Kesultanan Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) Tag: Pembatalan |
||
(75 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{pp-protected|reason=Penambahan isi halaman tanpa sumber|small=yes}}
{{refimprove}}
{{Infobox Former Country
|
|
|
| p1 = Kesultanan Demak
| p2 = Kesultanan Banten
| s1 = Hindia Belanda
| s2 = Indonesia
| flag_p1 = PATAKA KESULTANAN DEMAK.jpg
| flag_p2 = Flag of the Sultanate of Banten.svg
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| year_start = 1659
Baris 24 ⟶ 19:
| event_end = Dihapus [[Belanda]]
| image_map =
| capital = [[Palembang]]
| common_languages = Bahasa yang umum digunakan didalam Kesultanan Palembang adalah [[Bahasa Melayu Palembang]] yang terbagi menjadi dua dialek, yaitu [[Bahasa Palembang Alus]] yang biasanya digunakan oleh Wong Jero (keluarga Sultan dan Bangsawan) dan [[Bahasa Melayu Palembang|Palembang Sari-Sari]] yang biasa digunakan oleh Wong Jabo (rakyat biasa)
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Sultan
| currency = [[Pitis Palembang]] <br /> [[Gulden Hindia Belanda]] <br /> [[Rupiah]]
| footnotes = [[Gelar kehormatan dalam Kesultanan Palembang|Azmatkhan]] [[Walisongo]]
| leader_title1 =
| leader_name1 =
Baris 43 ⟶ 37:
| p3 = Kerajaan Palembang
| flag_s2 = Flag_of_Indonesia.svg
| year_leader7 =
| year_leader6 = 3
| year_leader5 = 1821-1823
Baris 54 ⟶ 48:
| leader2 = [[Mahmud Badaruddin I|Sultan Mahmud Badaruddin bin Sultan Mansyur Jayo ing Lago]]
| leader1 = [[Susuhunan Abdurrahman|Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam Bin Pangeran Sedo Ing Pesarean]]
| flag_p3 =
| house1 =
| religion_ref =
| demonym =
| leader7 =
| flag_p4 = Naval flag of Majapahit Kingdom.svg
| flag_p5 = Flag of Aceh Sultanate.svg
| today = {{Flag|Indonesia}}
| image_flag =
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kesultanan Palembang Darussalam''' adalah suatu [[kerajaan Melayu]] [[Islam]] di [[Sumatra]] yang berpusat di [[Kota Palembang]], [[Sumatera Selatan]] sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh [[Sri Susuhunan Abdurrahman]], seorang bangsawan Palembang pada tahun [[1659]],<ref name="Bruun">{{cite book|last=Bruun|first=M.C.|authorlink=Malthe Conrad Bruun|title=Universal geography, or A description of all the parts of the world|url=https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog|publisher=|year=1822|page=[https://archive.org/details/universalgeogra00bruugoog/page/n467 441]}}</ref> dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial [[Belanda]] pada [[7 Oktober]] [[1823]].
== Kekuasaan ==
Kesultanan yang pernah berkuasa dari tahun [[1659]] - [[7 Oktober]] [[1823]]<ref>[https://www.indephedia.com/2019/01/sejarah-kesultanan-palembang-darussalam.html Kisah Berdiri dan Hancurnya Kesultanan Palembang Darussalam] di [https://www.indephedia.com Indephedia]</ref> ini merupakan [[Sultan|Kesultanan]] terbesar di [[Negara
[[Berkas:Miniature of Palembang palace.JPG|256px|kiri|jmpl|Replika masjid agung kesultanan Palembang]]
== Pendirian ==
[[Berkas:Sultan of Palembang throne.JPG|256px|ka|jmpl|Replika takhta sultan Palembang]]
Berdasarkan kisah ''Kidung Pamacangah'' dan [[Babad Arya Tabanan]]<ref>Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), ''Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan'', Denpasar: Upada Sastra.</ref> disebutkan seorang tokoh Anak [[Brawijaya (disambiguasi)|brawijaya]] sebagai ''bupati Palembang'' turut serta menaklukan Bali bersama dengan [[Gajah Mada]] Mahapatih [[Majapahit]] pada tahun 1343. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan [[Adityawarman]].<ref>Berg, C.C., (1985), ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara.</ref> Begitu juga dalam [[Nagarakretagama]], nama Palembang telah disebutkan sebagai daerah jajahan Majapahit (meski belum ada bukti tertulis dijajah) serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat dalam [[Pararaton]] juga telah menyebutkan Palembang sebagai sebuah kawasan yang "akan ditaklukannya" (meski pada kenyataanya tidak ada bukti tertulis).
Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama ''Pa-lin-fong'' yang terdapat pada buku ''Chu-fan-chi'' yang ditulis pada tahun 1178 oleh ''Chou-Ju-Kua'' dirujuk kepada Palembang, dan kemudian sekitar tahun 1513, [[Tomé Pires]] seorang petualang dari [[Portugis]] menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada [[kesultanan Demak]] serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Kemudian pada tahun 1596, Palembang juga ditaklukan oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] Seterusnya nama tokoh yang dirujuk memimpin kesultanan Palembang dari awal adalah [[Sri Susuhunan Abdurrahman]] tahun 1659. Walau sejak tahun 1601 telah memiliki hubungan dengan VOC dari yang mengaku Sultan Palembang.<ref name="Poesponegoro">{{cite book|last=Poesponegoro|first=M.D.|title=Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia|page= 46}}</ref>
Baris 78:
Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil [[rempah-rempah]] dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah [[kepulauan Bangka Belitung]] yang memiliki tambang [[timah]] dan telah diperdagangankan sejak [[Abad ke 18|abad ke-18]].<ref>{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|authorlink=Merle Calvin Ricklefs|title=A history of modern Indonesia since c. 1300|page= 139}}</ref>
== Ulama di Masa Kesultanan Palembang ==
=== Syekh Abdus Somad Al-Falimbani<ref>[[Abdus Samad al-Palimbani|Abdus Samad Al-Palimbani]] di [https://wiki-indonesia.club/ Wikipedia Bahasa Indonesia]</ref> ===
{{Further|Abdus Samad al-Palimbani}}
'''Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani''' adalah seorang tokoh sufi penulis kitab-kitab sufi yang berasal dari Palembang.<ref name="Amin2008">{{cite book|author=Samsul Munir Amin|year=2008|url=https://books.google.com/books?id=7DDriJCv-x4C&pg=PA311|title=Karomah para kiai|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=978-979-8452-49-9|pages=311–}}</ref> Abdus Shamad lahir pada [[1116 H]] ([[1704]]) M dan wafat pada [[1203 H]] ([[1789]] M) dalam usia 85 tahun,<ref name="Amin2008" /> di Palembang.{{Fact}} Tentang nama lengkap Syeikh Al-Falimbani, yang tercatat dalam sejarah, ada tiga versi nama. Yang pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, dia bernama Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani. Sementara versi terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta itu, bahawa apabila merujuk pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syeikh Al-Falembani ialah Sayyid Abdus Al-Samad bin Abdurrahman Al-Jawi. Dari ketiga nama itu yang diyakini sebagai nama Abdul Samad, Azyumardi berpendapat bahawa nama terakhirlah yang disebut Syeikh Abdul Samad.
Perbedaan pendapat mengenai nama ulama ini dapat difahami mengingat sejarah panjangnya sebagai pengembara, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dalam menuntut ilmu. Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Falembani sebenarnya tidak jauh berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti [[Hamzah Fansuri]], [[Nuruddin Al-Raniri]], [[Abdurrauf as-Singkili]], [[Yusuf Al-Makasari]].
Dari Persegi silsilah, nasab Syeikh Al-Falembani berketurunan Arab, dari sebelah ayah. Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad Al-Mahdani, ayah Al-Falembani, adalah ulama yang berasal dari Yaman yang dilantikmenjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita Palembang yang diperisterikan oleh Syeikh Abdul Jalil, setelah sebelumnya menikahi Wan Zainab, puteri Dato´ Sri Maharaja Dewa di Kedah.
=== Masagus Abdul Hamid (Kyai Marogan)<ref>[https://www.laduni.id/post/read/80741/biografi-kiai-marogan-palembang# Kyai Marogan] di [https://www.laduni.id/ Laduni.id]</ref> ===
'''Kyai Marogan''' adalah seorang ulama yang berasal dari Palembang. Kyai Marogan lahir pada tahun [[1082]] M dan wafat pada tahun 1091 M dalam usia 89 tahun, di Palembang. Pada usia muda, Kiai Marogan dikenal giat berbisnis di bidang saw-mill atau perkayuan. Beliau memiliki dua buah pabrik penggergajian kayu. Bakat beliau ini diperoleh dari ibunya yang berdarah [[Tionghoa]]. Berkat suksesan dalam bisnis kayu ini membuat Kiai Marogan untuk berangkat ke tanah suci dan dan sepulangnya dari tanah suci beliau menjalankan kegiatan penyebaran dakwah di pedalaman [[Sumatera Selatan|Sumatera Selatan]].
Dari hasil bisnis usaha kayunya Kiai Marogan mampu mendirikan sejumlah [[masjid]] yang dipergunakan sebagai pusat kajian dan dakwah. Banyak ajaran Kiai Marogan yang masih dilantunkan oleh sebagian penduduk Palembang, di antaranya adalah sebuah [[Zikir|dzikir]]: “La ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadur Rasulullah Shadiqul Wa’dul Amin”, yang artinya “Tiada Tuhan Selain Allah, Raja Yang Benar dan Nyata, Muhammad adalah Rasulullah Yang Jujur dan Amanah.”
Dzikir yang diamalkan oleh Kiai Marogan di atas, ternyata berasal dari [[hadis]] yang berbunyi:
"Dari Sayyidina Ali Ra Karramallahu wajhahu berkata, Rasulullah SAW bersabda: ''"Barangsiapa setiap hari membaca la laha illallahul malikul haqqul mubin maka bacaan itu akan menjadi keamanan dari kefakiran dan menjadi penenteram dari rasa takut dalam kubur."'' (HR. Abu Nu'aim dan Ad-Dailami).
Konon, amalan zikir ini selalu dibaca oleh Kiai Marogan beserta murid-murid beliau dalam perjalanan di atas perahu. Sambil mengayuh perahu, beliau menyuruh murid-murid beliau untuk mengucapkan zikir tersebut berulang-ulang sepanjang perjalanan dengan suara lantang.
Selain amalan dzikir ini, Kyai Marogan juga memiliki karomah, diantaranya:
# Ikan dalam Buah Kelapa,
# Dapat Menahan Perahu Agar Tak Karam,
# Ikan Mati Hidup Kembali, dll.
Dari Persegi silsilah, nasab Kyai Marogan berketurunan Arab, dari sebelah ayah. Masagus H. Mahmud Kanang bin Masagus Taruddin , ayah Kyai Marogan, adalah ulama yang merupakan keturunan Sultan Palembang Darussalam yang bernama [[Susuhunan Abdurrahman|Susuhanan Abdurrahman]] yang nasabnya sampai [[Muhammad|Rasululllah]]. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita Keturunan Tionghoa yang bernama Perawati.
=== Kiagus Muhammad Saleh (Kyai Saleh Lateng Banyuwangi)<ref>[https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Kyai_Saleh_Lateng Kyai Saleh Lateng] di [https://ms.wiki-indonesia.club/ Wikipedia Bahasa Melayu]</ref> ===
''Informasi lebih lanjut: [https://ms.m.wiki-indonesia.club/wiki/Kyai_Saleh_Lateng Kyai Saleh Lateng]''[[Berkas:Kyai Saleh.png|kiri|jmpl|250x250px|Kyai Saleh Lateng]]
'''Kyai Saleh Lateng''' adalah seorang ulama yang datuknya (Kiagus Abdurrahman) berasal dari Kesultanan Palembang Darussalam. Kyai Saleh Lateng lahir pada tanggal 7 Maret [[1862]] M di Banyuwangi, Jawa Timur.
Ketika kecil, Kyai Saleh belajar mengaji pada kedua orang tuanya hingga sampai usia 15 tahun. Kemudian, beliau pergi [[Belajar|menimba ilmu]] di beberapa [[Pesantren|Pondok Pesantren]] di Kyai Mas Ahmad, Kebon Dalem, [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Tak Lama kemudian, beliau melanjutkan mondok ke [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Khalil]] [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]], [[Pulau Madura|Madura]].
Kyai Saleh memiliki banyak [[Peserta didik|murid]] yang tidak hanya [[Peserta didik|murid]] itu datang ke Kyai Saleh untuk [[Belajar|menimba ilmu]] [[agama]], bahkan banyak pemuda yang datang ke Kyai Saleh untuk Mempelajari ilmu [[kanuragan]]. Kyai Saleh juga pernah berguru ke Tuan Guru Muhammad Said, [[Kabupaten Jembrana|Jembrana]], [[Bali]] untuk [[Belajar|menimba Ilmu]] [[Agama]], bahkan untuk mendalami Ilmu [[Agama]], Kyai Saleh rela pergi ke [[Tanah Suci]] [[Makkah|Mekkah]] untuk meneruskan pelajaran Ilmu [[Agama]]<nowiki/>nya.
Setelah usia 38 Tahun, Kyai Saleh pulang ke [[kampung]] halamannya di [[Lateng, Banyuwangi, Banyuwangi|Lateng]] untuk menyebarkan pemikiran agamanya hingga ke pelosok [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Dulunya [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] terkenal sebagai daerah yang penuh dengan pertikaian, namun dengan pencerahan terus menerus dari Kyai Saleh perkelahian itu dapat disingkirkan dan beliau juga telah membuat [[Pertobatan|insaf]] bromocorah.
Kyai Saleh pernah mengikuti [[Jihad]] di [[Kota Surabaya|Surabaya]] melawan [[Belanda]] bersama [[santri]]<nowiki/>nya. Bahkan, beliau juga anti terhadap [[Belanda]], Hal itu dapat dibuktikan dari sikap Kyai Saleh yang melarang keluarganya meniru kebiasaan [[Belanda]], seperti memakai [[jas]], [[celana]], serta [[sekolah]] di [[sekolah]] [[Belanda]].<ref>(Latief, 1995)</ref>
Van Der Plass yang notabenenya ialah [[Residen]] [[Belanda]] di [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] pernah mendatangi Kyai Saleh untuk memberikan bantuan terhadap [[Pesantren|pondok]]<nowiki/>nya, Namun Kyai Saleh menolaknya dengan mentah-mentah. Beliau juga merupakan pencetus berdirinya [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Departemen Agama]], karena Kyai Saleh saat itu men yumbang buku buatannya, yaitu Kitab '''[[Mu'jam al-Buldan|Mu’jamul Buldan]]''' kepada [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Departemen Agama]] dan hingga saat ini masih menjadi rujukan.
Kyai Saleh Lateng merupaasabkan tipikal kyai penggerak. Beliau memegang peranan startegis dalam mengkonsolidasi jaringan [[ulama]]-[[santri]] untuk ber[[dakwah]] dan mengawal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]]. Kyai Saleh Lateng juga menjadi kyai penting pada masa awal pendirian [[Nahdlatul Ulama]], bersama Hadratus [[Hasjim Asy'ari|Syaikh Hasyim Asy'ari]], [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]], [[Bisri Syansuri|Kyai Bisri Syansuri]] dan beberapa kyai lainnya di penjuru Nusantara.
Pada awalnya, Kyai Saleh Lateng menggerakkan [[Sarekat Islam]]. Hal ini merupakan hal yang lumrah, karena pada awal [[Abad ke-11 hingga 20|abad 20]], pergerakan [[Sarekat Islam]] menjadi gerbong bagi para [[Kiai|kyai]]-[[santri]] untuk menyuarakan kemerdekaan dan meng[[organisasi]] diri. Meski pada akhirnya para [[Kiai|kyai]] memisahkan diri dari pergerakan [[Sarekat Islam]]. Hal ini juga terjadi pada [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]], yang pernah menjadi penggerak [[Sarekat Islam]] sewaktu mengaji di [[Hijaz]]. Ketika kembali ke [[Indonesia|tanah air]], [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]] membentuk organisasi sendiri dengan merangkul [[Kiai|kyai]] [[santri]], dalam Tashwirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, [[Nahdlatul Wathan]], hingga kemudian terbentuklah [[Nahdlatul Ulama]].
Kyai Saleh Lateng, yang pada awalnya menggerakkan [[Sarekat Islam]] di [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]], kemudian menjadi tokoh penting dalam pendirian [[Nahdlatul Ulama]]. Bahkan, pada [[1913]], Kyai Saleh Lateng memimpin Rapat Umum [[Sarekat Islam]] di [[Kawedanan]] [[Glenmore, Banyuwangi|Glenmore]] [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Dengan demikian, peranan Kyai Saleh dalam menggerakkan jaringan [[Islam]] di awal [[Abad ke-11 hingga 20|abad 20]], diakui memiliki kontribusi penting. Ketika Komite [[Hijaz]] dibentuk, Kyai Saleh Lateng bergabung bersama barisan [[Kiai|kyai]]. Ikatan emosional ketika mengaji di beberapa [[pesantren]], terutama pesantren [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]] dan [[Makkah]], menambah kekuatan komunikasi antara Kyai Saleh dengan beberapa [[Kiai|kyai]] lainnya.
Ketika masa awal pendirian [[Nahdlatul Ulama]], yakni pada [[10-an|16]] [[Rajab]] [[1344]] [[Kalender Hijriyah|H/]][[31 Januari]] [[1926]], Kyai Saleh Lateng ditunjuk oleh [[Hasjim Asy'ari|Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy'ari]] dan [[Abdul Wahab Hasbullah|Kyai Wahab Chasbullah]] menjadi anggota muassis-mukhtasar (formatur) pendirian [[Nahdlatul Ulama]].
Pada Muktamar NU ke-9 di [[Banyuwangi]] yang dipimpin oleh Kyai Saleh Lateng, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau [[24 April]] [[1934]], ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran [[Gerakan Pemuda Ansor|Gerakan Pemuda Ansor)]].
Kyai Saleh Lateng menghembuskan napas terakhir pada malam [[Rabu]], [[20-an|29]] [[Dzulkaidah|Dzulqo'dah]] [[1371]] [[Kalender Hijriyah|H/]] [[20 Agustus]] [[1952]] pada usia 93 tahun. Jenazahnya [[Kubur|dikebumikan]] di sebelah [[Musala|musholla]] ([[Musala|Langgar]]), tempat Kyai Saleh Lateng biasa memberikan pengajian kepada [[Santri|santri-santrinya]]. Pada tahun [[1956]], [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi|DPRD Kabupaten Banyuwangi]] memberikan keputusan penggunaan nama Kyai Saleh Lateng untuk sebuah [[ruas jalan]]. Keputusan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi|DPRD Banyuwangi]] ini untuk menghormati perjuangan dan pengabdian Kyai Saleh Lateng dalam mendidik warga sekaligus berjuang untuk negeri.
== Peperangan ==
{{Further|Perang Menteng}}
== Daftar Sultan Palembang ==
=== Kesultanan Palembang Darussalam (1659–1823) ===
* Sri Susuhunan Abdurrahman (1659–1706), pendiri Kesultanan, saudara Pangeran Sedo ing Rajek, penguasa Palembang sebelumnya
* Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706–1718), putra Abdurrahman
* Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718–1724), putra Abdurrahman
* Sultan [[Mahmud Badaruddin I]] Jayo Wikramo (1724–1757), putra Muhammad Mansyur
* Sultan Anom Alimuddin (1724–1727), memerintah bersama saudara tirinya Mahmud Badaruddin I hingga diusir
* Sultan [[Sultan Ahmad Najamuddin I|Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo]] (1757–1776), putra Mahmud Badaruddin I
* Sultan [[Sultan Muhammad Bahauddin|Muhammad Bahauddin]] (1776–1803), putra Ahmad Najamuddin I
* Sultan [[Mahmud Badaruddin II]] (1803–1812, 1813, 1817–1821), putra Muhammad Bahauddin
* Sultan Ahmad Najamuddin II (1812–1813, 1813–1817, 1821–1823), putra Muhammad Bahauddin
* Sultan Ahmad Najamuddin III (1819–1821), putra Mahmud Badaruddin II
* Sultan Ahmad Najamuddin IV Prabu Anom (1821–1823), putra Ahmad Najamuddin II
=== Sultan Saat Ini ===
* [[Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin]] (2006–sekarang)
=== Pohon keluarga ===
{{Chart top|width=100%|collapsed=no|Pohon Keluarga Sultan Palembang}}
{{Tree chart/start|align=center}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Abdurrahman'''<br><sup>(1)</sup><br><small>r. 1659–1704</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |,|-|^|-|.| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Muhammad<br>Mansyur'''<br><sup>(2)</sup><br><small>r. 1704-1709</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
A02='''Agung<br>Komaruddin'''<br><sup>(3)</sup><br><small>r. 1714-1724</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''[[Mahmud Badaruddin I|Mahmud<br>Badaruddin I]]'''<br><sup>(4)</sup><br><small>r. 1724-1758</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Ahmad<br>Najamuddin I'''<br><sup>(5)</sup><br><small>r. 1758-1776</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Muhammad<br>Bahauddin'''<br><sup>(6)</sup><br><small>r. 1776-1804</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |)|-|-|-|.| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''[[Mahmud Badaruddin II|Mahmud<br>Badaruddin II]]'''<br><sup>(7)</sup><br><small>r. 1804-1812,<br>1813,<br>1818-1821</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
A02='''Ahmad<br>Najamuddin II'''<br><sup>(8)</sup><br><small>r. 1813-1818</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | |!| | | | | | | | | | | | | | | | | | |}}
{{Tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |A01 | |A02 | | | | | | | | | | | | | | | | | |
A01='''Ahmad<br>Najamuddin III'''<br><sup>(9)</sup><br><small>r. 1819-1821</small>|boxstyle_A01=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700|
A02='''Ahmad<br>Najamuddin IV'''<br><sup>(10)</sup><br><small>r. 1821-1823</small>|boxstyle_A02=background-color:#98FB98; border-color:#FFD700}}
{{Tree chart/end}}
{{Chart bottom}}
== Galeri ==
<gallery>
File:Sultan ISKANDAR lambang2.jpg|Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin (2006-sekarang)
</gallery>
[[Kategori:Kesultanan Palembang| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Palembang]]
[[Kategori:Kerajaan di
== Rujukan ==
|