Pernikahan Adat Mandailing: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IHLubis (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(10 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Pernikahan adat Mandailing''' adalah upacara pernikahan tradisional suku Mandailing di Sumatera Utara yang melibatkan pemilihan pasangan melalui peran keluarga dan adat, serta pertukaran mahar sebagai tanda persetujuan. Upacara ini melibatkan serangkaian tahapan, seperti Manghamburhon, Mamborong, Marhata, Mangulang Simbolon, dan Maongi Ijuk. Selama upacara, pengantin mengenakan busana adat Mandailing, sementara musik tradisional dan tari-tarian khas Mandailing sering dihadirkan untuk menghibur tamu. Perkawinan antara anggota marga yang sama Dihindari, memperkuat peran marga dalam pernikahan. Pernikahan adat Mandailing adalah salah satu upacara penting yang mempertahankan warisan budaya dan identitas suku Mandailing.<ref>{{Cite book|last=Maisaroh|first=Harahap|date=2021|url=https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/59635/1/MAISAROH%20HARAHAP%20-%20SPs.pdf|title=Tradisi Adat Pernikahan Batak Angkola|location=Jakarta|publisher=Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta|pages=89|url-status=live}}</ref>
{{Sedang ditulis}}
 
'''Markobar''' adalah sebuah kegiatan yang yang merupakan salah satu teradisi lisan yang di lakukan di Mandialing Natal, Markobar sendiri memiliki artian "berbicara' ''mangecek'' jika dalam bahasa Mandailing. Berbicara yang dimaksud yaitu berbicara dengan menggunakan keterampilan saat menyampaikannya, ketrampilan ini mengacu pada penyampaian ide, gagasan, dan tujuan tertentu dengan kata-kata dan kalimat
 
Pernikahan biasannya disebut juga dengan ''orja siria'' ''on'' yang berarti pesta pernikahan.<ref>{{Cite web|last=LUBIS|first=FAUZIAH KHAIRANI|title=Kearifan Mandailing dalam Tradisi Markobar|url=https://media.neliti.com/media/publications/75345-ID-kearifan-mandailing-dalam-tradisi-markob.pdf|access-date=2023-10-18}}</ref>
 
== Perlu Difahami ==
Baris 14 ⟶ 10:
 
"Falsafah Dalihan Na Tolu" adalah dasar sistem kekerabatan dan interaksi sosial dalam masyarakat Tabagsel dan Angkola-Mandailing. Prinsip-prinsip ini membantu membimbing interaksi dan hubungan dalam masyarakat, serta mencerminkan nilai-nilai seperti kesatuan, kerjasama, kebijaksanaan, dan penghargaan terhadap keturunan dan keluarga.
 
== Tahapan Pernikahan ==
Tahapan perkawinan dalam adat Angkola-Mandailing adalah serangkaian proses atau upacara yang harus dilalui oleh pasangan yang akan menikah dalam tradisi Angkola-Mandailing. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai setiap tahapan dalam perkawinan tersebut:
 
# ''Marsapa Boru'' (Menanyakan) ''marsapa boru'' yang merupakan tahap paling awal awal dalam tradisi pernikahan. Sebelum tahap ini, ada penyelidikan yang dilakukan oleh kedua belah pihak terhadap calon pasangan. Ini melibatkan pengecekan terhadap garis keturunan calon pasangan, evaluasi perilaku mereka (baik buruknya), pengecekan apakah ada lamaran dari pihak lain, dan pertimbangan lain yang relevan.Selama tahap ''marsapa boru'', keluarga dari calon mempelai laki-laki, yang terdiri dari kahanggi (orang tua atau wakil keluarga) dan ''anak boru'' (keluarga besar atau kerabat), pergi ke rumah calon mempelai perempuan (mora) untuk mengajukan pertanyaan apakah anak gadis tersebut setuju untuk menjalin pernikahan dengan calon mempelai laki-laki dari keluarga yang datang meminang (anak boru). Calon mempelai perempuan akan ditanya tentang kesetujuannya terhadap pernikahan tersebut. Jika calon mempelai perempuan menyetujui dan keluarganya juga menyetujuinya, maka akan ditentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya dalam rangkaian proses pernikahan.
# ''Marsapa Batang Boban'' ( Mempertanyakan seberapa besar mahar) Pihak calon mempelai pria mengirimkan tanda cinta, biasanya berupa seserahan, kepada keluarga calon mempelai wanita sebagai tanda seriusnya niat mereka untuk menikah. ''marsapa batang boban'' adalah tahap pernikahan kedua yang melibatkan pembicaraan tentang besarnya mahar atau tuhor yang harus ditanggung oleh keluarga calon mempelai laki-laki (anak boru). Pada tahap ini, keluarga calon mempelai laki-laki hadir bersama dengan kahanggi (orang tua atau wakil keluarga) dan anak boru (keluarga besar atau kerabat). Sementara itu, dari keluarga calon mempelai perempuan, hadir orang tua (mora), kahanggi, atau hatobangon, dan anak boru. Sebelum adanya teknologi seperti yang ada sekarang, ''marsapa boru'' dan ''marsapa batang boban'' biasanya dilakukan pada hari atau pertemuan yang berbeda. Namun, sejak adanya perangkat komunikasi seperti telepon, serta pertimbangan lain seperti jarak dan keterbatasan untuk berkumpul, ''marsapa boru'' dan ''marsapa batang boban'' kini dapat dilakukan pada hari atau pertemuan yang sama. Besarnya ''batang boban'' (mahar) yang akan ditetapkan oleh pihak mora akan diberitahu oleh pihak kahanggi melalui telepon kepada orang tua dari calon mempelai laki-laki yang sudah menunggu di rumah, tanpa harus pulang terlebih dahulu. Setelah tahap ''marsapa batang boban'' selesai, mereka akan sepakat untuk menentukan hari atau pertemuan selanjutnya untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
# ''Topot Kahanggi Tompas Bona Bulu'' merupakan merupakan mendatangi kelompok kita yang berada di desa yang di tinggali. Kahanggi merupakan bagian dari ''dalihan na tolu.'' Topot kahanggi adalah kegiatan di rombongan dari dari pihak mempelai laki-laki yang terdiri dari kahanggi dan anak boru bertandang ke rumah anak boru pusako (anak boru mora yang berada di kampung tersebut) dan pada hari yang ditentukan akan berangkat bersama menuju rumah mora untuk melaksanakan tahapan selanjutnya yaitu patibal sere. Topot kahanggi dilakukan karena mempelai laki-laki dan mempelai perempuan berbeda kampung. Jika seandainya berada dalam kampung yang sama maka topot kahanggi tidak diperlukan. Ketika bertandang ke rumah kahanggi (anak boru pusako) keluarga mempelai laki-laki membawa 1 ayam jago, beras ketan 5 liter (1 suat), gula aren 1 kg, 3 kelapa dan uang yang harus dibayarkan sesuai kesepakatan sebelumya. Hata topot kahanggi tompas bona bulu berikut ini dilakukan di rumah adat yang sudah dihadiri patik-patik paradaton (mora, kahanggi, anak boru, mora ni mora, na tobang na toras, hatobangon dan harajaon) saat tahapan patibal sere.
# Patibal Sere pihak calon mempelai wanita menjawab tanda cinta dari calon mempelai pria dengan memberikan persetujuan untuk melanjutkan pernikahan. ''Patibal sere'' merupakan tradisi pernikahan tahap ketiga yang dilakukan setelah jumlah ''batang boban'' telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pihak dari calon mempelai laki-laki pada hari yang ditentukan berangkat bersama rombongan yang terdiri dari kahanggi dan anak boru menuju rumah keluarga mempelai perempuan (mora) untuk mengantar emas atau uang (''patibal sere)''. Setiap akan memulai pembicaraan atau markobar pihak keluarga mempelai laki-laki terlebih dahulu memberikan burangir (manyurdu). Tahapan patibal sere yang dihadiri patik-patik paradaton ini dilakukan untuk menyerahkan emas atau uang yang diletakkan pada induri (tampah) yang dilapisi kain panjang dan ujung daun pisang kepada mora.
# Martahi Pabuat Boru: Tahap ini melibatkan berbagai upacara seperti "mambaen sada karejo" (mengatur harta bawaan), "manginjam panjamaan" (meminjam pakaian adat), dan lain-lain. Ini adalah tahap persiapan lebih lanjut untuk pernikahan. ''Hata Marsapa Manyurdu: Assalamualaikum wr.wb. Pamuruda pamarae di lombang ni sialogo, marguru do hami manyapai, harana hami on inda mamboto. Baen adongdo burangir na ipataya-taya ni anak boru nami ja na marsapa boti marguruma dah on sanga padedo hami surdu anso bisa doma hami mandokon hatana. Assalamualaikum wr.wb.''
# Mata ni Horja Adaboru: Upacara yang melibatkan langkah-langkah seperti "mangalap ari dohot atia" (mengumpulkan beras dan uang sebagai sumbangan), "oncot langka sian mora" (pemotongan kambing), dan lainnya, sebagai persiapan lebih lanjut. ''Hata Marsapa Manyurdu: Assalamualaikum wr.wb. Yabo ia mora nami dah, songoni na tobang dohot na toras, songoni ompui rajai sian bagas godang. Baen adong dontong na ngot-ngot di ipon, na tungkol boti di bagasan ngadol, na sangkot syair di bagasan ni roha, ja na marsapa boti na marguruma hami sanga les pade dope hami surdu napuran nami on, anso bisa doma hami mamangkal hata. Botima hatana. Assalamualaikum wr.wb.''
# Martahi Horja Alaklai: Tahap persiapan yang melibatkan "marsapa sanga" (menyembelih kerbau), "tarbaen sada karejo salaas pasahat arina" (mengatur persiapan makanan), dan lain-lain. ''Marsapa Sanga Turut Margodang Ni Roha Hata Marsapa Manyurdu Assalamualaikum wr.wb. Yabo ia mora nami dah, songoni na tobang dohot na toras, songoni maradu parkouman sisolkot sasudena. Baen les na adong dopentong hata angkan na jamitaon, hata angkon na sidokonon maradopkon na tobang dohot na toras, tarlobi-lobi mora niba na sian bagas on. Baen adongdo di son burangir na ipataya-taya ni anak boru nami, padedo hami surdu anso bisa doma iba mamangkal hatana. Assalamualaikum wr.wb.''
# Mata ni Horja Alaklal: Upacara terkait dengan persiapan bangunan pernikahan, meliputi "patuaekkon tu tapian raya bangunan" (pembangunan dinding bangunan), "hamamulak na dua simanjujung sian tapian raya bangunan" (pemasangan dua tiang besar di depan bangunan), dan lainnya. ''Hata Marsapa Manyurdu Assalamualaikum wr.wb. Baen adongdo di son burangir nami, burangir sirara uruk na bontar nian di pamalosi. Baen onma adat ni ompunta sundut marsundut na so ra buruk mulai sian na jolo lopus tu sannari. Onma na ipataya-taya ni barisan ni anak boru nami, ja na marsapa boti na marguru sanga padedo hami surdu anso bisa doma hami mamangkal hatana. Assalamualaikum wr.wb.''
# Marulak Ari: Tahap akhir, yaitu pelaksanaan pernikahan itu sendiri. ''Marulak ari'' adalah kegiatan bersilaturahmi yang dilakukan keluarga dari kedua mampelai. Pada hari yang ditentukan setelah selesai pesta pernikahan di rumah mempelai laki-laki (biasanya tidak lebih dari tujuh hari setelah pesta), keluarga dari mempelai laki-laki berangkat bersama rombongan yang terdiri dari kedua mempelai, orang tua, kahanggi dan anak boru menuju rumah mora (keluarga mempelai perempuan). Rombongan yang datang membawa oleh-oleh berupa makanan dan sekaligus memberi tahu bahwa kedua mempelai sudah diresmikan secara adat dan mempelai laki-laki sudah memiliki gelar/nama adat.<ref>{{Cite book|last=A.Pulungan|first=Alpi|last2=Kasibuan|date=Irfan|title=Markobar Sidang Adat Angkola-Mandailing|location=Jakarta|publisher=A Publishing|isbn=9786233064682|pages=5|url-status=live}}</ref>
 
== Referensi ==