Globalisasi di Korea Selatan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
saya menambahkan gambar |
k ~cite |
||
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 13:
=== Globalisasi Neo-liberal ===
[[Krisis Ekonomi 1997|Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998]] telah menyebabkan kemunduran perekonomian di Asia, termasuk di Korea Selatan. Korea Selatan memiliki rasio utang ekuitas yang tinggi diikuti oleh profitabilitas yang rendah karena adanya inkonsistensi dalam tata kelola perusahaan, yang menjadi hambatan utama. Pemerintah harus mereformasi kebijakan negaranya untuk memperbaiki kondisi Korea Selatan dan sangat didukung oleh banyak pihak, terutama IMF dan ''[[Chaebol|chaebols]]'' yang berkontribusi terhadap kondisi politik, ideologi, dan sosial dalam negeri.
Selanjutnya pada abad ke-21, pada masa pemerintahan [[Lee Myung-bak]], globalisasi menjadi kebijakan intu yang ditunjukkan dengan Korea yang mengedepankan "Global Korea" sebagai slogan negaranya. Kebijakan ini mendorong [[Internasionalisasi dan pelokalan|internasionalisasi]], partisipasi dalam gerakan global dan bantuan internasional yang akan menarik investasi asing. Selain itu, Korea Selatan menerapkan globalisasi neo-liberal karena konsep yang didasarkan pada gagasan berorientasi pasar dengan kapitalisme yang longgar dan memperhitungkan konsep pasar "bebas".<ref>{{Cite journal|last=Lee|first=Sook Jong|last2=Hewison|first2=Kevin|date=2010-05|title=Introduction: South Korea and the Antinomies of Neo-Liberal Globalisation|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00472331003597539|journal=Journal of Contemporary Asia|language=en|volume=40|issue=2|pages=181–187|doi=10.1080/00472331003597539|issn=0047-2336}}</ref> Pemerintah mempraktikan "globalisasi yang lebih dalam" unutk mengatasi krisis, keterbelakangan teknologi, dan isu-isu upah buruh yang rendah untuk menjadi pemimpin pasar yang modern dan terglobalisasi. Penerapan kebijakan tersebut akan mendorong Korea menjadi negara global.<ref>{{Cite journal|last=Lee|first=Sook Jong|last2=Hewison|first2=Kevin|date=2010-05|title=Introduction: South Korea and the Antinomies of Neo-Liberal Globalisation|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00472331003597539|journal=Journal of Contemporary Asia|language=en|volume=40|issue=2|pages=181–187|doi=10.1080/00472331003597539|issn=0047-2336}}</ref> Kebijakan neo-liberal ditetapkan di Korea Selatan sebagaimana adanya perjanjian sebelumnya dengan IMF pada saat krisis keuangan dimana Korea Selatan harus membuat perjanjian hukum untuk mengikuti peraturan IMF untuk membangun kembali Korea Selatan ketika paket dana talangan diberikan.<ref>{{Cite journal|last=Shin|first=Kwang-Yeong|date=2010-05|title=Globalisation and the Working Class in South Korea: Contestation, Fragmentation and Renewal|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00472331003597554|journal=Journal of Contemporary Asia|language=en|volume=40|issue=2|pages=211–229|doi=10.1080/00472331003597554|issn=0047-2336}}</ref> Perjanjian IMF telah secara efektif meningkatkan perekonomian Korea Selatan selama periode tersebut.
Baris 20:
== Pengembangan Budaya ==
[[Berkas:Red Velvet at Korea Popular Music Awards red carpet on December 20, 2018.png|jmpl|K-pop berpengaruh kuat dalam pengembangan budaya dan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan.]]
Sejak Korea Selatan memulai globalisasi, fokus ekonomi Korea beralih ke konten media dan budaya pada tahun 1990an, dan [[Kebudayaan Korea|budaya Korea]] mendapat pengakuan dunia pada abad ke-21. Budaya Korea Selatan digemari oleh negara-negara Asia lainnya, terutama untuk drama televisi yang memikat pemirsa Asia.<ref>{{Cite journal|last=Shim|first=Doobo|date=2006-01|title=Hybridity and the rise of Korean popular culture in Asia|url=http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0163443706059278|journal=Media, Culture & Society|language=en|volume=28|issue=1|pages=25–44|doi=10.1177/0163443706059278|issn=0163-4437}}</ref> Salah satu drama televisi tersukses yang mempromosikan Korea adalah [[:en:Winter_Sonata|Winter Sonata]]. Acara ini menarik popularitas besar di Jepang karena 38% populasi Jepang menonton pertunjukan tersebut. Winter Sonata telah memikat pemirsa Jepang dengan naskah yang ditulis dengan baik, chemistry yang menarik, dan pemandangan Korea yang indah. Drama ini adalah salah satu film Korea berpengaruh yang berkontribusi terhadap perkembangan budaya dan perkembangan film Korea Selatan di masa depan.<ref>{{Cite journal|last=Han|first=Hee‐Joo|last2=Lee|first2=Jae‐Sub|date=2008-06|title=A Study on the KBS TV Drama Winter Sonata and its Impact on Korea's Hallyu Tourism Development|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10548400802092593|journal=Journal of Travel & Tourism Marketing|language=en|volume=24|issue=2-3|pages=115–126|doi=10.1080/10548400802092593|issn=1054-8408}}</ref> Selain itu, fenomena ini meningkatkan antusiasme orang asing untuk mengunjungi kota-kota di Korea Selatan, yang kemudian dikenal sebagai pariwisata [[Gelombang Korea|Hallyu (Korean Wave)]].<ref>{{Cite journal|last=Han|first=Hee‐Joo|last2=Lee|first2=Jae‐Sub|date=2008-06|title=A Study on the KBS TV Drama Winter Sonata and its Impact on Korea's Hallyu Tourism Development|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10548400802092593|journal=Journal of Travel & Tourism Marketing|language=en|volume=24|issue=2-3|pages=115–126|doi=10.1080/10548400802092593|issn=1054-8408}}</ref> Fenomena Hallyu terjadi karena bantuan globalisasi yang melibatkan [[liberalisasi]] pasar dan [[deregulasi]] segmen budaya. Hallyu telah menjadi bagian dari proses globalisasi dalam cara setiap negara beradaptasi terhadap perubahan. Korea Selatan selama ini mengandalkan sektor manufaktur, dan pemerintah Korea Selatan melihat adanya prospek potensial dalam mengekspor produk budaya, sehingga menarik perhatian publik.<ref>{{Cite web|title=The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of Chinese, Japanese, and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas|url=http://www.kci.go.kr/kciportal/landing/article.kci?arti_id=ART001674940|website=www.kci.go.kr|doi=10.21588/dns.2012.41.1.005|access-date=2023-10-14}}</ref>
Baris 34 ⟶ 35:
== Pengembangan Pendidikan ==
Korea menerapkan kebijakan [[wajib belajar]] 6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun pendidikan menengah. Fakta bahwa pendidikan telah menjadi bagian penting di Korea Selatan terlihat dari tekanan dan jumlah jam belajar yang dialami pelajar Korea Selatan. Siswa sekolah menengah khususnya biasanya belajar dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore dan akan melanjutkan ke ruang belajar dan berangkat setelah jam 10 malam. Selain itu, biaya kuliah tambahan juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari pelajar Korea Selatan.<ref>{{Cite book|last=Lee|first=Jaerim|last2=Son|first2=Seohee|date=2018|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-3-319-77589-0_2|title=Family Life Education in South Korea|location=Cham|publisher=Springer International Publishing|isbn=978-3-319-77588-3|pages=17–31}}</ref> Fenomena ini dimulai pada tahun 1945 ketika [[pendidikan dasar]] massal diperkenalkan dengan kurang dari 5 persen penduduk yang mengenyam pendidikan [[sekolah dasar]]. Terjadi perbaikan besar-besaran setelah lima dekade karena sebagian besar penduduknya sudah [[Melek aksara|melek]] huruf dan 90 persen penduduknya lulus [[Sekolah Menengah Atas|sekolah menengah atas]].<ref name=":0">{{Cite book|last=Seth|first=Michael J.|date=2002|title=Education fever: society, politics, and the pursuit of schooling in South Korea|url=https://archive.org/details/educationfeverso0000seth|location=Honolulu|publisher=Univ.of Hawaiʿi Press [u.a.]|isbn=978-0-8248-2534-8|series=Hawaiʿi studies on Korea}}</ref> Selama periode ini, jumlah siswa Korea Selatan yang mendaftar perguruan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan sebagian besar negara di Eropa, dan kualitas pendidikan keterampilan [[matematika]] dan [[sains]] di siswa sekolah dasar dan menengah Korea Selatan melebihi negara-negara lain.<ref name=":0" />
Karena pasar yang sangat kompetitif di Korea, perusahaan memandang bahwa pendidikan tinggi di institusi elit mencerminkan nilai-nilai individu; oleh karena itu, lulus dari sekolah elit menunjukkan keberhasilan di pasar tenaga kerja.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Lee|first=Sunhwa|last2=Brinton|first2=Mary C.|date=1996-07|title=Elite Education and Social Capital: The Case of South Korea|url=https://www.jstor.org/stable/2112728?origin=crossref|journal=Sociology of Education|volume=69|issue=3|pages=177|doi=10.2307/2112728}}</ref> Pesatnya pertumbuhan institusi pendidikan di Korea Selatan terjadi karena perubahan struktur sosial dan ekonomi dari tahun 1965 hingga 1990, mengubah struktur pekerjaan.<ref name=":1" /> Selain itu, perubahan tersebut melibatkan pertumbuhan pekerjaan kerah putih, yang menuntut angkatan kerja yang berpendidikan tinggi. Sistem pendidikan tinggi Korea Selatan didasarkan pada [[hierarki]] sekolah di mana jurusan tertentu harus dipilih saat masuk.<ref name=":1" /> Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah mengembangkan kebijakan profesi guru yang disebut 'Langkah Komprehensif untuk Mengembangkan Profesi Guru', yang diangkat pada tahun 2001.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Kim|first=Jeong Won|date=2004-07|title=Education reform policies and classroom teaching in South Korea|url=http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09620210400200122|journal=International Studies in Sociology of Education|language=en|volume=14|issue=2|pages=125–146|doi=10.1080/09620210400200122|issn=0962-0214}}</ref> Kebijakan tersebut mencakup peningkatan gaji dan jumlah guru serta pengurangan beban kerja dengan fokus utama pada peningkatan tingkat pendidikan guru hingga [[magister]].<ref name=":2" />
|