Televisi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gibranalnn (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(62 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Butuh penyuntingan lanjutan|$N=Copy edit|date=April 2024}}
{{Budaya Indonesia}}
[[Berkas:TV News Media in GBK Stadium, Jakarta, MetroTV.jpg|ka|jmpl|300px|Seorang juru kamera [[MetroTV]] di [[Stadion Gelora Bung Karno]] Jakarta, melaporkan pertandingan [[Piala AFF 2010|Piala AFF Suzuki 2010]].]]▼
'''[[Televisi]] di [[Indonesia]]''' dimulai saat [[Televisi Republik Indonesia|TVRI]] sebagai [[stasiun televisi]] pertama mengudara secara publik untuk pertama kali pada tahun 24 Agustus 1962 untuk menayangkan upacara pembukaan [[Pesta Olahraga Asia 1962]]. TVRI me[[monopoli]] siaran televisi di negara ini sampai tahun 1989,<ref>{{cite book|last=Schwartz |first=Adam |year=1994 |title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s |url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw |publisher=Allen & Unwin |language=en |isbn=1-86373-635-2}}</ref> ketika stasiun televisi swasta pertama, [[RCTI]] memulai siarannya sebagai stasiun televisi lokal dan kemudian diberikan izin untuk mengudara secara nasional pada tahun 1993.
Baris 8 ⟶ 9:
=== Awal mula (1952–1966) ===
{{see also|Televisi Republik Indonesia#Sejarah}}
[[Berkas:TVRITower.jpg
Gagasan awal untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia diajukan oleh [[Maladi|R. Maladi]] pada tahun 1952. Menurutnya, keberadaan stasiun televisi akan berguna untuk sosialisasi [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum 1955 mendatang]], tetapi gagasan itu gagal karena dinilai terlalu mahal oleh kabinet pada masa itu.<ref name="armando">Armando, Ade (2011). ''Televisi Jakarta di Atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Bentang.</ref> Meskipun tidak terwujud, namun pada setahun setelahnya (1953), Departemen Penerangan sudah mulai menjajaki penyediaan siaran televisi, yang pada saat itu ditawarkan oleh berbagai negara seperti [[Jepang]], [[Amerika Serikat]] dan [[Jerman Barat]].<ref name="sum"/>
Baris 37 ⟶ 39:
==== Munculnya televisi swasta ====
[[Berkas:Sctvrcti.jpg|jmpl|250px|Papan nama untuk stasiun transmisi RCTI dan SCTV di [[Dili]], [[Timor Leste]], yang saat ini sudah terbengkalai. RCTI dan SCTV pernah saling berbagi banyak hal dalam sistem siaran mereka pada awal 1990-an, salah satunya terkait menara pemancar. Di samping TVRI, televisi-televisi swasta juga pernah bersiaran di Timor Leste saat [[Timor Timur|masih menjadi bagian]] dari Indonesia.]]
Awalnya, menghadapi dorongan bagi kelahiran televisi swasta, pada Agustus 1986 Dirjen RTF (Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film) Subrata menolak usulan televisi swasta dan menyatakan hanya TVRI yang berhak menentukan bagaimana siaran televisi dapat dilakukan.<ref name=broad/> Namun, beberapa waktu kemudian, akhirnya pemerintah mulai membuka pintu bagi kelahiran TV swasta yang saat itu dimaksudkan agar "melindungi masyarakat dari siaran asing".<ref name="armando"/> Melalui SK Menpen No. 190A/Kep/Menpen/1987 (20 Oktober 1987), stasiun televisi swasta awalnya dikonsepkan bersistem SST (Siaran Saluran Terbatas) di mana siarannya bersifat [[terestrial]], namun untuk menerimanya harus secara [[televisi berlangganan|berlangganan]] dengan [[dekoder (televisi)|dekoder]]. Siarannya juga pada saat itu terbatas di satu kota saja, dengan izin yang diberikan selama 20 tahun dari TVRI. Selain itu, TVRI juga akan terlibat dalam manajemen (seperti pemograman) stasiun televisi swasta. Konsep awal kehadiran televisi swasta tersebut bertitik-tolak pada posisi TVRI yang masih dianggap pemerintah sebagai satu-satunya lembaga yang boleh menyiarkan televisi menurut Keppres No. 215/1963. Jadi, TVRI-lah yang menentukan (atau menunjuk) siapa yang berhak dan bagaimana pelaksanaan siaran televisi swasta dalam sebuah perjanjian [[bagi hasil]]. Penunjukan pihak ketiga (swasta) sebagai "pelaksana SST" dilakukan karena biaya yang terbilang mahal demi menyelenggarakan TV swasta SST jika dilakukan TVRI sendiri. Selain itu, adanya sistem SST dilandasi oleh semangat yang sama dengan kebijakan pelarangan iklan di TVRI pada awal 1980-an, yaitu mencegah efek kesenjangan sosial lewat iklan-iklan maupun kebudayaan asing lewat program-program impor. Hal ini membuat televisi swasta awalnya hanya ditujukan bagi pemirsa kelas menengah ke atas.<ref name="armando"/><ref name=broad>[https://books.google.co.id/books?id=JXIKDHWmRdgC&pg=PA244&dq=english+news+service+tvri+1983&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjRvo7HufrzAhWZbisKHaOZAywQ6AF6BAgKEAM#v=onepage&q=english%20news%20service%20tvri%201983&f=false Broadcasting in the Malay World: Radio, Television, and Video in Brunei ...]</ref>
Baris 61 ⟶ 64:
* Sebuah stasiun televisi nasional olahraga yang dimiliki oleh Hutomo Mandala Putra.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=-GUehQsdzw8C&pg=PA165&dq=Merdeka+Citra+Televisi+Indonesia&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjA6tDo_rr0AhVpSGwGHbOYAHUQ6AF6BAgJEAM#v=onepage&q=Merdeka%20Citra%20Televisi%20Indonesia&f=false Telecommunications in Asia: Policy, Planning and Development]</ref>
Pemberian izin siaran nasional ini juga membuat 4 stasiun televisi lokal yang tersisa, mungkin karena tidak melihat adanya peluang, akhirnya memutuskan untuk meleburkan diri walaupun pemerintah sudah memberi "lampu hijau" bagi mereka untuk beroperasi.<ref>[https://forum.detik.com/showpost.php?p=18763726&postcount=522 Pemerintah batasi lima tv swasta untuk siaran nasional]</ref> MCTI dan Ramako Indotelevisi menggabungkan diri dengan Indosiar, sedangkan SMTV dan CBS TV menggabungkan diri dengan ANteve sebelum sempat beroperasi. Praktis, dari 6 perusahaan televisi baru yang izinnya dikeluarkan pada 1991-1992, hanya PT Indosiar Visual Mandiri dan PT Cakrawala Andalas Televisi yang bisa memulai siarannya. ANteve (berbasis di sebuah gedung di [[Kuningan, Jakarta Selatan]]) mulai bersiaran sejak 28 Februari 1993, sedangkan Indosiar (berbasis di [[Jalan Daan Mogot (Jakarta)|Daan Mogot]], [[Jakarta Barat]]) mulai beroperasi sejak 11 Januari 1995.<ref name="armando"/><ref>{{cite journal|last=Armando |first=A. |author-link=Ade Armando |year=2014 |title=The Greedy Giants: Centralized Television in Post-authoritarian Indonesia |journal=International Communication Gazette |volume=76 |issue=4–5 |pages=390–406 |doi=10.1177/1748048514524106 |language=en}}</ref><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p61.html Gelombang nasional untuk televisi swasta]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=_IGWDwAAQBAJ&pg=PA32&dq=PT+MERDEKA+CITRA+TELEVISI+INDONESIA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiriPPJhrLuAhXU7XMBHTnhDr0Q6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=PT%20MERDEKA%20CITRA%20TELEVISI%20INDONESIA&f=false Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi 2]</ref>
Baris 69 ⟶ 72:
Setelah melalui diskusi yang panjang, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran resmi berlaku; undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang membahas tentang penyiaran. Dalam undang-undang ini, seluruh lembaga penyiaran (termasuk televisi) terbagi dalam tiga jenis: "Lembaga Penyiaran Pemerintah" (dalam hal ini TVRI), "Lembaga Penyiaran Swasta" (dalam hal ini stasiun televisi swasta), dan "Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus" (seperti penyedia layanan televisi berlangganan, layanan informasi audioteks/videoteks, layanan ''video-on-demand'' dan lainnya); dimana Lembaga Penyiaran Swasta dan Pemerintah keduanya berpusat di ibukota negara. Undang-undang ini juga mengamanatkan berdirinya "Televisi Siaran Internasional Indonesia" sebagai bagian dari Lembaga Penyiaran Pemerintah, namun hingga undang-undang ini digantikan pada akhir 2002 televisi ini tidak bersiaran.<ref>{{cite web |url=https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |title=UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN |website=tana ngada - database peraturan |accessdate=15 Mei 2021 |archive-date=2021-07-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210726155035/https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |dead-url=yes }}</ref> Sesungguhnya, dalam pembahasan RUU ini yang dilakukan sejak 1994, terdapat usulan-usulan yang cukup reformis (dan kemudian akan dimasukkan dalam UU Penyiaran No. 32/2002) seperti pembatasan siaran (hanya diizinkan bersiaran nasional sebesar 50% dari wilayah Indonesia dan sisanya harus siaran berjaringan); adanya hak beriklan bagi TVRI; dibentuknya Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional (BP3N), suatu lembaga yang memiliki kewenangan atas penyiaran di Indonesia seperti dalam izin siaran dan diisi oleh tokoh masyarakat; dan pembatasan izin siaran selama 5 tahun. Namun, kemudian karena tekanan kuat dari Presiden Soeharto dan industri pertelevisian, maka ide-ide tersebut disingkirkan atau dimodifikasi menjadi lebih akomodatif pada pemerintah dalam UU final. Pasca Orde Baru runtuh, akibat citranya yang terlalu otoriter, maka UU ini akhirnya mulai diusahakan untuk diubah.<ref name="armando"/><ref>[https://musa666.wordpress.com/2011/03/30/kontroversi-sistem-penyiaran-indonesia/ Kontroversi Sistem Penyiaran Indonesia]</ref>
Pada 16 Januari 1994, penyedia [[televisi satelit]] Indovision (kini [[MNC Vision]]), yang dioperasikan oleh PT Matahari Lintas Cakrawala (milik PT [[Datakom Asia]] milik [[Peter F. Gontha]], [[Bambang Trihatmodjo]], [[Anthony Salim]] dkk{{efn|Secara spesifik, struktur kepemilikan PT Datakom Asia terdiri dari:<br>PT Asriland (Bambang Trihatmodjo): 33,3%<br>PT Lembahsubur Adipertiwi (Anthony Salim): 28,57%<br>PT Persada Giri Abadi (Peter F. Gontha): 24,23%<br>PT Azbindo Nusantara ([[Aziz Mochdar]]): 6,88%<br>PT [[
* Sebuah perusahaan (tidak diketahui namanya) yang dimiliki oleh [[Siti Hardiyanti Rukmana]];<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p389.html TELEVISI: BERLAGA MEREBUT PASAR DI LANGIT BIRU]</ref>
* PT Pilar Multimedia Nusantara, milik [[Hutomo Mandala Putra]] (dengan merek Astro);
* PT Indocitra Grahabawana (1995), milik [[Prajogo Pangestu]], [[Henry Pribadi]], [[Sudwikatmono]] dan [[
* PT Aditirta Indonusa (1996), milik Indovision (50%) yang direncanakan beroperasi dengan sistem [[televisi kabel|kabel]] (dengan merek Multivision Theater);<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=5JITAQAAMAAJ&dq=PT+Anditirta+Indonusa&focus=searchwithinvolume&q=Anditirta+ Tempo interaktif, Volume 5]</ref>
* PT Indonusa Telemedia (1997), milik PT Datakom Asia, [[Telkom Indonesia|Telkom]] dan beberapa perusahaan lain yang direncanakan beroperasi dengan sistem satelit.<ref name="tanpaparabola">[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p406.html MENIKMATI TELEVISI ASING TANPA PARABOLA]</ref>
Baris 80 ⟶ 83:
=== Pasca-Reformasi (1999–sekarang) ===
[[Berkas:Gedung TransTV.jpg|ka|jmpl|Gedung [[Trans Media]], grup jaringan [[Trans TV]] dan [[Trans7]], di [[Jakarta Selatan]].]]
Jatuhnya Orde Baru membuka semangat bagi proses demokratisasi penyiaran di Indonesia. Beberapa perubahan itu, antara lain menghilangnya peran pemerintah (termasuk TVRI) dalam televisi swasta: mereka boleh memproduksi acara beritanya sendiri, penghentian wajib relai berita TVRI (2000, meski buku ''[[Generasi 90an]]'' mengklaim wajib relai berita TVRI dihentikan mulai tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum [[kejatuhan Soeharto]]), dan penghapusan kewajiban pembayaran 12,5% pendapatan televisi swasta ke TVRI (19 Oktober 2001);<ref name="NaET">{{Cite web |url=http://indosiar.com/investor/pdf/report_march_2006.pdf |title=Lapkeu IDKM 2006 |access-date=2006-06-19 |archive-date=2006-06-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060619005006/http://indosiar.com/investor/pdf/report_march_2006.pdf |dead-url=yes }}</ref> ditambah perubahan lainnya seperti kelahiran stasiun televisi baru. Melalui sebuah pernyataan pada Juni 1998, [[Menteri Penerangan]] [[Yunus Yosfiah]] menyatakan bahwa pemerintah akan segera merevisi larangan stasiun televisi lebih dari 5 dan membuka seleksi penyelenggara televisi baru, melalui SK Menpen No. 384/SK/Menpen/1998. Seleksi pun dibuka pada awal 1999, dengan awalnya ada 10 pemohon izin siaran (kemudian bertambah menjadi 14 pemohon) dan seleksi dilakukan bersama oleh tim gabungan Dirjen Postel, Deppen, LEN Industri, dan konsultan.<ref name="armando"/> Pada akhirnya, di tanggal 12 Oktober 1999, melalui SK Menpen No. 286/SK/Menpen/1999,<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Yr4TAQAAMAAJ&q=globalinformasi+bermutu+muhammadiyah&dq=globalinformasi+bermutu+muhammadiyah&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjthrqapYnvAhXKc30KHX0DC0oQ6AEwAHoECAMQAg Gatra, Volume 12,Masalah 16-19]</ref> lima perusahaan penyiaran televisi baru berhasil memenangkan tender pendirian televisi dan menerima izin siaran nasional pada 25 Oktober 1999. Perusahaan-perusahaan ini, yaitu:
* [[Trans7|DVN TV]] (PT Duta Visual Nusantara), dimiliki oleh Sukoyo dan kemudian berganti nama menjadi TV7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh);
* [[Trans TV]] (PT Televisi Transformasi Indonesia), dipimpin oleh [[Ishadi S.K.]] dan [[Chairul Tanjung]] ([[Para Group]]);
Baris 101 ⟶ 104:
Perubahan juga terjadi pada status TVRI. Pada tanggal 7 Juni 2000, menyusul perubahan pasca pembubaran Departemen Penerangan oleh Presiden [[Abdurrahman Wahid]], TVRI secara resmi mengubah statusnya menjadi Perusahaan Jawatan.<ref>{{cite journal |url=http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/view/8916/pdf |title=Public Broadcasting Reform in the Transitional Society: The Case of Indonesia |volume=6 |issue=2 |date=Oktober 2017 |issn=2301-9816 |journal=Jurnal Komunikasi Indonesia |author=Masduki |language=en |access-date=2019-02-13 |archive-date=2019-02-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190214002750/http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/view/8916/pdf |dead-url=yes }}</ref> Status TVRI kemudian sempat berubah kembali menjadi [[perseroan terbatas|perusahaan perseroan]] ([[badan usaha milik negara|Persero]]) pada 2002, hingga pada 2006 sampai sekarang menjadi sebuah [[Lembaga Penyiaran Publik]] (LPP).
▲[[Berkas:TV News Media in GBK Stadium, Jakarta, MetroTV.jpg|
Penggunaan [[bahasa Mandarin]] dilarang sejak tahun 1965 di televisi Indonesia. Meskipun pada 1994 kebijakan ini dicabut, namun baru pada November 2000, Metro TV menjadi stasiun televisi pertama yang menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin di Indonesia.<ref>{{cite news|title=Metro TV breaks Indonesian TV mould|date=November 2000|work=Television Asia|publisher=Cahners Business Information|location=[[Singapore]]|page=8}}</ref>
Baris 111 ⟶ 116:
== Pemrograman ==
Di awal kemunculannya, televisi digunakan untuk menyiarkan acara penting, seperti [[
Asal dan produksi program-program yang tayang di televisi nasional juga terus mengalami perubahan. Awalnya, hingga 1980-an TVRI cukup sering menayangkan acara impor dari berbagai jenis, sehingga sering kali menuai kritik. Baru pasca pelarangan iklan pada tahun 1981, acara TVRI menjadi didominasi siaran lokal, sampai saat ini.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=yvRHBAAAQBAJ&pg=PA45&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgHEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Television, Nation, and Culture in Indonesia]</ref> Dinamika yang sama juga terjadi di televisi swasta (kecuali TPI): di televisi swasta pada awal kehadirannya justru dibanjiri program-program impor, baik serial impor, [[serial animasi]], film-film, dan lainnya. Hal ini sempat memicu plesetan pada nama-nama stasiun televisi, seperti "Rajawali Citra Televisi Impor" untuk RCTI (1989-1990) dan "Indosiar Visual Mandarin" untuk Indosiar (1995), hal ini terjadi pada awal pendiriannya. Walaupun cukup menarik pemirsa, namun seiring imbauan pemerintah demi meningkatkan konten acara lokal dan iklan produksi dalam negeri, maka program-program lokal seperti [[sinetron]], kuis, komedi, dan berita perlahan-lahan muncul, dimana pada 1996 sudah mendekati 50%. Acara impor pun mengalami dinamika, dari awalnya serial Barat yang populer, lalu memasuki pertengahan 1990-an, serial Mandarin, [[drama televisi Jepang]] dan [[telenovela]] [[Amerika Latin]] mulai menarik hati pemirsa.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=4zm2DwAAQBAJ&pg=PA46&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=xMhWm38KQcsC&pg=PA120&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Media, Culture and Politics in Indonesia]</ref>
Sebelum awal 2000-an, umumnya berbagai stasiun televisi memiliki acara "gado-gado" dengan menayangkan jenis program; akan tetapi, memasuki periode tersebut, mulai muncul jenis televisi tersegmentasi seperti televisi berita, anak-anak dan agama, walaupun jumlahnya tidak banyak. Di sisi lain, fenomena menarik yang muncul pada era yang sama adalah homogenisasi acara televisi: hampir seluruh stasiun televisi dapat menyiarkan program sejenis demi mencari ''rating''. Dalam lingkup berita kriminal, misalnya muncul ''[[Patroli (acara televisi)|Patroli]]'' (Indosiar), ''[[Buser]]'' (SCTV), dan ''[[Sergap (acara TV)|Sergap]]'' (RCTI); kemudian dalam acara misteri muncul ''[[Dunia Lain]]'' (Trans TV), ''[[Ekspedisi Alam Gaib]]'' (TV7), ''Pengejaran Arwah'' (Indosiar), ''[[Gentayangan (acara televisi)|Gentayangan]]'' dan ''[[Bantuan Gaib]]'' (TPI), serta ''[[Pemburu Hantu]]'' (Lativi). Ketika sinetron mistik-Islami mulai terangkat pada 2003, juga muncul hal serupa: ''[[Rahasia Ilahi]]'' (TPI), ''Pintu Hidayah'' dan ''[[Kusebut Nama-Mu]]'' (RCTI), ''[[Kuasa Ilahi]]'' dan ''[[Suratan Takdir]]'' (SCTV), ''[[Misteri Dua Dunia]]'' (Indosiar), ''[[Hidayah]]'' dan ''[[Taubat (sinetron)|Taubat]]'' (Trans TV), ''[[Ridho]]'' (TV7), dan lainnya.<ref name="sum"/><ref>[https://books.google.co.id/books?id=Kx5QDwAAQBAJ&pg=PA52&dq=ekspedisi+alam+gaib+tv7&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiSzPij57r0AhU5_3MBHak6AAkQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=ekspedisi%20alam%20gaib%20tv7&f=false Rezim Media: Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment]</ref> Hal sejenis sesungguhnya dapat ditemukan pada era 2010-an, misalnya dalam kasus maraknya program yang menampilkan video-video asal [[YouTube]], seperti ''[[On
Berikut adalah beberapa jenis program siaran pada televisi di Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://pakarkomunikasi.com/sejarah-televisi-di-indonesia |title=Sejarah Televisi di Indonesia dan Perkembangannya |date=20 Mei 2017 |accessdate=22 Januari 2015 |website=Pakarkomunikasi.com}}</ref>
Baris 133 ⟶ 138:
Televisi pada saat ini sebenarnya lebih banyak digunakan sebagai sarana hiburan oleh kebanyakan masyarakat. Televisi dianggap sebagai sarana hiburan yang paling mudah dan murah sehingga masih banyak penduduk Indonesia bergantung pada program hiburan yang ada di televisi. Perkembangan program hiburan di Indonesia pun sangat beragam dengan persaingan antar stasiun televisi yang juga semakin ketat. Berikut beberapa contoh program hiburan di televisi Indonesia.<ref>{{cite journal|first=Mark |last=Hobart |year=2006 |title=Introduction: Why is Entertainment Television in Indonesia Important? |journal=Asian Journal of Communication |volume=16 |issue=4 |pages=343-351 |language=en |doi=10.1080/01292980601012352}}</ref>
* [[Sinetron]]: Sinetron masih menjadi salah satu tayangan hiburan terfavorit di Indonesia. Sejak awal kemunculannya hingga kini, sinetron selalu mendapat tempat teratas sebagai program yang paling banyak ditonton. Sinetron pun memliki perkembangan genre sesuai dengan eranya saat itu (contohnya ''[[Tersanjung (sinetron)|Tersanjung]]'', ''[[Cinta Fitri]]'' dan ''[[Ikatan Cinta]]''). Selain sinetron asli produksi lokal, beberapa sinetron luar juga sempat menghiasi layar kaca Indonesia antara lain [[telenovela]] (sinetron dari kawasan [[Amerika Latin]]), [[drama Filipina]], [[drama Korea]]/Asia, drama [[Hollywood]] sampai sinetron [[India]] dan [[Turki]] yang cukup popular belakangan ini.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150821152503-20-73610/jokowi-sindir-stasiun-televisi-yang-siarkan-sinetron/|title=Jokowi Sindir Stasiun Televisi yang Siarkan Sinetron |first=Resty |last=Armenia |work=[[CNN Indonesia]] |date=21 Agustus 2015 |accessdate=22 Agustus 2016}}</ref>
* [[Acara varietas|Acara musik]]: Acara musik pun memiliki perkembangan yang cukup variatif. Dahulu terdapat blok siaran musik khusus bernama [[MTV Indonesia|MTV]] yang menayangkan konten musik berupa klip video, [[tangga lagu]] populer maupun [[gelar wicara]] dengan pelaku musik saat itu, sebelum kemudian muncul era acara musik langsung di televisi.
* [[Acara realitas]]: Acara hiburan jenis ini juga berkembang dengan pesat di Indonesia. Acara realitas selalu memiliki tempat di hati penonton Indonesia.
* Acara [[komedi]] dengan beberapa variannya, seperti [[komedi situasi]]/sitkom (contohnya ''[[Bajaj Bajuri]]'' dan ''[[OB (Office Boy)|OB]]''), kontes lawak (seperti ''[[Audisi Pelawak TPI]]'' dan ''[[Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV|SUCI]]''), komedi murni (seperti ''[[Ngelaba]]'' dan ''[[Opera Van Java]]''), maupun acara komedi campuran (seperti ''[[Lenong Bocah]]'', ''[[Spontan (acara televisi)|Spontan]]'', ''[[Ini Talkshow]]'' dan ''[[Lapor Pak!]]'').
* Program anak-anak: Beberapa stasiun televisi juga pernah menayangkan beberapa acara anak-anak. Acara jenis anak-anak yang populer umumnya berupa [[serial animasi]] (sering disebut [[kartun]]) yang umumnya berasal dari beberapa negara seperti [[Jepang]], [[Korea Selatan]] dan [[Amerika Serikat]], dan hampir seluruh stasiun televisi (kecuali yang fokus pada berita) pernah menayangkan acara jenis ini. Kartun-kartun macam ''[[Doraemon]]'', ''[[Candy Candy]]'', ''[[Shinbi's House]]'', ''[[Hello Jadoo]]'', ''[[SpongeBob SquarePants]]'', ''[[Tom and Jerry]]'', ''[[Shaun The Sheep]]'', ''[[Upin & Ipin]]'', dan ''[[BoBoiBoy]]'' merupakan beberapa jenis kartun yang cukup dikenal. Bahkan, ada beberapa stasiun televisi yang memfokuskan dirinya pada penayangan program sejenis ini, seperti [[
== Jenis siaran ==
Baris 154 ⟶ 159:
{{Lihat juga|Televisi digital di Indonesia}}
[[File:Indonesia ASO Notice New2.png|thumb|300px|Pemberitahuan yang ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia sesudah siaran analog PAL-B/G dihentikan.]]
[[Televisi terestrial]] dimulai dengan [[TVRI (saluran TV)|TVRI]] sebagai jaringan televisi pertama di Indonesia. Televisi terestrial analog di Indonesia saat ini disiarkan menggunakan sistem [[PAL]]-B/G dengan suara [[NICAM]] stereo (namun ada beberapa stasiun televisi lokal yang menggunakan [[A2 Stereo]]). Sejak triwulan pertama 2011 aturan memungkinkan penayangan [[televisi digital]] bersamaan dengan dengan [[televisi analog]] di beberapa daerah. Indonesia mengadopsi format [[DVB-T]] tetapi kemudian memutuskan untuk mengubah ke [[DVB-T2]] pada tanggal 1 Januari 2012. Pada Oktober 2020, dengan disahkannya [[Undang-Undang Cipta Kerja]], maka pemerintah
Saat ini, televisi terestrial dapat dibagi menjadi televisi terestrial nasional dan televisi terestrial daerah. Jaringan televisi terestrial nasional di Indonesia di antaranya adalah TVRI, [[RCTI]], [[SCTV]], [[antv]], [[MetroTV]], dan [[Trans TV]].<ref>{{cite book|last=Rianto |first=Puji |year=2012 |title=Dominasi TV Swasta (Nasional): Tergerusnya Keberagaman Isi dan Kepemilikan |location=Sleman |publisher=Pemantau Regulasi dan Regulator Media & Tifa Foundation |isbn=6-029-78392-0 |oclc=794604022}}</ref> Televisi terestrial daerah di antaranya adalah [[Jak TV]] (Jakarta), [[JTV (Indonesia)|JTV]] (Surabaya) dan [[Bali TV]] (Denpasar). Selain itu, televisi terestrial dalam penerimaannya juga dapat dibagi menjadi [[siaran gratis]] (''free-to-air'') dan siaran berlangganan. Medium siaran gratis sampai sekarang masih menjadi hal yang dominan, walaupun siaran terestrial berlangganan sebenarnya sudah pernah juga diaplikasikan di Indonesia, meskipun kurang sukses. Contoh siaran terestrial berlangganan, adalah RCTI pada saat siaran pertamanya (1988-1990), dan yang pernah beroperasi baru-baru ini, yaitu oleh [[Nexmedia]] yang menggunakan teknologi [[DVB-T2]] dan kanal [[VHF]].<ref>[https://hadiyanta.wordpress.com/2012/01/23/tv-nasional-jakarta-tirulah-langkah-nexmedia/ tv nasional jakarta tirulah langkah nexmedia]</ref>
=== Satelit ===
[[Televisi satelit]] telah tersedia di Indonesia sejak Indovision didirikan pada 8 Agustus 1988 dan secara resmi diluncurkan pada 16 Januari 1994. Pada tanggal 12 Desember 2017 merek Indovision (bersama Top TV dan Okevision) berubah nama menjadi [[MNC Vision]].<ref name="mncvision" /> Sejak 1997, teknologi untuk televisi satelit telah berubah dari analog ke digital, saat ini dengan format [[DVB-S]]/S2. Hingga saat ini, hanya ada
Televisi satelit gratis tersedia secara nasional melalui berbagai satelit. Awalnya sistem ini menggunakan antena parabola berukuran besar. Terdapat beberapa satelit Indonesia yang memiliki prioritas orbit di atas Indonesia, yaitu [[Telkom-4]] dan [[Palapa D]], serta sebuah satelit dari [[Tiongkok]] yang di dalamnya terdapat stasiun televisi siaran gratis di Indonesia yaitu [[Chinasat 11]], dengan Ninmedia (pendahulu Kugosky dan Accola Play) sebagai penyedianya melalui frekuensi 12500/V/43200 dan 12560/V/43200 dan sebuah satelit dari [[Malaysia]] yang di dalamnya terdapat stasiun televisi siaran gratis di Indonesia yaitu [http://en.wiki-indonesia.club/wiki/MEASAT-3a Measat 3a], dengan K-Vision sebagai penyedianya melalui frekuensi 12436/H/31000. Namun, pada Mei 2020 terjadi gangguan pada satelit Chinasat 11 frekuensi 12560/V/43200 sehingga Ninmedia berpindah ke satelit AsiaSat 9<ref>{{Cite web|url=http://www.siaransatelit.com/2020/05/update-resmi-ninmedia-mei-2020.html|title=Update Resmi Ninmedia mei 2020, Transponder 12560 Mengalami Gangguan|last=Satelit|first=Siaran|website=Info Parabola tv satelit|access-date=2020-06-07}}</ref> dan pada tahun yang sama, akan berakhirnya satelit Palapa D dan digantikan satelit baru yaitu satelit [[Palapa N1]], tetapi gagal meluncur sehingga beberapa saluran di satelit tersebut memilih pindah ke satelit Telkom-4.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200410190334-37-151135/roket-china-gagal-bawa-satelit-palapa-n1-hancur-berkeping|title=Roket China Gagal Bawa Satelit Palapa-N1, Hancur Berkeping|last=Sandi|first=Ferry|work=[[CNBC Indonesia]]|language=id-ID|access-date=2020-06-07}}</ref>
Ada puluhan saluran televisi satelit Indonesia dan asing yang dapat diterima melalui parabola tanpa biaya bulanan. Kebanyakan dari mereka adalah saluran religi (khususnya Islam), dengan beberapa di antaranya adalah jaringan nasional dan stasiun lokal serta saluran hiburan. Contohnya seperti [[TV Edukasi]], [[GPR TV]], [[
=== Kabel dan protokol internet ===
PT Broadband Multimedia Tbk adalah operator pertama untuk [[televisi kabel]] di Indonesia di bawah nama merek "
=== Perangkat bergerak (''mobile'') ===
Penerimaan dengan [[telepon seluler]] dapat dinikmati dengan berbagai cara. Pada beberapa perangkat yang masih sederhana, umumnya siaran televisi (biasanya analog) dapat dinikmati dengan ''tuner'' dan antena kecil yang juga tertanam dalam perangkat tersebut. Beberapa ''vendor'' seperti [[Polytron]], [[Evercoss]], [[Advan]], [[Nexian]] dan Mito pernah menyediakan perangkat jenis ini.<ref>[https://suara.com/tekno/2021/04/05/152116/hp-jadul-ini-bikin-nostalgia-warganet-tak-ada-kuota-bisa-nonton-tv?page=all HP Jadul Ini Bikin Nostalgia, Warganet: Tak Ada Kuota Bisa Nonton TV]</ref> Sedangkan untuk perangkat [[telepon pintar]] modern, biasanya tidak lagi dilengkapi perangkat tersebut, namun penggunanya dapat mengakses siaran menggunakan [[internet]], baik secara gratis maupun berlangganan. Kemudian, di awal kehadiran televisi digital di Indonesia, sempat muncul rencana untuk memperkenalkan sistem televisi digital untuk perangkat bergerak [[DVB-H]]. Sistem ini pernah diujicoba di tahun 2009,<ref>[https://www.postel.go.id/berita-peresmian-uji-coba-lapangan-siaran-digital-untuk-penerimaan-bergerak-mobile-26-968 Siaran Pers No. 164/PIH/KOMINFO/8/2009 Peresmian Uji Coba Lapangan Siaran Digital Untuk Penerimaan Bergerak (Mobile TV)]</ref> walaupun pada akhirnya tidak pernah terealisasi.
Sempat tersedia juga operator televisi berlangganan untuk media lain, seperti [[mobil]] (bergerak). Operator tersebut, yaitu [[M2V Mobile TV]] dan [[Nexdrive]] (terafiliasi dengan [[Nexmedia]])<ref>[https://www.otosia.com/berita/read/4783211/nexdrive-menjawab-keluhan-kualitas-tv-berbayar-di-mobil NexDrive Menjawab Keluhan Kualitas TV Berbayar di Mobil]</ref> yang keduanya beroperasi pada dekade 2010-an di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Kedua operator ini saat ini sudah tidak beroperasi.
Baris 176 ⟶ 181:
Dalam perkembangannya, kepemilikan penyiaran di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
===[[Orde Baru]]: 1987-1998===
Zaman Orde Baru merupakan era lahirnya [[televisi swasta]] di Indonesia. Sifat KKN Orde Baru tampak dalam pendirian stasiun televisi swasta tersebut, walaupun pemiliknya berbeda, hampir keseluruhannya dimiliki oleh kroni-kroni dan putra-putri/saudara Presiden. RCTI sendiri dimiliki oleh [[Bambang Trihatmodjo]], anak ketiga Soeharto yang menguasai grup [[Global Mediacom|Bimantara Citra]] (berpatungan dengan pengusaha luar Istana, yaitu [[Rajawali Corpora|grup Rajawali]] milik [[Peter Sondakh]]). SCTV dimiliki oleh [[Sudwikatmono]] (sepupu Soeharto yang sukses ketika bermitra dengan [[Sudono Salim]]) yang berkongsi dengan [[Henry Pribadi]]. TPI dimiliki oleh [[Siti Hardijanti Rukmana]] atau Mbak Tutut, anak pertama Presiden yang mengendalikan konglomerasi PT Citra Lamtorogung Persada. Indosiar dimiliki oleh Sudono Salim (Liem Sioe Liong), seorang pengusaha Tionghoa yang dikenal sebagai rekan lama Soeharto. Satu-satunya stasiun TV yang bisa dianggap cukup berada di luar Istana adalah ANteve, yang dimiliki oleh [[Aburizal Bakrie]] dan [[Agung Laksono]], meskipun sesungguhnya keduanya masih punya koneksi dengan partai penguasa [[Golkar]].
Berikut ini kebijakan yang seperti memberi fasilitas dan kemudahan kepada perusahaan TV swasta: # RCTI: Awalnya, Departemen Penerangan menyatakan bahwa RCTI "di bawah pengawasan dan pengendalian TVRI" dan hanya boleh bersiaran lokal di Jakarta dengan [[dekoder]] (istilahnya Siaran Saluran Terbatas). Namun, pada 1990 pemerintah membolehkan RCTI melepas dekodernya, boleh bersiaran secara terestrial (dengan istilah Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum) dan pada 1993 dibolehkan untuk bersiaran nasional.
# TPI: TPI sendiri bisa diberikan memiliki status khusus dan hak istimewa karena didirikan sebagai Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Pendidikan (SPTSP) yang berbeda dari stasiun swasta lain yang hanya boleh bersiaran lokal. Awalnya TPI didirikan dengan tujuan yang mulia untuk menyiarkan pendidikan, walaupun pendirinya Mbak Tutut tidak pernah punya rekam jejak (''track record'') berperan di bidang ini. Selain itu, TPI juga dibolehkan untuk meminjam (gratis) kanal TVRI di seluruh Indonesia. Pada 1993, TPI akhirnya diizinkan untuk bersiaran nasional dengan mengurangi tujuan pendidikannya di awal.
Baris 186 ⟶ 194:
Dalam periode ini, terjadi demokratisasi di Indonesia sebagai akibat kejatuhan Soeharto, dan 5 stasiun TV yang sudah ada dirasa tidak cukup. Izin baru bagi TV swasta pun dikeluarkan, yang dibuktikan dengan pemberian izin bagi 5 stasiun televisi swasta nasional pada Oktober 1999. Mayoritas pemiliknya adalah orang yang berada di luar kekuasaan, kecuali Global TV yang memiliki kaitan dengan pemerintahan [[Habibie]]. Bahkan, ada mereka yang bisa disebut sebagai wajah baru, seperti DVN TV yang dimiliki oleh Sukoyo, seorang petambak udang dan Trans TV yang dimiliki oleh Chairul Tanjung, pemilik [[Bank Mega]] yang saat itu masih kecil. Selain itu, pada pemilik TV yang sudah ada juga terjadi perubahan, yang banyak dari mereka berpindah tangan dari elit Cendana ke pengusaha-pengusaha baru. Hal ini dapat dilihat dari RCTI yang berpindah dari tangan Bambang Tri ke [[Hary Tanoesoedibjo]], seorang investor saham yang tidak berpengalaman di media, sedangkan SCTV berpindah ke tangan keluarga Sariaatmadja yang sebelumnya bermain di [[Elang Mahkota Teknologi|perdagangan komputer]]. Khusus Indosiar dan ANteve, mereka hampir lepas dari pemilik karena krisis ekonomi 1997, namun pada akhirnya tetap bertahan di bawah mereka setelah restrukturisasi.
Dalam era ini, juga terbentuk berbagai stasiun televisi swasta lokal di Indonesia, beberapa dari mereka berasal dari pemain lama dalam industri [[media massa]]. [[JTV (Indonesia)|JTV]] merupakan salah satu yang cukup besar, dimiliki oleh pengusaha koran [[Dahlan Iskan]] dan berpusat di [[Surabaya]], begitu juga dengan [[Jak TV]] yang dimiliki oleh [[Erick Thohir]] melalui [[Mahaka Media]] dan berpusat di [[Jakarta]], ada juga [[Bali TV]] yang dimiliki oleh [[Satria Naradha]] melalui [[Kelompok Media Bali Post]] dan berpusat di [[Denpasar]]. Di [[Semarang]], muncul [[iNews Semarang|Pro TV]], di [[Padang]] muncul [[NET. Padang|Favorit TV]], di [[Tangerang]] muncul [[CTV Banten]], di [[Kendari]] muncul [[Kompas TV Kendari|Kendari TV]], sedangkan di [[Medan]] muncul [[iNews Medan|Deli TV]]. Ini belum termasuk ratusan TV lokal lain yang tumbuh bak jamur pada era ini, seperti [[Kompas TV Manado|Pacific TV]], [[Lombok TV]], [[Malang TV]], [[AFB TV]], dan berbagai TV lokal lainnya. Selain itu, perkembangan menarik lain adalah diizinkannya modal asing masuk ke industri penyiaran (maksimal 20%) dalam UU Penyiaran No. 32/2002, yang sempat ditunjukkan dengan pembelian 20% saham ANTV oleh [[Disney
Dengan kepemilikan TV swasta pada kebanyakan pengusaha hanya satu (kecuali RCTI, TPI dan Global TV), maka pada titik ini bisa dikatakan upaya mencapai keragaman kepemilikan sudah berusaha dicapai. Namun, angin segar ini tidak bertahan lama karena banyak stasiun TV yang sudah ada tidak mendapatkan untung, seperti TV7 yang dimiliki [[Kompas Gramedia]] dan Lativi yang dimiliki oleh [[Abdul Latief]], belum lagi jika ditambah televisi lokal di berbagai daerah. Hal inilah yang akhirnya mengarahkan kita ke era konglomerasi dan konsolidasi media seperti saat ini.
===Periode Reformasi (II): 2006-sekarang===
Salah satu hal paling utama yang muncul dalam era ini adalah era konglomerasi media, dimana kini kebanyakan stasiun TV swasta nasional dimiliki oleh segelintir pihak saja, dan satu pihak bisa menguasai banyak TV. Memang [[UU Penyiaran]] 32/2002 sudah berusaha membatasi sistem semacam ini, namun kenyataannya dengan alasan komersial seakan-akan prinsip keragaman kepemilikan tidak diperhitungkan. Konsolidasi pertama yang muncul pada era ini adalah pembelian TV7 oleh pemilik Trans TV, [[Chairul Tanjung]] dan pembelian Lativi oleh [[Bakrie Group]]. Selanjutnya, konsolidasi terus berlangsung misalnya pembelian Indosiar oleh SCTV, sedangkan di berbagai daerah, sejumlah konglomerasi seperti [[Rajawali Corpora]] (RTV) dan [[
Hal lain yang juga cukup disorot adalah posisi pemerintah dalam menjalankan UU Penyiaran, terutama mengenai siaran berjaringan. Secara dasar, [[televisi berjaringan|sistem siaran berjaringan]] yang diterapkan, berarti merombak tatanan selama ini dimana sebuah stasiun televisi dari Jakarta dapat memiliki banyak sekali frekuensi di berbagai daerah yang tugasnya hanya merelai siaran pusat. Mengingat frekuensi secara ideal adalah "milik publik",<ref name="sum"/> maka UU Penyiaran sesungguhnya berusaha menciptakan demokratisasi penyiaran, dengan menciptakan struktur yang lebih melokal, dalam bentuk diversifikasi kepemilikan dan konten siaran. Tatanannya sebenarnya diatur dalam [[Peraturan Pemerintah]] No. 50/2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta; dimana dalam aturan turunan UU Penyiaran ini diatur bahwa sebuah stasiun televisi (pusat) secara progresif kepemilikannya dikurangi di stasiun televisi jaringannya di daerah-daerah (pada jaringan pertama 100%, kedua 49%, ketiga 20%, dan keempat-seterusnya 5%). Akan tetapi, aturan turunan yang sama juga mengatur bahwa jika stasiun televisi yang sudah ada sudah memiliki stasiun transmisi di daerah, maka kebijakan pembatasan kepemilikan itu tidak berlaku, dengan kini boleh pada jaringan kedua, ketiga dan seterusnya sebesar 90%; sedangkan untuk daerah terpencil/perbatasan, kepemilikannya boleh 100%.<ref name="armando"/>
Baris 208 ⟶ 216:
== Catatan kaki ==
{{Notelist}}
== Referensi ==▼
{{reflist}}▼
== Bacaan lebih lanjut ==
Baris 219 ⟶ 224:
* {{cite book|last=Kitley |first=P. |year=2000 |title=Television, Nation, and Culture in Indonesia |url=https://archive.org/details/televisionnation0000kitl |location=Athens, OH |publisher=Ohio University Center for International Studies |isbn=0-896-80212-4 |oclc=754100650 |language=en}}
* {{cite journal|url=https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00472336.2012.757434 |first1=Agus |last1=Sudibyo |first2=Nezar |last2=Patria |year=2013 |title=The Television Industry in Post-authoritarian Indonesia |journal=Journal of Contemporary Asia |volume=43 |issue=2 |pages=257-275 |doi=10.1080/00472336.2012.757434 |language=en}}
▲== Referensi ==
▲{{reflist|2}}
[[Kategori:Televisi di Indonesia| ]]
|