Mendam Berahi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
Surijeal (bicara | kontrib)
 
(21 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Infobox ship image
|Ship image=A Malay galley from the 15th to 16th centuries.jpg
|Ship caption=Sebuah galai Melayu abad ke-15 sampai 16. Ini bukan Mendam Berahi, tapi gambaran ini menggambarkan seperti apa ghali Melayu saat itu.}}
{{Infobox ship career
|Hide header=
|Ship in service=
|Ship in service=Antara tahun 1498 sampai 1511<ref group="Catatan">''Hikayat Hang Tuah'' menceritakan tentang keberadaan Portugis relatif awal, dan beberapa penduduk Melaka juga dikisahkan sudah mengenal bahasa Portugis. Jadi tanggal pembuatannya adalah antara kedatangan Portugis di Asia/India (1498) dan kedatangan Portugis di Melaka (1509), dan masa operasinya mungkin tidak melebihi jatuhnya Melaka ke Portugis (1511). Hikayat itu sendiri tidak menyebutkan tanggal/tahun.</ref>
|Ship status=
|Ship fate=
Baris 24:
|Ship ordered=
|Ship name=''Mendam Berahi''
|Ship namesake = KeinginanMabuk asmara,{{sfn|Adam|2021|p=1}} keinginan terpendam, hasrat yang terpendam{{sfn|Salleh|2013|p=227, 388}}
|Ship flag=
|Ship notes=}}
Baris 47:
}}
|}
'''Mendam Berahi''' merupakan sebuah kapal [[legenda]] berjenis galai kerajaan ([[bahasa Melayu Klasik]]: ''[[Ghali (kapal)|ghali]] kenaikan raja'') yang diyakini digunakan pada masa [[Kesultanan Melaka]] pada awal abad ke-16. Kapal ini sebenarnya hanyalah kapal fiksi karena hanya tercatat dalam literatur fiksi[[wiracarita]] ''[[Hikayat Hang Tuah]]'', dan jenis kapal itu, [[Ghali (kapal)|ghali]], baru ada setelah 1530-an.
 
== Etimologi ==
Nama ''Mendam Berahi'' aslinya bukan berasal dari bahasa Melayu, melainkan berasal dari kata [[bahasa Jawa]] dan [[Bahasa Sunda|Sunda]] ''mendem birahi''. Mungkin juga berasal dari kata bahasa Kawi ([[Jawa Kuno]]) dan kata bahasa Jawa ''mendam brahi'',{{sfn|Adam|2018|p=36}} yang berarti mabuk asmara.{{sfn|Adam|2021|p=1}}
 
== Historiografi dan keaslian ==
Baris 54 ⟶ 57:
Orang-orang Melaka tidak menghadapi Portugis dalam pertempuran terbuka di laut antara kapal dengan kapal pada pertemuan mereka tahun 1509 seperti yang diklaim dalam Hikayat Hang Tuah, tetapi menangkap Portugis saat tidak siap dengan menggunakan penyamaran, pengkhianatan, dan penyergapan untuk menangkap delegasi Portugis.{{sfn|Koek|1886|p=121-122}}
 
Catatan mengenai kapal ini hanya terdapat dalam [[Hikayat Hang Tuah]], catatan Melayu lain seperti [[Sejarah Melayu]] tidak mencatatnya.<ref name=":0">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali. In G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (pp. 146-182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|166}} Malah catatan Portugis tidak mencatat Mendam Berahi, meskipun rujukan kepada satu kapal besar dapat dilihat dalam [[Suma Oriental]] karya [[Tome Pires|Tomé Pires]], di mana beliau menyebut tentang "flagship" (kapal utama) Melaka yang membawa banyak [[bombard]]. Kapal ini, bagaimanapun, tidak mesti Mendam Berahi, bisa jadi ia adalah kapal lain.<ref>{{Cite book|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136388-15666/page/n41/mode/2up?q|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume II|last=Cortesão|first=Armando|publisher=The Hakluyt Society|year=1944|isbn=|location=London}} {{PD-notice}}</ref>{{Rp|255-256}}<ref group="Catatan">KesultananMenurut ''Hikayat Hang Tuah'', kesultanan Melaka memiliki kapal lain yang bernama ''Kota Segara'' (berarti benteng lautan), yang dibangun setelah ''Mendam Berahi'' kembali dari Majapahit dan digunakan mengantar rombongan kerajaan Melaka untuk menikahi putri Majapahit. Kapal ini dirancang dengan desain khusus untuk dapat membawa beberapa meriam. Lihat Schap (2010), h. 126-127{{harvnb|Schap|2010a|pp=126–127}} dan {{harvnb|Salleh (|2013), h. 264-265|pp=264–265}}.</ref> Hikayat Hang Tuah mencatat bahwa kisah [[Hang Tuah]] berada dalam garis waktu yang sama dengan Raden Inu dari [[Kerajaan Janggala]] (1042–1135) dan menyebut bahwa Sultan Melaka ingin menikah dengan Raden Galuh Cendera Kirana. Kisah ini sejatinya berasaldiadaptasi dari [[cerita Panji]] Jawa, dan cerita Hikayat Hang Tuah dapat disimpulkan palsumitos belaka.{{sfn|Schap|2010|p=44, 64}}{{sfn|Salleh|2013|p=121}}{{sfn|Adam|2016|p=88, 150, 179}}
 
Karena Mendam Berahi merupakan kapal yang cukup besar, ia sering dijadikan bukti kegemilangankeahlian orang Melayu dalam pembuatan kapal oleh sarjana dan politisi [[Malaysia]] modern.,<ref>{{sfnCite journal|last=Yaapar|first=Md. Salleh|date=2019|ptitle=Malay Navigation and Maritime Trade: A Journey Through Anthropology and History|url=|journal=IIUM Journal of Religion and Civilisational Studies|volume=2|pages=53-72|via=}}</ref>{{Rp|61}} sampai-sampai banyak orang mengira kapal itu benar-benar ada.{{sfn|Adam|2018|p=36}} Namun, pengecekan terhadap bukti yang ada menunjukkan bahwa anggapan itu salah: Kapal ini adalah kapal fiksi, dan kapal-kapal besar Nusantara tidak dibangun oleh orang Melayu atau Kesultanan Melaka. Melaka hanya memproduksi kapal kecil, bukan kapal besar. Industri pembuatan kapal besar tidak ada di Melaka — industri mereka tidak mampu memproduksi kapal laut dalam; hanya perahu kecil, ringan, dan dapat berlayar cepat. MasyarakatOrang-orang Melaka membeli kapal besar ([[JongDjong (kapal Nusantara)|jong]]) dari daerah lain di NusantaraAsia Tenggara, yakni dari Jawa dan Pegu, mereka tidak memproduksinya.<ref>{{Cite book|last=Meilink-Roelofsz|first=Marie Antoinette Petronella|year=1962|url=https://books.google.com/books?id=tL4cAAAAIAAJ|title=Asian trade and European influence in the Indonesian Archipelago between 1500 and about 1630|location=The Hague|publisher=Martinus Nijhoff}}</ref>{{rp|39}}{{sfn|Halimi|1999|p=224}}<ref>{{Cite book|year=2021|title=Kesultanan Melayu Melaka: Warisan, Tradisi dan Persejarahan|publisher=Penerbit USM|isbn=9789674616069|editor-last=Arifin|editor-first=Azmi|editor-last2=Ismail|editor-first2=Abdul Rahman Haji|editor-last3=Ahmad|editor-first3=Abu Talib}}</ref>{{rp|124}}<ref name=":3" /><ref name=":1" />{{Rp|150-154}}
 
Hikayat Hang Tuah dikarang setelah abad ke-17, lebih dari 100 tahun setelah kejatuhan Melaka.{{sfn|Salleh|2013|p=17, 39}} Meskipun Hikayat Hang Tuah mengisahkan cerita berlatar kesultanan Melaka (1400–1511), ia sebenarnya merefleksikan kejadian yang terjadi pada [[kesultanan Johor]] pada abad ke-17, lebih rincinya berdasar pada masa keemasan Johor pada 1640-an hingga 1670-an. Tokoh utamanya, Hang Tuah, adalah tokoh fiktif, namun sebagian kisahnya ditulis berdasarkan kisah nyata Laksamana Abd al-Jamil (Tun Abdul Jamil) dari Johor.<ref>{{Cite journal|last=Braginsky|first=V.I.|date=1990|title=Hikayat Hang Tuah; Malay epic and muslim mirror; Some considerations on its date, meaning and structure|url=http://dx.doi.org/10.1163/22134379-90003207|journal=Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia|volume=146|issue=4|pages=399–412|doi=10.1163/22134379-90003207|issn=0006-2294}}</ref> Kisah pelayaran utusan Melaka ke negara Rum (Turki Usmani) untuk membeli meriam jelas tidak pernah terjadi, ia sebenarnya didasarkan pada beberapa pengiriman duta-duta Aceh ke Turki Ustmani pada abad ke-16.<ref>{{Cite journal|last=Braginsky|first=Vladimir|date=2012-12-08|title=Co-opting the Rival Ca(n)non the Turkish Episode of Hikayat Hang Tuah|url=https://www.academia.edu/en/70569424/Co_Opting_the_Rival_Ca_N_Non_The_Turkish|journal=Malay Literature|volume=25|issue=2|pages=229–260|doi=10.37052/ml.25(2)no5|issn=0128-1186}}</ref>
 
== Deskripsi ==
Kapal ''Mendam Berahi'' panjangnya 60 ''[[gaz]]'' (180 kaki atau 54,9 m)<ref group="Catatan">1 ''gaz'' Melayu sama dengan 33-3533–35 inci atau 3 kaki. Lihat {{cite dictionary|title=gaz|url=http://prpm.dbp.gov.my/Cari1?keyword=gaz|dictionary=Kamus Dewan|publisher=Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia|date=2017|edition=ke-4|page=383}}</ref> dan lebar 6 [[depa]] (36 kaki atau 11 m).<ref>Musa, Hashim (2019). ''[http://eprints.um.edu.my/23029/1/Conference%20paper%20-%20Hashim%20Musa.pdf Teknologi perkapalan Melayu tradisional: Jong dan Ghali meredah tujuh lautan].'' Dalam: Persidangan Antarabangsa Manuskrip Melayu 2019, 15-17 Oktober 2019, Auditorium, Pepustakaan Negara Malaysia. m/s. 18.</ref> Menurut kajian Rohaidah Kamaruddin, penukaran satuan yang disebutkan dalam manuskrip Melayu lama akan menghasilkan panjang 50,292 m dan lebar 10,9728 m.<ref name=":2" /> Menurut Irawan Djoko Nugroho, panjangnya ialah 50 m dan lebarnya 12 meter,<ref name=":1">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|year=2011|isbn=978-602-9346-00-8}}</ref>{{Rp|298}} manakala Pierre-Yves Manguin memperkirakan 67 m panjang dan 11 m lebar, dengan rasio panjang dan lebar yang biasa terdapat di kapal galai yaitu kira-kira 7:1.<ref name=":0" />{{Rp|166}} Kapal ini dipersenjatai dengan 7 buah meriam.<ref>''[[Hikayat Hang Tuah]]'', VIII: 165. Transkripsi: ''Maka Mendam Berahi pun di-suroh dayong ka-laut. Maka Laksamana memasang meriam tujoh kali. Maka kenaikan pun belayar lalu menarek layar''.</ref><ref name=":1" />{{rp|299}}<ref>{{Cite book|title=The Epic of Hang Tuah|last=Robson-McKillop|first=Rosemary|publisher=ITBM|year=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=vEQ5ZxXv73kC&q=mendam+berahi&redir_esc=y#v=snippet&q=mendam%20berahi&f=false|isbn=9789830687100|location=|pages=}}</ref>{{Rp|180}} Menurut Md. Salleh Yaapar, ghali ini memiliki 3 tiang, 100 dayung dan dapat membawa 400 orang,<ref>{{Cite journal|last=Yaapar|first=Md. Salleh|date=2019|title=Malay Navigation and Maritime Trade: A Journey Through Anthropology and History|url=|journal=IIUM Journal of Religion and Civilisational Studies|volume=2|pages=53-72|via=}}</ref>{{Rp|61}} namun keterangan ini hanyalah perkiraan, ia tidak dijumpai pada manuskrip Hikayat Hang Tuah yang ada.<ref>Sebagai pembanding, keterangan mengenai kapal tersebut dapat dibaca pada Salleh, 2013: 226-227 dan Schap, 2010: 105.</ref>
 
Kapal ini dibuat dengan kerangka yang kuat, dindingnya dibuat sangat indah dengan diberi lis (bingkai) dari kayu, dan ditutupi oleh kain beledu berwarna kuning, merah, dan hijau.{{sfn|Salleh|2013|p=226}} Atapnya (kemungkinan disini bermaksud atap dari kabin belakangnya) terbuat dari kaca kuning dan merah, dengan beberapa pola yang menggambarkan awan dan petir. Hiasan lain pada kapal itu adalah kain kuning kerajaan dan sebuah kursi singgasana.{{sfn|Salleh|2013|p=227}}
Baris 67 ⟶ 70:
Mendam Berahi berada di bawah kendali [[Hang Tuah|Laksamana Hang Tuah]] saat ia melakukan perjalanan ke 14 negara atau kota. Kapal ini disebutkan digunakan untuk menjalin hubungan dengan negara asing, perdagangan, dan angkutan umum seperti khususnya untuk membawa jemaah haji ke [[Makkah]].{{sfn|Rahimah A. Hamid|A.S Hardy Shafii|2017|p=151-153}} Perjalanan ke Mekah selama berbulan-bulan membutuhkan persediaan makanan yang konstan. Dikarenakan Mendam Berahi tidak dapat mengangkut makanan, air dan kebutuhan lainnya dalam jumlah banyak, maka kapal akan berlabuh di pelabuhan untuk mendapatkan perbekalan sekaligus berlindung dari cuaca buruk.{{sfn|Yahaya Awang|2008|p=13}}
 
Kapal ini khusus dibangun untuk membawa pesan kepada raja Majapahit akan keinginan raja Melaka untuk menikahi putri raja Majapahit.{{sfn|Schap|2010a|p=109}}{{sfn|Salleh|2013|p=226, 233, 234}}{{sfn|Marr|Milner|1986|p=194}} Walau bagaimanapun, peristiwa peminangan tersebut sebenarnya karangan buatan pengarang hikayatbelaka karena [[Gajah Mada]], yang disebut dalam cerita, sudah meninggal dunia ketika itu.{{sfn|Salleh|2013|p=375}}{{sfn|Adam|2016|p=149}}
 
== Cerita menurut Hikayat Hang Tuah ==
Dalam Hikayat Hang Tuah, diceritakan bahwa kapal ini dibuat untuk keperluan raja Melaka<ref group="Catatan">Nama raja Melaka yang meminta pembuatan kapal ini tidak dicatat. Beberapa orang meyakini ia adalah Mansur Shah (berkuasa 1459−1477), tetapi kronologis dalam Hikayat Hang Tuah sejatinya kacau: Bangsa Portugis dan bahasanya sudah dikenal pada masa ini (padahal Portugis baru datang pada 1509), selain itu dikisahkan bahwa Hang Tuah hidup sezaman dengan Gajah Mada (meninggal tahun 1364). Walau bagaimanapun, keberadaan Portugis mengindikasikan bahwa kapal ini seharusnyakonon ada antara tahun 1509−1511 dalam cerita. Lihat {{harvnb|Adam (|2016), h. 149|p=149−150}}.</ref> melamar putri Majapahit, bernama Raden Galuh Cendera Kirana{{sfn|Salleh|2013|p=24}} (atau Raden Mas Ayu di versi lain),{{sfn|Schap|2010|p=109, 140}} yang digambarkan memiliki wajah secantik bulan purnama yang bercahaya dan tubuh semurni emas.{{sfn|Salleh|2013|p=225}} Pembangunan kapal ini memakan waktu 30−40 hari. Untuk mempercepat pekerjaan, sang Bendahara Melaka membaginya dalam beberapa kelompok: Hang Tuah mengerjakan haluan, para pembuat kapal ditunjuk mengerjakan bagian tengah, dan Bendahara mengerjakan buritan kapal.{{sfn|Salleh|2013|p=226}} Pola hiasan dirancang oleh Hang Tuah, dan untuk ruang di antara tiang utama dan buritan dirancang oleh Bendahara Paduka Raja, dari haluan ke tiang utama juga dirancang oleh Hang Tuah, sedangkan Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu serta semua penyanyi dan budak kerajaan mengerjakan ukirannya. Hang Tuah adalah orang yang mengusulkan penamaan "Mendam Berahi" untuk kapal ini.{{sfn|Salleh|2013|p=227}}
 
Setelah selesai dibangun, Mendam Berahi berlayar ke Majapahit untuk membawa surat dan hadiah pada Betara (raja) Majapahit untuk menyampaikan keinginan raja Melaka. Berangkatnya Mendam berahi diawali dengan tembakan [[bedil]] sebagai penghormatan. Saat tiba di Majapahit, armada utusan Melaka menandakan kedatangannya dengan menembakkan bedil, yang membuat takut nelayan. Patih Karma Wijaya dan Hang Tuah memberi tahu bahwa ada tujuh kapal Melaka yang datang, bertujuan untuk melamar putri raja Majapahit.{{sfn|Schap|2010a|p=107-109}}{{sfn|Salleh|2013|p=231-234}} Beberapa cobaan dan ujian diberikan kepada rombongan Melayu untuk menguji kualitas mereka, dan pada akhirnya Hang Tuah diberikan gelar laksamana (bahasa Jawa: ''Penggawa agung'') oleh Betara Majapahit.{{sfn|Schap|2010a|p=110-113}}{{sfn|Salleh|2013|p=235-241}}
Baris 76 ⟶ 79:
Setelah urusan di Majapahit selesai, Mendam Berahi berlayar ke Tuban selama 7 hari, dan ke Jayakarta 3 hari 3 malam. Patih Karma Wijaya tetap tinggal di Jayakarta selama 7 hari menunggu kapal yang lain. Setelah semua kapal berkumpul mereka berlayar dan tiba di Palembang dalam beberapa hari. Patih Karma Wijaya dan Hang Tuah berhenti menunggu kapal-kapal yang lain. Setelah semua tiba, mereka berlayar menuju Melaka.{{sfn|Schap|2010a|p=123-124}}{{sfn|Salleh|2013|p=259-260}}
 
Sebelum raja Melaka pergi ke Jawa untuk menikahi putri Majapahit, beliau memerintahkan untuk dibuatkan 1 kapal lagi. Kapal ini didesain dengan bentuk Kumbang Nuri karena diperuntukkan untuk calon ratu Melaka dan dayang-dayangnya, selain itu juga karena desain itu dapat membawa beberapa meriam. Kapal itu dinamai ''Kota Segara Kuning'' (atau hanya ''Kota Segara'') oleh sang raja.{{sfn|Schap|2010a|p=126-127}}{{sfn|Salleh|2013|p=264-265}} Rombongan kerajaan Melaka pergi berlayar ke Majapahit, sang raja dengan Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu menaiki Kota Segara, sedangan Patih Kerma Wijaya, Tun Bija Sura, dan semua pesuruh dan pembawa tanda kerajaan menaiki Mendam Berahi.{{sfn|Schap|2010a|p=129-130}}{{sfn|Salleh|2013|p=269-270}} Setelah pernikahan usai, Mendam Berahi kembali ke Melaka dengan rute Tuban-Jayakarta-Palembang. Sesampainya di Palembang, sang raja Melaka mendapat kabar bahwa Sang Jaya Nantaka<ref group="Catatan">Sang Jaya Nantaka adalah adik dari raja Melaka yang diusir dari kerajaan itu oleh kakaknya karena dikabarkan akan menggulingkan sang raja. Sang Jaya Nantaka akhirnya diantar oleh seorang saudagar ke benua Keling (India) dan diangkat menjadi raja di sana. Sang Jaya Nantaka tetap mengirim kabar kepada kakaknya di Melaka setelah menjadi raja. Lihat {{harvnb|Schap (2010), h. 76-99|2010a|pp=76–99}} dan {{harvnb|Salleh (|2013), h. 175-216|pp=175–216}}.</ref> telah mengirim 30 perahu dari Keling<ref group="Catatan">Kalinga, wilayah di sekitar Pantai Koromandel di India, dalam hikayat ini adalah [[Wijayanagara|Bijaya Nagaram]], negeri Keling, Provinsi Madras, India.</ref> untuk menyampaikan kabarnya ke Melaka, tetapi 20 diantaranya dihancurkan Portugis.{{sfn|Schap|2010a|p=181-182}}{{sfn|Salleh|2013|p=358-359}}
 
Setelah beberapa waktu, Mendam Berahi digunakan oleh laksamana Hang Tuah untuk pergi ke Inderapura untuk mengkonfirmasi apakah Megat Terenggano, yang sedang berada di Inderapura, memang akan menyerang Melaka.{{sfn|Schap|2010|p=236-238}} Mendam Berahi juga digunakan Hang Tuah, Hang Jebat, dan Hang Kesturi untuk menghadap Majapahit, setelah datang utusan Majapahit bernama Rangga dan Barit Ketika mempertanyakan raja Melaka kenapa beliau tidak mengirim utusan kepada Majapahit. Hang Tuah menjawab bahwa alasan Melaka tidak mengirim utusan ke Majapahit adalah karena Melaka akan diserang oleh Megat Terenggano dan Raja Inderapura.{{sfn|Schap|2010|p=261-264}} Setelah urusan di Majapahit selesai, Mendam Berahi digunakan Hang Tuah untuk pergi ke benua Keling menanyakan kabar adik raja Melaka (Sang Jaya Nantaka) bersama dengan Tun Kesturi yang tahu bahasa Keling, dan telah dianugerahi nama Maharaja Setia.{{sfn|Schap|2010b|p=100-103}} Mendam Berahi juga digunakan untuk menyerang negeri Inderapura.{{sfn|Schap|2010b|p=187-191}}
Baris 90 ⟶ 93:
 
Ada juga sarjana Malaysia yang tidak setuju dengan pembuatan replika kapal Mendam Berahi. Prof. Dr. Ahmad Jelani Halimi melakukan penelitian dan mengambil kesimpulan bahwa kapal jenis ghali ([[galai]]) tidak pernah digunakan oleh Kesultanan Melaka pada zaman keemasannya. Kapal jenis galai baru diperkenalkan Portugis ke kawasan Nusantara setelah [[Perebutan Melaka (1511)|kejatuhan Melaka pada 1511]], dan catatan mengenai Mendam Berahi hanya terdapat pada 1 karya sastra saja dari sumber yang tidak sezaman (Hikayat Hang Tuah), tanpa sumber pembanding dan pendukung.<ref name=":3" />
 
== Lihat juga ==
 
* ''[[Argo]]'', sebuah kapal mitologi Yunani
* ''[[Flying Dutchman]]'', kapal hantu legendaris
 
== Catatan ==
Baris 98 ⟶ 106:
 
=== Buku ===
* {{Cite book|last=Adam |first=AhmadAhmat |title=Antara Sejarah dan Mitos: Sejarah Melayu & Hang Tuah dalam Historiografi Malaysia|publisher=Strategic Information and Research Development Centre |year=2016 |location=Petaling Jaya |url=https://archive.org/details/sejarah-mitos-sejarah-melayu-hang-tuah |ref=harv}}
* {{Cite book |last=Adam |first=Ahmat |url=https://archive.org/details/hikayat-hang-tuha-hang-tua |title=Hikayat Hang Tuha (atau Hikayat Hang Tua) |publisher=Strategic Information and Research Development Centre |year=2018 |location=Petaling Jaya |ref=harv}}
* {{Cite book|last=Adam |first=Ahmat |title=Tawarikh Melayu dan Melaka: Esei-Esei Pilihan |publisher=Strategic Information and Research Development Centre |year=2021 |location=Petaling Jaya |url=https://archive.org/details/tawarikh-melayu-dan-melaka/mode/2up |ref=harv}}
* {{Cite book|last=Albuquerque |first=Afonso de |url=https://archive.org/details/commentariosdog00unkngoog/page/n165/mode/2up?q |title=Commentários do Grande Afonso Dalbuquerque parte III|publisher=Na Regia Officina Typografica |year=1774 |location=Lisboa |ref=harv}}
* {{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n7/mode/2up?q|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III|publisher=The Hakluyt Society|year=1875|location=London|ref=harv}}
* {{cite thesis |last=Halimi |first=Ahmad Jelani bin |date=1999 |title=Perdagangan dan perkapalan Melayu di Selat Melaka: Abad ke-15 hingga ke-18 |type= |publisher=Universiti Malaya |degree=PhD |ref=harv}}
* {{cite journal |last=Koek |first=E. |year=1886 |title=Portuguese History of Malacca |journal=Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society |volume=17 |issue= |pages=117–149 |url=https://archive.org/details/portuguese-history-of-malacca/page/n1/mode/2up |ref=harv}} {{PD-notice}}
* {{Cite book|year=1986|url=https://books.google.com.my/books?id=Lon7gmj040MC|title=Southeast Asia in the 9th to 14th Centuries|location=|publisher=Institute of Southeast Asian Studies / Research School of Pacific Studies|isbn=978-997-198-839-5|editor-last=Marr|editor-first=David G.|pages=|language=en|ref=harv|editor-last2=Milner|editor-first2=A.C.<!--Anthony Crothers-->}}
Baris 112 ⟶ 122:
 
[[Kategori:Kapal layar]]
[[Kategori:Kapal fiksi]]