Beduk: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox instrument
[[file:Beduk.JPG|thumb|200px|Beduk di masjid Islamic Center Samarinda.]]▼
| name = Beduk
| background = percussion
| image = Beduk.JPG
| names = Bedug
| classification = [[Membranofon]]
| hornbostel_sachs = 211.212.1
| hornbostel_sachs_desc = Membranofon tunggal dua membran
}}
'''Beduk''', juga ditulis sebagai '''bedug''', adalah [[alat musik]] tabuh seperti [[gendang]] besar. Beduk merupakan instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagai [[alat komunikasi]] tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Di Indonesia, sebuah beduk biasa dibunyikan untuk pemberitahuan akan datangnya waktu [[salat]] atau sembahyang. Juga digunakan dalam kesenian tradisional salah satunya dalam [[Seni Reak]]. Beduk terbuat dari sepotong batang kayu besar atau pohon enau sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang. Bila ditabuh, beduk menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.
== Sejarah ==
[[Berkas:Drum in Sultan Suriansyah Mosque.jpg|jmpl|300px|Beduk di [[Masjid Sultan Suriansyah]], [[Banjarmasin]]]]
Beduk sebenarnya berasal dari [[India]] dan [[Cina|Tiongkok]].{{citation needed|date = June 2022}} Berdasarkan legenda Cheng Ho dari Cina, ketika [[Cheng Ho|Laksamana Cheng Ho]] datang ke [[Semarang]], mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara beduk dari [[masjid]]. Sejak itulah, beduk kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara [[Cina]], [[Korea]] dan [[Jepang]], yang memposisikan beduk di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Di Indonesia, sebuah beduk biasa dibunyikan untuk pemberitahuan akan datangnya waktu salat atau sembahyang. Saat Orde Baru berkuasa beduk pernah dikeluarkan dari surau dan masjid karena mengandung unsur-unsur non-Islam. Beduk digantikan oleh pengeras suara. Hal itu dilakukan oleh kaum Islam modernis, namun warga [[Nahdlatul Ulama|NU]] melakukan perlawanan sehingga sampai sekarang dapat terlihat masih banyak masjid yang mempertahankan beduk.▼
Menurut arkeolog [[Universitas Negeri Malang]] Dwi Cahyono, akar sejarah bedug sudah dimulai sejak masa prasejarah, tepatnya zaman logam. Saat itu manusia mengenal nekara dan moko yang terbuat dari perunggu, berbentuk seperti dandang dan banyak ditemukan di [[Sumatra]], [[Jawa]], [[Bali]], [[Sumbawa]], Roti, Leti, Selayar, dan [[Kepulauan Kei]]. Fungsinya untuk acara keagamaan, maskawin, dan upacara minta hujan.
Pada masa Hindu, jumlah bedug masih terbatas dan penyebarannya belum merata ke berbagai tempat di [[Jawa]]. Dalam [[Kidung Malat]], pupuh XLIX, disebutkan bahwa bedug berfungsi sebagai media untuk mengumpulkan penduduk dari berbagai desa dalam rangka persiapan perang. Kitab sastra berbentuk kidung, seperti Kidung Malat, ditulis pada masa pemerintahan [[Majapahit]].<ref>Tak-tak-tak, Dung, Ini Sejarah Bedug[https://historia.id/kultur/articles/tak-tak-tak-dung-ini-sejarah-bedug-P1m2P]</ref>
▲
== Fungsi ==
Baris 10 ⟶ 26:
== Pembuatan ==
[[Berkas:Drum in Old Mosque of Seith.jpg|jmpl|ki|Beduk di [[Masjid Tua Soa Seith]], [[Leihitu]], [[Pulau Ambon]]]]
Pada awalnya, [[kambing]] atau [[sapi]] dikuliti. Kulit hewan yang biasa dibuat sebagai bahan baku beduk antara lain kulit kambing, sapi, [[kerbau]], dan [[banteng]]. Kulit sapi putih memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kulit sapi coklat. Sebab, kulit sapi putih lebih tebal daripada kulit sapi coklat, sehingga bunyi yang dihasilkannya akan berbeda disamping, keawetannya yang lebih rendah. Kemudian, kulit tersebut direndam ke dalam air detergen sekitar [[5]]-[[10]] [[menit]]. Jangan terlalu lama agar tidak rusak. Lalu, kulit dijemur dengan cara dipanteng (digelar) supaya tidak mengerut. Setelah kering, diukur diameter kayu yang sudah dicat dan akan dibuat beduk. Seteleh selesai diukur, kulit tersebut dipasangkan pada kayu bonggol kayu yang sudah disiapkan. Proses penyatuan kulit hewan dengan kayu dilakukan dengan paku dan beberapa tali-temali.
== Permainan (seni ngadulag) ==
[[Berkas:Drums in Sultan Ternate Mosque.jpg|jmpl|300px|Beduk di [[Masjid Sultan Ternate]] ]]
Seni ngadulag berasal dari daerah [[Jawa Barat]]. Pada dasarnya, beduk memiliki fungsi yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, tabuhan beduk di tiap-tiap daerah memiliki perbedaan dengan daerah lainnya, sehingga menjadikannya khas. Sehingga lahirlah sebuah istilah “Ngadulag” yang menunjuk pada sebuah keterampilan menabuh beduk. Kini keterampilan menabuh beduk telah menjadi bentuk seni yang mandiri yaitu seni Ngadulag (permainan beduk).
Di daerah Bojonglopang, [[Kabupaten Sukabumi|Sukabumi]], seni ngadulag telah menjadi sebuah kompetisi untuk mendapatkan penabuh beduk terbaik. Kompetisi terbagi menjadi 2 kategori, yaitu keindahan dan ketahanan. Keindahan mengutamakan irama dan ritme tabuhan beduk, sedangkan ketahanan mengutamakan daya tahan menabuh atau seberapa lama kekuatan menabuh beduk. Kompetisi ini diikuti oleh laki-laki dan perempuan. Dari permainan inilah seni menabuh beduk mengalami perkembangan. Dahulu, peralatan seni menabuh beduk hanya terdiri dari beduk, kohkol, dan terompet. Tapi kini peralatannya pun mengalami perkembangan. Selain yang telah disebutkan di atas, menabuh beduk kini juga dilengkapi dengan alat-alat musik seperti [[gitar]], [[keyboard]], dan [[simbal]].
Baris 18 ⟶ 38:
== Terbesar di Dunia ==
Beduk terbesar di dunia berada di dalam [[Masjid Darul Muttaqien]], [[Purworejo]]. Beduk ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh [[Adipati Tjokronagoro I]], Bupati Purworejo pertama. dibuat pada tahun [[1762]] Jawa atau [[1834]] [[M]]. Dan diberi nama Kyai Bagelen. Ukuran atau spesifikasi beduk ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari beduk ini dibuat dari kulit banteng. Beduk raksasa ini dirancang sebagai “sarana komunikasi” untuk mengundang [[jamaah]] hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan beduk sebagai tanda waktu salat menjelang [[Azan|adzan]] dikumandangkan.
== Galeri ==
<gallery mode="packed">
Berkas:Drum in Sabilal Muhtadin Mosque.jpg|Beduk di [[Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin]]
Berkas:Mosque drum in Asilulu.jpg|Beduk di Masjid An-Nur, [[Asilulu, Leihitu, Maluku Tengah]]
Berkas:Bedug at Istiqlal Mosque.jpg|jmpl|Beduk di [[Masjid Istiqlal, Jakarta]]
Berkas:Bedug Di Masjid Agung Demak Dari Samping Kiri.jpg|Beduk di [[Masjid Agung Demak]]
</gallery>
== Referensi ==
|