Suku Mee: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdiel wee (bicara | kontrib) Perbaikan kesalahan ketik Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(26 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3:
|native_name = ''Bunani Mee'', ''Ekari''
|image = Twilmakayame-20220718-0001.jpg
|caption = Wanita asli suku Mee mengenakan ''moge'', [[pakaian adat]] dari kulit kayu.
|population = 172.000<ref name="Mee1"/>
|popplace = [[Papua Tengah]]
Baris 12:
'''Suku Mee''', dikenal juga sebagai '''Bunani Mee''' atau '''Ekari''', adalah sebuah [[Kelompok etnis]] yang mendiami kawasan [[Pegunungan Tengah, Papua|pegunungan]] di Provinsi [[Papua Tengah]], Indonesia. Suku ini mendiami wilayah pegunungan [[Kabupaten Nabire]], [[Kabupaten Dogiyai]], [[Kabupaten Deiyai]], [[Kabupaten Paniai|Paniai]], dan pegunungan bagian barat [[Kabupaten Mimika]] yang termasuk kedalam wilayah adat [[Mee Pago]].<ref>{{cite book|author=Carmel Budiardjo & Soei Liong Liem|title=West Papua: The Obliteration Of A People|year=1988|publisher=TAPOL|isbn=0-9506-7515-6}}</ref> Suku Mee mayoritas beragama [[Kristen]], dan sebagian beragama [[Islam]] di pesisir [[Kabupaten Nabire]].
== Budaya ==
== Signifikansi epidemiologis ==▼
===Baju adat===
Pada tahun 1970-an, investigasi dilakukan oleh [[Ikatan Dokter Indonesia]] yang prihatin dengan tingginya angka orang Mee yang dirawat di rumah sakit karena luka bakar. Studi tersebut mengungkapkan banyak orang Mee menderita [[sistiserkosis]] yang disebabkan oleh [[cacing pita babi]], ''Taenia solium'', yang sebelumnya tidak ditemukan di [[Pulau Papua]]. Akibatnya, banyak yang menderita kejang saat berada di dekat api, melukai diri mereka sendiri dalam prosesnya. Babi yang terinfeksi cacing pita kemungkinan terbawa dari daerah lain (seperti Pulau Bali dengan kuliner daging mentah ''[[Lawar]]'') di Indonesia yang endemik cacing pita.<ref name="Yanagida Swastika Dharmawan Sako 2021"/> Diperparah pula dengan tradisi orang Mee mengkonsumsi daging babi dengan cepat (tanpa diketahui tetangga) sehingga masih belum matang seluruhnya.<ref>"How the West (Papua) Was Won." Cultural Survival. N.p., Dec. 1987. Web. 12 Apr. 2017.</ref> Walaupun berdasarkan analisa genetika dari sampel ''Taenia solium'' dari Pulau Papua dan Pulau Bali, sampel cacing Papua lebih dekat dengan garis turunan cacing pita lain asal Asia dibanding dengan sampel cacing Bali dan wilayah lain di Indonesia, yang menandakan garis keturunan cacing pita paling tua berasal dari Papua dan tidak berasal dari introduksi modern dari populasi cacing pita asal Bali.<ref name="Yanagida Swastika Dharmawan Sako 2021">{{cite journal | last=Yanagida | first=Tetsuya | last2=Swastika | first2=Kadek | last3=Dharmawan | first3=Nyoman Sadra | last4=Sako | first4=Yasuhito | last5=Wandra | first5=Toni | last6=Ito | first6=Akira | last7=Okamoto | first7=Munehiro | title=Origin of the pork tapeworm Taenia solium in Bali and Papua, Indonesia | journal=Parasitology International | publisher=Elsevier BV | volume=83 | year=2021 | issn=1383-5769 | doi=10.1016/j.parint.2021.102285 | page=102285}}</ref>▼
Pakaian adat tradisional suku Mee adalah ''[[koteka]]'' untuk pria dan ''moge'' untuk wanita. Koteka dibuat dari [[labu air]] yang sudah tua. Pangkal labu tersebut dipotong dan kemudian dikubur di dalam abu panas hingga keras. Setelah itu isi dan biji dari labu dibuang kemudian dikeringkan lagi diatas perapian selama dua minggu. Lalu bagian luar dihaluskan dan diikat dengan tali penahan di bagian bawah. Untuk diikat pada tubuh menggunakan tali dari anggrek ''koteka ma taboma''. Terdapat tiga jenis koteka, koteka pendek yang digunakan sehari-hari, koteka panjang merupakan bentuk paling umum dan digunakan untuk acara adat seperti pelantikan, dan koteka bengkok yang juga digunakan untuk upacara adat.<ref name="Degei etal 2023">{{cite journal | last=Degei | first=Benyamin | last2=Kameubun | first2=Konstantina| last3=Antoh | first3=Alfed A.| title=PEMANFAATAN TUMBUHAN UNTUK PAKAIAN TRADISIONAL SUKU MEE DI KAMPUNG WIYOGEI DISTRIK KAMUU UTARA KABUPATEN DOGIYAI PAPUA | journal= Nova Guinea | publisher=Universitas Cendrawasih | volume=14 | issue=1| year=2023 | page=178–189}}</ref>
{{multiple image
| align = center
| width = 250
| background color = white
| image_style=background-color:white; border:none;
| image1 =Enarotali - de pater poseert met enige Christen-Kepaukoes, Bestanddeelnr 144-0851.tif
|caption1=''moo mogee'' dan ''duga mogee''
| image2 = Vrolijke Kepaukoe-vrouwen in Enaroltali, de bestuurspost aan de Wisselmeren, Bestanddeelnr 143-0830.tif
|caption2 = ''dane mogee''
}}
''Mogee'' merupakan rok bagi kaum perempuan yang dibuat dari pintalan kulit batang kayu. Ada sekitar dua belas jenis tumbuhan yang bisa digunakan seperti ''poyade'' ([[melinjo]]), ''damiyo'' ([[sukun]]), ''wogedoka'' (sejenis [[Artocarpus]]), ''kepiai'' (sejenis [[Phaleria]]), ''woge''/''timo''/''gimowigi'' (sejenis [[Ficus]]), ''gai (Ficus copiosa)'', ''jimo'' (sejenis [[Wangsal|Aglaia]]), ''tiyuwa (Pipturus argenteus)'', dan ''toya'' ([[anggrek serat]]). Batang kayu dikupas dan diremas untuk mengeluarkan getah dan kemudian dikeringkan selama dua minggu. Kemudian kulit batang kayu tersebut dipukul-pukul untuk dilebarkan. Kemudian dirobek dan dipintal hingga menjadi benang. Benang tersebut kemudian dipintal dengan kulit batang anggrek untuk membentuk rok, ''toya agiya'' ([[noken]] anggrek), ''kaganepa'' (gelang), tali koteka, dan anyaman lainnya. Terdapat tiga model ''mogee'' yaitu ''moo mogee'' berbentuk rok rumbai dipakai untuk anak dan orang dewasa, ''dane mogee'' dipakai oleh orang yang belum kawin, dan ''duga mogee'' dipakai oleh orang yang sudah kawin.<ref name="Degei etal 2023"/>
=== Rumah tradisional ===
[[Berkas:Emawa Mee.png|jmpl|200px|ki|Rumah adat emawa Suku Mee]]
Rumah tradisional suku Mee disebut ''Emawa/Yame Owa'' (rumah laki laki), ''Yagamo Owa'' (rumah perempuan), ''Yuwu Owa'' (rumah pesta adat), ''Daba Owa'' (rumah pondok beristirahat), ''Bedo Owa'' (kandang ayam), dan ''Ekina Owa'' (kandang babi).<ref name="h158">{{cite web | last=Travel | first=Viral Food | title=Rumah Adat Papua, Ada 3 Jenis selain Honai | website=kumparan | date=2021-05-17 | url=https://kumparan.com/viral-food-travel/rumah-adat-papua-ada-3-jenis-selain-honai-1vlACUNiz8g | language=id | access-date=2024-07-24}}</ref>
▲== Signifikansi epidemiologis ==
▲Pada tahun 1970-an, investigasi dilakukan oleh [[Ikatan Dokter Indonesia]] yang prihatin dengan tingginya angka orang Mee yang dirawat di rumah sakit karena luka bakar. Studi tersebut mengungkapkan banyak orang Mee menderita [[sistiserkosis]] yang disebabkan oleh [[cacing pita babi]], ''Taenia solium'', yang sebelumnya tidak ditemukan di [[Pulau Papua]]. Akibatnya, banyak yang menderita kejang saat berada di dekat api, melukai diri mereka sendiri dalam prosesnya. Babi yang terinfeksi cacing pita kemungkinan terbawa dari daerah lain (seperti Pulau Bali dengan kuliner daging mentah ''[[Lawar]]'') di Indonesia yang endemik cacing pita.<ref name="Yanagida Swastika Dharmawan Sako 2021"/> Diperparah pula dengan tradisi orang Mee mengkonsumsi daging babi dengan cepat (tanpa diketahui tetangga) sehingga masih belum matang seluruhnya.<ref>"How the West (Papua) Was Won." Cultural Survival. N.p., Dec. 1987. Web. 12 Apr. 2017.</ref> Walaupun berdasarkan analisa genetika dari sampel ''Taenia solium'' dari Pulau Papua dan Pulau Bali, sampel cacing Papua lebih dekat dengan garis turunan cacing pita lain asal Asia dibanding dengan sampel cacing Bali dan wilayah lain di Indonesia, yang menandakan garis keturunan cacing pita paling tua berasal dari Papua dan tidak berasal dari introduksi modern dari populasi cacing pita asal Bali.<ref name="Yanagida Swastika Dharmawan Sako 2021">{{cite journal | last=Yanagida | first=Tetsuya | last2=Swastika | first2=Kadek | last3=Dharmawan | first3=Nyoman Sadra | last4=Sako | first4=Yasuhito | last5=Wandra | first5=Toni | last6=Ito | first6=Akira | last7=Okamoto | first7=Munehiro | title=Origin of the pork tapeworm Taenia solium in Bali and Papua, Indonesia | journal=Parasitology International | publisher=Elsevier BV | volume=83 | year=2021 | issn=1383-5769 | doi=10.1016/j.parint.2021.102285 | page=102285}}</ref>
== Representasi di media ==
Baris 59 ⟶ 43:
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{Suku-stub}}▼
[[Kategori:Suku bangsa di Papua Tengah|Mee]]
[[Kategori:
▲{{Suku-stub}}
|