Revolusi Prancis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
|||
(30 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 11:
* [[Perang Revolusi Prancis|Konflik bersenjata]] dengan negara-negara [[Eropa]] lainnya.
}}
{{Sejarah Prancis}}▼
'''Revolusi Prancis''' ({{lang-fr|Révolution française}}; 1789–1799), adalah suatu periode pergolakan politik dan sosial [[Radikalisme politik|radikal
Ide-ide lama yang berhubungan dengan tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru; [[Liberté, égalité, fraternité]] (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan terhadap penggulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat. Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi selama dua abad berikutnya. Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Prancis, [[Louis XVI]] naik takhta pada tahun 1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah kebencian rakyat terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya ide [[Zaman Pencerahan|Pencerahan]] dan sentimen radikal, Revolusi Prancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan diadakannya pertemuan ''[[Etats-Généraux 1789|Etats-Généraux]]'' pada bulan Mei. Tahun-tahun pertama Revolusi Prancis diawali dengan diproklamirkannya [[Sumpah Lapangan Tenis]] pada bulan Juni oleh ''Etats'' Ketiga, diikuti dengan [[Penyerbuan Bastille|serangan terhadap Bastille]] pada bulan Juli, [[Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara]] pada bulan Agustus, dan [[Mars perempuan di Versailles|mars kaum wanita di Versailles]] yang memaksa istana kerajaan pindah kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi Prancis didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap kiri pendukung monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.
Baris 22 ⟶ 25:
Revolusi Prancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan [[sejarah Modern]]. Pertumbuhan republik dan [[demokrasi liberal]], menyebarnya [[sekularisme]], perkembangan [[ideologi]] modern, dan penemuan gagasan [[perang total]] adalah beberapa warisan Revolusi Prancis.<ref>{{Cite book|title=The First Total War: Napoleon's Europe and the birth of warfare as we know it|last=Bell|first=David Avrom|year=2007|publisher=Houghton Mifflin Harcourt|location=New York|isbn=0-618-34965-0|page=[https://archive.org/details/firsttotalwarnap00bell/page/51 51]|url=https://archive.org/details/firsttotalwarnap00bell|quote=The French Revolution, which began in 1789 and led to the total war of 1792–1815.... }}</ref> Peristiwa berikutnya yang juga terkait dengan Revolusi ini adalah [[Peperangan era Napoleon|Perang Napoleon]], dua peristiwa restorasi monarki terpisah; [[Restorasi Bourbon]] dan [[Monarki Juli]], serta dua revolusi lainnya pada tahun [[Revolusi Juli|1834]] dan [[Revolusi Prancis 1848|1848]] yang melahirkan [[Prancis modern]].
▲{{Sejarah Prancis}}
== Penyebab ==
{{Main|Penyebab Revolusi Prancis}}
[[Berkas:Ludvig XVI av Frankrike porträtterad av AF Callet.jpg|jmpl|ki|Pemerintah Prancis menghadapi krisis keuangan pada tahun 1780-an, dan [[Louis XVI dari Prancis|Louis XVI]] dikritik karena tidak mampu menangani masalah ini.]]
Sebagian besar [[sejarawan]] berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Prancis adalah ketidakpuasan terhadap ''[[Ancien Régime]]''. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya konflik kelas dari perspektif [[Marxis]]; hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19. Perekonomian yang tidak sehat, panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap pemerintah. Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan pemerintah karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat keterlibatan Prancis dalam berbagai perang besar. Upaya Prancis dalam menantang [[Inggris]]{{ndash}}kekuatan militer utama di dunia pada saat itu{{ndash}}dalam [[Perang Tujuh Tahun]] berakhir dengan bencana, menyebabkan hilangnya jajahan Prancis di [[Amerika Utara]] dan hancurnya Angkatan Laut Prancis. Tentara Prancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam [[Perang Revolusi Amerika]], tetapi perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan yang nyata bagi Prancis. Sistem keuangan Prancis terpuruk dan kerajaan tidak mampu menangani utang negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan ini, menteri keuangan Charles-Alexandre de Calonne menyarankan raja
Sementara itu, keluarga kerajaan hidup nyaman di [[Istana Versailles|Versailles]] dan terkesan acuh tak acuh terhadap krisis yang semakin meningkat. Meskipun secara teori pemerintahan [[Louis XVI dari Prancis|Raja Louis XVI]] berbentuk [[monarki absolut]], tetapi dalam praktiknya ia sering ragu-ragu dan akan mundur jika menghadapi oposisi yang kuat. [[Louis XVI]] memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah, tetapi lawannya di ''[[parlement]]'' berhasil menggagalkan upayanya untuk memberlakukan reformasi yang lebih luas. Penentang kebijakan Louis semakin banyak dan berupaya menjatuhkan kerajaan dengan berbagai cara, misalnya dengan membagikan pamflet yang melaporkan informasi palsu dan dilebih-lebihkan untuk mengkritik pemerintah dan aparatnya, yang semakin memperkuat opini publik dalam melawan monarki.<ref name="britannicatraite">{{cite web|url=http://www.britannica.com/EBchecked/topic/602094/traite|title=Encyclopædia Britannica — Traite|accessdate=16 October 2008}}</ref>
Baris 44 ⟶ 46:
Usulan Necker ini tidak diterima dengan baik oleh para menteri Raja, dan Necker, yang berharap bisa memperkuat posisinya, berpendapat bahwa ia harus diangkat sebagai menteri, tetapi Raja menolaknya. Necker dipecat dan [[Charles Alexandre de Calonne]] ditunjuk menjadi bendahara yang baru.<ref name="Hib35"/> Calonne dengan cepat menyadari situasi keuangan negara yang sedang kritis dan mengusulkan pembentukan [[kode pajak]] yang baru.<ref name="D34">Doyle, ''The French Revolution: A very short introduction'', hal. 34</ref>
Usulan Calonne ini termasuk penarikan [[pajak bumi dan bangunan|pajak bumi]] yang konsisten, yang juga dipungut pada kaum bangsawan dan pendeta. Karena ditentang oleh ''parlement'', Calonne mengadakan pertemuan dengan [[Majelis Bangsawan]], berharap mendapat dukungan. Namun bukannya mendukung rencana Calonne, Majelis malah melemahkan posisi Calonne dengan mengkritiknya.<ref name=":0" /> Sebagai tanggapan, untuk pertama kalinya sejak 1614, Raja memanggil [[Etats-Généraux 1789|''Etats-Généraux'' pada bulan Mei 1789]]. Pemanggilan ini sekaligus menjadi pertanda bahwa [[Wangsa Bourbon|monarki Bourbon]] sedang dalam keadaan lemah dan tunduk pada tuntutan rakyatnya.<ref name="D36">Doyle 2003, hal. 93</ref>
=== ''Etats-Généraux'' 1789 ===
Baris 98 ⟶ 100:
=== Perumusan konstitusi baru ===
Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional menghapuskan [[feodalisme]] (meskipun pada saat itu telah terjadi pemberontakan petani yang hampir mengakhiri feodalisme). Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan [[Dekret Agustus]], yang menghapuskan seluruh hak istimewa kaum ''Estate'' Kedua dan hak ''[[:wikt:tithe|dîme]]'' (menerima zakat) yang dimiliki oleh ''Estate'' Pertama. Hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya.<ref>{{
Pada tanggal 26 Agustus 1789, Majelis menerbitkan [[Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara]], yang memuat pernyataan prinsip, bukannya konstitusi dengan efek hukum. Majelis Konstituante Nasional tidak hanya berfungsi sebagai [[legislatif]], tetapi juga sebagai [[Majelis konstituen|badan untuk menyusun konstitusi baru]].{{butuh rujukan}}
Baris 204 ⟶ 206:
Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum [[keningratan|ningrat]] [[Jacques Antoine Marie Cazalès]] dan pendeta [[Jean-Sifrein Maury]] memimpin yang kelak dikenal sebagai [[politik sayap kanan|sayap kanan]] yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau ''Monarchien'', bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Prancis sejajar garis yang mirip dengan model [[Konstitusi Britania Raya|Konstitusi Inggris]]: mereka termasuk [[Jean Joseph Mounier]], [[Comte de Lally-Tollendal]], [[Comte de Clermont-Tonnerre]], dan [[Pierre Victor Malouet]], Comte de Virieu.{{butuh rujukan}}
"Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk [[Honoré Mirabeau]], Lafayette, dan Bailly; sedangkan [[Adrien Duport]], [[Antoine Pierre Joseph Marie Barnave|Barnave]] dan [[Alexander Lameth]] mewakili pandangan yang lebih ekstrem.{{Cn}}
[[Emmanuel Joseph Sieyès|Sieyès]] memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan [[politik sayap kiri|pihak kiri]].{{butuh rujukan}}
Baris 277 ⟶ 279:
Meskipun merupakan minoritas di Majelis, kuasa atas komite-komite utama memungkinkan keluarga Brissotin memprovokasi Louis untuk menggunakan hak vetonya. Mereka pertama kali berhasil mengeluarkan keputusan menyita properti emigran, dan mengancam mereka dengan hukuman mati, kemudian raja memveto legislasi yang mengancam ''émigré'' dengan kematian ini.{{butuh rujukan}}
Majelis menyetujui sebuah dekrit yang memberikan waktu delapan hari kepada pendeta refraktori untuk mematuhi, atau menghadapi tuduhan 'konspirasi terhadap bangsa', tindakan yang ditentang bahkan oleh Robespierre. Ketika Louis memveto lagi, lawan-lawannya dapat menggambarkannya sebagai kebalikan dari reformasi secara umum, Setahun kemudian, ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan [[krisis konstitusi]].<ref>{{
=== Perang ===
Baris 314 ⟶ 316:
[[Komite Keamanan Publik]] di bawah kendali [[Maximilien Robespierre]] serta faksi Jacobin menerapkan [[Pemerintahan Teror]] ([[1793]]-[[1794]]). Setidaknya 1200 jiwa menemui kematiannya dengan [[guillotine]] dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi. Gambaran yang sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontrarevolusi (atau, pada kasus [[Jacques Hébert]], semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti.{{butuh rujukan}}
Pada tahun 1794 [[Robespierre]] memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal dan moderat dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya benar-benar terkikis. Pada tanggal [[27 Juli]] [[1794]], orang-orang Prancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang sudah kelewatan dalam [[Reaksi Thermidor]], yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati untuk Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite Keamanan Publik.{{butuh rujukan}}
Pemerintahan baru sebagian besar tersusun atas Girondis yang lolos dari teror, dan setelah merebut kekuasaan, mereka menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan terhadap Jacobin yang telah membantu Robespierre, melarang Klub Jacobin dan menghukum mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai [[Teror Putih]].{{butuh rujukan}}
Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal [[17 Agustus]] [[1795]]; sebuah [[plebisit]] meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada tanggal [[26 September]] [[1795]].{{butuh rujukan}}
== Direktorat (1795-1799)==
{{untuk|informasi lebih banyak tentang peristiwa antara [[26 September]] [[1795]] - [[9 November]] [[1799]]|Direktorat Prancis}}
Konstitusi baru itu melantik [[Direktorat Prancis|''Directoire'']] ([[bahasa Indonesia]]: ''Direktorat'') dan menciptakan [[legislatur bikameral]] pertama dalam sejarah Prancis. Parlemen ini terdiri atas 500 perwakilan (''Conseil des Cinq-Cents''/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (''Conseil des Anciens''/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur" itu, dipilih tahunan oleh ''Conseil des Anciens'' dari daftar yang diberikan oleh ''Conseil des Cinq-Cents''.{{butuh rujukan}}
[[Rezim|Régime]] baru berhadapan dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan pemerintah meredam semua pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan tersebut dan jenderalnya yang berhasil, [[Napoleon I dari Prancis|Napoleon Bonaparte]] memperoleh lebih banyak kekuasaan.{{butuh rujukan}}
Pada tanggal [[9 November]] [[1799]] ([[18 Brumaire]] dari Tahun VIII) [[Napoleon]] mengadakan ''[[kup]]'' yang melantik dirinya sebagai [[Konsulat Prancis|Konsulat]]; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya di tahun (1804) mengangkat dirinya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase [[republikan]] spesifik pada masa Revolusi Prancis.{{butuh rujukan}}
== Dampak ==
Baris 348 ⟶ 350:
Salah satu wilayah yang terkena dampak positif dari terjadinya revolusi Prancis adalah Indonesia. Meskipun pada saat itu kedaulatan NKRI dan kemerdekaan Indonesia belum menemu jalannya, tetapi peristiwa revolusi Prancis memberikan inspirasi bagi para tokoh di Indonesia. Beberapa paham yang turut dijadikan sebagai motor penggerak massa mencari jalan Indonesia dalam kebabasan dan kemerdekaan adalah sebagai berikut:
=== Paham Nasionalisme ===
Sebagaimana catatan sejarah yang ada, paham nasionalisme muncul dan berkembang di daratan Eropa. Setelah adanya revolusi Prancis paham ini menyebar dengan cepat di daratan Asia dan Afrika, tidak terkecuali Indonesia dalam melawan negara imperialis Barat yang telah lama berkongko di Indonesia.{{butuh rujukan}}
Boedi Oetomo adalah salah satu organisasi nasional yang telah mengikuti paham nasionalisme dan berdiri pada tanggal 20 Mei 1908. Dari organisasi nasional pertama di Indonesia ini kemudian paham nasionalisme semakin terkenal dan menyebar di Indonesia sehingga bermunculan pergerakan nasional di Indonesia.{{butuh rujukan}}
=== Paham Demokrasi ===
Meskipun tidak secara langsung terkena dampak dari terjadinya revolusi Prancis, tetapi secara tidak langsung paham demokrasi yang mulai muncul di Indonesia pada Abad ke-20 merupakan bukti menyebarnya paham demokrasi ke seluruh penjuru dunia. Hal ini dibuktikan pada saat pemerintah Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia memutuskan kaum bumi putera wajib militer guna memperkuat keamanan. Mendengar keputusan tersebut yang terjadi pada tahun 1916 ini maka Boedi Oetomo mengirimkan wakilnya yakni Dwidjosewoyo untuk melakukan perundingan dan negosiasi terhadap para pemimpin Belanda di Indonesia. Dari hasil negosiasi tersebut pemerintah Belanda tidak jadi memberikan wajib militer bagi penduduk pribumi melainkan diganti dengan pendirian Volksraad yakni Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda yang diresmikan pada tanggal 16 bulan Desember tahun 1916.{{butuh rujukan}}
Selain hal tersebut diatas, bukti paham demokrasi muncul di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis ialah adanya tuntutan Indonesia Ber-parlemen. Bentuk perjuangan dan asas yang dianut dalam sistem parlemen tetunya sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan rakyat Prancis pada masa revolusi Prancis. Dengan adanya paham ini kemudian partai-partai politik di Indonesia bergabung membentuk wadah baru yang disebut dengan Gabungan Politik Indonesia atau yang sering disingkat GAPI. Dalam perjuangannya GAPI menyerukan bahwa Indonesia Berparlemen. Hal ini dilakukan guna menghindari paham fasisme yang pada saat itu sangat meresahkan dunia khususnya pada masa perang dunia II.{{butuh rujukan}}▼
▲Selain hal tersebut diatas, bukti paham demokrasi muncul di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis ialah adanya tuntutan Indonesia Ber-parlemen. Bentuk perjuangan dan asas yang dianut dalam sistem parlemen tetunya sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan rakyat Prancis pada masa revolusi Prancis. Dengan adanya paham ini kemudian partai-partai politik di Indonesia bergabung membentuk wadah baru yang disebut dengan Gabungan Politik Indonesia atau yang sering disingkat GAPI. Dalam perjuangannya GAPI menyerukan bahwa Indonesia Berparlemen. Hal ini dilakukan guna menghindari paham fasisme yang pada saat itu sangat meresahkan dunia khususnya pada masa perang dunia II.
=== Persatuan ===
Sebagaimana kita ketahui bahwa revolusi Prancis dapat berjalan dengan lancar karena adanya persatuan dari rakyat-nya. Hal itu pula menginspirasi Indonesia untuk menumbuhkan sikap persatuan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Salah satu bukti awal lahirnya persatuan di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis adalah digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Hal ini diikrarkan oleh para pemuda Indonesia yang kemudian kita kenal dengan “Sumpah Pemuda”.{{butuh rujukan}}
== Lihat pula ==
Baris 395 ⟶ 398:
== Referensi ==
{{reflist|3}}
{{Revolusi Prancis}}
[[Kategori:Revolusi Prancis| ]]
[[Kategori:Perang
[[Kategori:Revolusi]]
[[Kategori:Sejarah]]
|