Harian Indonesia Raya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(31 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Mochtar_Lubis_(1979).jpg|jmpl|[[Mochtar Lubis]], pemimpin redaksi ''Indonesia Raya'']]
'''Harian ''Indonesia Raya''''' adalah [[surat kabar]] nasional yang mengalami dua kali masa penerbitan, yakni pada masa pemerintahan [[Orde Lama]] dan masa [[Orde Baru]].<ref name="Jakarta" /> Pada kedua masa pemerintahan tersebut harian ''Indonesia Raya'' mengalami larangan terbit.<ref name="Jakarta" /> Selama masa penerbitan pertama [[1949]]-[[1968]], lima wartawannya pernah ditahan selama beberapa hari, bahkan ada yang sampai satu bulan.<ref name="Jakarta" /> Pemimpin redaksinya, [[Mochtar Lubis]], menjadi tahanan rumah dan dipenjarakan selama sembilan tahun tanpa proses peradilan.<ref name="Jakarta">{{Cite web |url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/996/Indonesia-Raya-Surat-Kabar |title=Jakarta.go.id |access-date=2014-04-28 |archive-date=2014-04-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140429044157/http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/996/Indonesia-Raya-Surat-Kabar |dead-url=yes }}</ref>
Pertama kali ''Indonesia Raya'' tutup, ketika di dalam perusahaan terjadi konflik internal antara ketiga pemegang saham, yaitu [[Mochtar Lubis]], [[Hasjim Mahdan]], dan [[Sarhindi]].<ref name="Jakarta"/> [[Mochtar Lubis]] ingin tetap bersikap kritis terhadap pemerintah, sementara dua lainnya menginginkan "sikap netral".<ref name="Jakarta"/> Kedua pemegang saham terakhir ini berhasil memperoleh [[Surat Izin Terbit]] ([[SIT]]) tanggal [[7 Oktober]] [[1958]].<ref name="Jakarta"/> Para [[wartawan]] pengasuh harian itu seluruhnya wajah baru, karena semua [[wartawan]] ''Indonesia Raya'' lama mendukung pendirian [[Mochtar Lubis]].<ref name="Jakarta"/> ''Indonesia Raya'' baru ini hanya berumur kurang dari tiga bulan karena kehilangan para pelanggan.<ref name="Jakarta"/>
Masa penerbitan kedua selama lima tahun ([[1968]]-[[1974]]).<ref name="Jakarta"/> Pada masa pemerintahan [[Orde Baru]], atau pada tanggal [[30 Oktober]] [[1968]], harian ''Indonesia Raya'' kembali terbit.<ref name="Jakarta"/> Sebagian [[wartawan]] dan staf tata usaha ''Indonesia Raya'' generasi pertama mengasuh kembali harian ini di bawah pimpinan [[Mochtar Lubis]] sebagai pemimpin umum merangkap pemimpin redaksi.<ref name="Jakarta"/> Selama 10 bulan pertama penerbitannya berbentuk tabloid, dan baru pada tanggal [[1 September]] [[1969]] diubah ke dalam ukuran standar.<ref name="Jakarta"/>
[[Demonstrasi]] [[mahasiswa]] di [[Jakarta]] selama kunjungan kenegaraan [[Perdana Menteri]] [[Jepang]] [[Kakuei Tanaka]], antara tanggal 14 malam hingga 17 pagi [[Januari]] [[1974]], dan berakhir dengan apa yang disebut Peristiwa [[Malari]], berekor larangan terbit tanpa batas waktu terhadap sebelas surat kabar dan satu majalah berita.<ref name="Jakarta"/> Termasuk di antaranya harian ''Indonesia Raya'', yang mengalami pencabutan Surat Izin Cetak tanggal [[21 Januari]] [[1974]] dan Surat Izin Terbit dua hari kemudian.<ref name="Jakarta"/> Selama periade ini pun dua pimpinannya mengalami penahanan, [[Mochtar Lubis]] selama hampir 2,5 bulan, dan wakil pemimpin redaksi [[Enggak Bahau'ddin]] selama hampir satu tahun.<ref name="Jakarta"/> Keduanya disangka terlibat Peristiwa [[Malari]], tetapi kemudian dibebaskan tanpa syarat.<ref name="Jakarta"/>
[[Kategori:Surat kabar nasional Indonesia]]▼
Nama ''Indonesia Raya'' sendiri berasal dari saran [[Teuku Sjahril]] ketika mengunjungi rumah [[Mochtar Lubis]], tetangganya, pada saat itu surat kabar ini hendak diterbitkan.<ref name="Ignatius">Haryanto. Ignatius. ''INDONESIA RAYA DIBEREDEL''. 2006. Yogyakarta: LkiS</ref>
Selain itu, harian ''Indonesia Raya'' adalah salah satu [[media]] di [[Indonesia]] yang banyak dinilai fenomenal dalam pelaporan [[investigasi]].<ref name="Santana"/> Harian ini juga bersifat ''[[muckraking paper]]'', yaitu surat kabar yang melakukan penyidikan mengenai kasus [[korupsi]] atau tuduhan [[korupsi]] oleh pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya dengan kritis.<ref name="Santana"/> Harian ''Indonesia Raya'' ([[1949]]-[[1958]] dan [[1968]]-[[1974]]) bisa dikatakan tipikal awal penerbitan pers yang mengarahkan liputannya ke dalam bentuk [[investigasi]].<ref name="Santana">Santana K. Septiawan. ''Jurnalisme Investigasi''. 2009. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia</ref>
== Sejarah ==
=== Periode Pertama ===
''Indonesia Raya'' pertama kali terbit sebagai surat kabar di Jakarta pada [[29 Desember]] [[1949]], atau dua hari setelah penandatanganan kedaulatan [[Republik Indonesia]] oleh [[Belanda]] tanggal [[27 Desember]] [[1949]].<ref name="Surjomihardjo">Surjomihardjo. Abdurrachman. ''Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia''. 1988. Jakarta: LEKNAS LIPI dan Deppen RI</ref>
Pemimpin Redaksi yang pertama adalah [[Hiswara Darmaputera]], sedangkan pemimpin umum dijabat oleh [[Jullie Effendie]].<ref name="Surjomihardjo"/> Namun, baru menjabat setahun Hiswara dan Jullie mengundurkan diri.<ref name="Surjomihardjo"/> Kemudian jabatan Pemimpin Redaksi digantikan oleh [[Mochtar Lubis]] sejak [[Agustus]] [[1950]].<ref name="Surjomihardjo"/>
Pada tahun pertamanya, ''Indonesia Raya'' banyak menyajikan berita-berita [[politik]], baru kemudian dalam perkembangannya sejak [[Agustus]] [[1950]], harian ini juga menyajikan berita-berita [[budaya]], [[ekonomi]], dan [[sosial]].<ref name="Ignatius"/> Pada periode pertama ini, harian ''Indonesia Raya'' menyoroti lima isu pokok dalam editorialnya, yaitu peristiwa [[17 Oktober]] [[1952]], penahanan [[Roeslan Abdulgani]], peristiwa pergerakan di daerah luar [[Pulau Jawa]], pernikahan Presiden [[Soekarno]] dengan [[Hartini]], dan Penyelenggaraan [[Konferensi Asia-Afrika]] ([[KAA]]) berupa penyediaan “Komite Ramah Tamah”, yang ditulis oleh harian ini sebagai [[prostitusi]] terselubung.<ref name="Ignatius"/>
Oplah harian ''Indonesia Raya'' saat itu mencapai 5000 eksemplar.<ref name="Atma"/> Namun, saat pergantian pimpinan Umum dari [[Jullie Effendie]] kepada [[Hasjim Mahdan]], oplah turun menjadi 3500 eksemplar.<ref name="Atma"/> Peningkatan jumlah oplah terjadi pada akhir [[1956]], saat terjadi pergerakan di daerah-daerah luar [[Pulau Jawa]] yang pemberitaannya memenuhi halaman surat kabar ini.<ref name="Atma"/> Tercatat pada akhir [[1958]] oplah harian ''Indonesia Raya'' mencapai 47.500 eksemplar.<ref name="Atma">Atmakusumah. ''Mochtar Lubis: Wartawan Jihad''. 1992. Jakarta: Penerbit Kompas</ref>
=== Periode Kedua ===
Periode kedua ini ditandai dengan keluarnya [[Mochtar Lubis]] dari rumah tahanan dan perdamaian antara [[Hasjim Mahdan]] dengan [[Mochtar Lubis]].<ref name="Ignatius"/>
Penyajian isi periode kedua ini seperti periode pertama, yakni dibagi per rubrik, halaman pertama diisi dengan berita-berita utama, baik dalam maupun luar negeri, kemudian halaman kedua untuk berita-berita [[ekonomi]], [[perdagangan]], dan berita seputar Ibu kota atau daerah.<ref name="Ignatius"/> Halaman ketiga dipakai untuk tulisan-tulisan [[opini]], [[editorial]], serta pojoknya yang khas yaitu “''Mas Kluyur''", dan surat pembaca, sementara halaman keempat khusus untuk iklan.<ref name="Ignatius"/>
Oplah harian ''Indonesia Raya'' pada awal penerbitan periode kedua ini sebanyak 20.000 eksemplar per hari, kemudian meningkat menjadi 22.000 pada [[1969]].<ref name="Ignatius"/> Kenaikan oplah ini terjadi saat ''Indonesia Raya'' sedang gencar mengkritik masalah [[korupsi]] perusahaan minyak negara, yaitu [[Pertamina]].<ref name="Ignatius"/> Oplah harian ''Indonesia Raya'' pada tahun-tahun berikutnya adalah 26.000 pada tahun [[1971]], lalu turun menjadi 23.000 pada [[1972]], dan 20.000 pada [[Januari]]-[[Mei]] [[1973]].<ref name="Ignatius"/>
Pada periode ini harian ''Indonesia Raya'' banyak mengkritisi isu nasional, yaitu Proyek [[Miniatur Indonesia]], [[korupsi]] dan [[manipulasi]], tentang pemuda dan [[mahasiswa]], keadaan [[politik]] nasional, tentang [[kesenjangan sosial]] dan strategi [[pembangunan ekonomi]], peristiwa [[5 Agustus]] [[1973]] di [[Bandung]], tentang modal [[Jepang]] di [[Indonesia]], serta peristiwa [[15 Januari]] [[1974]] yang berbuntut kepada penahanan [[Mochtar Lubis]].<ref name="Ignatius"/>
Harian ''Indonesia Raya'' secara resmi ditutup sejak dikeluarkan pencabutan [[Surat Izin Terbit]] ([[SIT]]) pada [[22 Januari]] [[1974]] oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika, [[Departemen Penerangan]].<ref name="Ignatius"/> [[Pencabutan Surat Izin Cetak]] ([[SIC]]) oleh Pelaksana Khusus Panglima Komando Operasi Pemulihan dan Keamanandan Ketertiban Daerah Jakarta Raya dan Sekitarnya (Lak-sus Pangkopkamtibda Jakarta Raya).<ref name="Ignatius"/>
== Pemberedelan-pemberedelan terhadap Indonesia Raya ==
Dalam sejarah pers Indonesia pasca kemerdekaan, ''Indonesia Raya'' menempati posisi unik karena berkali-kali diberedel, baik pada masa pemerintahan [[Soekarno]] maupun [[Soeharto]]. Surat kabar ini dinilai kontroversial karena cara penyajian beritanya yang sering tanpa kompromi, karena kritik-kritiknya yang tajam, terbuka, dan langsung. Harian ini rajin memberitakan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan dan ketidakbenaran, serta sikap feodalisme.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 213</ref>
Keunikan lain ''Indonesia Raya'' adalah fakta bahwa mereka tidak partisan, yang tidak terikat dengan partai atau golongan tertentu.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 219</ref> Ini membedakan mereka dengan ''[[Harian Rakyat]]'' (yang terafiliasi dengan [[Partai Komunis Indonesia]]/PKI), ''Pedoman'' ([[Partai Sosialis Indonesia]]/PSI), [[Suluh Indonesia]] ([[Partai Nasional Indonesia|Partai Nasionalis Indonesia]]/PNI), atau Abadi ([[Partai Masyumi]]).
Saat sembilan tahun terbit (1949–1958) pada masa pemerintahan Soekarno, lima wartawannya pernah dipenjara antara beberapa hari hingga satu bulan. Pemimpin umum dan pemimpin redaksinya, Mochtar Lubis, pernah mengalami berbagai macam penahanan dan pemeriksaan hampir terus-menerus dalam kurun sembilan tahun. Surat kabar ini mengalami enam kali pemberedelan yang seluruhnya terjadi selama 1957–1958.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 214">Tim Penulis 2002, hlm. 214</ref>
Di masa terbitnya yang kedua (1968–1974) di era Soeharto, meski hanya mengalami satu kali pemberedelan, hal merupakan larangan terbit yang fatal, yang mematikan harian ini di awal 1974.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 214"/> Pada tahap ini terjadi penahanan selama beberapa bulan terhadap Mochtar Lubis dan hampir satu tahun terhadap [[Enggak Bahauddin]].
Berkat kejadian-kejadian di atas, ''Indonesia Raya'' dinilai sebagai harian yang lebih mengutamakan idealisme kewartawanan ketimbang tujuan komersial. Ini mencerminkan sikap para pengasuhnya yang mendukung kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat yang penuh.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 215">Tim Penulis 2002, hlm. 215</ref>
Dalam wawancaranya dengan P. Swantoro dan [[Atmakusumah Astraatmadja|Atmakusumah]] (8 dan 13 Februari 1978), Mochtar Lubis mengatakan ia memiliki semacam beban moral terhadap apa yang digambarkannya sebagai “pengorbanan dan semangat murni 1945”. Ia juga mengenang ratusan ribu teman yang mati demi merebut kemerdekaan, yang menurutnya membuat ''Indonesia Raya'' tidak pantas mengorbankan kemerdekaan pers.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 215"/>
Oey Hong Lee dalam ''Indonesian Government and Press during Guided Democracy'' (1971) menggolongkan ''Indonesia Raya'' sebagai ''muckracking paper'', yaitu surat kabar yang menginvestigasi kasus korupsi atau tuduhan korupsi oleh, misalnya, pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya dengan gegap gempita. ''Indonesia Raya'' memberitakan berbagai berita skandal, konflik, atau penipuan yang terjadi pada lembaga-lembaga negara serta melibatkan pejabat publik tanpa pandang bulu. Mereka bahkan juga menyerang Presiden Soekarno saat ia menikahi Hartini secara rahasia.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 224</ref>
=== Pemberedelan pada masa Orde Lama ===
Skandal menteri-menteri era Soekarno yang pernah diberitakan habis-habisan oleh harian ini antara lain [[Achmad Soebardjo|Ahmad Subardjo]] (Menteri Luar Negeri dari Masjumi), [[Iskak Tjokroadisurjo|Iskaq Tjokroadisurjo]] (Menteri Perekonomian, PNI), dan [[Roeslan Abdulgani]] (Menteri Luar Negeri, PNI).<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 225–229</ref>
Antara Agustus–Desember 1956, terdapat tiga pemberitaan penting di Indonesia Raya yang membuat harian ini diberedel dan para pemimpinnya mengalami penahanan. ''Pertama'', pemberitaan skandal korupsi Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani dan Wakil Direktur Jenderal Percetakan-percetakan Negara Kementerian Penerangan Lie Hok Thay.
''Kedua'', pemuatan surat-surat pembelaan diri Letnan Kolonel [[Zulkifli Lubis]]. Ia menolak tuduhan pemerintah yang diumumkan pada 28 November 1956 mengenai persiapan dan percobaan kudeta yang akan dilakukannya. ''Ketiga'', pemberitaan mengenai aksi Kolonel [[Ahmad Husein]] (Komandan Resimen Angkatan Darat [[Sumatra Tengah]] dan Ketua [[Dewan Banteng]]) yang mengambil alih pemerintahan sipil dari Gubernur [[Ruslan Muljohardjo]]. Peristiwa ini disiarkan sebagai berita besar oleh ''Indonesia Raya'' pada 20 Desember 1956.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 229–223</ref>
Keesokan malam pasca pemberitaan ketiga, 21 Desember 1956, pemimpin redaksi ''Indonesia Raya'' Mochtar Lubis ditangkap oleh Korps Polisi Militer (CPM), Detasemen Garnizun III/6 Guntur, atas perintah komandan KMKB-DR. Ia dituduh terlibat dalam gerakan Zulkifli Lubis, memuat tulisan yang menyokong dan membenarkan gerakan Dewan Banteng di Sumatra Tengah, serta mengecam pemerintah dalam persoalan ini.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 233–234</ref>
Mochtar ditahan di Rumah Tahanan Militer di Jl. Budi Utomo dan diperiksa selama dua minggu. Sejak 5 Januari, ia mendapat penjagaan polisi selama empat tahun terus-menerus tanpa pernah diperiksa kembali, dengan alasan demi keamanan. Ia juga dilarang menulis untuk surat kabarnya, memberikan wawancara, mengadakan hubungan telepon dan menerima tamu.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 234</ref>
Terkait peristiwa ini, Penguasa Militer Letnan Kolonel E. Dachjar pada 16 Oktober 1957 melarang semua penerbitan di ibukota, termasuk ''Indonesia Raya'', untuk menyiarkan penahanan terhadap Mochtar Lubis. Pengecualian berlaku untuk keterangan resmi dari KMKB-DR atau kantor Penerangan Angkatan Darat (Penad). Anggota parlemen juga bahkan dilarang untuk memberikan wawancara mengenai persoalan Mochtar Lubis.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 238</ref>
Sementara ia berada dalam tahanan rumah, empat redaktur lainnya pada 1957 dan 1958 mengalami penahanan yang berbeda-beda. Mereka ditahan dalam waktu yang lebih singkat, selama beberapa hari sampai beberapa minggu.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 244</ref>
Redaktur pelaksdana [[Ali Mochtar Hoeta Soehoet|Ali Moechtar Hoeta Soehoet]] dan rekannya Mohamadnoer ditahan selama dua minggu (10–26 Agustus 1957) yang disambung dengak tahanan kota selama tiga minggu. (Tim Penulis 2002, hlm. 244–245). Penyebab penahanan adalah karena membuat berita tentang penolakan rencana kunjungan panglima TT I Kolonel M. Simbolon oleh komandan Resimen III Angkatan Darat Mayor Junus Samosir di daerah Tapanuli.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 244–245</ref>
Karikaturis dan redaktur tata letak [[Sam Soeharto]] ditahan hampir satu bulan (Februari 1958) karena satu karikaturnya dianggap menghina kabinet Perdana Menteri [[Djoeanda Kartawidjaja|Djuanda]]. Sam menceritakan bahwa ia harus menunggu berjam-jam di kantor KMKB-DR tanpa mengetahui di mana ia akan ditahan.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 245">Tim Penulis 2002, hlm. 245</ref>
Pejabat pemimpin redaksi selama Mochtar ditahan, Enggak Bahauddin, mengalami empat kali penahanan sepanjang tahun 1958. Bahkan setelah ''Indonesia Raya'' dilarang terbit, ia masih harus menjalani persidangan untuk perkara delik pers yang terjadi setahun sebelumnya.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 245"/>
Pada 10 Februari 1959, Enggak bersama [[Subanto Taif]] (''PIA''), [[Abdulah Nazir]] (''Abadi'') dan Sidi Mohammad Sjaaf (''Pemandangan'') dijatuhi masing-masing tiga, empat, dua, dan satu bulan dalam masa percobaan satu tahun. Mereka dituduh melanggar pasal 14 (2) Undang-undang No. 1 tahun 1946.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 245"/>
Cara terakhir yang dilakukan pemerintah Soekarno untuk membungkam ''Indonesia Raya'' adalah melalui tangan Menteri Penerangan, yang mengulurkan kesepakatan kepada Hasjim Mahdan. Hasjim merupakan seorang dari tiga pemegang saham Indonesia Raya selain Mochtar dan Sarhindi. Pemerintah mengizinkan harian tetap terbit dengan syarat Mochtar mengundurkan diri. Selain itu, mereka juga berjanji akan mengulurkan modal dana.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 246</ref>
Mochtar Lubis berhasil didongkel dari ''Indonesia Raya'' pada 21 Agustus 1958, melalui kuasa hukum PT. Badan Penerbit Indonesia Raya, Suprapto Sumono. Ia mengumumkan kepada dewan redaksi bahwa Dewan Komisaris telah memberhentikan Mochtar sebagai direktur mulai 20 Agustus 1958 dan digantikan oleh Suprapto.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 249">Tim Penulis 2002, hlm. 249</ref> Pengumuman kedua memutuskan penggantian penanggung jawab harian (Enggak Bahauddin) dan mingguan ([[K. Sidharta]]) ''Indonesia Raya'' ke tangan Soejono Harjadi.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 249"/> Maka terjadilah dualisme redaksi dan penerbitan ''Indonesia Raya'', yang hanya berumur kurang lebih tiga bulan (sampai Januari 1959).<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 257</ref>
=== Pemberedelan pada masa Orde Baru ===
Di masa Orde Baru, ''Indonesia Raya'' berhasil kembali terbit. Rencana penerbitan kembali ini mulai timbul pasca dibebaskannya Mochtar Lubis pada bulan Mei 1966. Menteri Penerangan Marsekal Muda Udara Boediarjo memberikan SIT tertanggal 24 Juli 1968. Kemudian, menyusul pemberian SIC tertanggal 10 Agustus 1968 dari Laksusda Jakarta Raya dan Sekitarnya.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 269</ref>
Masa kedua ''Indonesia Raya'' ditandai dengan penerbitan kembali harian ini pada 30 Oktober 1968. Dalam tajuk rencana, Mochtar Lubis mengungkapkan dukungannya pada kepemimpinan baru Soeharto. Mereka juga berjanji akan terus mengkritik demi keberhasilan pemerintahan yang baru.<ref>Tim Penulis 2002, hlm. 262–263</ref>
Bulan madu ini berakhir enam tahun kemudian, tatkala meletus peristiwa [[Malari]] tahun 1974. Selain diberedel, Mochtar Lubis kembali ditahan dan baru dibebaskan pada 15 April 1975. Wakil pemimpin redaksi, Enggak Bahauddin ditahan di tempat tahanan militer di Jl. Budi Utomo. Ia dibebaskan kembali pada 7 Mei 1975.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 296">Tim Penulis 2002, hlm. 296</ref>
Wakil pemimpin redaksi yang lain, [[Koestinijati Moechtar]], diperiksa Polisi Militer (POM) ABRI dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sepanjang Februari–Mei 1974. Ia diperiksa berkenaan dengan masalah-masalah seputar ''Indonesia Raya'', serta penahanan Enggak dan Mochtar. Keduanya dituduh mengadakan rapat gelap untuk menggulingkan pemerintahan yang sah–yang tidak terbukti sama sekali dan kemudian dibebaskan tanpa syarat.<ref name="Tim Penulis 2002, hlm. 296"/>
== Referensi ==
{{reflist}}
== Sumber ==
{{cite book|last=Tim Penulis|date=Januari 2002|title=Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia|location=Jakarta|publisher=Penerbit Buku Kompas|isbn=979-709-013-2|url-status=live}}
|