Ratu Shima: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
KingDjepara (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(13 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{about|ratu Kalingga|ratu sekaligus pendiri Funan|Soma (Funan)}}{{infobox royalty
| name = Ratu Shima▼
| title = Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara
▲|name = Ratu Shima
|
| reign = 674 - 695
| predecessor = [[Kartikeyasingha]]
| successor = [[Ratu Parwati]]
[[Jay Shima|Narayana]]
| birth_name = Shima
| birth_date = 611 M
| birth_place = {{negara|Indonesia}} [[
| death_date = 695 M
| death_place = {{negara|Indonesia}} [[Keling, Jepara|Kalingga]],
|
|
[[Jay Shima|Narayana]]
|
| father = [[Dapunta Selendra]]
|
}}
'''Shima''' adalah Permaisuri Raja [[Kartikeyasingha]] yang menjadi raja Kalingga saat berpusat di Kalinggapura, Jateng (594–782) M.
== Biografi ==
Ratu Sima adalah putri seorang pendeta di wilayah [[ Jawa kuno ]]. Ia dilahirkan tahun [[611]] M di sekitar wilayah yang disebut [[ Keling Jepara]]. Ia menjadi istri pangeran Kartikeyasingha. Pernikahan Kartikeyasingha dengan Ratu Shima melahirkan dua orang anak, yaitu Dewi Parwati dan Narayana (Iswara). Ratu Shima adalah pemeluk Hindu Siwa yang taat.
Parwati, anak Ratu Shima, menikah dengan putera mahkota [[Kerajaan Galuh]] yang bernama Sang Jalantara atau Rahyang Mandiminyak dan menjadi raja [[Kerajaan Galuh]] ke-2 dengan gelar Prabu [[Suraghana]] (702-709) M dan berputri Dewi Sanaha. Dewi Sanaha dan Bratasenawa atau Prabu [[Sanna]] menikah memiliki anak yang bernama [[Sanjaya, Rakai Mataram]] ([[723]] - [[732]] M) yang kemudian [[703]]/[[704]] M, Sanjaya menikahi Dewi Sekar Kancana (Teja Kancana Ayupurnawangi) putri Rakyan Sundasembawa (mati muda) putra [[Sri Maharaja Tarusbawa]], cucu [[Sri Maharaja Tarusbawa]] dari [[Kerajaan Sunda]] sehingga Maharaja Harisdarma sempat menjadi raja [[Kerajaan Galuh]] (ia merebut kembali tahta Galuh tahun [[723]] M dari tangan Purbasora yang merebut tahta Galuh tahun [[716]] M dari Prabu [[Sanna]], ayahnya) dan raja [[Kerajaan Sunda]] (menerima tahta dari kakek mertuanya, [[Sri Maharaja Tarusbawa]]) tahun [[723]] M sehingga ia menjadi Maharaja [[Sunda]] dan [[Galuh]] ([[723]]-[[732]]) M.<ref>^^Menurut [[Carita Parahyangan]] Cicit Ratu Shima adalah [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] yang menjadi Raja [[Kerajaan Galuh|Galuh]], dan menurut [[Prasasti Canggal]] adalah pendiri [[Kerajaan Medang]] di Mataram. Berdasarkan [[Naskah Wangsakerta]] disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir [[Tarumanegara]], yang diwarisi oleh Kerajaan [[Galuh]] dan [[Sunda]].</ref>▼
Dewi Parwati, anak Ratu Shima, menikah dengan putra mahkota [[Kerajaan Galuh]] yang bernama Sang Jalantara dan menjadi raja [[Kerajaan Galuh]] ke-2 dengan gelar Prabu [[Suraghana]] (702-709) M dan berputri Dewi Sannaha.
Maharaja [[Linggawarman]], penguasa terakhir [[Tarumanagara]] (666-669) M, mempunyai 2 orang putri, yaitu yang sulung bernama ''Dewi [[Manasih]]'' menjadi istri [[Sri Maharaja Tarusbawa]], menerima tahta Kerajaan [[Tarumanagara]] dari mertuanya, lalu mendirikan [[Kerajaan Sunda]] ([[669]] M dan puteri yang kedua bernama ''Dewi [[Sobakancana]]'' menjadi isteri [[Dapunta Hyang]] Sri Jayanasa, yang mendirikan [[Kerajaan Sriwijaya]] ([[671]] M. denny▼
Dewi Sannaha dan Prabu [[Sanna]] menikah memiliki anak yang bernama [[Sanjaya, Rakai Mataram]] ([[723]] - [[732]] M) yang kemudian [[703]]/[[704]] M, Sanjaya menikahi Dewi Sekar Kancana (Teja Kancana Ayupurnawangi) putri Rakyan Sundasembawa (mati muda) putra [[Sri Maharaja Tarusbawa]], cucu [[Sri Maharaja Tarusbawa]] dari [[Kerajaan Sunda]].
▲
▲Maharaja [[Linggawarman]], penguasa terakhir [[Tarumanagara]] (666-669) M, mempunyai 2 orang putri, yaitu yang sulung bernama ''Dewi [[Manasih]]'' menjadi istri [[Sri Maharaja Tarusbawa]], menerima tahta Kerajaan [[Tarumanagara]] dari mertuanya, lalu mendirikan [[Kerajaan Sunda]]
== Hubungan Luar Negeri ==
Tahun [[500]] M Pulau [[Sumatra]] dikuasai dua kerajaan kuat, yaitu Kerajaan Pali (Utara) dan Kerajaan Melayu Sribuja (di timur) yang beribu kota [[Palembang]].
Sedangkan Kerajaan [[Sriwijaya]] baru merupakan kerajaan kecil di [[Jambi]]. Tahun [[676]] M Kerajaan Pali dan Mahasin (Singapura) ditaklukan [[Sriwijaya]]. Tahun [[683]] M, Kerajaan [[Sriwijaya]] berhasil menaklukan Kerajaan Melayu.
Ekspansi [[Sriwijaya]] terhadap Kerajaan Melayu yang masih memiliki kekerabatan dengan [[Kalingga|Keling]] tentu sangat mengganggu hubungan dengan Keling. Maka, Sriwijaya mencoba mencairkan hubungan dengan [[Kerajaan Sunda]] dan [[Kalingga|Keling]].
Kerajaan Keling pun ditawari persahabatan, namun menolak karena sakit hati atas penyerangan Sriwijaya terhadap Melayu, yang merupakan kerabat [[Kalingga|Keling]] mengingat Ratu Shima dan Ibunda Kartikeyasinga berasal dari wilayah Kerajaan Melayu Sribuja yang beribu kota di [[Palembang]].
Ketegangan antara Sriwijaya dan Keling menajam sehingga keduanya sudah mempersiapkan pasukan dalam jumlah besar namun, masih dapat dilerai oleh [[Sri Maharaja Tarusbawa]] dari [[Kerajaan Sunda]].
Sebagai sahabat dan kerabat sehingga [[Sri Jayanasa]] mengurungkan niatnya menyerang [[Kalingga|Keling]], karena Keling adalah kerabat [[Kerajaan Sunda]]. Keadaan ini berlangsung hingga Sri Jayanasa wafat tahun [[692]] M dan digantikan oleh Dharmaputra (692 - 704).
== Pemerintahan Ratu Shima ==
Dalam pemerintahan Ratu Shima, Kerajaan [[Kalingga|Keling]] aman karena keturunan Kalingga ada yang jadi raja di [[Kerajaan Sunda]] dan [[Galuh]]. Terutama karena sikap tegas dan dia sangat dicintai rakyatnya.
Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur.
Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar tentang kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu.
Tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya.
Mulanya Sang Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran.<ref>{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973 edisi cetak ulang ke-5 1988|location =Yogyakarta|page =37 }}</ref>
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Keling sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus penasaran.
Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua kepercayaan Hindu Budha).
Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima juga mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama Subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian melahirkan istilah Tanibhala, atau masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam.
Kerajaan Kalingga beratus tahun yang lalu bersinar terang emas penuh kejayaan. Memiliki Maharani Sang Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di banyak negeri. Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya luar biasa, amat dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan.
▲Tahun [[500]] M Pulau [[Sumatra]] dikuasai dua kerajaan kuat, yaitu Kerajaan Pali (Utara) dan Kerajaan Melayu Sribuja (di timur) yang beribu kota [[Palembang]]. Sedangkan Kerajaan [[Sriwijaya]] baru merupakan kerajaan kecil di [[Jambi]]. Tahun [[676]] M Kerajaan Pali dan Mahasin (Singapura) ditaklukan [[Sriwijaya]]. Tahun [[683]] M, Kerajaan [[Sriwijaya]] berhasil menaklukan Kerajaan Melayu. Ekspansi [[Sriwijaya]] terhadap Kerajaan Melayu yang masih memiliki kekerabatan dengan [[Kalingga]] tentu sangat mengganggu hubungan dengan Kalingga. Maka, Sriwijaya mencoba mencairkan hubungan dengan [[Kerajaan Sunda]] dan [[Kalingga]]. Langkah diplomatik dilakukan antara [[Kerajaan Sriwijaya]] dengan [[Kerajaan Sunda]] yang sama-sama, sebagai menantu Maharaja [[Linggawarman]] dalam sebuah prasasti yang ditulis dalam dua bahasa, Melayu dan Sunda, jalinan persaudaraan dan persahabatan kemudian dikenal dengan istilah '''Mitra Pasamayan''' (inti isi perjanjiannya, untuk tidak saling menyerang dan harus saling membantu).<ref>http://akibalangantrang.blogspot.co.id/2010/04/mitra-pasamayam.html</ref>
Bahkan konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadap muka dengannya, apalagi menantang. Situasi ini justru membuat Ratu Shima amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.<ref>http://www.kompasiana.com/gusblero/maharani-shima_54f5ed6da333115b7c8b45de</ref>
== Pembagian Kerajaan ==
Sebelum wafat, Kerajaan Keling dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram/ Keling Utara (dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M) bersama suaminya Rahyang Mandiminyak atau Prabu [[Suraghana]] selanjutnya Sang Sena atau Prabu [[Sanna]].
Di bagian selatan disebut Bumi Sambara/ Keling Selatan dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar ''Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala''' (695 M-742) M.
Sanjaya (cucu Parwati) putra Prabu [[Sanna]] dengan Dewi Sannaha, cicit Maharani [[Shima]] dan Dewi Sudiwara putri Dewasingha (cucu Narayana) menjadi suami isteri. Pernikahan mereka dikaruniai putra bernama [[Rakai Panangkaran]] yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di [[Jawa Tengah]].
== Prasasti Sojomerto ==
Baris 83 ⟶ 109:
:''Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.'' <ref>https://yoedana.wordpress.com/2011/09/15/prasasti-sojomerto/</ref><ref>https://wiki-indonesia.club/wiki/Prasasti_Sojomerto</ref>
==
Ratu Sima putri Hyang Syailendra putra Santanu mangkat tahun [[695]] M, 3 tahun sesudah Sri Jayanasa, Raja Sriwijaya meninggal [[692]] M.
Baris 96 ⟶ 122:
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh wanita]]
[[Kategori:Wanita Indonesia abad ke-
|