Aksara Lontara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Sumatera |
|||
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 25:
Para ahli umumnya meyakini bahwa aksara Lontara telah digunakan sebelum Sulawesi Selatan mendapat pengaruh [[Islam]] yang signifikan sekitar abad 16 M, berdasarkan fakta bahwa aksara Lontara menggunakan dasar sistem [[abugida]] [[aksara Brahmi|Indik]] ketimbang [[huruf Arab]] yang menjadi lumrah di Sulawesi Selatan di kemudian harinya.{{sfn|Macknight|2016|p=55}} Aksara ini berakar pada [[aksara Brahmi]] dari India selatan, kemungkinan dibawa ke Sulawesi melalui perantara aksara Kawi atau aksara turunan Kawi lainnya.{{sfn|Macknight|2016|p=57}}{{sfn|Tol|1996|p=214}}{{sfn|Jukes|2014|p=2}} Kesamaan grafis aksara-aksara Sumatera Selatan seperti [[aksara Rejang]] dengan aksara Lontara membuat beberapa ahli mengusulkan keterkaitan antara kedua aksara tersebut.{{sfn|Noorduyn|1993|pp=567–568}} Teori serupa juga dijabarkan oleh Christopher Miller yang berpendapat bahwa aksara Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Filipina berkembang secara paralel dari pengaruh purwarupa [[aksara Gujarat]], [[India]].<ref name="miller1">{{cite journal|url=http://journals.linguisticsociety.org/proceedings/index.php/BLS/article/view/3917|first=Christopher|last=Miller|title= A Gujarati origin for scripts of Sumatra, Sulawesi and the Philippines|journal=Annual Meeting of the Berkeley Linguistics Society|volume=36|issue=1|year=2010}}</ref>
Lontara di Sulawesi Selatan pertama kali berkembang di wilayah Bugis yaitu kawasan Cenrana-Walannae sekitar tahun 1400 M. Aksara ini mungkin telah menyebar ke bagian lain Sulawesi Selatan,
Pada saat kertas tersedia di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17, aksara lontara yang sebelumnya harus ditulis lurus, bersudut dan kaku pada daun lontar, kini dapat ditulis lebih cepat dan lebih bervariasi dengan menggunakan tinta pada kertas. R.A. Kern (1939:580-3) menuliskan bahwa aksara lontara termodifikasi yang memiliki bentuk lengkung yang ditemukan tertulis pada kertas tampaknya tidak ditemukan dalam naskah Bugis yang tertulis pada daun lontar yang ia teliti.<ref>{{cite journal|author=Druce, Stephen C.|year=2009|title=The lands west of the lakes, A history of the Ajattappareng kingdoms of South Sulawesi 1200 to 1600 CE|publisher=KITLV Press Leiden|pp=57-58}}</ref>
Baris 204:
! -é{{ref label|/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"|1}}
! -o
! -e{{ref label|/ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"|2}} (-ng{{sfn|Noorduyn|1993|p=549}})
|-
| [[Berkas:lon_i.png|90px]]
Baris 278:
Aksara Lontara Bugis-Makassar secara tradisional tidak memiliki diakritik pemati ([[virama]]) atau penanda sejenis yang mematikan vokal aksara dasar, sehingga lumrah ditemukan kata-kata yang tidak sepenuhnya dieja mengikuti pelafalan kata yang bersangkutan. Tidak adanya diakritik pemati asli merupakan salah satu alasan utama banyaknya kerancuan dalam teks Lontara standar. Namun begitu, varian aksara Lontara yang digunakan untuk menulis bahasa Bima di Sumbawa timur dan Ende di Flores diketahui memiliki diakritik pemati asli yang telah digunakan dalam tradisi tulis Bima-Ende sejak masa pra-kemerdekaan.<ref name="uni2"/><ref name="miller">{{cite journal|url=https://www.semanticscholar.org/paper/Indonesian-and-Philippine-Scripts-and-extensions-or-Miller/dbf4e3c96e78bed654429ef532885bc8567b59df|first=Christopher|last=Miller|title=Indonesian and Philippine Scripts and extensions not yet encoded or proposed for encoding in Unicode|publisher=UC Berkeley Script Encoding Initiative|date=2011-03-11}}</ref> Diakritik pemati Bima-Ende ini tidak diserap balik ke dalam penulisan Bugis-Makassar sehingga Lontara standar Bugis-Makassar tetap tidak memiliki diakritik pemati hingga masa modern.<ref name="miller" />
Lontara Bugis-Makassar baru bereksperimen dengan rekaan diakritik pemati pada abad 21 M, umumnya sebagai upaya untuk memudahkan pengajaran aksara Lontara dalam kurikulum muatan lokal dan untuk memudahkan penulisan tepat [[bahasa Indonesia]] serta istilah asing. Pada tahun 2003, penulis sekaligus pakar bahasa Makassar Djirong Basang tercatat menyarankan tiga diakritik baru untuk aksara Lontara: diakritik pemati (virama), hentian glottal, dan nasal.<ref name="uni"/> Sejak itu, Anshuman Pandey mencatat adanya tiga macam alternatif virama yang pernah diusulkan dalam sejumlah publikasi mengenai Lontara Bugis-Makassar hingga tahun 2016.<ref name="uni2"/> Namun begitu, tidak semua pihak menyetujui usulan penambahan diakritik pemati dalam aksara Lontara. Pakar sastra Bugis seperti Nurhayati Rahman menilai bahwa perombakan ortografi seperti menambah diakritik pemati untuk bahasa Bugis-Makassar merupakan usaha yang lebih menunjukkan adanya rasa inferioritas dengan 'memaksakan' aksara Lontara untuk mengikuti norma penulisan huruf Latin. Hal ini juga dikhawatirkan malah menjauhkan generasi baru dari praktek penulisan dalam naskah dan warisan sastra riil.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Suara_suara_dalam_lokalitas.html?id=KyzKoQEACAAJ&source=kp_book_description&redir_esc=y|title=Suara-suara dalam Lokalitas|publisher=La Galigo Press|isbn=9799911559|year=2012|first=Nurhayati|last=Rahman|page=124}}</ref>
Hingga 2018, usulan diakritik tambahan tidak memiliki status resmi maupun konsensus umum sehingga bentuk diakritik antar pihak bisa jadi kontradiktif.<ref name="uni2">{{cite journal|url=http://www.unicode.org/L2/L2016/16075-buginese-virama-signs.pdf|first=Anshuman|last=Pandey|title=Proposal to encode VIRAMA signs for Buginese|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=L2/16-075|date=2016-04-28 |publisher=Unicode}}</ref><ref>{{cite book|url=https://ojs.unm.ac.id/semnaslemlit/article/viewFile/8151/4694|first=Abd. Aziz|last=Ahmad|title=Prosiding Seminar Nasional Lembaga Penelitian Universitas Negeri Makassar: Pengembangan tanda baca aksara Lontara|page=40-53|isbn=978-602-5554-71-1|year=2018}}</ref>{{sfn|Jukes|2014|pp=7–8}} Satu hal yang pasti ialah diakritik pemati tidak pernah muncul dalam konteks penggunaan tradisional dan naskah historis nyata Bugis-Makassar.{{sfn|Tol|1996|pp=216–217}}
Baris 641:
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Akte met het zegel van de leenvorst van Bone TMnr 2522-3.jpg|Akta pinjaman dengan isi dan cap beraksara Lontara dari Kerajaan Boné tahun 1864, koleksi Tropenmuseum
<!--Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Drie fotografische reproducties met Arabische transcripties van de rijkszegels van Bone TMnr 915-11.jpg|Reproduksi beberapa cap dengan aksara Lontara dari Kerajaan Boné, koleksi Tropenmuseum-->
Berkas:Buginese chart of the East Indian Archipelago - ca. 1820 - UB Utrecht (cropped).jpg| [[Peta laut Bugis]] yang menggambarkan perairan Nusantara, dengan anotasi
Berkas:Bible printed in Buginese.jpg|Injil berbahasa Bugis cetakan Lembaga Penginjil Belanda, tahun 1893
<!--Berkas:Elong sample matthes.jpg|Sebuah puisi ''élong maliung bettuanna'', dalam Lontara sandi dan Lontara standar sebagaimana dikutip Matthes (1883)-->
|