Peraturan perundang-undangan Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Yohanaputri (bicara | kontrib) k menambah informasi |
|||
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Untuk|penerapan peraturan perundang-undangan Indonesia|Hukum di Indonesia}}
'''Peraturan perundang-undangan''' adalah peraturan tertulis yang memuat [[norma hukum]] yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh [[Lembaga Negara Indonesia|lembaga negara]] atau [[pejabat]] yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan dan sebagai landasan dasar dalam menentukan [[KUHP]] maupun KUH Perdata. Prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari lima tahapan, diawali dengan tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan atau penetapan, dan terakhir tahap pengundangan. Peraturan perundang-undangan merupakan sumber terutama untuk penyelenggaraan [[Hukum di Indonesia|hukum dan negara di Indonesia]]. Peraturan perundang-undangan di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis yang disusun dalam bentuk [[hierarki]] menurut kekuatan hukumnya.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia harus berdasarkan pada [[Pancasila]], yang merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini membuat seluruh peraturan perundang-undangan Indonesia yang dibuat harus menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara, serta setiap materi muatan dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Baris 27:
Berdasarkan pernyataan MPR dalam Perubahan Keempat UUD 1945, naskah resmi UUD 1945 adalah:<ref>[https://www.peraturan.go.id/common/dokumen/lain-lain/1945/UUD1945PerubahanKeempat.pdf Perubahan ''Keempat'' Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]</ref>
* Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal [[18 Agustus]] [[1945]] dan diberlakukan kembali dengan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959]] serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal [[22 Juli]] [[1959]] oleh [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|Dewan Perwakilan Rakyat]].
* Naskah [[Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|perubahan pertama]], [[Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|perubahan kedua]], [[Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|perubahan ketiga]], dan [[Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|perubahan keempat]] UUD 1945 (masing-masing hasil sidang umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002).
Menurut "UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan", UUD 1945 harus diundangkan dalam [[Lembaran Negara|Lembaran Negara Republik Indonesia]] (LNRI). Namun, penempatan tersebut tidak bermaksud menjadikan pengundangan UUD 1945 sebagai dasar pemberlakuannya seperti halnya dengan Undang-Undang.
Baris 35:
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah aturan berupa penetapan (''beschikkings'') yang disahkan oleh [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]].
Perubahan (Amendemen) [[Undang-Undang Dasar 1945]] membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPR]]. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, [[Dewan Perwakilan Rakyat|DPR]], [[Dewan Perwakilan Daerah|DPD]], [[Badan Pemeriksa Keuangan|BPK]], [[Mahkamah Agung Indonesia|MA]], [[Mahkamah Konstitusi|MK]], dan [[Komisi Yudisial|KY]]).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres, serta memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.
|