Kesultanan Aceh: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tertunda]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Hadithfajri (bicara | kontrib)
 
(15 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{lindungidarianon2|small=yes}}
{{Infobox country
| conventional_long_name = Kerajaan Aceh Darussalam<br /><small>''Acèh Darussalam''<br />كاورجاون اچيه دارالسلام</small>
| common_name = Aceh
| status = Protektorat
| empire = Kesultanan Utsmaniyah
| status_text = Wilayah [[Negara-negara bawahan dan taklukan Kesultanan Utsmaniyah|protektorat]] [[Kesultanan Utsmaniyah]] <small>(1569–1903)
| religion = [[Islam Sunni]]
| area_rankdemonym =
| p1 = Kesultanan Lamuri
| p2 = Kesultanan Samudera Pasai
Baris 12 ⟶ 13:
| flag_p2 =
| s1 = Hindia Belanda
| year_start = 1496
| year_end = 1903
| date_start =
| date_end =
| event_start = Pengukuhan sultan pertama
| event_end = [[Perang Aceh]]
| image_flag = Flag of Aceh Sultanate.svg
| flag_type = ''Alam Peudeung Mirah''
| image_coat = [[berkas:Bendera aceh.svg|120px]]
| symbol_type =
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| image_map = [[berkas:Aceh Sultanate id.svg|300px]]
| image_map_caption = Luas Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608–1637)
| capital = [[Banda Aceh]]
| common_languages = [[Bahasa Aceh|Aceh]], [[Bahasa Melayu|Melayu Tinggi]], [[Bahasa Arab|Arab]], [[Bahasa Gayo|Gayo]], [[Bahasa Alas|Alas]], [[Bahasa Kluet|Kluet]], [[Bahasa Aneuk Jame|Minang]]
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = [[Daftar penguasa Aceh|Sultan]]
| leader1 = [[Ali Mughayat Syah]]
| year_leader1 = 1496–1530
| leader2 = [[Muhammad Daud Syah dari Aceh]]
| year_leader2 = 1875–1903
| currency = ''deureuham'' dan ''dinar''
| today = {{flag|Indonesia}}<br />{{flag|Malaysia}}<br />{{flag|Singapura}}<br />{{flag|Thailand}}
| footnotes =
| demonymarea_km2 = [[Suku Aceh|Bangsa Aceh]]
| area_km2area_rank =
| area_rank =
}}
 
Baris 56:
[[Berkas:AMH-6132-NA_Bird%27s_eye_view_of_the_city_of_Atjeh.jpg|jmpl|ki|300px|Lukisan [[Banda Aceh]] pada tahun 1665 dengan latar istana sultan.]]
 
Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan oleh orangkaya atau hulubalang. [[Hikayat Aceh]]<ref>{{DubiousCite book|last=Hidayati|first=Noor|last2=Huriyah|date=MaretNovember 2020}}2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/MANUSIA_INDONESIA_ALAM_SEJARAHNYA/S-FWEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Meskipun+Sultan+dianggap+sebagai+penguasa+tertinggi,+tetapi+nyatanya+selalu+dikendalikan+oleh+orangkaya+atau+hulubalang.+Hikayat+Aceh&pg=PA292&printsec=frontcover|title=Manusia {{CitationIndonesia, neededAlam & Sejarahnya|datelocation=Maret 2020Yogyakarta|publisher=K-Media|isbn=978-623-316-624-9|editor-last=Ngalimun|pages=292-293|url-status=live}}</ref> menuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada pengikutnya.
 
Penggantinya Sultan Zainal Abidin terbunuh beberapa bulan kemudian karena kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan pada sultan berikutnya.<ref name=":1">{{cite book | last = Reid | first = Anthony | authorlink = | coauthors = | title = Menuju Sejarah Sumatra, Antara Indonesia dan Dunia | publisher = Yayasan Pustaka Obor Indonesia | date = 2011 | location = Jakarta | pages = 97-99 | url = | doi = | id = }}</ref>
Baris 65:
| image1 = Luís Monteiro Coutinho battling an Acehnese Captain.jpg
| image2 = The death of Luís Monteiro Coutinho.jpg
| footerimage3 = TentaraPortuguese Acehmartyrs bertempurin melawan orang PortugisAceh.jpg
| footer = Tentara Aceh (kiri) bertempur melawan orang Portugis.
}}
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan [[Sultan Iskandar Muda]] ([[1607]]–[[1636]]) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan [[Pahang]] yang merupakan sumber [[timah]] utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas [[Selat Malaka]] dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh menduduki [[Kedah]] dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.<ref name=":0">{{cite book | last = Lombard | first = Denys | authorlink = | coauthors = | title = Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) | publisher = Kepustakaan Populer Gramedia | date = 2008 | location = Jakarta | pages = | url = | doi = | id = }}</ref>
Baris 173 ⟶ 174:
# Sutera di Banda Aceh.
 
Selain itu di ibu kota juga banyak terdapat pandai [[emas]], [[tembaga]], dan [[suasaakik]] yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Sedang [[Pidie]] merupakan lumbung beras bagi kesultanan.<ref>{{cite book | last = Lombard | first = Denys | authorlink = | coauthors = | title = Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) | publisher = Kepustakaan Populer Gramedia | date = 2008 | location = Jakarta | pages = 87 | url = | doi = | id = }}</ref> Namun di antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalah [[lada]].
 
Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India, [[Prancis]], dan Arab. Pusat lada terletak di pantai Barat yaitu Rigas, [[Teunom, Aceh Jaya|Teunom]], dan [[Meulaboh]].<ref name="asal mula"/>
Baris 185 ⟶ 186:
Tidak terlalu banyak peninggalan bangunan zaman Kesultanan yang tersisa di Aceh. Istana Dalam Darud Donya telah terbakar pada masa perang Aceh - Belanda. Kini, bagian inti dari Istana Dalam Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh telah berubah menjadi Pendapa Gubernur Aceh dan "asrama keraton" TNI AD. Perlu dicatat bahwa pada masa Kesultanan bangunan batu dilarang karena ditakutkan akan menjadi benteng melawan Sultan. Selain itu, Masjid Raya Baiturrahman saat ini bukanlah arsitektur yang sebenarnya dikarenakan yang asli telah terbakar pada masa Perang Aceh - Belanda. Peninggalan arsitektur pada masa kesultanan yang masih bisa dilihat sampai saat ini antara lain [[Benteng Indrapatra|Benteng Indra Patra]], [[Masjid Tua Indrapuri]], Komplek Kandang XII (Komplek Pemakaman Keluarga Kesultanan Aceh), Pinto Khop, Leusong dan [[Taman Putroe Phang|Gunongan]] dipusat Kota Banda Aceh. Taman Ghairah yang disebut Ar Raniry dalam Bustanus Salatin sudah tidak berjejak lagi.<ref name=":0"/>
 
=== KesusateraanKesusasteraan ===
Sebagaimana daerah lain di Sumatra, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam bentuk [[hikayat]]. Hikayat yang terkenal di antaranya adalah [[Hikayat Malem Dagang]] yang berceritakan tokoh heroik Malem Dagang berlatar penyerbuan Malaka oleh angkatan laut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu [[Hikayat Malem Diwa]], Hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman, [[Hikayat Pocut Muhammad]], [[Hikayat Prang Gompeuni]], Hikayat Habib Hadat, Kisah Abdullah Hadat dan [[Hikayat Prang Sabi]].<ref name="Snouck"/>
 
Salah satu karya kesusateraan yang paling terkenal adalah [[Bustanus Salatin]] (Taman Para Sultan) karya Syaikh [[Nuruddin Ar-Raniry]] disamping [[Taj As Salatin|Tajus Salatin]] (1603), [[Sulalatus Salatin]] (1612), dan [[Hikayat Aceh]] (1606–1636). Selain Ar-Raniry terdapat pula penyair Aceh yang agung yaitu [[Hamzah Fansuri]] dengan karyanya antara lain ''Asrar al-Arifin'' (Rahasia Orang yang Bijaksana), ''Syarab al-Asyikin'' (Minuman Segala Orang yang Berahi), ''Zinat al-Muwahhidin'' (Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan), Syair Si Burung Pingai, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir, Syair Dagang dan Syair Perahu.
 
=== Karya Agama ===
Baris 197 ⟶ 198:
=== Militer ===
 
[[Berkas:COLLECTIEThree TROPENMUSEUMcannons Kleinof bronzen kanon met inscriptie in Arabisch schrift TMnr 1772-57Aceh.jpg|jmpl|150x150px|Salah satuTiga meriam yang dimiliki Kesultanan Aceh.]]
Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa teknisi dan pembuat senjata ke Aceh.<ref>{{Cite journal|last=Hartono|first=Hartono|date=2023-01-02|title=DIPLOMASI ACEH DAN TURKI UTSMANI: KERJA SAMA DAKWAH ISLAM DALAM BINGKAI PERDAGANGAN ABAD XVI-XIX MASEHI|url=https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/view/19253|journal=Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam|volume=19|issue=2|pages=159–166|doi=10.15575/al-tsaqafa.v19i2.19253|issn=2654-4598}}</ref> Selanjutnya Aceh kemudian menyerap kemampuan ini dan mampu memproduksi meriam sendiri dari kuningan.<ref>''Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia'' Josef W. Meri hal. 465 [http://books.google.com/books?id=H-k9oc9xsuAC&pg=PA465]</ref>