Kerajaan Kadiri: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(245 revisi perantara oleh 57 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{no footnotes}}
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name =
| common_name = Kadiri
| continent =
| region =
| country =
| religion = [[Hinduisme]], [[Buddhisme]], [[Animisme
| p1 = Kerajaan Kahuripan
| s1 = Kerajaan Tumapel
Baris 30:
| admin_center_type =
| status = Kerajaan
| common_languages = [[
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Maharaja/Sri
Baris 46:
| year_leader5 = 1159-1169
| leader6 = [[Sri Aryeswara]]
| year_leader6 = 1169-
| leader7 = [[Sri Gandra]]
| year_leader7 =
| leader8 = [[Kameswara]]
| year_leader8 = 1182-1194
Baris 55:
| leader10 = [[Jayakatwang]]
| year_leader10 = 1292-1293
| currency = Koin emas dan campuran tembaga, perak dan timah
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}<br/>
Baris 62:
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
:{{arti lain|Artikel ini membahas tentang Kerajaan Kediri (Sejarah Nusantara). Lihat pula [[
'''Kerajaan Kadiri''', '''Kediri''' disebut juga dengan '''Daha''' atau '''Panjalu''' ({{lang-jv|ꦥꦚ꧀ꦗꦭꦸ|Pañjalu}}) adalah [[Monarki|kerajaan]] [[Hindu]]-[[Buddhisme|Buddha]] yang terdapat di [[Jawa]] [[Jawa Timur|Timur]], antara tahun [[1042]]–[[1222]]. Dan merupakan salah satu kerajaan hasil pembelahan yang juga didirikan [[Airlangga]]<ref>https://www.britannica.com/place/Kadiri</ref>. Kerajaan ini dipimpin oleh [[Wangsa Isyana]] dan berpusat di [[Daha]]napura, adalah nama sebuah kota kuno di masa lalu yang sekarang menjadi bagian dari [[Kota Kediri]]. Sebelum pembagian kerajaan, Panjalu merupakan wilayah dari [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]].
== Etimologi ==
[[Berkas:Vishnu Kediri.jpg|jmpl|kiri|
Sesungguhnya kota '''[[Daha]]''' sudah ada sebelum peristiwa pembelahan kerajaan oleh [[Airlangga]]. Daha merupakan singkatan dari ''Dahanapura'', yang berarti ''kota api''. Nama ini terdapat dalam [[prasasti Pamwatan]] yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam ''[[Serat Calon Arang]]'', bahwa saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di [[Kahuripan]], melainkan telah berpindah ke [[Daha]]napura dan menyebut Airlangga sebagai raja Daha.<ref>[http://www.tourismindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=524&Itemid=33 Kediri archeological discovery offers clues on ancient kingdom] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070328004059/http://www.tourismindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=524&Itemid=33 |date=2007-03-28 }}, ''[[The Jakarta Post]]'', 24 March 2007.</ref>
<small><blockquote>... 15. Segera tiba di Sagara Rupek, beliau menyeberang di sana, Sang Pendeta Baradah. Tidak diceritakan perjalanan Sang Pendeta di jalan sangat cepat jalannya. Beliau segera tiba di kerajaan Daha, bertemu dengan putranya Sang Maharaja Erlangga yang sedang dihadap... <br>— (''Lontar Calon Arang'').</blockquote></small>
=== Nama Panjalu ===
Pada mulanya, nama
Pangjalu berasal dari kata ''Jalu'' yang memiliki arti Jantan atau Pria, unsur dari [[maskulinitas]] selanjutnya diberi kata ''Pang'' yang adalah Pe, merupakan tambahan sehingga menjadi kalimat ''Pe-jantan'' dalam konteks kewilayahan istilah pejantan tersebut bermakna wilayah yang subur serta berdikari atau mandiri. Istilah Kadhiri merupakan [[sinonim]] atau persamaan kata dari Pangjalu yang bermakna kemandirian. Kasus tersebut mirip dengan nama [[Majapahit]] dengan [[Wilwatikta]], dimana wilwa adalah buah [[maja]] sedangkan tikta adalah pahit.
=== Nama Kadiri ===
Nama
Terjemahan inskripsi: (Sri Maharaja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri)
Dalam [[prasasti Kamulan]] yang berangka tahun 1116 Saka (1194 M) juga menyebutkan: {{cquote|''"... tatkāla ni n kentar sangke kaḍatwan ring katang-katang deni nkin malṛ yatik kaprabhun śrī mahārāja siniwi riŋ bhūmi kaḍiri ..."''}}
Terjemahan inskripsi: (ketika meninggalkan istananya yang berada di Katang-katang sehingga tetap dapat menjalankan pemerintahan sebagai Sri Maharaja yang bertahta di Bhumi Kadiri)
Pada isi kalimat di [[prasasti Mula Malurung]]: (VII.a) yang diterbitkan oleh [[Kertanegara]] tahun (1255 M) sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya [[Wisnuwardhana]] raja [[Singhasari]].
{{cquote|''"... 4) sira śrī kṛtānagara nāma niran inabhiśeka. pinasaṅakěn ṅkāneŋ maṇikanaka siṅhāsana. riŋ nagara daha. sinewita niŋ bhūmi kaḍiri..."''}}
Pada bait kalimat [[prasasti Carama]] berupa sebuah lempeng tembaga yang berada disimpan di [[Frankfurt|Museum Arkeologi Frankfurt Jerman]], bertarikh 07 Juni 1015 M. Yang merupakan anugerah dari Sri Mahadewi yang bertakhta di Kadhiri.
{{cquote|''"...1. //O// Śwasti saka warşatita, 937, karttika masa, tithi, dwādaśi 2. Kṛṣṇapaksa, wara, ma, pa, bu, wayang, wawakaraṇa, maghanaksatra pitr 3. Dewata, kumbharaśi, irika diwaśa budyah (pu dyah) ghara manusuk darmma 4. Tani manguri, panganugrahanira paduka, śri mahadewi, siniwi ring kaḍiri, 5. Sang tita tlas, ginawayakên, lawan sawah rong têmpah sa
(F.H. van Naerssen, dlm Kartoadmodjo, S.1985:66) ..."''}}
[[Toponimi]] penyebutan wilayah Kadiri untuk pertama kali ditemukan di dalam [[prasasti Sukabumi|prasasti Harinjing B]] tahun 843 Saka (19 September 921 Masehi) yang dikeluarkan oleh raja '''[[Dyah Tulodong|Rakai Layang Dyah Tulodong]]''' dari [[kerajaan Medang]] atau [[Mataram Kuno]]. {{cquote|''"... i śrī mahārāja mijil angkȇn cetra ka tlu i sang pamgat asing juru i kaḍiri ikang ri wilang ..."''}}
Terjemahan inskripsi: (kepada sri maharaja dikeluarkan setiap Bulan Caitra tanggal 3, kepada Sang Pemutus Perkara bernama asing petugas di Kadiri, yang dari Wilang)
== Latar belakang ==
=== Runtuhnya kerajaan Medang ===
Raja kedatuan Medang yang terakhir bernama [[Dharmawangsa Teguh]] saingan berat [[kedatuan Sriwijaya]]. Pada tahun 1016, [[Haji (gelar)|Haji Wurawari]] seorang raja bawahan dari Lwaram sekitar [[Cepu]], [[Blora]] bersekutu dengan Sriwijaya untuk menyerang istana Wwatan sekarang sekitar [[Maospati, Magetan]] ibu kota dari [[kerajaan Medang]], yang pada saat itu tengah mengadakan sebuah pesta pernikahan antara putri Dharmawangsa Teguh dengan [[Airlangga]], raja Dharmawangsa Teguh sendiri tewas dalam serangan tersebut sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga bersama dengan putri Dharmawangsa berhasil lolos ditemani pembantunya [[Mpu Narotama]].
[[Airlangga]] adalah putra dari pasangan [[Mahendradatta]] saudari Dharmawangsa Teguh dengan [[Udayana]] raja dari [[kerajaan Bedahulu]], [[Bali]]. ia lolos bersama putri Dharmawangsa dengan ditemani pembantunya yang bernama [[Mpu Narotama]]. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan ''Vana giri'' sekarang [[Wonogiri]], dan selanjutnya menuju Sendang Made, [[Kudu, Jombang]].
=== Berdirinya Medang Kahuripan ===
Pada saat pelarian dan dalam masa persembunyiannya dengan kalangan pertapa, setelah melewati tiga tahun hidup di dalam hutan pada tahun 1019, [[Airlangga]] didatangi utusan rakyat bersama dengan [[senapati]] yang masih setia untuk menyampaikan permintaan agar dirinya mendirikan dan membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan Medang. Atas dukungan para pendeta dari ketiga aliran yakni [[Hindu]], [[Buddhisme|Buddha]], dan [[Smarta|Mahabrahmana]] ia kemudian membangun kembali sisa-sisa kerajaan Medang yang istananya telah hancur tersebut, yang lazim dikenal sekarang dengan kerajaan '''Medang Koripan''' atau '''Medang Kahuripan''' dengan ibu kota baru yang bernama Watan Mas.<ref name=":1">{{Cite book|last=Wignjosoebroto|first=Wiranto|url=https://books.google.com/books?id=kKpgEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA27&dq=medang+koripan&hl=en|title=MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa|publisher=Penerbit K-Media|isbn=978-602-6287-19-9|language=id}}</ref>
{{Quote box|quote= 15. Kemudian dalam tahun penting yaitu 941 tahun saka, tanggal 13 paro terang, bulan magha, pada hari kamis menghadaplah para abdi dan para Brahmana terpandang kepada raja di raja Erlangga, menunduk hormat disertai harapan tulus. Mereka dengan penuh ketulusan mengajukan permohonan kepadanya:“perintahlah negara ini sampai batas-batas yang paling jauh ! ...”|source= ''(Prasasti Pucangan)''|width=30%|}}
Ibu kota baru bernama ''Watan Mas'' terletak di dekat sekitar [[Gunung Penanggungan]]. Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan kerajaan Medang yang membebaskan diri setelah keruntuhannya. Baru setelah [[Sriwijaya|kedatuan Sriwijaya]] dikalahkan [[Rajendra Chola|Rajendra Coladewa]], raja Colamandala dari [[kerajaan Chola]], wilayah [[Pesisir Koromandel|Coromandel]], [[India]] di tahun 1025, Airlangga baru bisa dengan leluasa membangun kembali dan menegakkan kekuasaan [[wangsa Isyana]] di tanah [[Jawa]].
Sejak tahun 1029, peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan di [[Jawa Timur]] dapat ditaklukkannya. Periode antara tahun 1029 sampai dengan tahun 1037 adalah periode penaklukkan yang dilakukan oleh Airlangga terhadap musuh-musuhnya baik yang berada wilayah barat, timur, maupun selatan. Berita pada [[prasasti Pucangan]]
Tetapi satu tahun kemudian di penghujung tahun 1032 (954 Saka), dari arah utara, pasukan Airlangga bergerak ke selatan menuju wilayah Lodoyong. Dyah Tulodong berhasil dikalahkan oleh Airlangga lewat pertempuran sengit. Tidak lama kemudian Raja Wurawari musuh bebuyutannya pun dapat dihancurkannya, sekaligus membalaskan dendam Airlangga dan [[wangsa Isyana]].
Sejak saat itu wilayah kerajaan Airlangga mencakup hampir seluruh [[Jawa Timur]]. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke [[Jawa Tengah]] bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke [[Bali]].
===Ibu Kota Kahuripan===
Tahun 1032, menurut [[prasasti Terep]], Airlangga kemudian membangun ibu kota baru bernama [[Kahuripan]] yang berpusat di daerah [[Kabupaten Sidoarjo]] sekarang.
===Istana Madander===
Di tahun 1037, dikeluarkan [[prasasti Kusambyan]] memuat informasi mengenai [[keraton]] Madander yang diperkirakan sebagai lokasi dari istana Airlangga yang terletak di sekitar [[Kabupaten Jombang]].
===Ibu Kota Dahanapura===
Pada tahun 1042, berdasarkan [[prasasti Pamwatan]] dan ''[[Serat Calon Arang]]'', di akhir masa pemerintahannya, Airlangga kemudian memindahkan ibukotanya ke [[Daha]], [[Kota Kediri]].
== Berdirinya kerajaan
[[File:Airlangga.jpg|thumb|150px||Arca perwujudan Airlangga sebagai [[Wisnu|Dewa Wisnu]] mengendarai [[Garuda]]. Koleksi Museum [[Trowulan]], [[Jawa Timur]].]]
=== Pembagian kerajaan oleh Airlangga ===
Di dalam [[kakawin]] [[Nagarakretagama|Desyawarnana]] yang ditulis oleh seorang [[pujangga]], [[Mpu Prapanca]]. Bekas pembesar urusan [[Buddhisme|agama Buddha]] di istana [[Majapahit]], menyebutkan raja [[Airlangga]] yang telah memerintah dari [[Daha]], di wilayah Panjalu atau Kadiri dan juga turut serta meriwayatkan tentang peristiwa pembelahan kerajaan.<ref>http://www.spaetmittelalter.uni-hamburg.de/java-history/JavaNK/Java1365.Nagara-Kertagama.Canto.63-69.html</ref>
:<blockquote>... 1. Nahan tatwanikaɳ kamal/ widita deniɳ sampradaya sthiti, mwaɳ çri pañjalunatha riɳ daha te- (122a) wekniɳ yawabhumy/ apalih, çri airlanghya sirandani ryyasihiran/ panak/ ri saɳ rwa prabhu, ...</blockquote>
:<blockquote>... 1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Airlangga kepada dua puteranya, ...<br>— (''Kakawin Nagarakretagama'', ''Pupuh 68'').</blockquote>
Menurut [[prasasti Turun Hyang]] (1044 M). Di akhir masa pemerintahannya tahun 1042 [[Airlangga]] berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya, raja yang sebenarnya merupakan putri Airlangga. Nama asli dari putri tersebut dimuat dalam [[prasasti Cane]] (1021 M) sampai dengan [[prasasti Pasar Legi]] (1043 M) adalah [[Sanggramawijaya Tunggadewi]] yang menjadi putri mahkota sekaligus pewaris takhta istana [[Kahuripan]]. Namun ia memilih untuk mengundurkan diri dan menjalani kehidupan suci sebagai pertapa [[biksuni]] atau pendeta wanita [[Buddhisme|Buddha]], di dalam cerita rakyat ia kemudian dikenal bergelar ''Dewi Kili Suci''. Sedangkan dalam [[prasasti Pucangan]] (1041 M) memuat nama baru dan memunculkan [[Sri Samarawijaya|Samarawijaya Tunggadewa]] sebagai putra mahkota atau ''[[rakryan mahamantri|rakryan mahamantri i hino]]'' dan diduga adalah putra [[Airlangga]] dan merupakan adik dari Sanggramawijaya Tunggadewi. Pada umumnya jabatan mahamantri i hino dijabat oleh putra sulung raja dan putra kedua akan menggantikan posisinya apabila pejabat tersebut meninggal, berselang tahun kemudian berdasarkan berita [[prasasti Pamwatan]] (1042 M) dan [[Serat Calon Arang]], Airlangga telah memindahkan ibu kotanya dan mendirikan kota [[Daha]]napura.<ref name=":1">{{Cite book|last=Wignjosoebroto|first=Wiranto|url=https://books.google.com/books?id=kKpgEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA27&dq=medang+koripan&hl=en|title=MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa|publisher=Penerbit K-Media|isbn=978-602-6287-19-9|language=id}}</ref>
Menurut ''Serat Calon Arang'', Airlangga kemudian bingung memilih penggantinya mengingat dirinya juga putra dari raja [[Pulau Bali|Bali]], maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama [[Mpu Bharada]] berangkat ke Bali untuk mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan [[Udayana]] digantikan putra keduanya yang bernama [[Marakata Pangkaja]] sebagai raja Bali, dan Marakata selanjutnya digantikan adiknya yaitu [[Anak Wungsu]].
Sebelum turun takhta, pada akhir November 1042, atas saran penasihat kerajaan sekaligus gurunya [[Mpu Bharada]], [[Airlangga]] terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, bagian barat yaitu wilayah Panjalu beribukota di [[Daha]] diberikan kepada [[Sri Samarawijaya]], kemudian wilayah bagian timur yaitu [[Kerajaan Janggala|Janggala]] beribukota di [[Kahuripan]] diberikan kepada [[Mapanji Garasakan]].
{{Quote box|quote=
2. Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga, Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat, Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan, Hyang Mpu Barada nama beliau, paham tentang tiga zaman.
3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara, Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit, Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan, Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.|source= ''(Nagarakertagama, Pupuh 68)''|width=30%|}}
[[Prasasti Wurare]] yang dipahatkan di alas sandar [[Arca Joko Dolog|Arca Mahaksobhya]] pada masa [[Singhasari]], menceritakan tentang dua wilayah baru yang telah terbagi yang dilakukan oleh pendeta Aryya Bharad. {{Quote box|quote=
5-6. Yang telah membagi dataran Jawa menjadi dua bagian dengan batas luar adalah lautan, oleh sarana kendi (kumbha) dan air sucinya dari langit (vajra). Air suci yang memiliki kekuatan putus bumi dan dihadiahkan bagi kedua pangeran, menghindari permusuhan dan perselisihan – oleh karena itu kuatlah Janggala sebagaimana Jayanya Panjalu (vishaya).|source= ''(Prasasti Wurare)''|width=30%|}}
Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar ''Resi Erlangga Jatiningrat'', sedangkan menurut [[Babad Tanah Jawi]] ia bergelar ''Resi Gentayu''. Namun yang paling dapat dipercaya adalah [[prasasti Gandhakuti]] (1042 M) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah ''Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana''.
Menurut [[prasasti Pasar Legi]], baik [[Airlangga]] maupun [[Sanggramawijaya Tunggadewi|Sanggramawijaya]] masih aktif menjalankan pemerintahan, mengikuti penyebutan gelar kependetaan Airlangga yaitu ''Resi Aji'' yang juga berarti sebagai pendeta raja. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Airlangga dan putrinya masih memegang kekuasaan tertinggi sekalipun hidupnya sudah terbagi dengan kegiatan non-duniawi.
== Perkembangan kerajaan ==
Baris 137 ⟶ 148:
| height = <!-- Image 1 -->
| image1 = Museum für Indische Kunst Dahlem Berlin Mai 2006 040.jpg
| caption1 = Arca [[Buddha]] Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, [[Jerman]]
| width1 = 127
| height1 = <!-- Image 2 -->
| image2 = Candi
| caption2 = [[Candi Penataran]] merupakan candi yang berumur empat abad karena dibangun dan dikembangkan oleh beberapa kerajaan sekaligus, mulai dari Kerajaan [[Kediri]] hingga [[Majapahit]]
| width2 = 160
| height2 = <!-- Image 3 -->
| image3 = 爪哇諫義里國王子皮影戲偶.jpg
| caption3 = [[Wayang Kulit]] wayang panji brajanata―pangeran Kerajaan Kadiri
| width3 = 136
| height3 =
Baris 156 ⟶ 167:
| background color =
}}
Di masa-masa awal kerajaan Kadiri setelah peristiwa pembelahan tidak banyak diketahui, masa pemerintahan [[Sri Samarawijaya]] dianggap sebagai masa kegelapan karena belum ditemukan prasasti yang dikeluarkannya secara mandiri. Menurut [[prasasti Turun Hyang]] berangka tahun 1044 yang diterbitkan oleh [[kerajaan Janggala]], hanya memberitakan adanya indikasi terjadi perang saudara diantara kedua kerajaan sepeninggal raja [[Airlangga]]. Sejarah dari kerajaan Kadiri mulai dapat diketahui dengan adanya [[prasasti Mataji]], dikeluarkan oleh seorang raja bernama [[Sri Jitendrakara|Sri Jitendra Kara]] yang berkuasa antara (1051-1112). [[Prasasti Garaman]] dari pihak Janggala menyebutkan pada tahun 1053, [[Mapanji Garasakan|Sri Mapanji Garasakan]] memberikan anugerah kepada desa Garaman atas bantuan ketika raja melawan ''Haji Panjalu'' musuh dan anak dari kakaknya sendiri, kemungkinan yang disebut sebagai Aji Panjalu saat itu adalah raja Jitendra Kara yang dalam prasasti Mataji juga menyebutkan kalimat ''Hajyan Panjalu''. Selanjutnya diketahui terdapat raja bernama [[Sri Bameswara]] berdasarkan [[prasasti Karanggayam]] tahun 1112, dalam [[prasasti Padlegan]] ia memperingati penetapan suatu daerah menjadi tanah [[Sima (daerah)|sima]] sebagai anugerah dari raja Bameswara kepada para pejabat desa Padlegan, karena telah menunjukkan kesetiaannya kepada raja dengan mengorbankan jiwanya di medan pertempuran. Berikutnya dalam [[prasasti Hantang]] (1135 M) raja yang memerintah telah berganti kepada [[Sri Jayabhaya]]. Panjalu atau Kediri di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan [[Jenggala]] dengan semboyannya yang terkenal di dalam prasasti Ngantang, yaitu ''Pangjalu Jayati'', yang berarti Kadiri Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya, kerajaan Kadiri mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh [[Jawa]] dan beberapa pulau di [[Nusantara]], bahkan hingga mengalahkan pengaruh [[Sriwijaya]] di [[Sumatera]]. Hal ini diperkuat dalam berita [[kronik Tiongkok]] yang berjudul ''Ling-wai-tai-ta'' karya Chou Ku-fei<ref>https://storymaps.arcgis.com/stories/39bce63e4e0642d3abce6c24db470760</ref> dijelaskan bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain [[Tiongkok]] secara berurutan adalah [[Dunia Arab|Arab]], Jawa dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di jazirah Arab adalah [[Bani Abbasiyah]], di Jawa ada Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai oleh Sriwijaya.
Menurut [[prasasti Talan]] yang memiliki angka tahun 1136 di sisi depan dan 1039 pada sisi belakangnya memuat anugerah dari raja [[Jayabaya]] kepada warga desa Talan termasuk wilayah Panumbangan yang sejak dahulu telah menyimpan prasasti ripta atau [[lontar]] dari masa leluhurnya yaitu [[Airlangga]]. Raja Jayabaya kemudian meneguhkan kembali prasasti ripta tersebut ke sebuah linggopala atau batu dengan memberi cap kerajaan bersimbol [[Garuda|Garuda Mukha]], serta menambahkan anugerah lain kepada warga Talan karena telah berbakti kepada raja Airlangga yang memakai Garuda Mukha sebagai cap dari masa pemerintahannya. Raja [[Jayabaya]] sendiri mengklaim bahwa raja [[Airlangga]] adalah nenek moyangnya.
Di dalam [[prasasti Jaring]] dari masa pemerintahan [[Sri Gandra]] untuk pertama kalinya memuat nama-nama hewan yang dipakai sebagai nama depan para pejabat kerajaan,<ref>https://www.kedirikota.go.id/p/dalamberita/6351/silsilah-raja-raja-kerajaan-kediri-dan-asal-usulnya</ref> misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, Kebo Waruga, Kebo Salawak, Tikus Jinada, Macan Kuning, Gajah Kuning, Macan Putih dan sebagainya. Nama kepangkatan [[menjangan]], [[lembu]], [[kerbau|kebo]], [[macan]], [[gajah]], [[tikus]] bisa menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana. Nama-nama binatang untuk kepangkatan istana juga masih terus berlanjut di masa kerajaan [[Singhasari]] dan [[Majapahit]] setelah Kadiri runtuh. Penamaan diri dengan binatang pada masa [[Jawa Kuno]] karena hewan tertentu dihargai dan dianggap memiliki peran penting dalam kebudayaan masyarakat pendukungnya sehingga mempunyai tempat istimewa di hati penggunanya, dan merupakan salah satu bentuk perwujudan apresiasi budaya masyarakat Jawa Kuno akan alam sekitar.
Adapun isi prasasti Jaring berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring oleh Sri Gandra melalui ''Senapati Sarwwajala'' yang dapat disamakan dengan [[laksamana]] atau [[panglima]] [[angkatan laut]]. Adanya penyebutan jabatan itu, maka besar kemungkinan kerajaan Kediri telah mempunyai angkatan laut yang kuat dan menunjukkan kemajuan Kediri dalam bidang [[maritim]]. Sehingga dapat diketahui bahwa pada masa raja Sri Gandra, pejabat kemiliteran mengalami perluasan peran tidak hanya sebatas menangani urusan perang atau kemiliteran, tetapi juga urusan sipil masyarakat.
=== Perkembangan agama ===
Corak keagamaan pada masa Kadiri dapat dilihat dari tinggalan [[arkeologis]] yang ditemukan di daerah [[Kediri]]. [[Candi Gurah]] dan [[Situs Tondowongso|Candi Tondowongso]] menunjukkan latar belakang agama [[Hindu]] khususnya [[Siwa]] berdasarkan dari berbagai arcanya yang ditemukan. [[Candi Kepung Petirtaan]] yang dilihat adalah bersifat Hindu karena tidak terlihat adanya unsur [[Buddhisme|Buddha]] pada struktur arsitekturnya, sedangkan di [[Situs Adan-Adan|situs Adan-adan]] terdapat penemuan antara lain arca [[Amitabha|Dhyanibuddha Amitabha]], fragmen lapik arca, dan kepala arca [[Bodhisatwa]]. Temuan tersebut menandakan bahwa peninggalan situs Adan-adan ini termasuk peninggalan Buddha aliran [[Buddha Mahayana|Mahayana]].
Beberapa prasasti menyebutkan nama ''abhiseka'' atau nama gelar penobatan dari raja yang merupakan serapan dan berhubungan dengan [[Wisnu]] dalam kaitannya dengan konsep triwikrama misalnya ''(mahārāja šri Sarwweswara Triwikramāwatāraānindita)''. Triwikrama adalah nama lain dari [[Wamana]]. Wamana adalah [[awatara]] Mahawisnu kelima, yang telah menghitung tiga dunia dengan tiga langkahnya. Hanya saja hal ini tidak secara langsung membuktikan bahwa [[Wisnuisme]] yang berkembang masa itu. Sebab landasan [[filosofis]] yang dikenal di [[Pulau Jawa]] ialah, semua raja dipandang sebagai titisan [[Dewa Wisnu]] dalam mengurus rakyat dan dunia atau kerajaannya. Dalam sistem sosial kerajaan di masa tersebut terjadi hubungan dimana seorang raja dianggap merupakan titisan dewa yang merupakan konsep [[dewaraja]] yang membuat seorang raja memiliki kedudukan istimewa, raja dianggap sebagai pusat daya magis, yang merefleksikan daya magisnya pada alam sekitarnya sesuai dengan pandangan [[kosmologi|kosmologis]] masyarakat Jawa pada saat itu. Oleh karena itu, raja dianggap mempunyai pengaruh untuk memproteksi warganya agar tercapai suatu kesejahteraan.
=== Pengaruh dalam budaya ===
Pada masa pemerintahan [[Sri Kameswara]] seorang pujangga bernama [[Mpu Dharmaja]] menciptakan mahakarya [[Kakawin Smaradahana]] (Asmaradahana) yang didedikasikan untuk Sri Kameswara dan permaisurinya Sri Kirana Ratu, putri dari [[kerajaan Janggala]]. Kakawin Smaradahana juga mengisahkan terbakarnya dewa [[Kamajaya]] dan dewi [[Kamaratih|Ratih]], menjelang kelahiran [[Ganesha]]. Pasangan dewa-dewi tersebut kemudian menitis dalam diri Sri Kameswara dan permaisurinya yang bernama Sri Kirana, dan dianggap merupakan inspirasi awal yang memunculkan [[cerita Panji]], kisah cinta yang terinspirasi dari raja Kameswara dengan Sri Kirana. cerita Panji terfokus pada peyualangan romantika tokoh Panji dalam menemukan kekasih hatinya yaitu Candra Kirana.
[[Cerita Panji]] mengalami perkembangan pesat dan tersebar luas pada zaman [[Majapahit]]. Cerita Panji menggambarkan kisah percintaan dan peperangan dari dua kerajaan, yaitu [[Jenggala]] dan Panjalu.
Cerita Panji dengan tokoh sentral Inu Kertapati dan Galuh Chandrakirana memiliki banyak versi dan tersebar hingga ke wilayah [[Asia Tenggara]]. Selain [[Jawa]], [[Bali]], [[Kalimantan]], dan [[Sumatera]], kisah Panji juga menyebar hingga ke [[Thailand]], [[Kamboja]], [[Laos]], [[Filipina]], [[Malaysia]], [[Vietnam]] dan [[Myanmar]].<ref>https://www.museumnasional.or.id/panji-cerita-asli-indonesia-1836</ref> Tokoh Raden Inu Kertapati diadaptasi dalam karya sastra dan drama tari dengan nama yang bervariasi, seperti ''Inao/อิเหนา'' (Siam), ''Inav/Eynao'' (Khmer), atau ''E-naung'' (Birma), sementara Dewi Sekartaji dikenal sebagai Bussaba/Bessaba. Di Sulawesi, ada cerita panji yang ditulis dalam [[bahasa Makassar]], yang disebut ''Hikayat Cekele'' (Bahasa Melayu: ''Cekel'').<ref>Dr. Cense (1889). ''Band. Tijdschr. V. Ind. Taal, Land-en Volkenkunde 32'', h. 424; Poerbatjaraka (1968). ''Tjerita Pandji dalam Perbandingan''. h. 410; Nugroho, Irawan Djoko (2011). ''Majapahit Peradaban Maritim''. h. 42 dan 355.</ref>
[[File:KITLV 87724 - Isidore van Kinsbergen - Rock inscription on the Dijeng plateau - Before 1900.tif||thumb|right|185px|Prasasti Dieng VIII bentuk aksara kuadrat yang terpahat di dinding tebing di [[Dataran Tinggi Dieng]]]]
Pada era Panjalu atau sering disebut dengan Kadiri, penanggalan dalam prasasti terbilang lengkap. Menurut [[Johannes Gijsbertus de Casparis|de Casparis]] , prasasti masa Kadiri umumnya mempunyai 14 hingga 15 unsur dalam penanggalan, berupa tahun (warsa), bulan (masa), paksa, tithi, minggu, planet, naksatra, dewata, yoga, wuku, karana, mandala, parwesa, rasi. Unsur-unsur penanggalan tersebut menunjukkan kemajuan pengetahuan leluhur terkait ilmu astronomi tradisional. Pengetahuan akan waktu ditandai juga dengan bintang, planet, rasi dan elemen langit lainnya.
Pada masa Kediri dikenali memiliki gaya penulisan aksaranya yang disebut dengan huruf ''"[[Kadiri Kwadrat]]"'' (Kadiri Block Letter) atau aksara kuadrat yaitu [[aksara Kawi]] yang ditulis besar dan tebal serta memiliki ciri khas penulisannya tersendiri yang menonjol dan umumnya menyerupai bidang persegi empat atau [[bujursangkar]] dengan gaya timbul. Karena bentuknya yang persegi empat ini maka dinamakan dengan aksara kwadrat, adalah merupakan huruf spesifik yang hanya berasal dari "Masa Kadiri" dan tidak terdapat pada masa-masa Jawa Kuno lainnya. Hurufnya yang ditonjolkan keluar, mirip pahatan [[relief]]. dan berhias ornamentasi [[flora]] dan lainnya. Menjadikan aksara Kadiri kwadrat selain indah juga menunjukkan identitas budaya dari masa kerajaan Kediri. Pada masa kejayaan kerajaan Kadiri, aksara kwadrat juga berfungsi menunjukkan pengaruh pada daerah-daerah di sekitarnya. Persebaran aksara Kadiri kwadrat meliputi Wilayah [[Jawa Timur]], [[Jawa Tengah]] (tebing batu di Dataran Tinggi Dieng), [[Bali]] bahkan juga diketemukan di [[Candi Muaro Jambi]] di [[Sumatera]].
=== Hubungan dengan Bali ===
Sejak pernikahan antara [[Udayana|Dharma Udayana Warmadewa]] dengan [[Mahendradatta]] yang kemudian melahirkan [[Airlangga]] terlihat juga perkawinan peradaban antara kebudayaan [[Jawa Timur]] dan [[Bali]], terjadi penguatan-penguatan peradaban dan menghasilkan beberapa perubahan yang mengarah terjadinya integrasi budaya [[Hindu]] Jawa di Bali. sekaligus tercapainya puncak kebudayaan Jawa-Bali Hindu di Bali terutama pada masa kekuasaan Raja Udayana ini Tampak terjadi penguatan penggunaan [[Bahasa Jawa Kuno]] yang di Bali disebut sebagai Bahasa Kawi yang tampaknya sejak saat itu semakin sering dipergunakan sebagaimana dapat dilihat dari aspek sosial budaya, hukum, pertahanan, ekonomi dan politik.
Di Pulau Bali, terdapat adanya unsur kata "Jaya" yang digunakan pada keempat gelar raja [[Kerajaan Bali|Bali Kuno]]. Adanya unsur yang sama tersebut rupanya bukan semata-mata bersifat kebetulan tetapi juga menunjukkan adanya hubungan kekerabatan di antara mereka. Kemungkinan adanya hubungan kekerabatan di antara mereka diperkuat oleh keterangan dalam [[Kakawin Bhāratayuddha]]. Dalam kitab itu, dikatakan bahwa [[Sri Jayabhaya]] dari [[Kadiri]] sempat meluaskan kekuasaannya ke [[Nusantara]] bagian timur dan tidak ada pulau yang sanggup mempertahankan diri dari kekuasaan Jayabhaya.<ref>Krom, 1956:hlm.154-155</ref>
Empat orang raja yang menggunakan unsur Jaya dalam gelarnya, yaitu [[Śri Jayaśakti|Śri Maharaja Śri Jayaśakti]] tahun 1055-1072 Saka (1133-1150 M), setelah Jayasakti yang memerintah adalah [[Ragajaya|Śri Maharaja Śri Ragajaya]] tahun 1077 Saka (1155 M). Ragajaya kemudian digantikan oleh Raja [[Jayapangus|Śri Maharaja Jayapangus]] tahun 1099-1103 Saka (1178-1181 M). Dan lalu Śri Maharaja Ekajayalancana beserta ibunya yaitu [[Arjjaya Dengjaya Ketana|Sri Arjaryya Dengjaya Ketana]] yang mengeluarkan prasastinya pada tahun 1122 Saka (1200 M).<ref>{{Cite web|url=http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2011/05/sri-suradhipa.html|title=ŚRI SURADHIPA|last=Dawan|first=Lanang|date=Sabtu, 14 Mei 2011|website=PEMECUTAN-BEDULU-MAJAPAHIT|access-date=2019-12-18}}</ref>
Hubungan kekeluargaan di antara mereka tidak diketahui secara pasti. Walaupun demikian, berdasarkan kelaziman dalam sistem pergantian kepala negara suatu kerajaan tradisional serta digunakannya unsur jaya dalam gelar masing-masing raja itu maka kemungkinan besar hubungan antara raja yang satu dan penggantinya merupakan hubungan ayah dengan anaknya. Jika tidak demikian, paling tidak mereka dipertalikan oleh hubungan kekeluargaan yang sangat dekat. Masa pemerintahan keempat raja itu hampir sezaman dengan masa pemerintahan raja-raja [[Jayabaya|Jayabhaya]] (1135-1159 M), [[Sri Sarweswara]] (1159-1169 M), [[Sri Aryeswara]] (1169-1180 M), Kroncaryadhipa atau [[Sri Gandra]] (1180-1182 M), [[Kameswara]] (1182-1194 M), dan [[Kertajaya]] atau Srengga (1194-1222 M) di kerajaan Kadiri di [[Jawa Timur]].<ref>cf. Damais, 1952:hlm.66-71 ; Sumadio dkk., 1990:hlm.267-272, 306.</ref>
== Ekonomi ==
Perekonomian
[[File:Totok Kerot Kabupaten Kediri.jpg||thumb|right|
{{multiple image
<!-- Essential parameters -->| align = left
Baris 184 ⟶ 216:
| image2 = Candi Di Situs Tondowongso Kediri.JPG
| caption2 = Situs Tondowongso di [[Kediri]] tahun 2007
| width2 =
| height2 = <!-- Image 3 -->
}}
Menurut sumber berita dari
Pertanian, peternakan, dan perdagangan berkembang pesat dan mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Dia melaporkan bahwa peternakan ulat [[sutera]] untuk memproduksi pakaian sutra dan katun telah diadopsi oleh orang Jawa pada waktu itu. Tidak ada hukuman fisik (penjara atau penyiksaan) bagi para penjahat. Sebaliknya, orang yang melakukan perbuatan melawan hukum terpaksa membayar denda berupa emas, kecuali pencuri dan perampok yang dieksekusi mati. Dalam adat perkawinan, keluarga mempelai wanita menerima mas kawin berupa emas dari mempelai pria. Alih-alih mengembangkan pengobatan medis, masyarakat Panjalu mengandalkan doa kepada [[dewa]] dan [[Buddha]]. Pada bulan ke-5 tahun ini, festival air dirayakan dengan orang-orang yang bepergian dengan perahu di sepanjang sungai untuk merayakannya. Pada bulan ke-10, festival lain diadakan di pegunungan. Orang-orang akan berkumpul di sana untuk bersenang-senang dan memainkan berbagai musik dengan instrumen seperti [[seruling]], [[gendang]], dan gambang kayu (bentuk [[gamelan]] kuno).
== Hubungan dengan kekuatan regional ==
[[File:Southeast Asia trade route map XIIcentury.jpg|thumb|300px|left|[[Sriwijaya]] dan [[Panjalu]]/Kediri sekitar abad ke 12 hingga awal abad ke-13]]
Kerajaan Kadiri yang berkuasa di [[Jawa]] bersama dengan kedatuan [[
Pada abad ke-11, hegemoni
''Tiga pangeran ditunjuk sebagai asisten raja. Ada pejabat bergelar simajie (sāmya haji) dan luojielian (rakryan). Mereka mengelola urusan negara bersama-sama seperti menteri utama di pusat, tetapi tidak memiliki gaji tetap, dihadiahi hasil bumi asli dan barang-barang lainnya. Di bawah mereka ada tiga ratus atau lebih juru tulis yang didelegasikan administrasi kota, perbendaharaan negara, lumbung, dan tentara. Para komandan militer dibayar dua puluh tael emas setahun. Tentara memiliki 30.000 tentara yang juga dibayar dengan jumlah emas yang bervariasi setiap tahun. Adat di negeri ini adalah melangsungkan akad nikah tanpa menggunakan mak comblang. Pihak keluarga laki-laki cukup memberikan hadiah berupa emas kepada keluarga pihak perempuan untuk dinikahkan. Mereka tidak menetapkan hukuman untuk sebagian besar kejahatan. Pihak yang bersalah hanya menebus dirinya dengan membayar denda dalam bentuk emas yang besarnya tergantung dari keseriusan kejahatannya. Hanya perampokan yang dihukum mati.
''Ada banyak monyet di pegunungan, dan mereka tidak takut pada manusia. Saat orang memanggil mereka dengan suara "xiao, xiao" (yaitu, bersiul), mereka langsung keluar. Saat buah-buahan dilemparkan ke mereka, monyet terbesar keluar lebih dulu. Penduduk setempat menyebutnya Raja Kera. Setelah selesai makan, monyet lainnya memakan apa yang ditinggalkannya. Di negeri ini terdapat kebun bambu tempat diadakannya sabung ayam dan adu babi hutan. Rumah mereka megah dan dihiasi dengan emas dan batu giok. Pedagang yang berkunjung ditempatkan di wisma tamu. Makanan mereka kaya dan memperhatikan kebersihan. Penduduk setempat membuat rambut mereka terurai dan tidak terikat; pakaian mereka dililitkan di dada dan sampai ke lutut. Saat sakit, mereka tidak minum obat tetapi hanya berdoa kepada dewa dan Buddha. Orang-orang telah memberikan nama tetapi bukan nama keluarga (marga). Mereka terburu nafsu dan suka berperang dan memiliki permusuhan jangka panjang dengan Sanfoqi (
<ref>https://storymaps.arcgis.com/stories/39bce63e4e0642d3abce6c24db470760</ref>
[[File:爪哇諫義里國公主皮影戲偶.jpg|thumb|200px||[[Wayang Kulit]] boneka Dewi Ragil Kuning―putri Kerajaan Kadiri.]]
Masih menurut ''Chou Ku-fei'' bahwa kerajaan Panjalu kekuasaannya sangat luas dan kaya raya, menurutnya di dunia saat itu ada tiga kerajaan kaya yaitu [[kekhalifahan Abbasiyah]] yang berkuasa di Arab, kerajaan [[Panjalu]] yang menguasai bagian timur Nusantara dan [[Sriwijaya]] yang menguasai bagian barat Nusantara.<ref>https://repositori.kemdikbud.go.id/18404/</ref>
[[Chau Ju-kua|Chou Ju-kua]] ({{zh|p=''Zhào Rǔguò''}}; 1170-1231) seorang pegawai resmi [[Dinasti Song]] menuliskan dalam bukunya'' [[Zhu Fan Zhi|Zhu-fan-zhi]]'' ({{zh|s=諸蕃志|w=''Chu-fan-chi''|}}) menggambarkan bahwa, di kepulauan [[Asia Tenggara]] ada dua kerajaan yang kuat dan kaya: Sriwijaya dan Jawa (Panjalu). Di Jawa ia menemukan bahwa orang-orang menganut dua agama, [[Buddhisme|Buddha]] dan agama Brahmana ([[Hindu]]). Orang Jawa adalah pemberani dan pemarah, mereka berani untuk melawan. Waktu luangnya dipergunakan untuk mengadu binatang, hiburan favoritnya adalah [[sabung ayam]] dan adu babi. Mata uangnya dibuat dari campuran [[tembaga]], [[perak]] dan [[timah]].
Dalam kitab Chu-fan-chi menyebut bahwa maharaja Jawa mempunyai wilayah jajahan: Pai-hua-yuan ([[Pacitan]]), Ma-tung ([[Medang]]), Ta-pen (Tumapel, sekarang [[Kabupaten Malang|Malang]]), Hi-ning ([[Dataran Tinggi Dieng|Dieng]]), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang [[Surabaya]]), Tung- ki (Jenggi, [[Papua Barat]]), Tak-kang ([[Sumba]]), Huang-ma-chu ([[Papua|Papua Barat Daya]]), Ma-li ([[Bali]]), Kulun (Gurun, diidentifikasi sebagai Gorong atau [[Kabupaten Sorong|Sorong]] di Papua Barat atau sebuah pulau di [[Nusa Tenggara]]{{Fact|tanggal=Januari 2023}}), Tan-jung-wu-lo ([[Kalimantan Barat|Tanjungpura]] di Kalimantan), Ti-wu ([[Timor]]), Pingya-i ([[Kabupaten Banggai|Banggai]] di Sulawesi), dan Wu-nu-ku ([[Kepulauan Maluku|Maluku]]).<ref>{{cite book |author=Soekmono |first=R. |url=http://staffnew.uny.ac.id/staff/131782844 |title=''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. |publisher=Penerbit Kanisius |year=1988 |location=Yogyakarta |page=60 |language=indonesian |orig-date=Originally printed in 1973}}</ref><ref>Friedrich Hirth & W.W.Rockhill, 1911, ''Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi, St Petersburg.</ref><ref>{{cite book|last=Hirth|first=F.|year=1911|title=Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi|publisher=St Petersburg|authorlink=|coauthors=Rockhill, W.W.}}.</ref><ref name="Muljana2">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2006|title=Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|location=|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|editor=F.W. Stapel|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1|authorlink=Slamet Muljana}}</ref><ref name="Soekmono2">{{cite book|last=Soekmono|first=R.|year=2002|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2|publisher=Kanisius|id=ISBN 979-413-290-X|authorlink=Soekmono}}</ref>
Mengenai Sriwijaya, Chou-Ju-kua melaporkan bahwa Kien-pi (''[[Pulau Kampai|Kampe]]'', di Sumatera bagian utara) dengan pemberontakan bersenjatanya telah membebaskan diri dari pengaruh Sriwijaya, dan menobatkan raja mereka sendiri. Nasib yang sama menimpa beberapa koloni Sriwijaya di Semenanjung Malaya yang membebaskan diri dari dominasi Sriwijaya. Namun Sriwijaya masih negara terkuat dan terkaya di bagian barat Nusantara. Koloni Sriwijaya adalah: Pong-fong ([[Pahang]]), Tong-ya-nong ([[Trengganu]]), Ling-ya-ssi-kia ([[Langkasuka]]), Kilan-tan ([[Kelantan]]), Fo-lo-an, Ji-lo-t'ing ([[Penang|Jelutong]]), Ts'ien-mai (?), Pa-t'a ([[Kuala Paka|Paka]]), Tan-ma -ling ([[Tambralinga]], Ligor atau [[Nakhon Si Thammarat]]), Kia-lo-hi ([[Grahi]], bagian utara Semenanjung Malaya), Pa-lin-fong ([[Palembang]] ), Sin-t'o ([[Kerajaan Sunda|Sunda]]), Lan-wu-li (Lamuri di [[Aceh]]), dan Si-lan. Menurut sumber ini, pada awal abad ke-13 Sriwijaya masih menguasai Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa bagian barat ([[Kerajaan Sunda|Sunda]]). Mengenai Sunda, buku tersebut merinci bahwa pelabuhan Sunda (Sunda Kelapa) sangat bagus dan letaknya strategis, serta [[lada hitam]] dari Sunda termasuk yang kualitasnya terbaik. Masyarakatnya bekerja di bidang pertanian; rumah mereka dibangun di atas tiang kayu (rumah panggung). Namun negara itu penuh dengan perampok dan pencuri.
== Keruntuhan ==
Kerajaan
{{Main|Pemberontakan Ken Arok}}
Pada tahun 1222, raja Srengga atau
Puncak peperangan antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat Desa Ganter, di mana ''[[palagan]]'' "(
Dengan demikian, berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau [[Singhasari]]. Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah di bawah kekuasaan Tumapel. Ken Arok mengangkat
:<blockquote>... 2. Tahun Saka Laut Manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya. Atas perintah Siwaputera,
{{Main|Pemberontakan Jayakatwang}}
{{See|Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa}}
Pada tahun 1292, raja bawahan sekaligus besan dari raja [[Kertanegara]] yaitu [[Jayakatwang]] memberontak terhadap [[Singhasari]], karena dendam masa lalu dimana leluhurnya [[Kertajaya]] dikalahkan oleh [[Ken Arok]]. Setelah berhasil membunuh Kertanagara, Jayakatwang membangun kembali kerajaan leluhurnya, yakni [[Kadiri]]. Namun hanya bertahan selama satu tahun (1292-1293) selanjutnya Jayakatwang dikalahkan dan Kadiri benar berakhir runtuh akibat dari serangan yang dilancarkan oleh pasukan gabungan dari [[Kekaisaran Mongol]] dibawah [[Ike Mese]] dan pasukan menantu Kertanagara, [[Raden Wijaya]] pendiri [[Majapahit]].
== Daftar penguasa ==
''Raja-raja Pangjalu yang berkuasa di Kadhiri''
{| class="wikitable sortable" border="1" width="80%"
!width="30px"|Masa pemerintahan
Baris 243 ⟶ 268:
|align="center"|[[1042]]-[[1051]]
|align="center"|Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa<br>('''[[Sri Samarawijaya]]''')
|Disebutkan
|-
|align="center"|[[1051]]-[[1112]]
|align="center"|Sri
|Disebutkan dalam prasasti [[Prasasti Mataji|Mataji]] (1051).
|-
|align="center"|[[1112]]-[[1135]]
|align="center"|Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Tustikarana Sarwaniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa<br>('''[[Sri Bameswara]]''')
|prasasti Tapan, prasasti Tiru Kidul, prasasti Karanggayam (1112), [[prasasti
|-
|align="center"|[[1135]]-[[1159]]
|align="center"|Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa<br>('''[[Jayabaya]]''')
|Disebutkan dalam [[Kakawin Bhāratayuddha]], prasasti [[Prasasti Hantang|Hantang]] (1135), [[Prasasti
|-
|align="center"|[[1159]]-[[1169]]
|align="center"|Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa<br>('''[[Sri Sarweswara]]''')
|Disebutkan dalam prasasti [[Prasasti Padlegan II|Padlegan II]] (1159), [[Prasasti Kahyunan|Kahyunan]] (1161) dan [[Prasasti
|-
|align="center"|[[1169]]-[[
|align="center"|Sri Maharaja
||Disebutkan dalam prasasti [[Prasasti Mleri|
|-
|align="center"|[[
|align="center"|Sri Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra<br>('''[[Sri Gandra]]''')
|Disebutkan dalam prasasti [[Prasasti Manggar|Manggar]] (1180) dan [[Prasasti Jaring|Jaring]] (1181).
|-
|align="center"|[[1182]]-[[1194]]
|align="center"|Sri Maharaja
|Disebutkan dalam prasasti [[Prasasti Semanding|Semanding]] (1182) dan
|-
|align="center"|[[1194]]-[[1222]]
|align="center"|Paduka Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa<br>('''[[Kertajaya|Kertajaya]]''')
|Disebutkan dalam
|-
|-style="background:#ccf;"
Baris 282 ⟶ 307:
|align="center"|[[1292]]-[[1293]]
|align="center"|Sri Jayakatwang<br>('''[[Jayakatwang|Jayakatwang]]''')
|Disebutkan dalam prasasti [[prasasti Kudadu|Kudadu]] (1294), [[Kakawin Nagarakretagama]] (1365) dan [[Kitab Pararaton]].
|}
==
{| class="wikitable sortable" border="1"
|-
!width="100"|Candi
!width="100"|Prasasti
!width="100"|Situs Cagar Budaya
!width="100"|Karya Sastra
|-
| <gallery mode="packed" widths="80" heights="80">
File:RA 34200116.JPG|[[Candi Penataran]], Candi termegah dan terluas di [[Jawa Timur]] ini terletak di lereng barat daya [[Gunung Kelud]], di sebelah utara [[Blitar]], dibangun pada masa Raja Srengga atau [[Kertajaya]].
Berkas:RA 3540032.JPG|[[Candi Dorok]], terletak di [[Manggis, Puncu, Kediri]].
</gallery>
*[[Candi Kepung Petirtaan]], terletak di [[Kepung, Kediri]].
*[[Candi Gurah]], terletak di [[Gurah, Kediri]].
*[[Candi Tunglur]], terletak di Desa Tunglur, [[Badas, Kediri]].
*[[Candi Klotok]], terletak di area [[Gunung Klotok]], [[Mojoroto, Kediri]].
*[[Candi Brongkah]], terletak di [[Pogalan, Trenggalek]].
*[[Candi Sadon]], terletak di [[Panekan, Magetan]].
|
*[[Prasasti Mataji]], (1051 M)
*[[Prasasti Congapan]], (1088 M) [[Karangbayat, Sumberbaru, Jember]],
*[[Prasasti Pupus]], ([[tinulad]]) (1100 M)
*[[Prasasti Tiru Kidul]], [[Tiru Kidul, Gurah, Kediri]],
*[[Prasasti Tapan]], [[Tapan, Kedungwaru, Tulungagung]],
*[[Prasasti Bulugledeg]], [[Bendo, Magetan]],
*[[Prasasti Karanggayam]], (1112 M)
*[[Prasasti Padlegan]], (1117 M)
*[[Prasasti Panumbangan]], (1120 M)
*[[Prasasti Geneng]], (1128 M)
*[[Prasasti Candi Tuban]], (1129 M)
*[[Prasasti Tangkilan]], (1130 M)
*[[Prasasti Sukorejo]], [[Puhpelem, Wonogiri]] (1131 M)
*[[Prasasti Besole]], (1132 M)
*[[Prasasti Pagiliran]], (1134 M)
*[[Prasasti Karangrejo]], (1134 M)
*[[Prasasti Bameswara]], (1135 M)
*[[Prasasti Hantang]], (1135 M)
*[[Prasasti Talan]], (1136 M)
*[[Prasasti Jepun]], (1144 M)
*[[Prasasti Padlegan II]], (1159 M)
*[[Prasasti Kahyunan]], (1161 M)
*[[Prasasti Rini]], (1164 M)
*[[Prasasti Mleri]], (1169 M)
*[[Prasasti Angin]], (1171 M)
*[[Prasasti Manggar]], (1180 M)
*[[Prasasti Jaring]], (1181 M)
*[[Prasasti Semanding]], (1182 M)
*[[Prasasti Ceker]], (1185 M)
*[[Prasasti Sapu Angin]], (1190 M)
*[[Prasasti Galunggung]], (1194 M)
*[[Prasasti Kamulan]], (1194 M)
*[[Prasasti Palah]], (1197 M)
*[[Prasasti Pamotoh]], (1198 M)
*[[Prasasti Subhasita]]/Mleri II, (1198 M)
*[[Prasasti Biri]], (1202 M)
*[[Prasasti Tuliskriyo]], (1202 M)
*[[Prasasti Sumberingin]], (1204 M)
*[[Prasasti Lawadan]], (1205 M)
*[[Prasasti Dieng VIII]], (1208 M)
*[[Prasasti Merjosari]], (1216 M)
*[[Prasasti Sawahan]], [[Sidorejo, Kauman, Tulungagung|Sidorejo]], [[Tulungagung]].
|
*[[Gua Selomangleng]], terletak di [[Mojoroto, Kediri]].
*Arca [[Dwarapala]] [[Arca Totok Kerot|Totok Kerot]], di [[Pagu, Kediri]].
*Arca [[Batara Kala|Kepala Kala Pentul]], di [[Ngasem, Kediri]].
*[[Situs Sebanen]], [[Nambaan, Ngasem, Kediri]], merupakan kumpulan artifak-artifak penyusun sebuah candi.
*[[Situs Arca Warak]], diperkirakan dari masa Kediri atau Singasari terletak di [[Nglegok, Blitar]].
*[[Situs Grogol]] berada di sekitar [[Bandar Udara Internasional Dhoho|Bandara Dhoho, Kediri]], diduga bangunan [[petirtaan]], ukuran dan struktur batu bata serupa pernah dijumpai pada masa Kediri dan era Majapahit.
*[[Situs Tondowongso]], [[Gayam, Gurah, Kediri]], ditemukan pada awal tahun 2007 diyakini sebagai peninggalan dari kerajaan Kadiri.
*[[Situs Adan-Adan]], terletak di desa [[Adan-adan, Gurah, Kediri]]. Yang memiliki bermacam temuan benda-benda bersejarah seperti batuan fondasi [[candi]], [[makara]], sistem pertirtaan (pengairan) diduga [[embung]], pecahan [[keramik]] dan beberapa [[arca]] peninggalan era kerajaan Panjalu dan Tumapel.
|
*[[Kakawin Kresnayana]] ditulis oleh [[Mpu Triguna]].
*[[Kakawin Bharatayuddha]] ditulis oleh [[Mpu Sedah]] dan diselesaikan oleh [[Mpu Panuluh]].
*[[Kakawin Lubdhaka]]
*[[Kakawin Wrettasañcaya]] adalah karya [[Mpu Tanakung]]. *[[Kakawin Hariwangsa]]
*[[Kakawin Bhomakawya]] *[[Kakawin Gatotkachasraya]] ditulis oleh [[Mpu Panuluh]]. *[[Kakawin Smaradahana]] ditulis oleh [[Mpu Dharmaja]].
*[[Kakawin Sumanasantaka]] ditulis oleh [[Mpu Monaguna]].
|}
== Lihat pula ==
Baris 349 ⟶ 409:
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Kadiri]]
[[Kategori:Kerajaan di Jawa Timur|Kadiri]]
[[Kategori:Negara prakolonial di Indonesia]]
{{Kotak_mulai}}
|