Perang Aceh-Batak (1539): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dinasti sisingamangaraja didirikan oleh Raja Mamghuntal tahun 1540, sehingga kerajaan yg diserang berada di tamiang, sesuai catatan pires bahwa Kerajaan Batak berada diantara Pase dengan Aru
Tag: pengguna baru menambah pranala merah VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Yajiaduo (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(17 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Perang Aceh-Batak''' adalah perang [[Kesultanan Aceh]] melawan Raja Batak yang dimulai pada [[Abad ke 16|abad ke-16]] lebih tepatnya di tahun 1539.
 
{{Infobox Military Conflict
| place = Tamiang, PulauAceh SumatraTamiang
| date = 1539
| combatant1 = {{flagicon|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh]]
| combatant2 = {{flagicon image|Flag_of_Batak_(1)Flag of Batak WRB.jpg}} [[Kerajaan Batak]]
| commander1 = {{flagicon|Kesultanan Aceh}} [[Sultan Alauddin al-Qahhar]]
| commander2 = {{flagicon image|Flag_of_Batak_(1)Flag of Batak WRB.jpg}} [[Anggi SorySori Timur Raya]]}}
| result = Kemenangan besar [[Kesultanan Aceh]]
 
[[Kesultanan Aceh]] menganeksasi wilayah Kerajaan Batak sampai perbatasan di sekitar [[Danau Toba]].
| casus = Perebutan jalur perdagangan di [[Tapanuli]]
}}
'''Perang Aceh-Batak''' adalah perang [[Kesultanan Aceh]] melawan Raja Batak (Tamiang) yang dimulai pada [[Abad ke 16|abad ke-16]] lebih tepatnya di tahun 1539.
 
== Latar Belakang ==
Sultan [[Aceh]] menganjurkan Raja Batak yang beragamamemiki Malimkepercayaan lokal untuk berpindah ke [[Islam|agama Islam]]. Apabila raja bersedia menceraikan isterinya yang juga beragamaberkepercayaan [[Ugamo Malim|Malim]]lokal dan sudah di nikahi selama 26 tahun Sultan Aceh akan menyerahkan salah satu saudara perempuannya untuk dinikahi Raja Batak. Namun, Raja Batak menolak tawaran itu hinggasehingga Sultan Aceh menyatakan [[perang]]. dengan mengerahkan seluruh [[tentara]] mereka terjun ke medan pertempuran selama tiga jam tanpa henti.<ref name=":0">{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2014|title=Sumatera Tempo Doeloe|location=Depok|publisher=Komunitas Bambu|isbn=979-3731-94-X|pages=47|url-status=live}}</ref>
 
== Perjanjian Aceh-Batak ==
Baris 21 ⟶ 25:
 
== Siasat Pero de Faria ==
Raja Batak yang murka akan pengkhianatan perjanjian tersebut mengerahkan pasukan sejumlah 15.000 orang yang terdiri dari penduduk asli maupun orang asing. Tidak puas dengan itu ia mengirimkan utusannya kepada Raja [[Portugis-Indonesia|Portugal]]. Utusan itu menjelaskan telah terjadi pertempuran antara pasukan kerajaan batak melawan pasukan [[Kesultanan Aceh]] yang berlangsung di sebuatu [[medan]] terbuka selama 3 jam tanpa henti. Setelah membaca surat dari Raja Batak, Pero de Faria mengatur akomodasi terbaiknya. Dalam waktu 17 hari setelah tiba di [[Malaka (disambiguasi)|Malaka]], segala sesuatu langsung di urus dengan sempurna. Setelah 9 hari menginap di ibukota Kerajaan Batak di Sungai Iyu (Panaiu), ia menyaksikan keberangkatan Raja Batak dan pasukannya meninggalkan ibukota menuju suatu tempat bernama Turbao 9 yang jaraknya sekitar 5 ''leagues (±25Km)''. Setelah satumalam menginap pasukan Kerajaan Batak dan rajanya melanjutkan gerakan sejauh 18 ''leagues (±90Km)'' menuju kedudukan pasukan Aceh. Jumlah pasukan yang dipimpin Raja Batak mencapai 15.000 orang. Pasukan ini diperkuat juga dengan 40 ekor [[gajah]] dan 12 gerobak yang dimuati [[artileri]]-[[artileri]] kecil. Setelah menempuh perjalanan selama 5 hari, pasukan Kerajaan Batak sampai di tepi Sungai Quilem. 15 Di tepi sungai ini pasukan Batak (Tamiang) menangkap mata-mata Aceh, dan berhasil mengungkap informasi bahwa pasukan Aceh telah berkubu di satu tempat yang disebut Tondacur yang terletak sekitar 2 leagues ''(±10Km'') dari wilayah Aceh. Pasukan Aceh yang berkubu di Tondacur ([[Sei Kuruk I, Seruway, Aceh Tamiang|Sei Kuruk]]) diperkuat oleh legiun asing yang terdiri dari orang-orang [[Turki]], [[Cambai, Prabumulih|Cambay]], dan [[Malabar Belanda|Malabar]].<ref>{{Cite journal|last=Soedewo|first=Ery|date=2019|title=Strategi Kerajaan Batak (Tamiang) Menghadapi Serangan Kesultanan Aceh di Abad ke-16 M|url=http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1292199&val=10223&title=STRATEGI%20KERAJAAN%20BATAK%20TAMIANG%20MENGHADAPI%20SERANGAN%20KESULTANAN%20ACEH%20DI%20ABAD%20KE-16%20M|dead-url=yes|journal=Berkala Arkeologi SANGKHAKALA|volume=Vol. 22|issue=No. 1|archive-url=https://web.archive.org/web/20210624202330/http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1292199&val=10223&title=STRATEGI%20KERAJAAN%20BATAK%20TAMIANG%20MENGHADAPI%20SERANGAN%20KESULTANAN%20ACEH%20DI%20ABAD%20KE-16%20M|archive-date=2021-06-24|access-date=2021-06-21}}</ref>
 
Setelah berunding dengan [[dewan]] perangnya, Raja Batak memutuskan untuk menyerang pasukan [[Aceh]] sebelum kekuatan mereka semakin bertambah. Pasukan Batak bergegas menyeberangi [[sungai]], mereka bergerak lebih cepat dari pergerakan biasanya, hingga tiba di kaki satu [[gunung]] sekitar pukul sepuluh malam. Posisi pasukan Batak saat itu hanya 0,5 league ''(±2,5[[Kilometer|Km]])'' dari posisi pasukan Aceh. Setelah beristirahat sekitar 3 [[jam]], pasukan Batak yang dibagi menjadi 4 kesatuan mulai bergerak menyusuri satu [[bukit]] kecil untuk menyerang pasukan Aceh. Saat pasukan Batak sampai di kaki bukit tampaklah hamparan [[persawahan]] kering yang luas tempat pasukan Aceh yang terbagi atas 2 kesatuan berada. Diawali dengan duel [[artileri]] dan tembakan [[senapan]], kedua pasukan akhirnya bertempur dalam jarak dekat. Setelah pertempuran yang hebat berlangsung lebih dari 1 jam, mulai terlihat pasukan Aceh mulai terdesak, hingga panglima pasukan Aceh memutuskan untuk mengundurkan pasukannya di satu tempat yang lebih tinggi, pada jarak kirakira setembakan [[senapan]] [[Falcon (keluarga roket)|faulcon]].