Wayang kulit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Inufact (bicara | kontrib)
Amangkubumi (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(17 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 27:
}}
 
'''''Wayang kulit''''' ({{lang-jv|ꦮꦪꦁ​ꦏꦸꦭꦶꦠ꧀ꦮꦪꦁꦏꦸꦭꦶꦠ꧀}}) adalah bentuk tradisional dari kesenian [[wayang]] yang aslinya ditemukan dalam budaya [[Jawa]] dan [[Bali]] di [[Indonesia]].<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=HdVkAAAAMAAJ&q=wayang+kulit|title=Javanese Wayang Kulit: An Introduction|last1=Ness|first1=Edward C. Van|last2=Prawirohardjo|first2=Shita|date=1980|publisher=Oxford University Press|isbn=9780195804140|language=en}}</ref> Narasi wayang kulit seringkali berkaitan dengan tema utama kebaikan melawan kejahatan.
 
Dalam kepercayaan dan sastra Jawa, wayang kulit diciptakan oleh Kanjeng [[Sunan Kalijaga]] yang merupakan sebagai anggota [[Wali Sanga|Wali Songo]] dan merupakan keturunan Bangsawan [[Ponorogo]], [[Aria Wiraraja|Arya Wiraraja]]. Kanjeng [[Sunan Kalijaga]] melihat masyarakat Indonesia terutama masyarakat suku Jawa yang menggemari pertunjukan [[Wayang beber|Wayang Beber]], dalam Islam melukis diatas kertas dianggap Haram (dilarang), maka dari itu Kanjeng [[Sunan Kalijaga]] memodifikasi bahan material dari karakter Wayang yang semula-mula terbuat dari [[Daluang]] (kertas Ponoragan) dan diganti menggunakan bahan dasar Kulit sapi, atau kerbau. Selain itu juga, wayang kulit digunakan sebagai syiar agama Islam jalur budaya tradisional.Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.
 
Seni perwayangan,khususnya wayang, diperkirakan sudah lahir di Indonesia pada zaman pemerintahan Airlangga, yang memerintah kerajaan Kahuripan(976-1012),Karya sastra Jawa yang menjadi sumber cerita wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia pada Abad 10, seperti kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa pemerint ahan Raja Dyah Balitung (989-910). Kitab ini disinyalir merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Para puangga tidak lagi hanya menyadur kitab-kitab dari mancanegara tetapi sudah mengubah dan membuat karya sastra dengan falsafah Jawa. Wayang kulit mulai di pertontonkan zaman pemerintahan Airlangga. Hal ini bisa dilihat dari beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu, yang menyebutkan kata-kata mawayang dan aringgit yang sudah ada menunjuk pada pertunjukan wayang yang dimaksud di sini adalah wayang kulit. Dengan demikian kesenian wayang kulit sudah ada sejak zaman Airlangga dan masih berlangsung sampai saat ini.
 
Wayang berasal dari kata "Ma [[Hyang]]" yang artinya menuju kepada roh [[spiritual]], [[dewa]], atau [[Tuhan]] Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna "bayangan", hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang [[kelir]] atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang [[dalang]] yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik [[gamelan]] yang dimainkan sekelompok [[nayaga]] dan [[tembang]] yang dinyanyikan oleh para [[pesinden]]. Dalang memainkan wayang kulit di balik [[kelir]], yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak ([[blencong]]), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang ([[lakon]]), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Baris 41 ⟶ 43:
Wayang kulit dibuat dari bahan kulit Kambing, Sapi Dan Kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, per buah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30&nbsp;cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda.
 
Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya, dilakukan pemasangan pada bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerakkan bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan [[prada]] <ref>{{Cite journal|last=Margen|first=Sendie Yuliarto|date=2022-04-30|title=Pengaruh Variasi Waktu Electroplating Terhadap Warna Emas Antik (Antique Gold) Pada Medali Dengan Material Zinc Alloy|url=http://dx.doi.org/10.36499/jim.v18i1.5991|journal=Jurnal Ilmiah MOMENTUM|volume=18|issue=1|pages=68|doi=10.36499/jim.v18i1.5991|issn=2406-9329}}</ref>yaitu kertas warna [[emas]] yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.
 
== Jenis-jenis wayang kulit berdasarkan daerah ==
Baris 47 ⟶ 49:
 
* [[Wayang purwa|Wayang Kulit Purwo]] (Ponorogo)
* [[Wayang Kulit Emas]] (Ponorogo)
* Wayang Kulit Gagrag Kedu
* [[Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta]]
* Wayang Kulit Gagrag Surakarta
* [[Wayang Kulit Gagrag Banyumasan]]
* [[Wayang Kulit Gagrag Jawa Timuran]]
* [[Wayang krucil|Wayang Krucil]]
* [[Wayang klithik|Wayang Klitik]]
Baris 71 ⟶ 73:
Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa Jawa, dalang (halang) berasal dari akronim ''ngu'''dhal''' piwu'''lang'''''. ''Ngudhal'' artinya membongkar atau menyebar luaskan dan ''piwulang'' artinya ajaran, pendidikan, ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan saja pada aspek '''tontonan''' (hiburan) semata, tetapi juga '''tuntunan'''. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan pengaruh baik pada permainan tersebut.
 
Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum [[Nartosabdo|Ki Narto Sabdo]] (SemarangKlaten, gaya SoloSurakarta), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas), almarhum [[Ki Timbul Hadiprayitno|Ki Timbul Hadi Prayitno]] (Yogyakarta), almarhum [[Hadi Sugito|Ki Hadi Sugito]] (Kulonprogo, Yogyakarta), Ki Soeparman (gaya Yogyakarta), [[Anom Suroto|Ki Anom Suroto]] (gaya Solo), almarhum [[Manteb Soedharsono|Ki Manteb Soedharsono]] (gaya Solo), [[Enthus Susmono|Ki Enthus Susmono]], Ki Agus Wiranto, almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur), almarhum Ki Sugino Siswocarito (gaya Banyumas). Sedangkan pesinden yang legendaris adalah almarhumah [[Nyi Tjondrolukito]].
 
== Lihat pula ==