Teungku Fakinah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fadli Idris (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(25 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox person
Teungku Fakinah dengan nama singkatnya disebut dengan Teungku Faki adalah seorang wanita yang menjadi ulama besar, pahlawan perang yang ternama dan pembangunan pendidikan ulung. Beliau dilahirkan sekitar tahun 1856 M, di Desa Lam Diran kampung Lam Beunot (Lam Krak). Dalam tubuh Beliau mengalir darah ulama dan darah penguasa/bangsawan. Ayahnya bernama Datuk Mahmud seorang pejabat pemerintahan dalam zaman Sultan Alaidin Iskandar Syah. Sedangkan ibunya bernama Teungku Muhammad Sa'at yang terkenal dengan Teungku Chik Lam Pucok, pendiri Dayah Lam Pucok, tempatnya pernah Teungku Chik Ditiro Muhammad Saman belajar.▼
|name = Teungku Fakinah
|image =
|alt =
|caption =
|birth_name =
|birth_date = <!-- {{Birth date and age|YYYY|MM|DD}} --> 1856
|birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh]]
|death_date = <!-- {{Death date and age|YYYY|MM|DD|YYYY|MM|DD}} (tanggal meninggal diikuti tanggal lahir) --> 1938
|death_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh]]
|nationality = <!-- {{negara|Indonesia}} -->
|other_names =
|alma_mater =
|occupation = Ulama
|known_for =
|religion = [[Islam]]
|spouse =
|children =
|parents =
}}
[[File:Masjid Teungku Fakinah.jpg|jmpl|400px|Masjid Teungku Fakinah di [[Lamjamee Lamkrak, Simpang Tiga, Aceh Besar|Lamjamee Lamkrak]], [[Simpang Tiga, Aceh Besar|Simpang Tiga]], [[Aceh Besar]]]]
==Riwayat Keturunan==▼
▲[[Teungku]] '''Fakinah
Sesudah Teungku Fakinah dewasa, dalam tahun 1872 dikawinkan dengan Teungku Ahmad dan Aneuk Glee oleh orang kampung Lam Beunot. Teungku Ahmad yang dipanggil Teungku Aneuk Glee ini membuka satu Deah/perguruan (pesantren) yang dibiayai oleh mertuanya Teungku Muhammad Sa'at atas dukungan orang Lam Beunot dan Imuem Lam Krak. Pesantren ini banyak dikunjungi oleh pemuda dan pemudi dari tempat lain disekitar Aceh Besar, bahkan ada juga yang datang dari Pidie. Tatkala menentang serangan I Belanda, Teungku Imam Lam Krak serta Tengku Ahmad/Teungku Aneuk Glee tarot dalam pasukan VII Mukim baet mempertahankan Pantai Cermin tepi laut Ulee Lheu yang di komandokan oleh panglima Polem Nyak Banta dan Rama Setia. ▼
▲== Riwayat Keturunan ==
▲Sesudah Teungku Fakinah dewasa, dalam tahun [[1872]] dikawinkan dengan Teungku Ahmad dan Aneuk Glee oleh orang kampung Lam Beunot. Teungku Ahmad yang dipanggil Teungku Aneuk Glee ini membuka satu Deah/perguruan (pesantren) yang dibiayai oleh mertuanya Teungku Muhammad Sa'at atas dukungan orang Lam Beunot dan Imuem Lam Krak. Pesantren ini banyak dikunjungi oleh pemuda dan pemudi dari tempat lain disekitar Aceh Besar, bahkan ada juga yang datang dari Pidie. Tatkala menentang serangan I Belanda, Teungku Imam Lam Krak serta Tengku Ahmad/Teungku Aneuk Glee tarot dalam pasukan VII Mukim baet mempertahankan Pantai Cermin tepi laut Ulee Lheu yang di komandokan oleh panglima Polem Nyak Banta dan Rama Setia.
Dalam pertahanan perang itu pada tanggal 8 April 1873 tewaslah Panglima perang besar Rama Setia, Imeum Lam Krak, Tengku Ahmad Anuek Glee suami dari Tengku Fakinah dalam membela Tanah Air.
Semenjak Tengku Fakinah telah menjadi janda yang masih remaja. Maka semenjak itulah
sampai ke Pidie.
Anggota Badan Amal Sosial ini menjadi sangat giat dalam mengumpulkan sumbangan rakyat yang berupa perbekalan berupa padi dan uang. Selain dari anggota yang bergerak mengumpulkan perbekalan peperangan, bagi anggotaanggota yang tinggai di tempat, mereka sibuk mempersiapkan makanan untuk orang yang datang dari luar seperti Pidie, Meureudu, Salamanga, Peusangan dan lain-lain untuk membantu perang dan menuangkan timah untuk pelor senapan, semua pekerjaan itu dibawah pimpinan Teungku Fakinah.
Teungku Fakinah merupakan Panglima Perang melawan agresi [[Belanda]], tidak mau tetap dikediamannya, bahkan hilir mudik keseluruh
== Kuta Pertahanan Wanita/Benteng Pertahanan Wanita ==
Ketika musuh menguasai Kuta Raja ([[Banda Aceh]] Sekarang), maka pertahanan berpindah ke Kuta ke kota Lam Bhouk, Pagar Aye (Lhung Bata), maka dalam tahun [[1883]] pertahanan itu dapat dikuasai oleh musuh. Untuk mengantisipasi hal ini maka Tengku Syech Saman yang disebut Tengku Tjik Di Tiro memperkuat lagi pertahanan Kuta Aneuk Galong bekas Kuta Panglima Polem Nyak Banta, yang dulunya telah di rampas oleh pihak Belanda yaitu pada tahun 1878. Maka dengan demikian serentaklah dari masing-masing pemimpin peperangan mendirikan kutakuta lain, seperti halnya Tengku Empee Trieng (Kuta Karang), Tengku Pante Kulu (Kuta Tuanku) dan lain-lain. Sementara itu di Lam Krak didirikan 4 buah Kuta (Benteng Pertahanan) di bawah Komando Tengku Fakinah, yang masing-masing di pimpin oleh seorang komandan bawahan, yaitu:<ref>{{Cite web|date=2022-01-25|title=Ulama Perempuan Melawan Penjajah (1): Teungku Fakinah; Pendiri Dayah dan Panglima Perang Aceh|url=https://alif.id/read/unn/ulama-perempuan-melawan-penjajah-1-teungku-fakinah-pendiri-dayah-dan-panglima-perang-aceh-b241771p/|website=Alif.ID|language=id-ID|access-date=2022-05-17}}</ref>
# Kuta Lam Sayun, dipimpin oleh Tengku Pang M. Saleh.
Baris 22 ⟶ 46:
# Kuta Bak Balee, Dipimpin oleh Habib Lhong.
Adapun yang membangun kuta-kuta (Benteng-Benteng) ini adalah kaum lelaki, kecuali Kuta Cot Weue dikerjakan oleh wanita-wanita sejak dan membuat pagar, menggali parit dan pemasangan ranjau dilakukan sendiri oleh para wanita yang diawasi oleh panglima perangnya Teungku Fakinah sendiri bersama rekanrekannya wanita lain seperti
# Cutpo Fatimah Blang Preh,
Baris 30 ⟶ 54:
# Cut Puteh.
== Teungku Fakinah Kawin Kedua ==
Setelah selesai membangun Kuta Tjot Weue, maka atas mufakat orang-orang patut agar Tengku Fakinah Panglima Perang itu, dijodohkan dengan Tengku Nyak Badai yang berasal dari Pidie, lepasan murid Tanoh Abee. Alasan untuk mengawinkan Teungku Fakinah ini adalah karena seorang panglima perang wanita dalam siasat perang senantiasa harus bekerja sama dengan laki-laki yang sering melakukan musyawarah. Dalam pandangan masyarakat umum tidak layak dalam suatu perundingan seorang wanita tidak didampingi oleh suaminya. Dengan demikian Teungku Fakinah dapat menerima saran dari orang-orang tua ini, maka dengan demikian perkawinan mereka dilangsungkan. Setelah perkawinan itu, maka Teungku Fakinah bertambah giat berusaha untuk mengumpulkan benda-benda perlengkapan persenjataan dan makanan untuk keperluan tentara pengikutnya. Namun dalam tahun 1896 suami kedua
# Habib Abdurrahman, yang lebih terkenal dengan Habib Lhong,
# Tengku M. Saleh,
# Tengku Ahmad, yang lebih terkenal dengan Teungku Leupung,
# Tengku Nyak Badai, suami kedua Teungku Fakinah, dan
# Tengku Daud, Dia juga Syahid.<ref>{{Cite web|date=2018-07-24|title=Teungku Fakinah, Pejuang Perempuan Tangguh Sekaligus Pendidik Ulung Tanah Aceh|url=https://merahputih.com/post/read/teungku-fakinah-pejuang-perempuan-tangguh-sekaligus-pendidik-ulung-dari-tanah-aceh|website=MerahPutih|access-date=2022-05-17}}</ref>
== Mempengaruhi Cut Nyak Dhien ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Cut Nyak Dhien de vrouw van Teuku Umar na haar gevangenneming TMnr 10018822.jpg|jmpl|300px|Cut Nyak Dhien setelah ditawan Belanda pada tahun 1905]]
[[Cut Nyak Dhien]] tidak asing lagi bagi Teungku Fakinah, sejak perang di Aceh Besar berkecamuk,
Dalam hal ini Teungku Fakinah selalu memberikan bantuan berupa beras, kain hitam dan uang tunai. Dan sebaliknya Teungku Fakinah sering juga datang ke rumah Cut Nyak Dhien di Lampadang/Bitai dan tempat-tempat lain di mana Cut Nyak Dhien tinggal. Dengan demikian perjuangan kedua wanita satria ini sangat erat hubungannya. Oleh sebab itu Teungku Fakinah sangat terkejut ketika mendengarkan T. Umar telah membelot dan bergabung dengan pihak Belanda Lalu Teungku Fakinah bertanya-tanya dalam hatinya, apakah Cut Nyak -Dhien juga ikut membelot ataukah T. Umar sendiri. Jika T. Umar sendiri mengapa Cut Nyak Dhien tidak menahan maksud suaminya itu agar tidak bergabung dengan musuh. Demikian pertanyaan itu terpendam dalam hatinya. Teungku Fakinah memikirkan untuk mengirimkan utusan kepada Cut Nyak Dhien untuk menanyakan isi hati dari rekannya itu, namun belum ada seorang wanita pun yang berani pergi ke Peukan Bada untuk bertemu langsung dengan Cut Nyak Dhien. ▼
▲Dalam hal ini Teungku Fakinah selalu memberikan bantuan berupa beras, kain hitam dan uang tunai. Dan sebaliknya Teungku Fakinah sering juga datang ke rumah Cut Nyak Dhien di Lampadang/Bitai dan tempat-tempat lain di mana Cut Nyak Dhien tinggal. Dengan demikian perjuangan kedua wanita satria ini sangat erat hubungannya. Oleh sebab itu Teungku Fakinah sangat terkejut ketika mendengarkan T. Umar telah membelot dan bergabung dengan pihak Belanda Lalu Teungku Fakinah bertanya-tanya dalam hatinya, apakah Cut Nyak -Dhien juga ikut membelot ataukah T. Umar sendiri. Jika T. Umar sendiri mengapa Cut Nyak Dhien tidak menahan maksud
Sementara itu tersiar berita bahwa T. Umar sedang bergerak bersama serdadu Belanda menyerang Kuta Tungkop dan tempat pertahanan daerah XXVI Mukim, yang kemudian akan menyerang daerah pertahanan Teungku Fakinah yang terletak di Ulee Tanoh. Untuk mengantisipasi masalah ini maka segera dibangun tiga buah kuta (benteng) yaitu Cot Pring, Cot Raja, dan Cot Ukam. Kemudian itu datang dua orang wanita dari Bitai mengantar nazarnya untuk perang sabil, bahkan sumbangan yang diserahkan kepada Teungku Fakinah bukan hanya dua orang saja tetapi ada kiriman dan beberapa orang lainnya dari Bitai dan Peukan Bada. Melalui ke 2 orang wanita Bitai itu Teungku Fakinah mengirim salamnya kepada Cut Nyak Dhien selaku rekan lamanya, dengan menyampaikan beberapa kata sindiran sebagai ceumeti yang menusuk dada Cut Nyak Dhien, dengan katakata:▼
▲Sementara itu tersiar berita bahwa
"Peugah bak Cut Nyak Dhien haba lon : Yu Jak beureujang lakoe gagnyan Teuku Meulaboh, jak prang inong-inong balee mangat jikalon ceubeuh lee gob, bah agam lawan inong balee".▼
▲
Artinya : sampaikan kata saya kepada Cut Nyak Dhien ; suruh datang suaminya Teuku Meulaboh untuk berperang dengan perempuan-perempuan janda supaya orang dapat melihat keberaniannya, bahwa laki-laki melawan wanita janda.▼
▲{{quote|Artinya
Setelah cukup pembicaraan dengan kedua wanita Bitai itu, maka kedua wanita ini terus pulang sampai ke kampungnya, tetapi tidak langsung menyampaikan kabar itu kepada Cut Nyak Dhien, melainkan memberitahukan kepada wanita lain yang dipercayanya dan sering masuk ke rumah Cut Nyak Dhien. Setelah mendengar kabar ini, Cut Nyak Dhien sangat cemas hatinya, kemudian disunth panggil kedua wanita Bitai itu melalui wanita kepercayaannya untuk bertemu langsung denganya Dalam hal ini kedua wanita itu tidak mau datang takut ditangkap, selama dua hari di tunggu-tunggu oleh Cut Nyak Dhien, mereka tidak kunjung datang.
Secara diam-diam Cut Nyak Dhien datang ke Bitai untuk menemui kedua wanita itu,
Besok paginya berangkatlah kedua wanita itu dari Bitai menuju Lam Krak. Satu orang menjunjung sumpit yang berisikan beras dan yang satu lagi menjunjung satu berkas tikar mensiang yang berisikan barang-barang kiriman Cut Nyak Dhien kepada Teungku Fakinah di Lam Krak. Sesampainya di Lam Krak kedua wanita ini, langsung bertemu dengan Teungku Fakinah, dan menyerahkan barang amanah itu. Dalam pertemuan itu juga, disampaikan pula salam dan pesan-pesan Cut Nyak Dhien yang isinya:
{{quote|Artinya "Hati Cut Nyak Dhien seperti semula, saya beri keinsyafan terhadap langkah suami saya yang telah berperosok. Hubungan lidah Nyak Fakinah ini dengan saya yang saudara bawa mudah-mudahan Tuhan kembalikan langkah kami seperti semula
== Mengungsi ke Tangse ==
Demikianlah kata filsafat dalam pertemuan diplomatik antara kedua pengantar kata, dari hati ke hati antara dua orang Srikandi ulung Pahlawan Tanah air yakni Teungku Fakinah dari Lam Krak dan [[Cut Nyak Dhien]] dari Lam Pisang. Pindah Ke [[Tangse, Pidie|Tangse]] Sesudah jatuhnya Seulimum, Teungku Fakinah mengungsi ke lammeulo (Cubok), mula-mula ia tinggal di Tiro bersama dengan Teuku Tjik di Tiro Mat Yeet, setelah itu pindah ke Tangse dan sekaligus membangun tempat tinggalnya di Blang Peuneuleun (Pucok Peuneuleun). Daerah ini merupakan daerah yang sangat indah dan lahan yang sangat subur, sehingga ditempat ini dijadikan perkampungan dan sekaligus membuka lahan pertanian. Semua sisa harta benda, emas dan perlengkapan senjata diangkut ke daerah baru ini, dan didaerah ini juga dibangun Deah (perguruan/Pasantren) tempat wanita mengaji Al-Qur'an. Namun dalam tahun 1899 perkampungan ini diserang oleh tentara Belanda dan rumah tempat tinggal Teungku Fakinah diobrak abrik dan sebagian emas milik Teungku Fakinah diambil oleh serdadu Belanda, sementara
Semenjak itu Teungku Fakinah tidak lagi membuat kuta (benteng),
== Kembali ke Lam Krak ==
Kembali ke Lam Krak Sesudah Teuku Panglima Polem Muhammad Daud dan Teuku Raja Keumala dapat ditundukkan oleh [[Joannes Benedictus van Heutsz|Van Heutz]], maka pada tanggal [[21 Mei 1910]] atas permintaan [[Panglima Polem IX|Teuku Panglima Polem]], supaya Teungku Fakinah pulang kembali ke kampung halaman untuk membuka kembali deah/pesantren di Beuha (Lam Krak). Dengan demikian pada tahun 1911 Teungku Fakinah kembali ke Lam Krak dan membuka kembali Deah/Pesantren, yang mendapat sambutan baik dari masyarakat umum. Dalam pembangunan pesantren ini, banyak pihak masyarakat dengan secara sukarela mengeluarkan zakat dan sumbangan pribadi, sehingga pembangunan ini berjalan dengan lancar. Setelah deah ini berdiri, maka banyak yang berdatangan
dari berbagai penjuru Aceh seperti halnya
Simpatisan masyarakat terhadap Pesantren Teungku Fakinah sangat besar, sehingga tempat ini setiap harinya banyak dikunjungi oleh tamu-tamu dari luar mukim Lam Krak. Demikian juga, banyak yang datang mengantar sumbangan sosial untuk biaya hidup bagi murid-murid Deah/Pesantren, sehingga murid-murid yang belajar disitu, selain dapat bantuan pangan dan orang tuanya, juga menerima bantuan dari masyarakat umum. Ada juga bentuk sumbangan lainnya yang disumbangkan oleh masyarakat terhadap Deah/Pesantren tersebut seperti Al-
Qur'an dan kitab yang diperlukan untuk pelajaran.<ref>{{Cite news|title=Kisah Marsose, Pasukan Khusus Belanda Beranggotakan Pribumi yang Terkenal Kejam dan Sadis|url=https://daerah.sindonews.com/read/741645/29/kisah-marsose-pasukan-khusus-belanda-beranggotakan-pribumi-yang-terkenal-kejam-dan-sadis-1649801095|work=[[Sindonews.com]]|language=id-ID|access-date=2022-05-17}}</ref>
== Naik Haji ==
[[File:Grave of Teungku Fakinah.jpg|jmpl|300px|Makam Teungku Fakinah di [[Lambunot, Simpang Tiga, Aceh Besar|Lambunot]], [[Simpang Tiga, Aceh Besar|Simpang Tiga]], [[Aceh Besar]]]]
Dalam tahun 1914 Teungku Fakinah berhasrat untuk menunaikan rukun kelima yaitu naik Haji. Sebelum beliau berangkat terlebih dahulu mencari muhrimnya. Dengan demikian beliau kawin dengan seorang yang bernama Ibrahim, yang merupakan suaminya yang ketiga. Dalam bulan Juli 1915 beliau berangkat menuju tanah suci Mekkah. Di Mekkah beliau menumpang di rumah wakaf Aceh, jalan Kusya Syiah yang diurus oleh Syech Abdul Gani yang berasal dari Aceh Besar. Selesai melaksanakan rukun Haji, beliau masih menetap di Mekkah untuk menuntut ilmu Pengetahuan sekaligus memperdalam ilmu Fikih pada Teungku Syech Muhammad Saad yang berasal dari Peusangan. Kuliah yang diberikan oleh gurugurunya dilakukan didalam Masjidil Haram Mekkah kepada murid-muridnya.▼
▲Dalam tahun 1914 Teungku Fakinah berhasrat untuk menunaikan rukun kelima yaitu naik Haji. Sebelum
Selama tiga tahun berada di Mekkah untuk memperdalam ilmunya, ketika memasuki tahun ke-4 di Mekkah, suami beliau yaitu Ibrahim meninggal dunia di Mekkah. Maka pada tahun 1918 Teungku Fakinah kembali ke Aceh, setibanya di Lam Krak disambut dengan meriah oleh murid-muridnya, dan ketika itupulalah beliau memimpin kembali Deah/Pesantren yang selama ini ditinggalkan, dan mengembangkan semua ilmu pengetahuan yang dituntut di Mekkah kepada muridmuridnya. Teungku Fakinah Mangkat Pada tanggal 8 Ramadhan 1359 H atau tahun 1938 M, Teungku Fakinah sebagai Pahlawan dan Ulama Wanita Aceh menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah kediamannya di kampung Beuha Mukim Lam Krak dalam usia 75 tahun.▼
▲Selama tiga tahun berada di Mekkah untuk memperdalam ilmunya, ketika memasuki tahun ke-4 di Mekkah, suami
Dengan meninggalnya Teungku Fakinah, maka telah tertanam duka cita yang sangat mendalam khususnya bagi masyarakat Mukim Lam Krak, VII Mukim Baet, yang meliputi seluruh murid-muridnya dan simpatisan seluruh Aceh Besar, bahkan daerah Aceh Timur, Aceh Barat, dan Pidie, sehingga berdatangan dari segala penjuru di atas ke rumah duka/Deah untuk menyatakan rasa duka cita dan berlangsung▼
▲Dengan meninggalnya Teungku Fakinah, maka telah tertanam
belasungkawa.
==
<references />
[http://www.nad.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Fakinah.pdf Situs Resmi Pemda Aceh]▼
== Pranala luar ==
▲[http://www.nad.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Fakinah.pdf Situs Resmi Pemda Aceh]{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
{{lifetime|1856|1938|}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Ulama Aceh Besar]]
|