Gandrung Banyuwangi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k →Lihat pula: kategori Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
||
(79 revisi perantara oleh 41 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox dance|name=Gandrung|native_name=|native_name_lang=osi|etymology=|image=Eksotika Penari Gandrung Banyuwangi.jpg|alt=|caption=Gandrung|genre=|signature=|instruments={{hlist|[[Kempul]]|[[gong]]|[[kluncing]]|[[biola]]|[[kendang]]|[[kethuk]]}}|inventor=|year=|origin=[[Kabupaten Banyuwangi]], [[Jawa Timur]], Indonesia}}
'''Gandrung Banyuwangi''' adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari [[Banyuwangi]]. Kesenian ini merupakan pengembangan dari kesenian [[Jathil|Jathilan]] dan [[Tari Tayub|Tayub]] dari Ponorogo.
== Asal istilah ==
Kata "gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat [[Banyuwangi]] yang [[Pertanian|agraris]] kepada [[Dewi Sri]] sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang digunakan pendatang dari sepasang suami istri dari [[Ponorogo (disambiguasi)|Ponorogo]] dan [[Semarang]] di Tanah Banyuwangi.<ref name=":0" />
== Pertunjukan Gandrung Banyuwangi ==
Tarian Gandrung Banyuwangi pada awalnya dibawakan sebagai perwujudan rasa [[Syukuran|syukur]] masyarakat pasca dilakukannya panen.<ref name=":0">{{Cite web |url=http://www.banyuwangikab.go.id/kesenian-daerah/kesenian-gandrung.html |title=Salinan arsip |access-date=2010-04-21 |archive-date=2010-08-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100828220144/http://www.banyuwangikab.go.id/kesenian-daerah/kesenian-gandrung.html |dead-url=yes }}</ref> Kesenian ini masih satu [[genre]] dengan ''[[Tayub]]'' di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] bagian barat, ''[[Lengger]]'' di wilayah [[Banyumas]] dan ''[[Joged Bumbung]]'' di [[Bali]], dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan [[musik]] ([[gamelan]]).
[[Gandrung]] merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas yaitu Gamelan Banyuwangian (Banyuwangen). Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju"<ref>Novi Anoegrajekti. "Penari Gandrung: Kontrol Agama, Masyarakat dan Kekuatan Pasar" dalam Merayakan Keberagaman, Jurnal Perempuan, Vol.54 tahun 2007. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal.51</ref>
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah [[Banyuwangi]] yang terletak di ujung timur Pulau [[Jawa]] dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] selalu diidentikkan dengan Gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki sebagai ''Kota Gandrung'' dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, ''pethik laut'', khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya, baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Biasanya, pertunjukan gandrung dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een gandrung banyuwangi danseres met muzikanten TMnr 10026816.jpg|jmpl|300px|Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tahun 1910-1930)]]
Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan “Tirtagondo” (Tirta Arum) untuk membangun ibu kota Blambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa bupati pertama [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]], Mas Alit yang dilantik pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulu Pangpang.
Dengan dibukanya lahan baru menjadikan Banyuwangi banyak pendatang diantaranya Midin dari Ponorogo dan Raminah dari Semarang yang kemudian bertemu dan menikah di Cungking, Banyuwangi. Karena menempati lahan baru, sehingga dibutuhkan penyemangat hidup dan doa, maka Midin yang pernah menjadi [[Gemblak]] menarikan [[Jathil]] di Ponorogo dan Raminah yang pernah menjadi [[Penari ledek]] pada Tayub di Semarang, maka dibuatlah kesenian baru pada tahun 1883 yang memadukan Jathilan dan Ledek Tayub yang menjadi Gandrung sebagai ucapan sukur untuk mencintai lahan baru untuk tempat tinggal dan berkerja.
Awalnya Gandrung ditarikan oleh kalang Pria saja, Yakni Midin dengan seorang muridnya Marsan yang merupakan seorang pemuda desa Cungking, namun setelah kelahiran anak-anak Midin dan Raminah yang kebanyakan Perempuan, mulailah Gandrung ditarikan oleh Perempuan, diantaranya Semi yang kemudian dikenal dengan ''Gandrung Semi''.<ref>{{Cite book|last=Jatim|first=Dikbangkes|date=2011)|title=BENDE No 88|location=Jawa Timur|publisher=Majalah BENDE|url-status=live}}</ref>
=== Gandrung Marsan ===
Gandrung Marsan atau disebut dengan gandrung ''Lanang'' yang penarinya Pria, Mengenai asal dari kesenian gandrung, Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut:
"Asalnya lelaki jejaka bernama Marsan itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki bernama Marsan (penari gandrung pertama) murid dari Midin, yang membawa peralatan musik kendang dan beberapa rebana [[Kompang]]. Mereka setiap hari berkeliling mendatangi rakyat Belambangan yang tercerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan.
Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Sebenarnya yang tampak sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah usai. Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Blambangan.
=== Gandrung Semi ===
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung ''Semi'', Semi seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895 dari pasangan Midin dan Raminah. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, tetapi Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (''Mak Midhah'') bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan ''[[seblang]]'' sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, [[biola]] telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni ''Marsan''.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran [[Gandrung]] ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.<ref>Antara lain, J.Scholte, Gandroeng van Banjoewangie, 1927; Paul A.Wolbers, Maintaining Using Identity, 1992, hal.89; "The Seblang and its music..." dalam "Performance in Java and Bali, 1993, hal.36; Fatrah Abal, "Seblang Lukento", makalah tidak diterbitkan, 2001; dan [[Hasnan Singodimayan]], dkk., "Gandrung Banyuwangi", Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan, 2003.</ref>
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, tetapi sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.
== Tata Busana Penari ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van een gandrung danseres tijdens de feesten op Koninginnedag in Mataram TMnr 60042739.jpg|jmpl|Penari Gandrung di [[Lombok]], 1922.]]
Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Kerajaaan Blambangan yang tampak.
=== Bagian Tubuh ===
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.
=== Bagian Kepala ===
Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut dengan ''omprog'', yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh [[Antasena]], putra [[Bima]] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen ''Antasena'' ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.
Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut ''cundhuk mentul'' di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang [[hio]] yang pada gilirannya memberi kesan magis.
=== Bagian Bawah ===
Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak ''gajah oling'', corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, tetapi semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.
=== Lain-lain ===
Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian ''seblang subuh''.
== Musik Pengiring ==
Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah [[kempul]] atau [[gong]], satu buah [[kluncing]] (''triangle''), satu atau dua buah biola, dua buah [[gendang|kendhang]], dan sepasang [[kethuk]]. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi ''panjak'' atau kadang-kadang disebut ''pengudang'' (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran ''panjak'' dapat diambil oleh pemain kluncing.
Selain itu kadang-kadang diselingi dengan [[saron]] Bali, [[angklung]], atau [[rebana]] sebagai bentuk kreasi dan diiringi ''[[electone]]''.
== Tahapan-Tahapan Pertunjukan ==
[[Berkas:Students of Sebelas Maret University dancing the Jejer Dance, 2015-07-29 01.jpg|jmpl|kiri|Mahasiswi [[Universitas Sebelas Maret|UNS]] menari tarian jejer]]
Pertunjukan Gandrung yang asli terbagi atas tiga bagian:
* ''jejer''
* ''maju'' atau ''ngibing''
* ''seblang subuh''
=== Jejer ===
Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.
=== Maju ===
Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu.
Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan ''repèn'' (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.
=== Seblang subuh ===
Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya ''seblang lokento''. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual ''seblang'', suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.
== Jenis gandrung ==
Gandrung dibagi menjadi beberapa tarian antara lain:
# Jejer gandrung
# Paju gandrung
# Seblang subuh
# Seblang lukinto
# Gandrung dor
# Gandrung marsan
# Gama gandrung
# Jaripah
Beberapa pembagian tersebut dibagi berdasarkan tahap pertunjukan, musik, maupun yang bersifat dramatikal dan mistis.
Ketika babak Seblang-seblang dipentaskan dan diiringi gending Seblang Lukinto, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan Sondreng-sondreng, banyak orang tua yang menyaksikan tidak dapat menahan tangis karena lagu-lagu tersebut mampu membangkitkan ingatan atau kenangan tentang masa lalu suku Using yang kelam ketika menghadapi Belanda.<ref>{{cite journal|last=Anoegrajekti|first=Novi|title=Pada Nonton dan Seblang Lukinto: Membaca Lokalitas dalam Keindonesiaan.|journal=Kajian Linguistik dan Sastra 22, no. 2|year=2010|page=171-185}}</ref>
=== Seblang lukinto ===
Syair-syair dalam seblang lukinto merupakan deskripsi waktu menjelang fajar yang disampaikan dengan menggunakan tanda alam cahaya merah di timur dan suara ayam berkokok.
== Perkembangan terakhir ==
Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus [[globalisasi]], yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti [[dangdut]] dan [[campursari]].
Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan [[Dewan Kesenian Blambangan]] meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas [[Using]] yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat [[Using]].<ref>Lihat Singodimayan, dkk. Opcit., hal.60</ref>
Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.<ref>Richard Schechner. 1985. Between Theatre and Anthropology. Phyladelphia: University of Pennsylvania Press, hal.125-126</ref>
Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata [[Banyuwangi]] yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai sudut kota dan desa. Pemerintah [[Kabupaten]] [[Banyuwangi]] juga memprakarsai promosi gandrung untuk dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya, Jakarta, Hongkong, dan beberapa kota di Amerika Serikat.<ref>http://www.budpar.go.id/page.php?ic=543&id=151{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
== Referensi ==
{{Reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Kabupaten Banyuwangi#Seni budaya|Seni budaya Banyuwangi]]
* [[Meras Gandrung]]
{{Commonscat|Gandrung Banyuwangi}}
{{Topik Banyuwangi}}
{{indo-tari-stub}}
{{Tarian di wilayah pulau Jawa|state=autocollapse}}
[[Kategori:Tari di Indonesia]]
[[Kategori:Tarian dari Jawa Timur]]
[[Kategori:Tarian dari Banyuwangi]]
|