Surat Perintah Sebelas Maret: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Reno-Sifana (bicara | kontrib)
k Perbaikan Kosmetika
 
(11 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
| bullets = on
| title = Versi militer dari Supersemar
}}|location_of_document=Tidak diketahui|signers=[[Soekarno]]|date_ratified=11 Maret 1966|date_repeal=28 Oktober 1971|purpose=UntukMemberikan mandat kepada [[Letnan Jenderal]] [[Soeharto]], sebagai Panglima [[Kopkamtib]], untuk mengambil segalasemua tindakan yang "dianggap perlu" dalamuntuk mengatasi situasi keamanan, kestabilan pemerintahan, dan jalannyastabilitas proses revolusipemerintahan.}}'''Surat Perintah Sebelas Maret''', lebihyang dikenalbiasa disebut dengan singkatannyasingkatan '''Supersemar''', adalah suratsebuah perintahdokumen yang ditandatangani olehbertandatangan [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] pada tanggal [[11 Maret]] [[1966]], yang memberikanberisi mandatpemberian tugas dan wewenang kepada Panglima Angkatan Darat [[Letnan jenderal_(Indonesia)|Letnan Jenderal]] [[Soeharto]], selakuuntuk Panglimamengambil [[Komando Operasi Pemulihan Keamananupaya dan Ketertiban|Komandotindakan Operasiresponsif Keamanancepat danapa Ketertiban]]pun (Kopkamtib), untuk mengambil segala tindakanitu yang "dianggap perlu" untukguna mengatasimemulihkan ketertiban situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan yang hebat padakacau masaselama [[Pembantaianpembantaian di Indonesia 1965–1966|pembersihan setelah terjadinya Gerakan 30 September]].
 
Singkatan "Supersemar" juga merupakan plesetan dari nama [[Semar]], tokoh mistik dan sakti yang sering muncul dalam mitologi Jawa, termasuk dalam pertunjukan [[wayang]]. Pemanggilan Semar mungkin dimaksudkan untuk membantu memanfaatkan mitologi Jawa untuk memberikan dukungan serta respon masyarakat yang masif terhadap legitimasi yang diberi wewenang selama periode transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.
Sebagai akibat dari berlakunya, Supersemar menjadi penanda peralihan kekuasaan [[Orde Lama]] yang dipimpin Soekarno ke [[Orde Baru]] yang dipimpin Soeharto.<ref>{{Cite web|last=Ramadhani|first=Nurul Fitri|date=11 Maret 2022|title=Pakar menjawab: misteri Supersemar, kronologi yang janggal dan naskah asli yang tidak pernah ditemukan|url=http://theconversation.com/pakar-menjawab-misteri-supersemar-kronologi-yang-janggal-dan-naskah-asli-yang-tidak-pernah-ditemukan-179018|website=[[The Conversation]]|language=|access-date=12 Maret 2022}}</ref>
 
Sebagai''Supersemar akibatpun darikemudian berlakunya, Supersemarmenjelma menjadi penandainstrumen peralihankunci kekuasaansuci [[Ordepengalihan Lama]]kekuasaan yangeksekutif dipimpindari Soekarno ke [[OrdeSoeharto Baru]]secara yang dipimpin Soehartotertulis.''<ref>{{Cite web|last=Ramadhani|first=Nurul Fitri|date=11 Maret 2022|title=Pakar menjawab: misteri Supersemar, kronologi yang janggal dan naskah asli yang tidak pernah ditemukan|url=http://theconversation.com/pakar-menjawab-misteri-supersemar-kronologi-yang-janggal-dan-naskah-asli-yang-tidak-pernah-ditemukan-179018|website=[[The Conversation]]|language=|access-date=12 Maret 2022}}</ref>
Setelah "dibersihkan" dari "unsur PKI", Supersemar kemudian ditingkatkan menjadi Ketetapan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]]; Ketetapan MPRS yang meningkatkan Supersemar tersebut sekaligus menyatakan bahwa Supersemar hanya berlaku hingga "terbentuknya [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]] hasil Pemilihan Umum." Pemilihan umum tersebut [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|terjadi pada tahun 1971]] dan [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (1971–1977)|anggotanya diambil sumpah pada tanggal 28 Oktober 1971]].
 
Setelah[[Majelis "dibersihkan"Permusyawaratan dariRakyat "unsurSementara]] PKI",(MPRS) Supersemardalam Sidang Umumnya pada tahun 1966 kemudian ditingkatkanmengangkat Supersemar menjadi Ketetapanresolusi [[Majelissemi-konstitusional Permusyawaratanyang Rakyattidak Sementara]];dapat Ketetapandibatalkan MPRSoleh yangSoekarno. meningkatkanResolusi Supersemarini tersebutsecara sekaliguseksplisit menyatakan bahwa Supersemar hanyatidak berlakulagi hinggamemiliki kekuatan hukum setelah "terbentuknya [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]] hasil Pemilihanpemilihan Umumumum." Pemilihan umum tersebut [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|terjadidiadakan pada tahun 1971]] dan para anggotanya [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (1971–1977)|anggotanya diambil sumpahsumpahnya pada tanggal 28 Oktober 1971]].
 
== Latar belakang ==
{{Lebih lanjut|Gerakan 30 September}}
Pada tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, sebuahsuatu kelompok Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menamakan dirinyadiri mereka [[Gerakan 30 September]] membunuh enam jenderal senior dan satu perwira [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Angkatan Darat]], merebutmengambil alih kendali sementara diatas beberapa bagian dari pusat kota [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], dan mengeluarkan sejumlah keputusan melaluiatas [[Radio Republik Indonesia]] dalam percobaan kudeta.<ref name="RICKLEFS269">Ricklefs (1982) p. 269</ref> [[PartaiSoeharto Komunisdan Indonesia]]sekutu-sekutunya (PKI)mengalahkan dituduh sebagai dalang atas percobaan kudetagerakan tersebut. Tigadan haridalam setelahproses peristiwayang tersebut,agak Soekarnoberlarut-larut menunjukyang Soeharto,berlangsung saatselama ituenam sebagaibulan Panglimaatau [[Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat]]lebih, untukposisi mengambilresmi langkahSoekarno memulihkansebagai keamananpresiden negara yangini mulaiperlahan-lahan tidaktapi stabil.pasti Soeharto meresponnya dengan membentuk [[Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban|Kopkamtib]] dan menggelar operasi untuk menyingkirkan PKI di berbagai daerahsurut.<ref>{{Cite web|last=Maarif|first=Syamsul Dwi|date=10 Maret 2022|title=Supersemar adalah Surat Perintah 11 Maret 1966: Isi dan Sejarahnya|url=https://tirto.id/supersemar-adalah-surat-perintah-11-maret-1966-isi-dan-sejarahnya-gpLY|website=[[Tirto.id]]|language=id|access-date=12 Maret 2022}}</ref>
 
Selama beberapa bulan berikutnya, Soeharto dan angkatan bersenjata mengambil inisiatif. Angkatan bersenjata menuduh saingan lamanya, [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI), berada di balik "upaya kudeta" dan [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|pembersihan anti-Komunis]] pun terjadi.
Ketika Soekarno melantik [[Kabinet Dwikora II|Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan]] di [[Istana Merdeka]], di tengah-tengah demonstrasi mahasiswa menentang pelantikan, terlihat pergerakan pasukan tanpa lencana di sekitar Istana. Pasukan ini belakangan diketahui merupakan Pasukan [[Kostrad]] dibawah pimpinan Mayor Jendral [[Kemal Idris]] yang hendak menahan menteri-menteri yang diduga terlibat dalam Gerakan 30 September. Soekarno disarankan untuk meninggalkan pertemuan dan kemudian melakukannya dengan pergi ke [[Istana Bogor]], 60&nbsp;km selatan Jakarta, dengan helikopter. Sore harinya, tiga jenderal TNI, Mayor Jenderal [[Basuki Rahmat]], Brigadir Jenderal [[M. Jusuf]], dan Brigjen [[Amirmachmud]] mengunjungi Sukarno dan pergi dengan Supersemar yang ditandatangani yang kemudian mereka berikan kepada Soeharto. Keesokan harinya Suharto menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk melarang PKI, dan pada tanggal 18 Maret, lima belas menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap.<ref name="RICKLEFS274275">Ricklefs (1982) pp. 274-275</ref><ref name="SCHWARZ25">Schwarz (1999) p. 25</ref><ref name="CROUCH187192">Crouch (2007) pp. 187-192</ref>
 
Selama rapat kabinet (yang tidak dihadiri oleh Soeharto) pada tanggal 11 Maret 1966, ketika demonstrasi mahasiswa yang dilindungi oleh tentara berlangsung di Jakarta, pasukan tanpa lencana mengepung istana kepresidenan di mana rapat tersebut diadakan. Belakangan diketahui bahwa mereka adalah [[Komando Pasukan Khusus|pasukan khusus]] Angkatan Darat. Soekarno disarankan untuk meninggalkan pertemuan tersebut dan ia melakukannya, terbang ke istana kepresidenan di [[Kota Bogor|Bogor]], 60 km sebelah selatan Jakarta, dengan menggunakan helikopter.
Pada Maret 1967, [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]] (MPRS) memilih untuk mencabut kekuasaan Sukarno dan menunjuk penjabat presiden Suharto. Pada tahun 1968 MPRS menghapus kata 'penjabat' dan lebih dari dua tahun setelah peristiwa September 1965 Soeharto menjadi presiden Indonesia. Proses pengalihan kursi kepresidenan dari Sukarno ke Soeharto memakan waktu selama dua tahun. Suharto tetap berkuasa sebagai presiden sampai ia mengundurkan diri pada [[Kejatuhan Soeharto|21 Mei 1998]].<ref name="RICKLEFS269">Ricklefs (1982) p. 269</ref>
 
Sore harinya, tiga jenderal Angkatan Darat, Mayor Jenderal [[Basuki Rahmat]], Menteri Veteran dan Demobilisasi, Brigadir Jenderal [[M. Jusuf]], Menteri Perindustrian Dasar dan Brigadir Jenderal [[Amir Machmud]], Komandan [[Komando Daerah Militer Jayakarta|Komando Daerah Militer ke-5]], mengunjungi Soekarno (yang ditemani oleh Wakil Perdana Menteri [[Johannes Leimena]], [[Chaerul Saleh]], dan [[Soebandrio]]) dan kembali dengan membawa Supersemar yang telah ditandatangani, yang kemudian mereka serahkan kepada Soeharto. Keesokan harinya, Soeharto menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk melarang PKI dan, pada tanggal 18 Maret, lima belas menteri loyalis Soekarno ditangkap.<ref name="RICKLEFS274275">Ricklefs (1982) pp. 274-275</ref><ref name="SCHWARZ25">Schwarz (1999) p. 25</ref><ref name="CROUCH187192">Crouch (2007) pp. 187-192</ref>
 
PadaSoeharto Maretmengubah 1967,komposisi [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]] (MPRS) memilihdan setahun kemudian, pada bulan Maret 1967, MPRS memutuskan untuk mencabutmencopot kekuasaan SukarnoSoekarno dan menunjuk penjabatSoeharto presidensebagai Suhartopelaksana tugas presiden. Pada tahun 1968, MPRS menghapus kata 'penjabatpelaksana tugas' dan lebih dari dua tahun setelah peristiwa September 1965, Soeharto menjadi presiden Indonesia. Proses pengalihanperalihan kursijabatan kepresidenanpresiden dari SukarnoSoekarno ke Soeharto memakan waktu selamalebih dari dua tahun. Suharto tetap berkuasa sebagai presiden sampaihingga ia mengundurkan diri padaselama [[Kejatuhan Soeharto|21krisis Meipolitik 1998di Indonesia]] pada Mei 1998.<ref name="RICKLEFS269">Ricklefs (1982) p. 269</ref>
 
== Beberapa kontroversi ==
{{Bagian tanpa referensi|date=Maret 2022}}
* Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke [[Jakarta]], salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "''Lho ini kan perpindahan kekuasaan''". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan di mana karena pelaku sejarah peristiwa "''lahirnya Supersemar''" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
* Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) [[Sukardjo Wilardjito]], ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah [[Indonesia: Era Reformasi|Reformasi 1998]] yang juga menandakan berakhirnya [[Orde Baru]] dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal [[11 Maret]] [[1966]] pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) [[M. Panggabean]]. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah ''Surat Perintah Sebelas Maret'' yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “''Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati'',” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari [[RPKAD]] dan [[Kostrad]], Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.
* Menurut Kesaksian [[A.M. Hanafi]] dalam bukunya "''A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto''", seorang mantan duta besar Indonesia di [[Kuba]] yang dipecat secara tidak konstitusional oleh [[Soeharto]]. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di [[Istana Merdeka]], [[Jakarta]] untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap di Istana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) [[Chaerul Saleh]]. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke [[Istana Bogor]], menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Menurutnya, mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari Istana Merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah dikelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yang datang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.
* Tentang pengetik Supersemar, siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD [[Ali Ebram]], saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
* Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, [[Ben Anderson]], oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor, tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.
 
Berbagai usaha pernah dilakukan [[Arsip Nasional Republik Indonesia]] (ANRI) untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, ANRI telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) [[M. Jusuf]], yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya [[8 September]] [[2004]], agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan [[Muladi]] yang ketika itu menjabat [[Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia|Mensesneg]], [[Jusuf Kalla]], dan [[M. Saelan]], bahkan meminta [[DPR]] untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha ANRI itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden [[Soeharto]]. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada [[27 Januari]] [[2008]], membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
 
== Implikasi ==
 
* Menjadi penanda awal lengsernya kepemerintahan resmi Presiden Soekarno.
* Diambil alihnya segala wewenang Presiden Soekarno.
* Berakhirnya orde lama.
* Dimulainya orde baru.
* Setelah segala wewenang dan posisi presiden hilang, Soeharto pun muncul sebagai Presiden menggantikan Presiden Soekarno.
* Dengan menerobos segala koridor kemanusiaan, Supersemar menjadi perisai suci untuk membenarkan segala upaya pemberantasan seluruh anggota PKI beserta keluarganya baik di Indonesia maupun dalam pengejaran hingga luar negri.
* Ketidak jelasan antara fakta beserta seluruh saksi sejarah dan serta berubah-ubahnya bukti sejarah bahkan arsip salinan pertama pun hilang, mengakibatkan Supersemar diragukan keaslian kontennya.
* Terlebih tidak adanya persidangan guna mengadili dan menanyai informasi-informasi yang kiranya dibutuhkan negara dari segala terdakwa yang terlibat, memperburuk citra si pengambil kebijakan kala itu serta membuat kalangan pelajar kala itu bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang utamanya serta untuk apa.
 
== Lihat juga ==
* [[Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966]]