaisaran Jepang]] yang [[Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya|berambisi untuk menguasai]] [[Asia-Pasifik|kawasan Asia-Pasifik]] memulai penyerbuannya ke [[Republik Tiongkok (1912–1949)|Republik Tiongkok]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2020-04-16|title=Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/16/190000969/latar-belakang-pendudukan-jepang-di-indonesia|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-09-15}}</ref> Pemerintah [[Hindia Belanda]] yang melihat ancaman-ancaman tersebut mulai menjalankan [[darurat militer]], serta melakukan [[embargo]] dan [[sanksi ekonomi]] terhadap Jepang bersama dengan pemerintah kolonial [[Britania Raya]] dan pemerintah [[Amerika Serikat]]. Jepang yang tertekan kemudian menganggap sanksi tersebut sebagai [[pernyataan perang]]. Setelah [[Pengeboman Pearl Harbor|penyerbuan Pearl Harbor]] dan serangkaian pendudukan di berbagai wilayah di [[Asia-Pasifik]], Jepang akhirnya memusatkan penyerangannya ke wilayah Hindia Belanda.<ref>{{cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|year=2008|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1200|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1-137-14918-3|edition=4th|author-link=M. C. Ricklefs}}</ref>
==== Pergerakan nasional bangsa Indonesia ====
[[Berkas:1916_Dutch_East_Indies_-_Art.jpg|kiri|jmpl|318x318px|Lukisan [[Imperium Belanda|Belanda]] yang menggambarkan [[Hindia Belanda]] sebagai "permata Belanda yang paling berharga". (1916)]]
Dipelopori oleh [[Conrad Theodore van Deventer]], seorang ahli hukum Belanda yang menuliskan [[esai]] pada tahun 1899 mengenai utang budi Belanda kepada penduduk [[pribumi]] [[Hindia Belanda]], dan [[Pieter Brooshooft]], seorang [[Wartawan|jurnalis]] yang menuliskan tentang ketidakadilan yang terjadi di tanah Hindia Belanda, maka pada tanggal 17 September 1901, [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhelmina]], Ratu Belanda pada saat itu, mengumumkan kebijakan politik yang sangat kontras dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Belanda sebelumnya, yaitu [[Politik Etis]].<ref name="etis">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-07-24|title=Politik Etis: Tokoh, Pengertian, Latar Belakang, dan Dampak Halaman all|url=https://regional.kompas.com/read/2022/07/24/120555078/politik-etis-tokoh-pengertian-latar-belakang-dan-dampak|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-26}}</ref> Kebijakan ini pada dasarnya membayar utang budi kepada para pribumi di Hindia Belanda dengan menjalankan program ''Trias van Deventer'', yang sejalan dengan ide-ide yang dikemukakan oleh Deventer, yaitu perbaikan dan pengembangan sistem [[irigasi]], pelaksanaan program [[transmigrasi]] dari [[Jawa|Pulau Jawa]] yang semakin padat, serta pembukaan sekolah-sekolah demi meningkatkan taraf [[pendidikan]] para pribumi.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-06-04|title=Trias van Deventer, Politik Balas Budi Belanda Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/04/143709979/trias-van-deventer-politik-balas-budi-belanda|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-26}}</ref> Sementara program transmigrasi dan irigasi akhirnya terbukti tidak berjalan secara optimal, meskipun program [[Pendidikan|edukasi]] (pendidikan) tersebut hanya menguntungkan kaum [[priayi]] ([[elite]] pribumi),<ref name="etis" /> kebijakan tersebut telah memberikan sumbangsih terhadap kemunculan gerakan-gerakan nasionalis di tanah Hindia Belanda.
Sejak akhir abad ke-19, Jepang telah mempropagandakan dirinya sebagai negara Asia satu-satunya yang berhasil mentransformasi dirinya menjadi sebuah negara berteknologi modern yang tidak terikat oleh kekuatan [[Dunia Barat|Barat]]. Gerakan-gerakan nasionalisme Indonesia yang sedang berkembang pada saat itu melihat Jepang sebagai jalan keluar untuk melepaskan diri dari jeratan [[Imperium kolonial Belanda|kolonialisme Belanda]], sehingga tokoh-tokoh nasionalis Indonesia cenderung menerima kehadiran Jepang.<ref>{{cite book|last=Vickers|first=Adrian|year=2013|title=A History Modern of Indonesia|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-1-107-62445-0|edition=2nd}}</ref>
Pada tahun 1907, [[Wahidin Soedirohoesodo]], seorang [[alumnus]] dari [[School tot Opleiding van Inlandsche Artsen]] (STOVIA) di [[Batavia]], mengunjungi almamaternya itu dan menggagaskan kepada para pelajar di sana suatu organisasi yang mampu mendukung biaya [[pendidikan kedokteran]] bagi orang-orang pribumi yang berprestasi tetapi tidak mampu secara finansial. Usul ini menarik perhatian beberapa pelajar di sana, sehingga [[Soetomo]] dan Soeradji Tirtonegoro mengumpulkan Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, [[Angka Prodjosoedirdjo|Raden Angka Prodjosoedirdjo]], [[Mohammad Saleh]], [[Goembrek|Raden Mas Goembrek]], dan Soewarno untuk mewujudkan organisasi usulan Wahidin tersebut. Organisasi yang mereka namakan [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Budi Utomo") ini terbentuk pada tanggal 20 Mei 1908, yang saat ini dirayakan sebagai [[Kebangkitan Nasional Indonesia|Hari Kebangkitan Nasional Indonesia]]. Dalam waktu 5 bulan, organisasi ini berhasil menerima 1.200 anggota, dan mereka berfokus pada masalah sosial, pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan seputar masyarakat [[Jawa|Pulau Jawa]], [[Pulau Madura|Madura]], dan [[Bali]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-09-13|title=Latar Belakang Berdirinya Budi Utomo beserta Tujuannya Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/13/100000569/latar-belakang-berdirinya-budi-utomo-beserta-tujuannya|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-26}}</ref> Dalam perjalanan waktu, organisasi ini mengalami berbagai kesulitan karena pencapaian organisasi yang dinilai lamban dan jangkauan organisasi yang tidak terlalu luas. Organisasi ini juga berusaha untuk tidak menyentuh ranah politik, meskipun dalam perkembangannya, organisasi ini diikuti oleh cukup banyak tokoh-tokoh politik.<ref>{{cite book|last=Sudiyo|first=Peter|last2=Santano|first2=Dalimun|last3=Nugroho|first3=Agus|last4=Suwardi|first4=Edy|date=1997|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/12972/1/Sejarah%20pergerakan%20nasional%20indonesia%20dari%20budi%20utomo%20sampai%20dengan%20pengakuan%20kedaulatan.pdf|title=Sejarah pergerakan nasional Indonesia dari Budi Utomo sampai dengan pengakuan kedaulatan|location=Jakarta|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|pages=|ref={{sfnRef|Sudiyo|Santano|Nugroho|Suwardi|1997}}|url-status=live}}</ref> Pada akhirnya, Boedi Oetomo bergabung dengan Perserikatan Bangsa Indonesia untuk membentuk [[Partai Indonesia Raya|Partij Indonesia Raja]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Partai Indonesia Raya").<ref>{{Cite news|last=Parinduri|first=Alhidayath|date=23 Februari 2021|title=Sejarah Boedi Oetomo: Didirikan Oleh Siapa Saja dan Latar Belakang|url=https://tirto.id/kapan-boedi-oetomo-didirikan-latar-belakang-sejarah-tujuannya-gap1|work=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=24 November 2021}}</ref>
Pasukan Jepang memulai [[Kampanye Hindia Belanda|pendudukannya di Hindia Belanda]] dengan [[Pertempuran Tarakan (1942)|penyerbuan ke]] [[Kota Tarakan|Tarakan]] dan [[Pertempuran Manado|pertempuran di]] [[Kota Manado|Manado]] pada tanggal 11–12 Januari 1942.<ref>Womack, Tom (2016). ''The Allied Defense of the Malay Barrier, 1941-1942''. Jefferson: McFarland et Company. {{ISBN|978-1-4766-6293-0}}</ref> Kedua operasi tersebut membuahkan hasil yang tergolong baik sehingga Jepang kemudian memperluas operasinya tersebut dengan dibantu oleh penduduk-penduduk lokal, dimulai dengan [[Pertempuran Balikpapan (1942)|penyerbuan ke]] [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] pada tanggal 23–25 Januari,<ref>{{citation|last=Womack|first=Tom|date=2016|title=The Allied Defense of the Malay Barrier, 1941–1942|location=Jefferson, NC|publisher=McFarland|ref=TW16|isbn=978-1-4766-6293-0}}</ref> [[Pertempuran Kendari|pertempuran di]] [[Kota Kendari|Kendari]] pada tanggal 24 Januari,<ref>Remmelink, William. (trans. and ed.). (2018). ''The Operations of the Navy in the Dutch East Indies and the Bay of Bengal.'' Leiden: Leiden University Press. {{ISBN|978 90 8728 280 6}}.</ref>
[[Berkas:HOS Tjokroaminoto, 20 Mei Pelopor 17 Agustus, p43.jpg|jmpl|258x258px|Potret [[Raden Mas|R. M.]] [[Haji (gelar)|H.]] [[Oemar Said Tjokroaminoto]], tokoh sentral pada awal-awal pendirian [[Sarekat Islam]].]]
[[Sarekat Dagang Islam]] berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh [[Samanhudi]],<ref>{{Cite web|last=Matanasi|first=Petrik|date=13 Oktober 2020|title=Kiprah Haji Samanhudi, Pedagang Batik dan Perintis Sarekat Islam|url=https://tirto.id/kiprah-haji-samanhudi-pedagang-batik-dan-perintis-sarekat-islam-f5EM|website=tirto.id|language=id|access-date=26 November 2021}}</ref> atau menurut versi lain oleh [[Tirto Adhi Soerjo]] pada tanggal 27 Maret 1909.<ref name="si-tirto">{{Cite web|last=Ahsan|first=Ivan Aulia|date=8 Desember 2018|title=Peran Besar Tirto Adhi Soerjo dalam Sejarah Pergerakan Nasional|url=https://tirto.id/peran-besar-tirto-adhi-soerjo-dalam-sejarah-pergerakan-nasional-dbnq|website=tirto.id|language=id|access-date=26 November 2021}}</ref> Meskipun tanggal pendirian sarekat ini tidak begitu jelas, organisasi tersebut diketahui telah beroperasi secara penuh sejak kantor cabang [[Batavia]] (sekarang [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]) dan [[Kota Bogor|Buitenzorg]] (sekarang [[Kota Bogor|Bogor]]) mulai terbentuk sejak tanggal 5 April 1909.<ref name="si-tirto" /> Awalnya, serikat ini didirikan sebagai wadah bagi pedagang-pedagang [[Muslim]] agar dapat bersaing dengan para pedagang [[Tionghoa]], yang pada saat itu memiliki [[status sosial]] dan [[Hak istimewa sosial|privilese]] yang lebih tinggi.<ref>{{Cite web|date=2021-10-13|title=Mengenal Tujuan Sarekat Islam, Lengkap beserta Sejarahnya|url=https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-tujuan-sarekat-islam-lengkap-beserta-sejarahnya-kln.html|website=merdeka.com|language=en|access-date=2023-05-29}}</ref> [[Oemar Said Tjokroaminoto]], seorang nasionalis yang bergabung dengan serikat ini dan kemudian ditunjuk menjadi ketua, mengubah nama serikat ini menjadi [[Sarekat Islam]] pada tahun 1912, dengan tujuan agar organisasi ini tidak hanya berkecimpung di ranah [[perdagangan]] tetapi juga di ranah-ranah lain, seperti [[Agama|keagamaan]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-01-31|title=Sarekat Islam: Tujuan, Pendiri, hingga Perpecahan Halaman all|url=https://regional.kompas.com/read/2022/01/31/184750578/sarekat-islam-tujuan-pendiri-hingga-perpecahan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-30}}</ref>
Sementara itu, [[Ernest Douwes Dekker]], seorang [[Orang Indo|Indo]] yang vokal dalam mengkritik pemerintah kolonial, mencanangkan pembentukan suatu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak kaum [[Orang Indo|Indo]] dan [[pribumi]] melalui jalur politik. Ia kemudian mengajak tokoh [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] dan [[Ki Hadjar Dewantara|Soewardi Soerjaningrat]], yang tertarik dengan visi dan pandangan Dekker, untuk bersama-sama mewujudkan idenya tersebut. Dalam rapat-rapat umum (''vergadering'') yang dimulai sejak tanggal 15 September 1912 sebagai persiapan pembentukan partai, pidato Dekker untuk menarik massa tersebut berhasil menarik perhatian ribuan orang dari berbagai kalangan dan daerah. Sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang yang tidak memenuhi syarat keanggotaan serta tidak cocok dengan visi dan misi dari organisasi lain seperti Boedi Oetomo dan Sarekat Islam.<ref name="kebangkitan">{{Cite book|date=1977-01-01|url=https://books.google.co.id/books?id=y2yCCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=sejarah+partai+hindia&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=sejarah%20partai%20hindia&f=false.|title=Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id}}</ref> Akhirnya pada tanggal 25 Desember 1912, partai tersebut didirikan oleh Dekker, Tjipto, dan Soewardi, yang saat ini dikenal sebagai [[Tiga Serangkai]], beserta tokoh-tokoh pribumi dan Indo lainnya, dengan nama [[Indische Partij]] (Partai Hindia). Belum sempat partai ini berkembang, keabsahan dan status [[badan hukum]] atas partai ini ditolak sepenuhnya oleh pemerintah [[Hindia Belanda]], meskipun para pengurus partai telah beberapa kali mengajukan peninjauan ulang atas penolakan tersebut kepada pemerintah. Oleh karena itu, partai ini secara otomatis menjadi organisasi ilegal, sehingga pimpinan partai dengan berat hati membubarkan partai ini pada tanggal 31 Maret 1913.<ref name="dekker">{{cite web|title=PERJUANGAN ERNEST FRANCOIS EUGENE DOUWES DEKKER DARI POLITIK MENUJU PENDIDIKAN 1913-1941|url=https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/1102/31613&ved=2ahUKEwj---rwjKn2AhUt8HMBHZcYD1AQFnoECCwQAQ&usg=AOvVaw3cgIVD0hFhALEfZdMKH8t2|publisher=''AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah''|format=Pdf|accessdate=3 Maret 2022}}{{Pranala mati|date=November 2022|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}}</ref>
[[Berkas:Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, and Suryadi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantoro), 20 Mei Pelopor 17 Agustus, p11.jpg|jmpl|Potret [[Tiga Serangkai]] ketika di pengasingan: [[Ernest Douwes Dekker]] (duduk), [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] (berdiri, kanan), dan [[Soewardi Soerjaningrat]] (berdiri, kiri).|kiri|293x293px]]Setelah Indische Partij bubar pun, beberapa tokoh pejuang, seperti Tiga Serangkai, masih terus menyuarakan kritik terhadap pemerintah secara vokal melalui media cetak seperti ''[[De Expres]]''. Pada tanggal 12 Juli 1913, ''[[De Expres]]'' memuat rancangan pembentukan [[Boemi Poetera|Comite Boemi Poetera]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Komite Bumiputra") yang menyuarakan pencabutan ''Regeringsreglement'' 1854 Pasal 111 tentang pembatasan hak berorganisasi bagi pribumi, yang menjadi penyebab organisasi Indische Partij ditolak.<ref name="sejarah">Slamet Muljana (2007) [https://books.google.co.id/books?id=bsmp_WYip4gC&printsec=frontcover&dq=indische+partij&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=indische%20partij&f=false. ''Sejarah''.] Sumatera Barat: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 37-38. ISBN 9790191391</ref> Keesokan harinya, [[koran]] yang sama memuat sebuah tulisan Ki Hadjar Dewantara yang berjudul ''Als Ik een Nederlander was'' ("Seandainya aku seorang Belanda"). Tulisan ini tentu saja menggemparkan para pejabat Belanda yang mulai khawatir akan gerak-gerik Tiga Serangkai yang dinilai mampu menciptakan pemberontakan. Tidak cukup sampai situ, Tjipto kemudian menulis artikel berjudul ''Kracht en Vrees'' ("Kekuatan dan Ketakutan") yang diterbitkan pada tanggal 27 Juli, sementara Soewardi menuliskan artikel baru yang kali ini berjudul ''Een voor allen en allen voor een'' ("Satu untuk semua dan semua untuk satu") dan diterbitkan dua hari setelah artikel Tjipto tersebut. Kedua artikel tersebut pada intinya mengkritik dan mengolok-olok pemerintah kolonial yang menyengsarakan penduduk setempat. Akibat tulisan tersebut, Tjipto dan Soewardi ditangkap dengan [[dakwaan]] mengganggu [[keamanan]] dan ketertiban umum di Hindia Belanda.<ref name="Kenji">{{Cite book|last=Tsuchiya|first=Kenji|date=1992|url=https://www.worldcat.org/oclc/221655803|title=Demokrasi dan kepemimpinan : kebangkitan gerakan Taman Siswa|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka|isbn=979-407-419-5|edition=Cet. 1|others=H. B. Yassin|oclc=221655803}}</ref> Penangkapan tersebut membuat Dekker, yang merupakan rekan seperjuangan mereka, menuliskan kritik terhadap penangkapan kedua tokoh tersebut dan dukungan atas mereka dalam artikel berjudul ''Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat'' ("Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat") yang diterbitkan pada 5 Agustus. Akibat artikel tersebut dan fakta bahwa ia adalah rekan seperjuangan mereka, Dekker juga ikut ditangkap oleh pasukan Belanda.<ref>{{Cite web|last=developer|first=mediaindonesia com|title=Mengenal Tokoh Tiga Serangkai, Peranannya dalam Indische Partij|url=https://mediaindonesia.com/humaniora/515196/mengenal-tokoh-tiga-serangkai-peranannya-dalam-indische-partij|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=2023-06-05}}</ref> Pada tanggal 18 Agustus, pemerintah kolonial mengeluarkan putusan bahwa Tiga Serangkai akan diasingkan ke negara [[Belanda]].<ref>{{Cite web|title=Als Ik Eens Nederlander Was|url=https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/cerita/als-ik-eens-nederlander-was/|website=GURU BERBAGI|language=en|access-date=2023-06-05}}</ref>
Pada tanggal 23 Mei 1914, [[Henk Sneevliet]], seorang [[Komunisme|komunis]], membentuk suatu [[serikat pekerja]] yang bernama [[Indische Sociaal-Democratische Vereeniging|Indische Sociaal Democratische Vereeniging]] (ISDV; [[Terjemahan harfiah|harfiah]]: "Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia"), yang didukung oleh [[Partai Buruh Demokrat Sosial (Belanda)|Partai Buruh Demokrat Sosial Belanda]] (SDAP), dengan tujuan menyebarkan paham-paham [[komunisme]], khususnya [[marxisme]], untuk membangkitkan semangat menentang pemerintah kolonial.<ref>[http://www.marxist.com/Asia/earlyPKI.html marxist.com]</ref> Tetapi pada tahun 1917, ISDV memisahkan diri dari SDAP. Tidak lama kemudian, ISDV yang awalnya didominasi oleh [[Bangsa Belanda|orang-orang Belanda]] mulai haluan, sehingga kelompok ini didominasi oleh kaum [[pribumi]]. Pada bulan Mei 1920, ISDV berganti nama menjadi [[Partai Komunis Indonesia|Persarekatan Kommunist India]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Perserikatan Komunis Hindia") dan semakin melebarkan sayap mereka.<ref name="sinaga">{{Cite thesis|last=Sinaga|first=Edward Djanner|title=Communism and the Communist Party in Indonesia|type=MA Thesis|chapter=|url=|author=|year=1960|publisher=George Washington University School of Government|accessdate=|docket=|oclc=}}</ref> Organisasi ini mengganti namanya kembali pada tahun 1924, kali ini menjadi [[Partai Komunis Indonesia|Partij Kommunist Indonesia]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Partai Komunis Indonesia"; PKI).<ref name="sinaga" />
[[Berkas:LogoSI.svg|jmpl|Logo [[Sarekat Islam]], salah satu organisasi pergerakan nasional.]]
Lama-kelamaan, [[Sarekat Islam]] akhirnya tetap melebarkan sayapnya hingga masuk ke ranah politik. Di saat yang sama, paham-paham [[komunisme]] mulai masuk melalui tokoh-tokoh muda mereka, yaitu melalui anggota-anggota yang tertarik dengan visi dan pandangan Sneevliet dari ISDV, seperti [[Semaoen]], [[Darsono (politikus)|Darsono]], [[Tan Malaka]], dan [[Alimin]]. Organisasi ini kemudian terpecah menjadi dua kubu, yaitu "SI Merah" yang berhaluan komunisme ([[Politik sayap kiri|sayap kiri]]) dan "SI Putih" yang menentang paham tersebut ([[Politik sayap kanan|sayap kanan]]).<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-04-06|title=Sarekat Islam: Latar Belakang, Perkembangan, dan Perpecahan Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/06/151727679/sarekat-islam-latar-belakang-perkembangan-dan-perpecahan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-31}}</ref> Pada bulan Oktober 1921, para petinggi Sarekat Islam menyatakan bahwa anggota SI tidak boleh memiliki keanggotaan rangkap dengan organisasi lain, sehingga anggota-anggota dari [[Partai Komunis Indonesia|Partij Kommunist Indonesia]], [[Muhammadiyah|Mohammadijah]], [[Persatuan Islam|Persatoean Islam]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Persatuan Islam"), dan organisasi-organisasi lainnya dikeluarkan dari Sarekat Islam karena menolak melepaskan keanggotaan rangkap tersebut. Tokoh-tokoh PKH (turunan ISDV), seperti [[Semaun|Semaoen]] dan [[Darsono (politikus)|Darsono]] terpaksa angkat kaki dari Sarekat Islam.<ref>Jarvis, Helen (1991). Notes and appendices for Tan Malaka, From Jail to Jail. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies.</ref> Pada tahun 1923, nama organisasi ini diubah menjadi Partai Sarekat Islam, mengukuhkan posisi organisasi ini sebagai [[partai politik]]. Pada tahun 1929, namanya diubah kembali menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia untuk memperjelas tujuan memperjuangkan kemerdekaan nasional sebagai tujuan partai.<ref>[[Nugroho Notosusanto]], ''Sejarah Nasional Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas'', 1992.</ref>
Awalnya dibentuk pada tahun 1908 dengan nama [[Perhimpunan Indonesia|Indische Vereeniging]] (Perhimpunan Hindia) oleh [[Soetan Kasajangan Soripada]] dan [[Noto Soeroto]] sebagai wadah pemersatu para pelajar Hindia di perantauan [[Belanda]], sejak tokoh [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] dan [[Soewardi Soerjaningrat]] dari [[Tiga Serangkai]] masuk menjadi anggota perkumpulan ini pada tahun 1913, Indische Vereeniging juga mulai digunakan sebagai forum untuk bertukar pendapat dalam ranah politik.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2020-02-12|title=Perhimpunan Indonesia: Organisasi Pertama yang Pakai Istilah Indonesia Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/200000869/perhimpunan-indonesia-organisasi-pertama-yang-pakai-istilah-indonesia|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-08}}</ref> Pada bulan September 1922, perkumpulan ini secara resmi mengganti namanya menjadi [[Indonesische Vereeniging]], menjadikan perkumpulan ini sebagai organisasi pertama yang resmi menggunakan nama "[[Sejarah nama Indonesia|Indonesia]]". Indonesische Vereeniging secara resmi berkecimpung dalam ranah politik dengan tujuan mempropagandakan kemerdekaan [[Hindia Belanda]]. Pada tahun 1925, perkumpulan ini berganti nama menjadi [[Perhimpunan Indonesia|Perhimpoenan Indonesia]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Perhimpunan Indonesia"), yaitu menggunakan terjemahan [[bahasa Melayu]] [[Ejaan Van Ophuijsen|ejaan van Ophuijsen]] dari nama sebelumnya sebagai nama resmi organisasi tersebut.<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0510/28/opini/2156298.htm Revitalisasi Keindonesiaan]{{Pranala mati|date=Mei 2021|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}}, Kompas 28 Oktober 2005</ref>
[[Berkas:Mohammad Yamin, Pekan Buku Indonesia 1954, p251.jpg|jmpl|278x278px|[[Mohammad Yamin|Moehammad Jamin]], tokoh pengusul [[bahasa Melayu]] ([[bahasa Indonesia]]) sebagai bahasa persatuan.|kiri]]
Selain organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut, beberapa gerakan kepemudaan juga muncul untuk menampung kebutuhan berorganisasi para pemuda dari [[kelompok etnik]] atau identitas tertentu di Hindia Belanda, seperti [[Jong Batak|Jong Bataksbond]] (Persatuan Batak Muda), [[Jong Sumatranen Bond|Jong Sumatranenbond]] (Persatuan Orang Sumatra Muda), [[Jong Java]] (Jawa Muda), [[Sekar Rukun|Sekar Roekoen]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Sekar Rukun"), [[Jong Islamieten Bond|Jong Islamietenbond]] (Persatuan Muslim Muda), [[Jong Ambon]] (Ambon Muda), [[Jong Minahasa]] (Minahasa Muda), Jong Celebes (Sulawesi Muda), [[Pemoeda Kaoem Betawi]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Pemuda Kaum Betawi"), dan [[Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia]] ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia").<ref>{{Cite web|last=JP|first=Slamet|date=2020-10-29|title=Perkumpulan Pemuda Pencetus Sumpah Pemuda|url=https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/peta-tematik/perkumpulan-pemuda-pencetus-sumpah-pemuda/|website=Kompaspedia|language=id|access-date=2023-06-12}}</ref> Meskipun demikian, banyaknya kelompok-kelompok yang bersifat kedaerahan melahirkan gagasan bahwa kelompok-kelompok tersebut harus berkumpul dan mendiskusikan kerja sama di antara kelompok-kelompok tersebut, yang sebenarnya memiliki cita-cita kebebasan yang sama. Pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926, gerakan-gerakan kepemudaan (minus Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia, karena kedua organisasi tersebut belum terbentuk saat itu) mengadakan suatu [[kongres]] para pemuda, yang saat ini disebut [[Kongres Pemuda|Kongres Pemuda I]], yang dipimpin oleh [[M. Tabrani|Mohammad Tabrani]] di Vrijmetselaarsloge ("[[Loji]] [[Tarekat Mason Bebas]]", saat ini menjadi Gedung [[Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional|Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]). Rapat pertama yang diadakan pada tanggal 30 April membahas tentang pentingnya kerja sama dan persatuan antarperhimpunan kepemudaan dan berbagai cara melepaskan diri dari [[Kolonialisme|penjajah]]. Kemudian rapat kedua pada tanggal 1 Mei membahas tentang pentingnya peran [[perempuan]] dalam perjuangan mencapai kebebasan dan kemerdekaan. Lalu rapat ketiga pada hari terakhir membahas tentang bahasa persatuan dan [[agama]].<ref name="kongres-1" /><ref name="pemkot-surakarta">[https://surakarta.go.id/?p=27220 Kongres Sumpah Pemuda - Pemerintah Kota Surakarta].</ref> Pada pertemuan hari terakhir itulah, [[Mohammad Yamin|Moehammad Jamin]] dari [[Jong Sumatranen Bond|Jong Sumatranenbond]] mengemukakan usulnya untuk menggunakan [[bahasa Melayu]] sebagai bahasa persatuan, meskipun kemudian dikritik oleh Tabrani yang menginginkan agar bahasa persatuan disebut [[bahasa Indonesia]].<ref>{{Cite web|date=2019-11-23|title=Mohamad Tabrani: Pelopor Bahasa Indonesia|url=https://republika.co.id/share/q1e9ac257|website=Republika Online|language=id|access-date=2023-06-09}}</ref> Di akhir pertemuan, mereka sepakat bahwa seluruh rakyat dan gerakan perjuangan Hindia Belanda perlu menanamkan semangat kemerdekaan dan persatuan sebagai cita-cita bersama.<ref name="kongres-1">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-12-29|title=Kongres Pemuda I: Latar Belakang, Tujuan, Ketua, dan Hasil Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/29/090000779/kongres-pemuda-i-latar-belakang-tujuan-ketua-dan-hasil|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-08}}</ref> Dalam kongres ini, istilah "[[Indonesia]]" mulai diperkenalkan untuk menggantikan identitas Hindia Belanda.
[[Berkas:PKI-1925-Commisariate Batavia.jpg|jmpl|300x300px|Rapat pleno [[Partai Komunis Indonesia|Partij Kommunist Indonesia]] (PKI) pada bulan Mei 1925 di [[Batavia]].]]
Partij Kommunist Indonesia (PKI) mengadakan rapat pleno pada bulan Mei 1925 untuk merundingkan rencana pemberontakan demi menggulingkan pemerintahan kolonial.<ref name="sinaga" /> Dibuka dengan [[mogok kerja]] yang dilakukan oleh [[Tenaga kerja|pekerja]] [[kereta api]], pemberontakan tersebut dimulai pada tanggal 12 November 1926 di [[Labuan, Pandeglang|Labuan]] dengan menyerang para pegawai pemerintah di kediaman masing-masing. Penyerangan tokoh-tokoh pejabat tersebut kemudian meluas ke wilayah-wilayah [[Keresidenan Banten]], [[Batavia]], [[Keresidenan Priangan|Priangan]], [[Keresidenan Kediri|Kediri]], [[Keresidenan Banyumas|Banyumas]], [[Keresidenan Pekalongan|Pekalongan]], dan [[Keresidenan Kedu|Kedu]]. Mulai keesokan hari hingga tanggal 8 Desember, pasukan militer [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda|KNIL]] mulai diturunkan untuk menangkap para pemberontak yang beraksi di [[Jawa]], terutama di daerah Banten yang menjadi tempat pecahnya pemberontakan yang paling sengit.<ref name="pki-1926">{{Cite web|title=Sejarah Pemberontakan Berdarah Pertama PKI pada 1926-1927|url=https://nasional.sindonews.com/read/881243/15/sejarah-pemberontakan-berdarah-pertama-pki-pada-1926-1927-1662761384|website=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2023-06-07}}</ref> Sementara di [[Sumatra|Pulau Sumatra]], pemberontakan dilakukan oleh para anggota PKI mulai pada malam hari tanggal 31 Desember 1926 di [[Silungkang, Sawahlunto|Silungkang]], kemudian menyebar ke wilayah-wilayah [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] lainnya di Keresidenan [[Pesisir Barat Sumatra]]. Pada [[Hari Tahun Baru]] keesokan harinya, pasukan militer mulai dikerahkan untuk menangkap pemberontak PKI di Minangkabau. Pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatra akhirnya benar-benar dapat dipadamkan pada tanggal 28 Februari 1927.<ref name="pki-1926" /><ref>{{Cite web|last=Prinada|first=Yuda|title=Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda|url=https://tirto.id/sejarah-pemberontakan-pki-1926-1927-di-sumatera-terhadap-belanda-gbx4|website=tirto.id|language=id|access-date=2023-06-07}}</ref> Akibat pemberontakan tersebut, PKI ditetapkan sebagai organisasi terlarang di [[Hindia Belanda]] oleh pemerintah kolonial, sehingga kegiatan operasional PKI harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh para anggotanya.
Kembali ke [[Kerajaan Belanda]], pada tahun 1926, [[Mohammad Hatta]] diangkat sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia dan sejak dalam kepemimpinannya, organisasi ini semakin gencar menyuarakan dukungan terhadap pergerakan nasional dan mengutuk penindasan pihak pemerintah kolonial di Hindia Belanda.<ref>Majalah Tempo, Edisi Khusus 80 Tahun Sumpah Pemuda, 27 Oktober 2008</ref> Pada Desember 1926, [[Semaoen]] menemui Hatta untuk menawarkan kerja sama pergerakan nasional. Namun, Hatta tidak dapat menyetujui paham komunisme, sehingga kerja sama batal, meskipun pembatalan tersebut mendapat pertentangan dari anggota-anggota yang telah terpapar paham [[komunisme]] dalam Perhimpoenan Indonesia.<ref>{{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=2012|title=Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa|location=[[Jakarta]]|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-709-633-5|editor=Jaap Erkelens|ref={{sfnRef|Noer|2012}}|authorlink=Deliar Noer}}</ref> Pada tanggal 23 September 1927, Hatta beserta tiga anggota organisasi lainnya ditangkap dan diadili karena diduga terlibat dalam pemberontakan PKI yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Setelah dipenjara selama beberapa bulan, keempat orang yang ditangkap tersebut dibebaskan dari tuduhan karena kurangnya bukti.<ref name="hardjosoediro">{{cite book|last=Soejitno|first=Hardjosoediro|year=1984|title=Kronologi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia|location=[[Jakarta]]|publisher=Pradnya Parmita|ref={{sfnRef|Hardjosoediro|1984}}}}</ref> Pada tahun 1931, Hatta mundur dari jabatan sebagai ketua, dan setelah itu, organisasi ini mulai dikuasai oleh para komunis. Di tahun yang sama, Hatta bersama beberapa tokoh berpaham [[nasionalisme]] lainnya dikeluarkan dari organisasi. Sejak saat itu, organisasi ini dijadikan sebagai organisasi boneka oleh Partai Komunis Belanda.<ref name="hardjosoediro" />
Sementara di [[Hindia Belanda]], [[Soekarno]], yang pada saat itu tengah mengenyam [[pendidikan tinggi]] di [[Technische Hoogeschool te Bandoeng]] ("Sekolah Tinggi Teknik di Bandung", sekarang [[Institut Teknologi Bandung]]), terinspirasi oleh
[[Berkas:MuseumSumpahPemuda.jpg|kiri|jmpl|300x300px|[[Museum Sumpah Pemuda]], yang dahulu bernama Indonesische Clubhuis, merupakan lokasi rapat terakhir [[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda II]] sekaligus menjadi tempat lahirnya [[Sumpah Pemuda]].]]
Setelah mengadakan kongres tahun 1926, gerakan-gerakan kepemudaan tersebut kembali merencanakan kongres lanjutan sejak bulan Agustus 1928. Mereka bersepakat bahwa kongres tersebut, yang saat ini disebut [[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda II]], akan diadakan pada tanggal 27–28 Oktober 1928 di tiga gedung berbeda di [[Batavia]], serta akan diketuai oleh [[Sugondo Djojopuspito|Soegondo Djojopoespito]]. Para perwakilan yang mengikuti kongres ini bukan saja berasal dari perhimpunan-perhimpunan kepemudaan, tetapi juga dari kelompok-kelompok berbasis [[nasionalisme]] dan [[agama]] serta kelompok-kelompok belajar dari tempat pengajaran tertentu.<ref name="kongres-ii">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-04-09|title=Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/29/110000979/kongres-pemuda-ii-lahirnya-sumpah-pemuda|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-09}}</ref> Rapat pertama berlangsung pada tanggal 27 Oktober pukul 19.30–23.30 waktu setempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (Persatuan Anak Muda Katolik),{{efn|Pada lokasi bekas Katholieke Jongenlingen Bond tersebut didirikan Gedung Aula [[Gereja Katedral Jakarta]].<ref>{{Cite web|last=Hariyadi|first=Mathias|date=2019-10-29|title=Mapping Video di Gereja Katedral Jakarta: Kilas Balik Sejarah Sumpah Pemuda 1928 (1) {{!}} SESAWI.NET|url=https://www.sesawi.net/mapping-video-di-gereja-katedral-jakarta-kilas-balik-sejarah-sumpah-pemuda-1928-1/|language=en-US|access-date=2023-06-09}}</ref>}} serta membahas mengenai gagasan wadah nasional dan cara mempererat hubungan antarkelompok demi persatuan dan kesatuan nasional. Dalam rapat ini, [[Mohammad Yamin|Moehammad Jamin]] kembali mempromosikan [[bahasa Melayu]] (dalam bentuk "[[bahasa Indonesia]]") sebagai bahasa persatuan.<ref name="kongres-ii" /> Rapat kedua berlangsung pada keesokan harinya pukul 8.00–12.00 di Oost-Java Bioscoop (Bioskop Jawa Timur),{{efn|Lokasi bekas Gedung Oost-Java Bioscoop ini diperkirakan di dekat atau di sekitar kompleks Gedung [[Mahkamah Agung Republik Indonesia]].<ref>{{Cite web|date=2019-10-28UTC10:30:43|title=Menguak 3 Tempat Yang Jadi Saksi Lahirnya Sumpah Pemuda|url=https://travelingyuk.com/bangunan-saksi-sumpah-pemuda/248776|website=Traveling Yuk|language=en|access-date=2023-06-09}}</ref>}} dan membahas mengenai peran penting pendidikan dalam membantu mewujudkan cita-cita kemerdekaan.<ref name="kongres-ii" /> Rapat ketiga berlangsung pada hari yang sama pukul 17.30–23.30 di Indonesische Clubhuis/Clubgebouw ("Gedung Perkumpulan Indonesia", sekarang [[Museum Sumpah Pemuda]]), serta membahas tentang [[kepanduan]] ([[pramuka]]) dan rangkuman seluruh rapat dalam kongres tersebut. Di sela-sela rapat terakhir kongres ini, lagu "Indonesia Raja" ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "[[Indonesia Raya]]"), yang kelak menjadi [[lagu kebangsaan]] [[Indonesia]], diperdengarkan untuk pertama kalinya melalui gesekan [[biola]] oleh [[Komponis|penggubah lagu]] tersebut, yaitu [[Wage Rudolf Soepratman]], di hadapan seluruh hadirin rapat, yang terharu oleh lantunan nada biola Soepratman. Oleh karena permintaan hadirin yang menginginkan agar lagu "Indonesia Raja" dinyanyikan dengan [[Lirik (lagu)|lirik]], [[Dolly Salim]], putri sulung [[Agus Salim|Agoes Salim]], ditunjuk untuk menyanyikan lagu ini dengan perubahan kata ''merdeka'' menjadi ''moelia'' untuk menghindari pemboikotan kongres oleh aparat pemerintah kolonial yang menjaga kongres ini.<ref>{{Cite web|last=Haryanto|first=Alexander|title=Sejarah Lirik Lagu Indonesia Raya dalam Hari Sumpah Pemuda|url=https://tirto.id/sejarah-lirik-lagu-indonesia-raya-dalam-hari-sumpah-pemuda-ekvL|website=tirto.id|language=id|access-date=2023-06-12}}</ref> Akhirnya, sebagai penutup dan untuk menyimpulkan hasil kongres tersebut, Soegondo membacakan suatu naskah resolusi yang dibuat oleh Jamin di depan para peserta kongres dan resolusi tersebut disetujui dan menjadi ikrar bagi seluruh peserta kongres yang hadir. Ikrar tersebut saat ini dikenal dengan nama [[Sumpah Pemuda]], yaitu kesatuan pengakuan para pemuda sebagai "[[Orang Indonesia|bangsa Indonesia]] pada [[tanah air]] [[Indonesia]] yang [[Bahasa Indonesia|berbahasa Indonesia]]". Sejak keputusan tersebut, gerakan-gerakan nasional di Hindia Belanda mulai menggunakan nama "Indonesia" sebagai identitas mereka.<ref>{{Cite web|title=Museum Sumpah Pemuda|url=http://www.museumsumpahpemuda.go.id/index_files/Page525.htm|archive-url=https://web.archive.org/web/20090625190339/http://www.museumsumpahpemuda.go.id/index_files/Page525.htm|archive-date=2009-06-25|dead-url=yes|access-date=2009-09-27}}</ref>
Pada masa [[Perang Dunia II]], sewaktu Belanda sedang diduduki oleh [[Jerman Nazi]], [[Jepang|Kekaisaran Jepang]] berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. [[Soekarno]], [[Hatta|Mohammad Hatta]], [[Mas Mansur, Kiai Haji|KH. Mas Mansur]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] diberikan penghargaan oleh [[Hirohito|Kaisar Jepang]] pada tahun 1943.{{fact}}
|