Afdeling Midden Celebes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Toposopamona (bicara | kontrib)
→‎Penolakan istilah Toraja di Sulawesi: Menambahkan pranala to lamusa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Dikembalikan ke revisi 22865960 oleh Arya-Bot (bicara): Butuh rujukan valid(Tw)
Tag: Pembatalan
 
(2 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 2:
 
Pada tanggal 1 Januari 1926, Afdeling Midden Celebes dimasukkan ke dalam wilayah administrasi [[Karesidenan Manado]], bersama dengan [[Afdeling Manado]] dan [[Afdeling Gorontalo]]. Afdeling Midden Celebes terdiri dari lima [[onderafdeling]], yaitu [[Donggala|Onderafdeling Donggala]], [[Kota Palu|Palu]], [[Poso]], [[Tolitoli]], dan [[Parigi Moutong|Parigi]].<ref name=WP56>{{cite web|url=http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/crisewps/workingpaper56.pdf|title=State formation, decentralisation and East Sulawesi province: Conflict and the politics of transcending boundaries in Eastern Indonesia|website=CRISE|author=Tirtosudarmo, Riwanto|date=Oktober 2008|access-date=3 Desember 2016|archive-date=2016-12-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20161220170720/http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/crisewps/workingpaper56.pdf|dead-url=yes}}</ref><ref name=BGK1>{{cite book|title=Sejarah Kerajaan Bungku|last1=Mahid|first1=Syakir|authorlink1=Syakir Mahid|last2=Sadi|first2=Haliadi|authorlink2=Haliadi-Sadi|last3=Darsono|first3=Wilman|authorlink3=Wilman Darsono|publisher=Penerbit Ombak|location=Yogyakarta|pages=297-298|ISBN=978-602-7544-09-3|date=2012|accessdate=3 Desember 2016}}</ref>
 
==Sejarah==
Wilayah sepanjang pesisir barat Sulawesi Tengah, dari Kaili hingga [[Tolitoli]], ditaklukkan oleh [[Kerajaan Gowa]] sekitar pertengahan abad ke-16 di bawah kepemimpinan Raja [[Tunipalangga]].{{sfnm|1a1=Druce|1y=2009|1pp=232–235|2a1=Druce|2y=2009|2p=244}} Wilayah di sekitar [[Teluk Palu]] merupakan pusat dan rute perdagangan yang penting, produsen [[minyak kelapa]], dan "pintu masuk" ke pedalaman Sulawesi Tengah.{{sfn|Henley|2005|p=72}} Di sisi lain, daerah Teluk Tomini sebagian besar berada di bawah kekuasaan [[Kerajaan Parigi]]. Pada tahun 1824, perwakilan [[Kerajaan Banawa]] dan [[Kerajaan Palu]] menandatangani ''Korte Verklaring'' (Perjanjian Pendek) dengan pemerintah kolonial.{{sfn|Henley|2005|p=232}} Kapal-kapal Belanda mulai sering berlayar di bagian selatan Teluk Tomini setelah tahun 1830.{{sfn|Henley|2005|p=222}}
 
Pada tahun 1800an, tokoh [[Hindia Belanda]], Adriani dan Kruyt dalam buku mereka yang berjudul ''De Bare'e-sprekende Toradja's van Midden-Celebes'' mengistilahkan istilah ''Toradja''(Toraja) untuk sebagian kecil orang yang hidup seperti yang sekarang ini disebut "[[Tunawisma|gelandangan]]".<ref>De bare'e-sprekende toradja's van midden-celebes, SERIES ''[https://www.opacperpus.sonobudoyo.com/index.php?keywords=Suku%20bare%27e&search=search]", Diakses 5 Maret 2023.</ref>
 
Di wilayah Sulawesi bagian [[Kabupaten Poso|Poso]] dan [[Kabupaten Tojo Una-Una|Tojo]], dahulunya ada istilah Toraja diciptakan [[Hindia Belanda|Belanda]] untuk menamakan [[Orang Tojo|Suku Bare'e]] (Bare'e-Stammen ; Alfouren) yang masih beragama Lamoa (Tuhan PueMpalaburu), tetapi masih sangat banyak juga [[Kerajaan Tojo|Suku Bare'e]] yang beragama Lamoa yang ikut [[Orang Tojo|Suku Bare'e]] yang ber[[agama Islam]] (Mohammadisme) karena Suku Bare'e tersebut tidak cocok dengan gaya hidup orang [[Hindia Belanda|Belanda]] yang berkulit putih dan berambut kuning, dan Alfouren yang mau ikut [[Hindia Belanda|Belanda]] inilah yang disebut dengan istilah Toraja (Toradja).
 
Alfouren yang bergaya hidup seperti [[Gelandangan]] yang diistilahkan [[Hindia Belanda|Belanda]] dengan istilah ''Toradja'' tersebut harus meninggalkan kebiasaan dari suku lama mereka yaitu [[Suku Bare'e]] (''Bare'e-Stammen''), karena [[Orang Tojo|Suku Bare'e]] telah banyak yang ber[[agama Islam]] sehingga bagi pihak [[Hindia Belanda|Belanda]] kemudian mengistilahkan "[[Van Heiden Tot Christen]]"<ref>Van Heiden tot Christen, dari agama suku masuk agama kristen ''[https://opacperpus.sonobudoyo.com/index.php?p=show_detail&id=12735&keywords=]", Diakses 31 Mei 2023.</ref>
untuk penduduk asli suatu wilayah yang wilayahnya dinamakan Belanda dengan nama [[Grup Poso-Tojo]] yang memiliki nama lain Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare'e) dengan [[Orang Tojo|Suku Bare'e]] sebagai suku asli pemilik wilayah tersebut, dan istilah "[[Van Heiden Tot Christen]]" sudah sangat dikenal di wilayah [[Grup Poso-Tojo]], dan orang Toradja (istilah bagi orang Bare'e yang bukan ber[[agama Islam]]) ini kemudian diberi makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan pengajaran [[Agama Kristen]].
 
Temuan [[Albertus Christiaan Kruyt]] bahwa adanya [[Suku Bare'e]] (Bare'e-Stammen) yang mengakui dirinya adalah orang Toraja (Toradja) bukan orang [[Suku Bare'e|Bare'e]], dan setelah dilakukan penelitian melalui penyebaran batu menhir [[Watu Mpogaa]] ternyata asalnya berasal dari [[Watu Mpogaa|Legenda desa Pamona]] yang semua penduduk Toraja yang didapatkan [[Belanda]] dari wilayah [[Grup Poso-Tojo|Poso-Tojo]] tersebut berasal dari Wotu, [[Luwu Timur]].<ref>BUKU DE BARE'E-SPREKENDE DE TORADJA VAN MIDDEN CELEBES jilid 1 halaman 5, [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref> Pada periode tersebut, Sulawesi Tengah berada di bawah yurisdiksi [[Afdeling Gorontalo]], yang berpusat di Gorontalo. [[G. W. W. C. Baron van Höevell]], [[Afdeling Gorontalo|Asisten Residen Gorontalo]], khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki [[agama samawi]], dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut [[animisme]], dan memeluk agama suku{{sfn|Noort|2006|p=28}}.
 
===Penolakan istilah Toraja di Sulawesi===
 
[[Bugis]] dan To Luwu adalah masyarakat yang pertama kali menolak penyebutan Toraja untuk [[Umat Kristen]] di [[Sulawesi Selatan]], dan hal tersebut diakui oleh Makkole dan Maddika Luwu saat itu, dan juga karena wilayah yang dihuni [[Suku Toraja]] adalah wilayah [[Kerajaan Luwu]] yang mana wilayah kerajaan Luwu mulai dari Selatan, Pitumpanua ke utara [[Kerajaan Mori|Morowali]]<ref>KEDATUAN LUWU WILAYAHNYA HANYA SAMPAI MOROWALI, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH. [https://portal.luwukab.go.id/blog/page/sejarah].</ref>, dan dari Tenggara Kolaka (Mengkongga) sampai ke seluruh wilayah [[Suku Toraja|Tana Toraja]], oleh karena itu To Luwu menolak terhadap istilah Toraja (Toradja) untuk penyebutan [[Umat Kristen]] di [[Sulawesi Selatan]].
 
Penolakan atas istilah Toraja inilah yang membuat ragu masyarakat [[Sulawesi]] pada saat terjadi gerakkan Monangu Buaya oleh Kerajaan Luwu, karena bunyi dari Monangu Buaya adalah sangat bertentangan dengan penolakan istilah Toraja (Toradja) yang terjadi di [[Sulawesi Selatan]] dan [[Sulawesi Tengah]], karena bunyi dari Monangu Buaya (Monangu Buaja) adalah "Semua [[Suku Toraja]] (Toradja-Stammen) dan [[Umat Kristen]] di [[Grup Poso-Tojo|Tana Poso]] harus mendukung semua Budaya [[Kerajaan Luwu|Luwu]] termasuk Monangu Buaya", dan itu sangat tidak mungkin terjadi dimana sedang terjadi salah paham dan "pengusiran" antara pihak masyarakat [[Kerajaan Luwu|Sulawesi Selatan]] yang menentang istilah Toraja ciptaan misionaris Belanda dan [[Watu Mpogaa|Budaya Luwu Monangu Buaya]] yang didukung misionaris Belanda dengan kata lain sedang terjadi permusuhan antara masyarakat [[Sulawesi Selatan]] dengan pihak misionaris Belanda, sehingga semua masyarakat [[Sulawesi]] berkesimpulan bahwa gerakan menarik upeti Monangu Buaya (Monangu Buaja; krokodilzwemmen)<ref>Sumber buku "POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151:
MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen), menyatakan ''Monangu buaya yaitu budaya ciptaan Misionaris Belanda dengan meminjam nama dari Kerajaan Luwu'' , [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB24:072383000:00001&query=Posso&coll=boeken&rowid=1], Diakses 30 Juni 2023.</ref> adalah bukan dari [[Kedatuan Luwu|Kerajaan Luwu]] tetapi Monangu Buaya adalah ciptaan misionaris [[Hindia Belanda]]. Terbukti dari Monangu Buaya mengutip ayat dari Alkitab [[Injil]] yaitu " dengan melihat kepada Tokoh Alkitab [[Injil]] yaitu "sejarah kematian [[Lazarus]]" yang menceritakan bahwa Baju Adat [[Inodo]] bukan bajunya umat kristen yang diwakili tokoh [[Lazarus]]".<ref>"POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151:
MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen), kematian Lazarus yang berbaju apa adanya (To Lampu) berbeda dengan Baju Mewah atau Baju [[Inodo]] yang milik dari [[Suku Bare'e]] (Bare'e-Stammen), [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB24:072383000:00001&query=Posso&coll=boeken&rowid=1].</ref>
 
=== To Lamusa ===
{{Main|Puumboto}}
Dengan memperhatikan wilayah dari [[Suku Bare'e]] yang tahun 1770 membentuk [[Kerajaan Tojo]] di wilayah yang mereka huni, kini muncullah suatu skema To Lamusa dari [[Kerajaan Luwu]], tetapi sayangnya skema To Lamusa dari [[Kerajaan Luwu]] itu tidak terbukti yaitu dari pernyataan [[Walter Kaudern]] yang menyatakan "...adapun kalau ditempati, tanah tersebut sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama sekali, karena tanahnya seperti jurang yang sangat sulit untuk dibuatkan semacam rumah tempat tinggal", karena berupa "jurang" sehingga pastilah orang akan beranggapan tanah yang dulunya merupakan hunian pemukiman penduduk setelah itu tempat hunian tersebut menjadi jurang, pastilah orang beranggapan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena faktor bencana alam dan salah satunya adalah [[Gempa bumi]], dan di zaman moderen pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya garis patahan gempa yang melewati wilayah tempat yang dulu dinamakan Lamusa di TandongKasa (Tando Ngkasa).<ref>Peta Patahan (Sesar) gempa di Sulawesi.[https://gis.bnpb.go.id].</ref>
 
=== Zaman Hindia Belanda ===
Awal tahun 1900an, berhembus kencang pertanyaan kerajaan mana pemilik [[To Lage|Tana Poso]], dan kemudian di wilayah [[To Lage|Tana Poso]] teridentifikasi terjadi [[Politik pecah belah|Politik adu domba]] (divide et impera) antara [[Kerajaan Tojo]] dengan [[Kerajaan Luwu]] dari pemerintah [[Hindia Belanda]] yang menyatakan Poso milik Kerajaan Luwu yaitu Dengan adanya pernyataan dari pihak [[Watu Mpogaa|Toraja]] [[Kristen]] di [[To Lage|Poso]] bahwa [[To Lage|Tana Poso]] adalah milik [[Kerajaan Luwu]] melalui gerakkan menarik upeti [[Watu Mpogaa|Monangu Buaja]]<ref>"POSSO" HALAMAN 151:
MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen). [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB24:072383000:00001&query=Posso&coll=boeken&rowid=1].</ref>, dan
Poso milik Kerajaan Tojo dengan pernyataan dari pemimpin tana poso yang diangkat pemerintah [[Hindia Belanda]] yaitu To Kadambuku yang menyebutkan bahwa [[To Lage|Tana Poso]] adalah milik [[Kerajaan Tojo]] karena terikat Mobalusala (pemberian upeti tandan padi).<ref>AANRAKINGEN MET DEN DJENA VAN TODJO, De Bare'e-Sprekende jilid 1 halaman 139.[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref> Permasalahan yang muncul kemudian adalah "pengkaburan sejarah [[To Lage|tana poso]]", mengenai siapakah pemilik [[To Lage|tana poso]], Karena tidak mungkin satu wilayah memiliki dua suku dan tidak mungkin juga satu wilayah dimiliki dua kerajaan yang berbeda yaitu [[Suku Bare'e]] di pihak [[Kerajaan Tojo]] dan [[Watu Mpogaa|Toraja]] (pamona) [[Kristen|kristen]] di pihak [[Kerajaan Luwu]], dan [[Kerajaan Luwu]] tidak memiliki bukti kepemilikan [[Kerajaan Tojo|Tana Poso]] seperti Arajang<ref>DERIJKSSIERADEN VAN TODJO, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 75-83.[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref> [[Kerajaan Tojo]].<ref>Buku POSSO, HALAMAN 151,
Monangu buaja (krokodilzwemmen). [https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB24:072383000:00001&query=Posso&coll=boeken&rowid=1].</ref>
 
Ketika pertama kali bertemu penguasa Tana Poso yaitu [[Kerajaan Tojo]], pemerintah [[koloni]] [[Hindia Belanda]] selalu beralasan yang punya Tana Poso adalah "[[Kerajaan Bone|Pangeran Bone]]", tetapi [[Kerajaan Tojo]] menanggapi pihak [[Belanda]] dengan sangat tenang karena Kerajaan Tojo memiliki [[Mattompang arajang|Tombak Arajang]]<ref>TOMBAK ARAJANG KERAJAAN TOJO, foto tombak arajang bisa dilihat pada halaman 3, kamus bahasa bare'e terjemahan dari Bare’e-Nederlandsch Woordenboek (Brill, 1928, sebaiknya di download terlebih dahulu) di : https://id.scribd.com/document/665733193/KAMUS-BAHASA-BARE-E-BARE-E-TAAL-Bahasanya-Suku-Bare-e.[https://id.scribd.com/document/665733193/KAMUS-BAHASA-BARE-E-BARE-E-TAAL-Bahasanya-Suku-Bare-e].</ref> pemberian dari [[Kerajaan Bone]] dari [[Sulawesi Selatan]] sewaktu mendirikan [[Kerajaan Tojo]] tahun 1770 oleh Raja Tojo Pilewiti yang merupakan sepupu Raja Bone.
 
Dan sekitar tahun 1905 pemerintah [[Hindia Belanda]] menduduki [[Buyumboyo]], dan setelah itu terjadi gerakan [[Misionaris]] besar-besaran di wilayah [[Grup Poso-Tojo|Tana Poso]] yang dipimpin oleh [[Albertus Christiaan Kruyt]], [[Nicolaas Adriani]], dan [[Philip Heinrich Christoph Hofman]].
 
=== Legenda dan Tradisi Bare'e ===
 
Di [[Grup Poso-Tojo|Poso]] tahun 1907, pemerintah [[Hindia Belanda]] mulai melakukan taktik [[Politik pecah belah]] wilayah [[Suku Bare'e]] yang sebelumnya hanya 4 wilayah yaitu : ToRato Bongka, ToLalaeyo, ToTora'u, dan ToLage, dipecah menjadi beberapa daerah baru seperti To Puumboto, To Onda'e, To Pebato, To Bancea, dll, dan setiap wilayah baru diangkat seorang pemimpin Landschap (wilayah bentukkan [[Hindia Belanda]]) yang berpangkat dalam [[Bahasa Bare'e]]: Mokole Bangke, dan dalam hal taktik [[Politik pecah belah]], pemerintah [[Hindia Belanda]] bekerjasama dengan [[Misionaris]] [[Kristen]] dari [[Belanda]].
 
Taktik [[Politik pecah belah]] oleh pemerintah [[Hindia Belanda]] tersebut yaitu dengan melakukan beberapa tradisi dari umat [[Kristen]] di [[Grup Poso-Tojo|Tana Poso]] untuk menyebarkan adat istiadat dan budaya [[Suku Bare'e]] yang mempengaruhi suku-suku di luar [[Suku Bare'e]] yaitu tradisi mengatakan bahwa "orang Sausu dan Parigi berasal dari daerah aliran sungai Poso setelah terjadi peristiwa [[Watu Mpogaa]]. Konon mereka membawa tanaman sinagoeri dari Danau Poso. Ceritanya, semak ini menjadi pohon. Pohon dari Danau Poso ini sekarang digunakan di Parigi sebagai tiang utama rumah kepala lanskap. Namun patut diduga bahwa Orang Parigi aslinya berasal dari [[Kerajaan Palu|Teluk Palu]], begitu pula dengan masyarakat Ampibabo yang tinggal di sebelah utara mereka, yang bahkan lebih murni memiliki ciri-ciri [[Suku Kaili|kelompok Parigi-Kaili]]".<ref>VERSPREIDING VAN DE POSSO’SCH-TODJO’SCHE GROEP, page 6.[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref>
 
Begitu halnya dengan wilayah To Kulawi dengan mengatakan bahwa "To Kulawi memiliki [[Tadulako]] yang berasal dari Roh Anitu (roh perang)<ref>Chapter. TADOELAKO TO KOELAWI.[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref> seperti halnya [[Suku Bare'e]] di [[Grup Poso-Tojo]]", padahal yang sebenarnya hanya [[Suku Bare'e]] lah yang percaya dan memiliki Roh Anitu, sementara To Kulawi yang memiliki adat istiadat dan budaya [[Suku Bare'e]] adalah To Kulawi bentukkan pemerintah [[Hindia Belanda]] yang seperti halnya orang-orang parigi yang dibawa pemerintah [[Hindia Belanda]] dari pulau Jawa dan beragama [[Kristen]]. Jadi seperti halnya tradisi "Tanaman sinagoeri dari danau poso" yang mempengaruhi orang Parigi supaya percaya bahwa orang parigi berasal dari Danau Poso ([[Suku Bare'e]]) bukan dari Teluk Palu yaitu tempatnya [[Suku Kaili]] berasal, seperti itulah [[Misionaris]] [[Kristen]] [[Belanda]] mempengaruhi dan mengajak suku-suku di [[Sulawesi Tengah]] untuk mengenal agama [[Kristen]], dan konon tradisi dan budaya dari [[Suku Bare'e]] ini jangkauan wilayahnya sampai ke wilayah [[Suku Mongondow]] di [[Sulawesi Utara]] terutama dalam hal [[Tari Moraego]], Tari Mokayori, Baju Kulit Kayu ([[Inodo]], Fuya), dll, hal tersebut bisa dibuktikan dengan peninggalan dokumen-dokumen di zaman [[Hindia Belanda]].
 
Tradisi dari umat [[Kristen]] di [[Grup Poso-Tojo|Tana Poso]] mengenai sausu dan parigi dipraktekkan oleh pemerintah [[Hindia Belanda]] yaitu mula-mula dengan membawa orang-orang dari pulau Jawa yang telah beragama [[Kristen]] ke wilayah [[Van Heiden Tot Christen|Poso-Tojo]] di [[Sulawesi]], setelah itu memaksakan suatu cerita Legenda atau tradisi dari [[Suku Bare'e]] kepada suku selain [[Suku Bare'e]], dan tahap akhir dari [[Misionaris]] [[Belanda]] di [[Sulawesi Tengah]] yaitu membawa orang-orang yang telah beragama [[Kristen]] yang telah terpengaruh tadi dari daerah asalnya ke wilayah Wotu, [[Luwu Timur]], dengan mengikuti Legenda Desa Pamona [[Watu Mpogaa]].<ref>LEGENDA DESA PAMONA (DORP PAMONA), halaman 5.[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918].</ref>
 
== Toraja Koro ==
{{Main|Toraja Koro}}
 
Tahun 1938, labelisasi Toraja oleh Kruyt bukannya tidak ditentang oleh para akademisi lainnya. [[Walter Kaudern]], seorang etnolog [[Swedia]], mengkritik penerapan istilah Toraja menjadi tiga wilayah oleh Kruyt.{{sfnm|Kaudern|1925b|1pp=2-3|Aragon|2000|2p=53}} Adalah Walter Kaudern seorang etnolog [[Swedia]] yang mengkritik penerapan label Toraja menjadi tiga wilayah oleh Kruyt.{{sfnm|Kaudern|1925b|1pp=2-3|Aragon|2000|2p=53}}
 
Karena sudah dibagi oleh Kruyt, Kaudern kemudian membagi lagi tiga kategori Toraja versi Kruyt menjadi empat kategori. Kaudern tetap mempertahankan kelompok [[Grup Poso-Tojo|Toraja Poso-Tojo]] (Timur) dan [[Suku Toraja|Toraja Sadang]] (Selatan) dan kemudian membagi [[Suku Kaili|Toraja Parigi-Kaili]] (Barat) menjadi kategori Toraja Palu dan Toraja Koro.{{sfnm|Kaudern|1925b|1pp=2-3|Aragon|2000|2p=6}} Sementara di selatan orang [[Bugis]] [[Kerajaan Luwu|To Luwu]]  masih menolak penerapan istilah Toraja bagi penduduk [[Sulawesi]] yang beragama [[Kristen]].{{sfn|Aragon|2000|p=4}}
 
== Referensi ==