Karna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(12 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 14:
| Gelar = raja
| Profesi = raja
| Istri = ''[[istri Karna|Tidak disebutkan namanya]]''. {{br}}Dalam kisah adaptasi, namanya berbeda-beda: [[Istri Karna| Wrusali, Supriya, Padmawati, Ponnuruvi, atau Surtikanti]]
| Anak = [[Wresasena]], Sudama, Satrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasena, Citrasena, Susarma, Wresaketu, Ratnamala dan Srutasena<ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08082.htm</ref><ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08048.htm</ref>
| Ayah = [[Surya]] (''de facto''){{br}} [[Adirata]] (angkat)
Baris 37:
 
== Pemahkotaan sebagai Raja Angga ==
[[Berkas:Coronation of Karna.jpg|ka|jmpl|Pemahkotaan Karna oleh [[Duryodana]]. Ilustrasi dari ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press.]]
Setelah para pangeran [[Dinasti Kuru]] menamatkan pendidikan, [[Drona]] mempertunjukkan hasil didikannya di hadapan para bangsawan dan rakyat [[Hastinapura]], ibu kota [[Kerajaan Kuru]]. Setelah melalui berbagai tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa [[Arjuna]]—Pandawa yang ketiga—adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah. Tiba-tiba Karna muncul menantang Arjuna sambil memamerkan kesaktiannya. [[Resi]] [[Krepa]] selaku pendeta istana meminta Karna supaya memperkenalkan diri terlebih dahulu karena untuk menghadapi Arjuna haruslah dari golongan yang sederajat. Mendengar permintaan itu, Karna pun tertunduk malu. [[Duryodana]]—yang sulung di antara seratus Korawa—maju membela Karna. Duryodana berkata bahwa keberanian dan kehebatan tidak harus dimiliki oleh kaum [[kesatria]] saja. Ia menambahkan bahwa apabila peraturan mengharuskan demikian, maka ia sudah memiliki jalan keluar. Ia mendesak ayahnya, yaitu [[Dretarastra]] raja Hastinapura, supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di [[Kerajaan Angga|Angga]]. Dretarastra tidak mampu menolak permintaan putra kesayangannya itu. Pada hari itu juga, Karna resmi dinobatkan menjadi raja Angga.
 
Baris 43 ⟶ 42:
 
== Penolakan Dropadi ==
[[File:Arjuna's feat of archery.jpg|thumb|Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan [[sayembara]] memperebutkan [[Dropadi]], yang dimenangkan oleh [[Arjuna]].]]
[[Dropadi]] adalah putri [[Kerajaan Pancala]] yang kecantikannya membuat banyak raja dan pangeran datang untuk melamar, termasuk [[Duryodana]]. Dalam hal ini, [[Drupada]] (raja Pancala) telah mengumumkan sebuah [[sayembara]] memanah bagi siapa saja yang ingin memperistri putrinya tersebut. Sayembara tersebut ialah memanah boneka ikan yang berputar di atas arena, tetapi tidak boleh melihatnya secara langsung, melainkan melalui bayangannya yang terpantul di dalam baskom berisi minyak. Akan tetapi, jangankan membidik boneka tersebut, mengangkat busur pusaka Kerajaan Pancala saja para peserta tidak ada yang sanggup, termasuk Duryodana yang perkasa sekalipun.
 
Karna maju setelah sahabatnya mengalami kegagalan. Dengan penuh rasa hormat, ia berhasil mengenai sasaran sayembara. Tiba-tiba Dropadi menyatakan keberatan apabila Karna memenangkan sayembara, karena dirinya tidak mau menikah dengan anak seorang [[kusir]]. Karna sakit hati mendengarnya. Ia menyebut Dropadi sebagai wanita sombong dan pasti menjadi perawan tua karena tidak ada lagi peserta yang mampu memenangkan sayembara sulit tersebut selain dirinya. Ucapan Karna membuat [[Drupada]] merasa khawatir. Raja Pancala itu pun membuka pendaftaran baru untuk siapa saja yang ingin menikahi Dropadi, tanpa harus berasal dari golongan ksatriya. [[Arjuna]] yang saat itu sedang menyamar sebagai [[brahmana]] maju mendaftarkan diri. Sayembara tersebut akhirnya berhasil dimenangkan olehnya. Arjuna kemudian mempersembahkan Dropadi kepada ibunya sebagai oleh-oleh terbaik. Tanpa melihat yang sebenarnya, [[Kunti]] langsung memutuskan supaya "oleh-oleh" tersebut dibagi berlima. Akibatnya, kelima [[Pandawa]] pun bersama-sama menikahi Dropadi sebagai istri mereka, demi melaksanakan amanat sang ibu.
 
== Pembalasan untukPenghinaan Dropadi ==
[[Arjuna]] kemudian mempersembahkan [[Dropadi]] kepada ibunya sebagai oleh-oleh terbaik. Tanpa melihat yang sebenarnya, [[Kunti]] langsung memutuskan supaya "oleh-oleh" tersebut dibagi berlima. Akibatnya, kelima [[Pandawa]] pun bersama-sama menikahi Dropadi sebagai istri mereka, demi melaksanakan amanat sang ibu.
 
Beberapa waktu kemudian, para Pandawa berhasil membangun sebuah kerajaan indah bernama [[Indraprastha]] yang membuat pihak [[Korawa]] merasa iri. Melalui permainan [[dadu]] yang sangat licik, mereka berhasil merebut Indraprastha dari tangan Pandawa, termasuk kemerdekaan kelima bersaudara itu. Pada puncaknya, [[Yudistira]] (Pandawa tertua) dipaksa mempertaruhkan Dropadi demi melanjutkan permainan. Dropadi akhirnya jatuh pula ke tangan Korawa. [[Duryodana]] kemudian menyuruh [[Dursasana]], adiknya untuk menyeret Dropadi dari kamarnya. Dropadi pun dijambak dan diseret oleh Korawa nomor dua itu menuju ruang permainan.
Baris 55 ⟶ 54:
 
== Pusaka Indrastra ==
[[File:Karan_offering_an_old_poor_man,_bent_with_age_and_destitution,_a_Kavach_that_is_embedded_in_his_arms_and_is_retrieved_by_culling_with_a_knife.jpg|thumb|Karna (tengah) mempersembahkan [[baju zirah]] sakti kepada Dewa [[Indra]] yang menyamar menjadi [[brahmana]], sementara istrinya memalingkan muka dalam kegalauan ― adegan dari ''[[Mahabharata]]'' yang dilukis oleh Bamapada Banerjee.|alt=]]
[[Berkas:Indra gives Indrashakti to Karna.jpg|ka|300px|jmpl|[[Indra]] menganugerahkan pusaka Indrastra kepada Karna. Ilustrasi dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press.]]
 
Apabila Karna dilahirkan [[Kunti]] melalui anugerah [[Dewa]] [[Surya]], maka, [[Arjuna]] lahir melalui anugerah [[Dewa]] [[Indra]]. Menyadari kesaktian Karna, Indra merasa cemas kalau Arjuna sampai kalah jika bertanding melawan putra Surya itu. Maka, Indra pun bersiasat merebut baju pusaka Karna dengan menyamar sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun. Rencana Indra diketahui oleh Surya. Ia pun memberi tahu Karna, tetapi Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.
 
Baris 65:
Setelah pertemuan dengan [[Kresna]], esok harinya Karna bertemu dengan [[Kunti]]. Kunti menemui putra sulungnya itu saat bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya "ibu" dan sudi bergabung dengan para [[Pandawa]]. Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia menolak bergabung dengan pihak Pandawa dan tetap menganggap [[Radha (Mahabharata)|Radha]] sebagai ibu sejatinya. Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam perang kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali [[Arjuna]].
 
== PerselisihanPerang dengan BismaKurukshetra ==
=== Perselisihan dengan Bisma ===
[[Perang di Kurukshetra|Perang besar]] antara kedua pihak tersebut akhirnya meletus. Pihak [[Korawa]] memilih [[Bisma]] (bangsawan senior [[Hastinapura]]) sebagai panglima mereka. Terjadi pertengkaran di mana Bisma menolak Karna berada di dalam pasukannya, dengan alasan Karna terlalu sombong dan suka meremehkan kekuatan [[Pandawa]]. Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi ikut berperang apabila pasukan Korawa masih dipimpin oleh Bisma.
 
Bisma akhirnya roboh pada pertempuran hari kesepuluh. Tokoh tua itu terbaring di atas ratusan panah yang menembus tubuhnya. Karna muncul melupakan semua dendam untuk menyampaikan rasa prihatin. Bisma mengaku bahwa ia hanya pura-pura mengusir Karna supaya tidak bertempur melawan Pandawa. Bisma mengetahui jati diri Karna sebagai kakak para Pandawa setelah diberi tahu oleh [[Narada]] (maharesi [[kahyangan]]). Seperti halnya [[Kresna]] dan [[Kunti]], Bisma juga menyarankan supaya Karna bergabung dengan para Pandawa. Namun sekali lagi Karna menolak saran tersebut.
 
=== Pertempuran melawan Gatotkaca ===
[[Berkas:Karna kills Ghatotkacha.jpg|ka|jmpl|300px|Lukisan pertempuran Karna melawan [[Gatotkaca]], dari zaman [[kemaharajaan Wijayanagara]] ({{circa}} 1670).]]
Kehadiran Karna sejak hari kesebelas segera membangkitkan semangat pihak [[Korawa]]. Ia menyarankan agar [[Duryodana]] memilih [[Drona]] sebagai pengganti Bisma, dengan alasan Drona merupakan guru sebagian besar sekutu Korawa. Dengan terpilihnya Drona maka persaingan antara para pendukung Korawa memperebutkan jabatan panglima dapat dihindari.
 
Baris 78 ⟶ 79:
Sesuai janji [[Indra]], Shakti Konta pun musnah hanya dalam sekali penggunaan. [[Kresna]] selaku penasihat pihak [[Pandawa]] merasa senang karena dengan demikian, nyawa [[Arjuna]] bisa terselamatkan. Ia mengetahui kalau selama ini Karna mempersiapkan Shakti Konta untuk membunuh Arjuna.
 
=== Menjadi panglima pasukan Korawa ===
[[Berkas:Wayang Painting of Bharatayudha Battle.jpg|jmpl|ka|Di sisi kiri, Adipati Karna dikusiri [[Salya]], melawan Arjuna yang dikusiri Kresna di sisi kanan. Wayang [[lukisan kaca Cirebon]].]]
Setelah [[Drona]] gugur pada hari kelima belas, [[Duryodana]] menunjuk Karna sebagai panglima yang baru. Karna maju perang dengan [[Salya]] raja [[Kerajaan Madra|Madra]] sebagai kusir keretanya, dengan harapan bisa mengimbangi [[Arjuna]] yang dikusiri [[Kresna]]. Salya sendiri sakit hati karena merasa direndahkan oleh Karna. Sambil mengemudikan kereta ia gencar memuji-muji kesaktian Arjuna untuk menakut-nakuti Karna.
 
Pada hari keenam belas, Karna berhasil mengalahkan [[Yudistira]], [[Bimasena]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]], tetapi tidak sampai membunuh mereka sesuai janjinya di hadapan [[Kunti]] dulu. Karna kemudian bertanding melawan Arjuna. Keduanya saling berusaha membunuh satu sama lain. Ketika Karna mengincar leher Arjuna menggunakan panah Nagasatra, diam-diam Salya memberi isyarat pada Kresna. Kresna pun menggerakkan keretanya sehingga panah pusaka tersebut meleset hanya mengenai mahkota Arjuna. Pertempuran tersebut akhirnya tertunda oleh terbenamnya matahari.
 
=== Pertempuran terakhir ===
[[Berkas:Death of Karna.jpg|jmpl|ka|Karna mendorong roda keretanya yang terperosok ke dalam lumpur pada saat perang [[Baratayuda]]. Peristiwa ini terjadi sesaat menjelang kematiannya di tangan [[Arjuna]].]]
Pada hari ketujuh belas, perang tanding antara Karna dan [[Arjuna]] dilanjutkan kembali. Setelah bertempur dalam waktu yang cukup lama, kutukan atas diri Karna pun menjadi kenyataan. Ketika Arjuna membidiknya menggunakan panah [[Pasupati]], salah satu roda keretanya terperosok ke dalam lumpur sampai terbenam setengahnya. Karna tidak peduli, ia pun membaca mantra untuk mengerahkan kesaktiannya mengimbangi Pasupati. Namun, kutukan kedua juga menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu yang pernah ia pelajari dari [[Parasurama]].
Baris 99 ⟶ 100:
[[Berkas:Karna-kl.jpg|kiri|jmpl|Karna dalam bentuk [[wayang]] versi [[Surakarta]].]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangpop van karbouwenhuid voorstellende Karna TMnr 809-164s.jpg|kiri|jmpl|Karna dalam bentuk wayang versi [[Bali]].]]
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], terdapat beberapa perbedaan mengenai kisah hidup Karna dibandingkan dengan versi aslinya. Menurut versi ini, Karna mengetahui jati dirinya bukan dari [[Kresna]], melainkan dari [[Narada|Batara Narada]]. Dikisahkan bahwa, meskipun Karna mengabdi pada [[Duryodana]], tetapi ia berani menculik calon istri pemimpin [[Korawa]] tersebut yang bernama Surtikanti putri [[Salya]]. Keduanya memang terlibat hubungan asmara. Orang yang bisa menangkap Karna tidak lain adalah [[Arjuna]]. Pertarungan keduanya kemudian dilerai oleh Narada dengan menceritakan kisah pembuangan Karna sewaktu bayi dulu. Karna dan Arjuna kemudian bersama-sama menumpas pemberontakan Kalakarna raja Awangga, seorang bawahan Duryodana. Atas jasanya itu, Duryodana merelakan Surtikanti menjadi istri Karna, bahkan Karna pun diangkat sebagai raja [[Kerajaan Angga|Awangga]] menggantikan Kalakarna. Dari perkawinan itu lahir dua orang putra bernama Warsasena dan Warsakusuma. Adapun versi ''[[Mahabharata]]'' menyebut nama putra Karna adalah Wresasena, sedangkan nama istrinya adalah Wrusali.
 
Perbedaan selanjutnya ialah pusaka Konta yang diperoleh Karna bukan anugerah [[Batara Indra]], melainkan dari [[Batara Guru]]. Menurut versi ini Senjata Konta disebut dengan nama ''Kuntawijayadanu'', sebenarnya akan diberikan kepada Arjuna yang saat itu sedang bertapa mencari pusaka untuk memotong tali pusar keponakannya, yaitu [[Gatotkaca]] putra [[Bimasena]]. Dengan bantuan [[Batara Surya]], Karna berhasil mengelabui Batara Narada yang diutus Batara Guru untuk menemui Arjuna. Surya yang menciptakan suasana remang-remang membuat Narada mengira Karna adalah Arjuna. Ia pun memberikan Kuntawijaya kepadanya. Setelah menyadari kekeliruannya, Narada pun pergi dan menemukan Arjuna yang asli. Arjuna berusaha merebut Kuntawijaya dari tangan Karna. Setelah melewati pertarungan, Arjuna hanya berhasil merebut sarung pusaka itu saja. Meskipun demikian, sarung tersebut terbuat dari kayu Mastaba yang bisa digunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca. Anehnya, sarung Kunta kemudian masuk ke dalam perut Gatotkaca menambah kekuatan bayi tersebut. Kelak, Gatotkaca tewas di tangan Karna. Kuntawijaya musnah karena masuk ke dalam perut Gatotkaca, sebagai pertanda bersatunya kembali pusaka dengan sarung pembungkusnya.
Baris 109 ⟶ 110:
Surtikanti datang ke Kurusetra bersama [[Adirata]]. Melihat suaminya gugur, Surtikanti pun bunuh diri di hadapan Arjuna. Adirata sedih dan berteriak menantang Arjuna. Bimasena muncul menghardik ayah angkat Karna tersebut sehingga lari ketakutan. Namun malangnya, Adirata terjatuh dan meninggal seketika.
 
=== Dalam sastraSastra Jawa Baru ===
Dalam versi Jawa, Karna juga dikenal dengan nama Suryaputra, Basukarna, dan Adipati Karna. Kesetiaan Karna kepada sumpah satrianya untuk membela Duryudana, meskipun harus ditebus dengan kematiannya, telah mengilhami KGPAA [[Mangkunegara IV]] untuk menulis ''Serat Tripama'' ([[bahasa Jawa|Jw.]], tiga perumpamaan) dalam bentuk ''tembang [[macapat]] Dhandhanggula'' dengan huruf dan bahasa Jawa.<ref>{{aut|Kamajaya}}. 1984. ''Tiga Suri Teladan, kisah kepahlawanan tiga tokoh wayang'': 58-85. Yogyakarta:UP Indonesia.</ref>
 
Baris 119 ⟶ 120:
* {{cite book|last=Brockington|first=J. L.|year=1998|url=http://books.google.com/books?id=HR-_LK5kl18C|title=The Sanskrit Epics|publisher=[[BRILL]]|isbn=9004102604|accessdate=25 November 2013|ref=harv}}
* Buitenen, Johannes Adrianus Bernardus, 1978. ''[http://books.google.com.au/books?id=wFtXBGNn0aUC The Mahābhārata]''. 3 volumes (translation / publication incomplete due to his death). University of Chicago Press.
* {{cite book|title=Karna|url=https://archive.org/details/karnabravegenero0000unse|author= Kamala Chandrakant|coauthors=|publisher=Amar Chitra Katha|year=2009|isbn=81-89999-49-4 }}
* Desai, Ranjit. ''Radheya''. ISBN 81-7766-746-7
* [[Ramdhari Singh 'Dinkar'|Dinkar, Ramdhari Singh]]. ''The Sun Charioteer: a poetic rendering of Karna's life, his dharma, his friendship and tragedies.'' Rashmirathi; रश्मिरथी / रामधारी सिंह "दिनकर (in Hindi)