Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) k Mengembalikan suntingan oleh Jesse redmans (bicara) ke revisi terakhir oleh RHKt Tag: Pengembalian |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(38 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 48:
|pop14 = 548.000
|region15 = '''{{Flagcountry|Singapore}}'''
|pop15 = '''
|region16 = '''{{Flagcountry|Netherlands}}'''
|pop16 = '''7.490'''
|langs=[[Bahasa Minang]], [[Bahasa Indonesia]], [[Bahasa Melayu Negeri Sembilan|Bahasa Minang-Negeri Sembilan]]
|rels=[[Islam]]
|related=[[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Kerinci|Kerinci]], [[Suku Aneuk Jamee|Aneuk Jamee]], [[Orang Sakai|Sakai]],[[Suku Kubu]],[[Suku Pesisir]],[[Suku Batak Toba]],[[Suku Melayu]]
}}
'''Minangkabau'''
Menurut [[A.A. Navis]], Minangkabau lebih merujuk kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki<ref name="Navis-1">{{cite book|last=Navis|first=A.A.|authorlink=A.A. Navis|year=1984|title=Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau|publisher=Grafiti Pers|location=Jakarta}}</ref> serta menganut sistem adat yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau [[matrilineal]],<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|publisher=Balai Pustaka|location=Jakarta}}</ref> walaupun budayanya sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. [[Thomas Stamford Raffles]], setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan [[Kerajaan Pagaruyung]], menyatakan bahwa Minangkabau ialah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kelak penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur.<ref name="MalayIdentity2001">{{cite journal|last=Reid|first=Anthony|journal=Journal of Southeast Asian Studies|title=Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities|volume=32|issue=3|year=2001|pages=295–313|url=|doi=10.1017/S0022463401000157}}</ref>
Masyarakat Minang bertahan sebagai penganut matrilineal terbesar di dunia.<ref>{{cite book|last=Evers|first=Hans Dieter|last2=Korff|first2=Rüdiger|year=2000|title=Southeast Asian Urbanism|publisher=Ed.2nd|location=LIT Verlag Münster|pages=188|ISBN=3-8258-4021-2|ref=Evers}}</ref><ref>{{cite book|last=Ong|first=Aihwa|last2=Peletz|first2=Michael G.|year=1995|title=Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia|publisher=University of California Press|pages=51|ISBN=0-520-08861-1|ref=Ong}}</ref> Selain itu, etnis ini telah menerapkan sistem proto-[[demokrasi]] sejak masa pra-[[Hindu]] dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang dalam pernyataan ''[[Adat bersendi syarak|
[[Daftar tokoh Minangkabau|
== Etimologi ==
Baris 69:
[[Berkas:Sumatra Ethnic Groups Map en.svg|jmpl|kiri|232px|Peta yang menunjukan wilayah penganut kebudayaan Minangkabau di pulau Sumatra.]]
Nama Minangkabau diyakini berasal dari dua kata, yaitu ''minang'' dan ''kabau''. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda yang dikenal di dalam [[Tambo Minangkabau|tambo]]. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing yang datang dari laut dan akan melakukan penaklukkan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu [[kerbau]]. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang masih menyusu lalu dikarantinakan serta dipuasakan beberapa hari sebelum pertempuan. Dalam pertempuran, anak kerbau dipasangkan tanduk runcing besi yang bernama ''Minang''. Anak kerbau yang masih menyusui tersebut menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama ''Minangkabau'',<ref name="Djamaris">{{cite book|last=Djamaris|first=Edwar|year=1991|title=Tambo Minangkabau|publisher=Balai Pustaka|location=Jakarta|pages=220-221|ISBN=978-979-1477-09-3}}</ref> yang berasal dari ucapan "''Manang kabau''" (menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam ''[[Hikayat Raja-raja Pasai]]'',
Dalam pujasastra [[Nagarakretagama]]<ref>{{cite book|last=Brandes|first=J.L.A.|year=1902|title=Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op Koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, Naar Het Eenige Daarvan Bekende Handschrift, Aangetroffen in de Puri te Tjakranagara op Lombok|ref=Brandes}}</ref> yang bertanggal 1365, disebutlah nama "Minangkabau" sebagai salah satu dari negeri yang ditaklukan [[Majapahit]]. Selain itu, dalam Tawarikh [[Dinasti Ming|Ming]] tahun [[1405]], terdapat nama kerajaan ''Mi-nang-ge-bu'' dari enam kerajaan yang mengirimkan utusan menghadap kepada [[Kaisar Yongle]] di [[Nanjing]].<ref>Geoff Wade, translator, ''Southeast Asia in the Ming Shi-lu: an open access resource'', Singapore: Asia Research Institute and the Singapore E-Press, National University of Singapore.</ref> Di sisi lain, nama "Minang" ([[kerajaan Minanga]]) itu sendiri juga telah disebutkan dalam [[Prasasti Kedukan Bukit]] tahun 682 yang ber[[bahasa Sanskerta]]. Dalam [[prasasti]] itu, dinyatakan bahwa pendiri kerajaan [[Sriwijaya]] yang bernama [[Dapunta Hyang]] bertolak dari "Minānga".<ref>{{cite book|last=Cœdès|first=George|year=1930|title=Les Inscriptions Malaises de Çrivijaya|publisher=BEFEO|ref=Cœdès}}</ref> Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris keempat (...minānga) dan kelima (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi "mināngatāmvan" dan diterjemahkan dengan makna ''sungai kembar''. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran [[Sungai Kampar]], yaitu ''Sungai Kampar Kiri'' dan ''Sungai Kampar Kanan''.<ref>{{cite book|last=Purbatjaraka|first=R.M. Ngabehi|year=1952|title=Riwajat Indonesia|publisher=Jajasan Pembangunan|location=Jakarta|ref=Purbatjaraka}}</ref> Namun pendapat ini dibantah oleh [[Johannes Gijsbertus de Casparis|Casparis]], yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata ''temu'' dan ''muara'' juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya.<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G. De|year=1956|title=Prasasti Indonesia II|publisher=Masa Baru|location=Bandung|ref=Casparis}} Dinas Purbakala Republik Indonesia.</ref> Oleh karena itu, kata ''Minanga'' berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan ''Minang'' itu sendiri.
[[Berkas:Flag of Minang.svg|jmpl|Bendera atau ''[[marawa]]'' yang digunakan [[Daftar suku Minangkabau|suku-suku Minangkabau]].]]
Namun, berdasarkan pemaparan dari [[Muhammad Taufiq Thaib|Sutan Muhammad Taufiq Thaib, S.H.]] bergelar Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung - Tuanku Mudo Mahkota Alam yang juga sebagai raja Pagaruyung secara simbolis sebelumnya, yang merupakan tokoh generasi keempat keturunan raja Pagaruyung yang terakhir berdaulat yaitu [[Sultan Alam Bagagarsyah]], disebutkan bahwa kata 'Minangkabau' berasal dari kata Bahasa Arab yaitu ''Mu'minan Kanabawiyah''.<ref>Wonderful Indonesia (15 April 2014). [https://m.youtube.com/watch?v=2Qc8ZijTbSc&pp=ygUvVHJhdmVsbGluZyB0byBXZXN0IFN1bWF0ZXJhIChKYXBhbmVzZSBMYW5ndWFnZSk%3D "Travelling to West Sumatera (Japanese Language)"]. ''YouTube''. Diakses pada sekitar tahun 2015 - 2017.</ref> Dengan demikian, Minangkabau diidentikkan dengan Islam, namun bukan berarti Minangkabau baru ada setelah Islam masuk ke Ranah Minang yang diketahui datang dari arah Pariaman di pesisir barat Sumatra (yang secara luas bermaksud [[Kota Pariaman]] dan [[Kabupaten Padang Pariaman]]) sebagaimana pepatah Minang yaitu "Syarak mandaki, adaik manurun" dan juga dari arah [[Kabupaten Siak|Siak]] di pesisir timur Sumatra sebagaimana adanya istilah "orang Siak" untuk orang yang lebih dalam ilmu agamanya. Nama 'Minangkabau' baru ada jauh kemudian setelah sekian lamanya telah terbentuk peradaban Minangkabau yang berawal dari [[Luak|Luhak Nan Tigo]] yang kemudian di sana muncul [[Kerajaan Pasumayan Koto Batu]] yang diketahui sebagai kerajaan yang pertama ada di sepanjang riwayat sejarah Minangkabau dengan rajanya yang bergelar Sri Maharajo Dirajo.
== Asal usul ==
{{See also|Tambo Minangkabau|Tombo Lubuk Jambi}}
Dari [[Tambo Minangkabau|tambo]] yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan [[Aleksander Agung|Iskandar Zulkarnain]]. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta, serta
Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat ''Austronesia'' yang melakukan migrasi dari daratan China
Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan ''darek'' yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan ''[[rantau]]''. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan
▲Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat ''Austronesia'' yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau [[Sumatra]] sekitar 2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatra, menyusuri aliran [[sungai Kampar]] sampai ke dataran tinggi yang disebut ''darek'' dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau.<ref>Graves (1981). hlm. 4.</ref> Beberapa kawasan ''darek'' ini kemudian membentuk semacam [[konfederasi]] yang dikenal dengan nama ''[[luhak]]'', yang selanjutnya disebut juga dengan nama ''Luhak Nan Tigo'', yang terdiri dari ''[[Luhak Limo Puluah]]'', ''[[Luhak Agam]]'', dan ''[[Luhak Tanah Data]]''.<ref name="Datuk"/> Pada masa pemerintahan [[Hindia Belanda]], kawasan ''luhak'' tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut ''[[afdeling]]'', dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama ''Tuan Luhak''.<ref name="Navis-1"/>
Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu. Namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan [[Suku Melayu|Melayu]] mulai digunakan untuk membedakan budaya [[matrilineal]] yang tetap bertahan pada etnis Minang, berbanding [[patrilineal]] yang dianut oleh masyarakat Melayu pada umumnya.<ref>{{cite book|last=Andaya|first=L.Y.|year=2008|title=Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka|url=https://archive.org/details/leavesofsametree0000anda|publisher=University of Hawaii Press|ISBN=0-8248-3189-6|ref=Andaya}}</ref> Namun demikian bukanlah bermaksud bahwa keduanya tidak berbeda, karena bisa dilihat jelas pada perbedaaan antara budaya, adat, dan bahasa, meskipun [[Suku Melayu|etnis Melayu]] itu sendiri mewarisi dan mengadopsi ''adat Temenggung'' yang berasal dari [[Lareh Koto Piliang]] yang merupakan satu dari dua ''lareh'' dalam adat Minangkabau, dimana [[Lareh Koto Piliang]] dicetuskan oleh [[Datuk Ketumanggungan|Datuak Katumangguangan]] dan yang satunya lagi yaitu [[Lareh Bodi Chaniago]] dicetuskan oleh [[Datuk Perpatih Nan Sebatang|Datuak Parpatiah Nan Sabatang]].
▲Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan ''[[rantau]]''. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan ''Rantau Nan Duo'' terbagi atas ''Rantau di Hilia'' (kawasan pesisir timur) dan ''Rantau di Mudiak'' (kawasan pesisir barat).<ref>{{cite journal|url=https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/30330/20060|title=Bagaimana Pola Komunikasi Keluarga Minangkabau Mempengaruhi Pelestarian Budaya dan Pengikisan Budaya?|date={{date|2020-06-26}}|access-date={{date|2020-11-30}}|first1=Dwi Rini Sovia|last1=Firdaus|first2=Djuara P.|last2=Lubis|first3=Endriatmo|last3=Soetarto|first4=Djoko|last4=Susanto|journal=Jurnal Komunikasi Pembangunan|volume=Vol.18|issue=02|pages=105|publisher=IPB Journal|issn=1693-3699|oclc=8621053567|doi=10.46937/18202030330|archive-date=2020-11-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20201127055639/http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/30330/20060|dead-url=no}}</ref>
[[Berkas:Suatu sore di Kapau.jpg|jmpl|Sebuah surau di [[Kapau, Tilatang Kamang, Agam|Kapau]], Kabupaten Agam]]
== Agama ==
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama [[Islam]]
Sebelum [[Islam]] diterima secara luas,
* {{cite journal|url=https://journal.staiyastispadang.ac.id/index.php/pi/article/view/12|author=Drs. Saharman, MA|first=|title=Surau Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Minangkabau|journal=Jurnal Pendidikan Islam|year=2017|eissn=2620-9772|pages=54{{ndash}}55|volume=Vol.1|issue=No.2|publisher=[[Sekolah Tinggi Agama Islam Yayasan Tarbiyah Islamiyah Padang|STAI YASTIS Padang]]|access-date=3 Desember 2020|archive-date=2020-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20200712003558/https://journal.staiyastispadang.ac.id/index.php/pi/article/view/12|dead-url=no}}
* {{cite book|last=Graves|first=Elizabeth E.|url=http://books.google.co.id/books?id=OuthL0q-9P0C&pg=PA46&dq=Tome+Pires+tiga+raja+minangkabau|title=Asal-Usul Elite Minangkabau Modern: Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=2007|pages=46|accessdate=3 Desember 2020|ISBN=979-461-661-3}}</ref>
Kedatangan [[Haji Miskin]], [[Haji Sumanik]], dan [[Haji Piobang]] dari [[Mekkah]] sekitar tahun 1803,<ref>{{cite book|last=Azra|first=Azyumardi|authorlink=Azyumardi Azra|year=2004|title=The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern "Ulamā" in the Seventeenth and Eighteenth Centuries|publisher=University of Hawaii Press|ISBN=0-8248-2848-8|ref=Azra}}</ref> memainkan peranan penting dalam penegakan [[Syariat Islam|hukum
[[Berkas:Randai Padang Panjang.jpg|jmpl|[[Randai]], sebuah pertunjukan kesenian yang dimainkan secara berkelompok.]]
Baris 98 ⟶ 102:
== Adat dan budaya ==
{{utama|Adat Minangkabau|Budaya Minangkabau}}
Menurut [[Tambo Minangkabau|tambo]], sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, [[Datuk Ketumanggungan|Datuak Katumangguangan]] dan [[Datuk Perpatih Nan Sebatang|Datuak Parpatiah Nan Sabatang]].
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah ''[[Tungku tigo sajarangan|Tungku Tigo Sajarangan]]''. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.<ref>{{cite book|last=Westenenk|first=L.C.|authorlink=|coauthors=|title=De Minangkabausche Nagari|publisher=Visser|year=1918|location=Weltevreden|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMUBL07:000001645:pdf|doi=|isbn=|page=59|ref=Westenenk|access-date=2019-05-15|archive-date=2020-06-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20200609163205/https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMUBL07:000001645:pdf|dead-url=no}}</ref>
Baris 107 ⟶ 111:
[[Matrilineal]] merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada [[ibu]] yang dikenal dengan ''Samande'' (se-ibu), sedangkan [[ayah]] mereka disebut oleh masyarakat dengan nama ''Sumando'' ([[ipar]]) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Salah satu ciri adat matrilinealisme Minangkabau adalah garis keturunan yang ditarik berdasarkan garis ibu, yang secara lebih luas kemudian membentuk kelompok kaum (''lineages'') dan suku (''clans''), dan penguasaan harta pusaka ada di tangan kaum ibu yang dipimpin oleh seorang wanita senior yang disebut bundo kanduang.<ref>{{cite journal|title= Bundo Kanduang: (hanya) Pemimpin di Rumah (Gadang)|author= Arifin Zainal|journal= Antropologi Indonesia|volume= 34|number= 2|year= 2013|issn= 1693-167X|page= 125|url= http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3968|access-date= 2020-11-18|archive-date= 2021-01-24|archive-url= https://web.archive.org/web/20210124195129/http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3968|dead-url= no}}</ref>
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan ''[[Bundo Kanduang]]''
<!--Matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada [[sanksi]] adat yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut. Pada setiap individu Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka—yang seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam [[Islam]]—hanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula, begitu seterusnya, sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun.<ref name="Kato"/>-->
Baris 115 ⟶ 119:
{{utama|Bahasa Minangkabau}}
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang [[rumpun bahasa Austronesia]]. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam [[
Meskipun memiliki bahasa sendiri, orang Minang juga menggunakan [[
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan
=== Kesenian ===
[[Berkas:Talempong.jpg|jmpl|kiri|150px|Sebuah pertunjukan kesenian [[talempong]], salah satu alat musik pukul tradisional Minangkabau.]]
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan.
''[[Silek]]'' atau [[Silat Minangkabau]] merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh [[Kepulauan Melayu]] bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan ''silek'' yang disebut dengan ''[[randai]]''. Randai biasanya diiringi oleh nyanyian atau disebut juga dengan ''[[sijobang]]'',<ref>{{cite book|title=Sijobang: Sung Narrative Poetry of West Sumatra|url=https://archive.org/details/sijobangsungnarr0000phil|last=Phillips|first=Nigel|year=1981|publisher=Cambridge University Press|ISBN=978-0-521-23737-6|ref=Phillips}}</ref> dalam randai ini juga terdapat seni peran (''acting'') berdasarkan [[skenario]].<ref>{{cite book|title=Theater and Martial Arts in West Sumatra: Randai and Silek of the Minangkabau|last=Pauka|first=K.|year=1998|publisher=Ohio University Press|ISBN=978-0-89680-205-6|ref=Pauka}}</ref>
Baris 142 ⟶ 146:
{{lihat pula|Arsitektur Minangkabau}}
[[Berkas:Balai, raadszaal, op Sumatra's Westkust KITLV 82838.tiff|jmpl|Bangunan "balai", tempat musyawarah petinggi daerah, circa 1895. Menggunakan atap gonjong.]]
Rumah adat Minangkabau disebut dengan ''Rumah Gadang'', yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut yang diwariskan secara turun temurun.<ref>{{cite book|last=Graves|first=Elizabeth E.|title=Asal usul Elite Minangkabau Modern: Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX|year=2007|publisher=Yayasan Obor Indonesia|location=Jakarta|ISBN=978-979-461-661-1|ref=Graves2}}</ref> Rumah adat ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang.<ref>{{cite book|last=Sayuti|first=Azinar|last2=Abu|first2=Rifai|title=Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Perwujudan Tanggapan Aktif Manusia Terhadap Lingkungan Daerah Sumatera Barat|year=1985|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah|pages=202|ref=Sayuti}}</ref> Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut ''gonjong''<ref>{{cite book|last=Navis|first=A.A.|authorlink=A.A. Navis|title=Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3|publisher=Grasindo|ISBN=979-759-551-X|ref=Navis2}}</ref> dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap [[seng]]. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah ''[[Rangkiang]]'' yang digunakan sebagai tempat penyimpanan [[padi]] milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut.
Hanya kaum perempuan bersama suaminya beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah Gadang
Dalam budaya Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan ''Rumah Gadang''. Hanya pada kawasan yang telah berstatus [[nagari]] saja rumah adat ini boleh ditegakkan. Oleh karenanya di beberapa daerah rantau Minangkabau seperti Riau, Jambi, Negeri Sembilan, pesisir barat Sumatera Utara dan Aceh, tidak dijumpai rumah adat bergonjong.<ref>{{cite journal|url=https://jurnalrekayasa.bunghatta.ac.id/index.php/JRFTSP/article/view/23|title=Persepsi Masyarakat Sumpu Terhadap Rumah Gadang (Pasca Rekonstruksi Rumah Gadang Siti Fatimah Dan Rumah Gadang Etek Nuraini|author1=Ariyati|author2=Al Busyra Fuadi|journal=Jurnal REKAYASA|volume=Vol.8|issue=No.1|page=56|issn=1412-0151|eissn=2622-9455|year=2018|publisher=[[Universitas Bung Hatta]]|access-date=20 Januari 2021|publication-date=30 Juli 2018|doi=10.37037/jrftsp.v8i1.23|doi-access=free|archive-date=2020-12-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20201201234936/https://jurnalrekayasa.bunghatta.ac.id/index.php/JRFTSP/article/view/23|dead-url=no}}</ref>
Baris 153 ⟶ 157:
Dalam adat budaya Minangkabau, [[perkawinan]] merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas [[Rumah Gadang]] mereka.
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut ''baralek'', mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan ''maminang'' (meminang), ''manjapuik marapulai'' (menjemput pengantin pria), sampai ''basandiang'' (bersanding di pelaminan). Setelah ''maminang'' dan muncul kesepakatan ''manantuan hari'' (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara [[Islam]] yang biasa dilakukan di [[masjid]], sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada [[nagari]] tertentu setelah ''[[ijab kabul]]'' di depan [[penghulu]] atau ''tuan kadi'', mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya.<ref>{{cite book|last=Idris|first=Soewardi|authorlink=|coauthors=|title=Sekitar Adat Minangkabau|publisher=Kulik-Kulik Alang, Himpunan Eks-Siswa SMP Negeri Solok Masa Revolusi, 1946-1949|year=2004|location=Jakarta|url=|doi=|isbn=|page=|ref=Idris}}</ref> Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan
=== Masakan khas ===
[[Berkas:Rendang daging sapi asli Padang.JPG|jmpl|220px|ka|[[Rendang]] daging sapi yang tengah dihidangkan dengan [[ketupat]].]]
{{utama|Masakan Padang}}
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya. Dengan
Masakan Minang mengandung bumbu [[rempah-rempah]] yang kaya, seperti [[cabai]], [[Serai dapur|serai]], [[lengkuas]], [[kunyit]], [[jahe]], [[bawang putih]], dan [[bawang merah]]. Beberapa
== Kekerabatan dan Sosial kemasyarakatan ==
===
{{utama|Daftar
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.<ref name="Datuk" />
Baris 185 ⟶ 190:
{{utama|Penghulu|Datuk di Minangkabau}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poserende Minangkabause mannen TMnr 10005045.jpg|jmpl|kiri|Pakaian khas suku Minangkabau pada tahun 1900-an.]]
[[Penghulu|Pangulu]] atau biasa yang digelari dengan [[datuk|datuak]], merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Pangulu biasanya adalah seorang laki-laki yang dipilih
Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku.<ref>{{cite book|last=Stibbe|first=|authorlink=|coauthors=|title=Het Soekoebestuur in de Padangsche Bovenlanden|publisher=|year=1869|location=|url=|doi=|isbn=|page=33}}</ref> Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
Baris 194 ⟶ 199:
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|jmpl|220px|ka|[[Istana Pagaruyung]] sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.]]
{{utama|Kerajaan Melayu|Dharmasraya|Kerajaan Pagaruyung}}
Dalam laporan [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|De Stuers]]<ref name="Stuers">{{cite book|last=De Stuers|first=Hubert Joseph Jean Lambert|authorlink=Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|coauthors=|title=Laporan Kepada Gubernur Jendral|publisher=|year=30 Agustus 1825|location=|url=|doi=|isbn=|page=33}} ''Exhibitum''. 24 Agustus 1826. No. 41.</ref> kepada pemerintah [[Hindia Belanda]], dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat di bawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa [[Yunani]] kuno.<ref>{{cite book|first=Robert Johnson|last=Bonner|coauthors=|title=Aspects of Athenian Democracy Vol. 11|publisher=University of California Press|year=1933|isbn=|pages=25-86|ref=Bonner}}</ref> Namun dari beberapa [[prasasti]] yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari [[Tambo Minangkabau|tambo]] yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau
Sistem kerajaan ini masih dijumpai di [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]], salah satu kawasan dengan komunitas masyarakat Minang yang cukup signifikan. Pada awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra ''[[Raja Alam|Raja Alam Minangkabau]]'' untuk menjadi raja mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam [[Sulalatus Salatin]].<ref name="negeri sembilan">{{Cite journal|last=Zed|first=Mestika|date=2010|title=Hubungan Minangkabau dengan Negeri Sembilan|url=http://repository.unp.ac.id/1681/1/MESTIKA%20ZED_201_10.pdf|journal=FIS UNP}}</ref>
== Minangkabau perantauan ==
[[Berkas:Modern Minangkabau Indonesian Architecture, Matraman, Jakarta.JPG|jmpl|kiri|Balairung Hotel di [[Jalan Matraman Raya (Jakarta)|Jalan Matraman]], [[Jakarta
Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya. Bagi laki-laki Minang merantau erat kaitannya dengan pesan nenek moyang ''karatau madang di hulu babuah babungo balun'' (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan dimaksud ''satinggi-tinggi tabangnyo bangau baliaknyo ka kubangan juo'' (setinggi-tingginya bangau terbang, kembalinya ke kubangan lagi). Ungkapan ini ditujukan agar
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.<ref>{{cite journal|url=http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/view/11970|title=Upaya Pemertahanan Bahasa Minangkabau Ragam Nonformal Pada Komunitas Seni Sakato di Kota Yogyakarta|author1=Shintia Dwi Alika|author2=Fathur Rokhman|author3=Haryadi Haryadi|journal=Jurnal Bahasa dan Sastra-LINGUA|volume=Vol.XIII|issue=No.2|page=194|publication-date=8 November 2017|publisher=[[Universitas Negeri Semarang]]|eissn=2549-3183|access-date=20 Januari 2021|archive-date=2020-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200703104717/https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/view/11970|dead-url=no}}</ref>
Baris 217 ⟶ 222:
|'''Persentase'''*
|-----
| [[Jabodetabek|Jakarta Raya]] || align="center" | 889.039 || align="center" | 3,18%▼
| [[Seremban]] || align="center" | 282.971 || align="center" | 50,9%<ref>{{cite web|title=Key Summary Statistics For Local Authority Areas, Malaysia 2010|url=http://www.statistics.gov.my/portal/download_Population/files/population/03ringkasan_kawasan_PBT_Jadual1.pdf|accessdate=2012-06-14|archive-date=2015-02-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20150205090002/http://www.statistics.gov.my/portal/download_Population/files/population/03ringkasan_kawasan_PBT_Jadual1.pdf|dead-url=no}}</ref>▼
|-----
| [[Pekanbaru]] || align="center" | 343.121 || align="center" | 37,96%
|-----
▲| [[Seremban]] || align="center" | 282.971 || align="center" | 50,9%<ref>{{cite web|title=Key Summary Statistics For Local Authority Areas, Malaysia 2010|url=http://www.statistics.gov.my/portal/download_Population/files/population/03ringkasan_kawasan_PBT_Jadual1.pdf|accessdate=2012-06-14|archive-date=2015-02-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20150205090002/http://www.statistics.gov.my/portal/download_Population/files/population/03ringkasan_kawasan_PBT_Jadual1.pdf|dead-url=no}}</ref>
|-----
|-----
| [[Batam]] || align="center" | 169.887 || align="center" | 14,93%
|-----
| [[
|-----
| [[
|-----
|-----
|-----
|-----
| [[Bandung]] || align="center" | 22.033 || align="center" | 0,92%
|-----
| [[Tanjung Pinang]] || align="center" | 17.830 || align="center" | 9,5%
|-----
▲| [[Bandar Lampung]] || align="center" | 74.071 || align="center" | 8,4%
| [[Banda Aceh]] || align="center" | 13.606 || align="center" | 7,8%
|-----
▲| [[Palembang]] || align="center" | 103.025 || align="center" | 7,1%
▲| [[Bandung]] || align="center" | 101.729 || align="center" | 4,25%
▲| [[Jabodetabek|Jakarta Raya]] || align="center" | 889.039 || align="center" | 3,18%
▲| [[Singapura]] || align="center" | 15.052 || align="center" | 0,3%
| colspan="3" | *Persentase dari keseluruhan penduduk kota<ref>Badan Pusat Statistik, Sensus 2000.</ref><ref name="Naim"/>
|}
Baris 249 ⟶ 258:
=== Gelombang rantau ===
[[Merantau]] pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah mencatat [[migrasi]] pertama terjadi pada abad ke-7, di mana banyak pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau melakukan perdagangan di muara [[Kota Jambi|Jambi]], dan terlibat dalam pembentukan [[Kerajaan Malayu]].<ref>{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|authorlink=|coauthors=|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=|year=2006|location=|url=https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno|doi=|isbn=|pages=|ref=Munoz}}</ref> Migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir timur
Pada masa penjajahan Hindia Belanda, migrasi besar-besaran kembali terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan [[tembakau]] di [[Deli Serdang]], [[Karesidenan Sumatra Timur|
==== Pantai Barat
{{Utama|Suku Aneuk Jamee|Suku Pesisir|Suku Mukomuko}}
[[Berkas:Sebuah rumah kajang padati di Koto Tangah 2.jpg|kiri|jmpl|250x250px|[[Rumah Gadang Kajang Padati]], tipikal rumah gadang di kawasan pantai barat Sumatra]]
Kawasan pantai barat
[[Suku Aneuk Jamee|Aneuk Jamee]] merupakan suku bangsa yang mendiami pesisir barat Aceh. Dari segi bahasa, mereka ber[[Bahasa Jamee|bahasa Aneuk Jamee]], yang merupakan hasil asimilasi
[[Suku Pesisir]] (disebut juga ''Ughang Pasisia'') adalah kelompok masyarakat yang tersebar di pesisir barat [[Sumatera Utara]], terutama di [[Kota Sibolga|Sibolga]] dan [[Kabupaten Tapanuli Tengah|Tapanuli Tengah]]. Suku Pesisir merupakan penduduk Minangkabau yang bermigrasi ke Tapanuli sejak abad ke-14 dan telah bercampur baur dengan orang Melayu, [[Suku Mandailing|Mandailing]], dan [[Suku Batak Toba|Batak Toba]]. Penamaan Suku Pesisir untuk kelompok ini tidak pernah dikenal hingga abad ke-20. Istilah ini dipakai untuk membedakan kelompok masyarakat di pesisir barat Sumatera Utara dengan masyarakat Batak di pedalaman. Menurut ruang geografis etnisitas yang disusun oleh Collet (1925), Cunningham (1958), Reid (1979) dan Sibeth (1991), di pesisir barat Sumatera Utara terdapat kelompok masyarakat yang bukan dari etnis [[Suku Batak|Batak]]'''.<ref>Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas, Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut, École Franc̦aise d'Extrême-Orient, 1995</ref>'''
[[Suku Mukomuko|Orang Mukomuko]] merupakan bagian dari rumpun Minangkabau yang menghuni daerah [[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]], [[Bengkulu]].<ref name=":0">Agus Setiyanto, Elite Pribumi Bengkulu: Perspektif Sejarah Abad ke-19, Balai Pustaka, 2001</ref> Secara adat, budaya, dan bahasa, Mukomuko berkaitan erat dengan masyarakat ujung selatan kabupaten [[Kabupaten Pesisir Selatan|Pesisir Selatan]] di [[Sumatera Barat]], yaitu masyarakat Indopuro, Tapan, Lunang dan Silauik.<ref>Suwarno, Sintaksis Bahasa Muko-Muko, 1993</ref> Dahulu daerah Mukomuko termasuk daerah ''Riak nan Badabua'' yakni daerah sepanjang Pesisir Pantai Barat dari [[Kota Padang|Padang]] sampai [[Kabupaten Bengkulu Selatan|Bengkulu Selatan]]. Namun wilayah Mukomuko sejak masa kolonial Inggris telah dimasukkan ke dalam administratif Bengkulu (''
==== Riau ====
Baris 269 ⟶ 278:
Orang Rokan merupakan kelompok yang mendiami [[Kabupaten Rokan Hulu]], [[Riau]]. Mereka berbahasa [[Bahasa Minangkabau|Minang]] dialek Rokan yang mirip dengan dialek [[Rao, Pasaman|Rao]], [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]], [[Sumatera Barat|Sumatera Barat]]. Masyarakat adat [[Adat Minangkabau|Minang]] juga menyebar ke [[Kabupaten Rokan Hilir|Rokan Hilir]] bagian hulu, tepatnya di kecamatan [[Tanjung Medan, Rokan Hilir|Tanjung Medan]], [[Pujud, Rokan Hilir|Pujut]], [[Tanah Putih, Rokan Hilir|Tanah Putih]] dan [[Rantau Kopar, Rokan Hilir|Rantau Kopar]].
[[Suku kampar|Orang Kampar]] atau oleh masyarakatnya disebut ''Ughang Kampar'' atau ''Ughang Ocu,'' merupakan kelompok etnik yang mendiami Kabupaten [[Kabupaten Kampar|Kampar]], [[Riau]] yang berbahasa [[Bahasa Minangkabau|Minang]] dialek Kampar.<ref>Said, C., (1986), ''Struktur bahasa Minangkabau di Kabupaten Kampar'', Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.</ref> Mereka dapat ditemukan juga di sebagian besar daerah Riau lainnya, seperti [[Kabupaten Siak|Siak]], [[Kabupaten Bengkalis|Bengkalis]], [[Ujung Batu, Rokan Hulu|Ujung Batu]], [[Kabupaten Pelalawan|Pelalawan]], [[Selatpanjang (kota)|Selat Panjang]], dan lain-lain. Selain itu masyarakat Kampar telah banyak yang bermukim di [[Malaysia]], seperti di [[Kuantan]] ([[Pahang, Malaysia|Pahang]]), [[Sabak Bernam]], [[Teluk Intan]], dan [[Negeri Sembilan]].<ref name="Purna">Purna, I. M., Sumarsono, Astuti, R., Sunjata, I. W. P., (1997), ''Sistem pemerintahan tradisional di Riau'', Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref>
Orang Kuantan merupakan kelompok yang tinggal di Kabupaten [[Kabupaten Kuantan Singingi|Kuantan Singingi]], [[Riau]]. Secara adat, budaya, dan bahasa memiliki persamaan dengan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, khususnya di [[Kabupaten Sijunjung|Sijunjung]] yang berbatasan langsung dengan daerah Kuantan. Kuantan Singingi merupakan daerah rantau dari [[Luhak Tanah Data]]r yang bernama ''Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah.''<ref>{{Cite web|last=Ruswan|first=Ruswan,|last2=M.S.|first2=Suwardi M.S., Suwardi|date=1986|title=Struktur Bahasa Melayu Dialek Kuantan (1986)|url=http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/2495/|website=repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id|language=en|archive-url=https://web.archive.org/web/20180826113456/http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/2495/|archive-date=2018-08-26|dead-url=no|access-date=2018-08-26|last3=Abnadani|first3=Latifah Abnadani, Latifah}}</ref> Masyarakat [[Kabupaten Indragiri Hulu]] bagian hulu juga masih mengamalkan [[Adat Minangkabau]], terutama di kecamatan [[Peranap, Indragiri Hulu|Peranap]], [[Batang Peranap, Indragiri Hulu|Batang Peranap]], [[Kelayang, Indragiri Hulu|Kelayang]] dan [[Rakit Kulim, Indragiri Hulu|Rakit Kulim]].
==== Semenanjung Malaya ====
{{Utama|Orang Minangkabau di Malaysia}}
[[Berkas:Istana Ampang Tinggi Overview.jpg|jmpl|273x273px|Museum Negeri Sembilan (kiri) dan Istana Ampangan Tinggi (kanan) yang memiliki arsitektur Minangkabau|al=|kiri]]
Masyarakat Minangkabau telah turun temurun mendiami [[Semenanjung Malaya]], [[Malaysia]]. Diantaranya paling banyak menghuni [[Negeri Sembilan]]. Pada awal abad ke-
Journal of the Asiatic Society of Bengal 14 (January to December): p. 241-252</ref> Orang Minangkabau ini hidup bersama dengan penduduk setempat yaitu, [[Orang Asli]] secara damai. Karena hal inilah, terjadi pernikahan antara orang Minangkabau dan penduduk asli sehingga keturunan mereka membentuk suku yang disebut dengan suku Biduanda. Suku Biduanda inilah yang menjadi pewaris utama Negeri Sembilan dan apabila dilakukan pemilihan pemimpin, maka hanya dari suku Biduanda inilah yang akan dipilih. Orang Minangkabau yang datang kemudian membentuk suku-suku berdasarkan daerah asal mereka di Minangkabau. Pada gelombang awal kebanyakan datang dari [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]] dan [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Limapuluh Kota]].<ref name="negeri sembilan"/><ref name="sembilan2">de Josselin de Jong, P. E., (1951), ''Minangkabau and Negri Sembilan'', Leiden, The Hague.</ref><ref name=":1">Situs Resmi Kerajaan Negeri Sembilan, Sejarah Berdiri http://www.ns.gov.my/my/kerajaan/info-negeri/sejarah-penubuhan {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20191008070539/http://www.ns.gov.my/my/kerajaan/info-negeri/sejarah-penubuhan |date=2019-10-08 }}</ref> Dari suku Biduanda inilah asalnya pembesar-pembesar Negeri Sembilan yang dipanggil "Penghulu" dan diistilahkan menjadi ''Undang''. Sebelum terdapat institusi [[Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan|Yang di-Pertuan Besar]], masyarakat Negeri Sembilan berada di bawah naungan
Gelombang perantau Minangkabau berikutnya yang tiba di Malaya terjadi pasca [[Perang Paderi]]. Salah satu komunitas yang cukup besar adalah [[Rao, Pasaman|orang Rao]] (''Ughang Rawo'') atau yang di Malaysia dikenal sebagai "Orang Rawa". Orang Rao bermigrasi ke beberapa daerah di Malaya, antara lain ke [[Negeri Sembilan]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Kelantan]], [[Perak, Malaysia|Perak]] dan [[Selangor]].<ref>{{Cite journal|last=Watson|first=C. W.|date=1982|title=Rawa and Rinchi: A Further Note|url=https://www.jstor.org/stable/41492914|journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=55|issue=1 (242)|pages=82–86|issn=0126-7353|access-date=2019-08-04|archive-date=2019-08-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20190804091411/https://www.jstor.org/stable/41492914|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite journal|last=MILNER|first=A.C.|date=1978|title=A NOTE ON 'THE RAWA'|url=https://www.jstor.org/stable/41492834|journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=51|issue=2 (234)|pages=143–148|issn=0126-7353|access-date=2019-08-05|archive-date=2019-08-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20190805033537/https://www.jstor.org/stable/41492834|dead-url=no}}</ref> Sejak pertengahan abad ke-19, ramai pula orang Minang yang merantau ke [[Kuala Lumpur]]. Tujuan utama mereka ke kota tersebut adalah hendak berdagang. Sehingga banyak pedagang Minang yang menjadi peneroka awal Kuala Lumpur, diantaranya adalah [[Mohamed Taib bin Haji Abdul Samad|Haji Taib]].<ref name="Adya">{{cite book |last1=Adya |first1=Afandri |title=Minangkabau In A Nutshell |date=2022 |publisher=Bukunesia Publisher |edition=Cet. 1 |url=https://books.google.com/books?id=8ol6EAAAQBAJ&q=minangkabau+in+a+nutshell |isbn=978-623-88007-3-5 |trans-title=Minangkabau In A Nutshell |access-date=5 November 2022 |archive-date=5 November 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221105120151/https://www.google.co.id/books/edition/Minangkabau_In_A_Nutshell/8ol6EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=pasar+senen+minangkabau+in+a+nutshell&pg=PA125&printsec=frontcover |url-status=live }}</ref>
==== Jawa ====
Dibandingkan dengan Semenanjung Malaya, migrasi besar-besaran orang Minang ke pulau Jawa relatif baru. Meski tujuan utama mereka adalah [[Jabodetabek|Jakarta Raya]], namun perantau Minang juga banyak dijumpai di kota-kota besar seperti [[Bandung]], [[Yogyakarta]], [[Semarang]], [[Surabaya]], [[Malang]], [[Surakarta]], dan [[Tasikmalaya]], dimana mereka memiliki perkumpulan yang cukup solid.
Sejak dibukanya sekolah dokter pribumi [[STOVIA]] di pertengahan abad ke-19, banyak orang Minang yang pergi merantau ke Jakarta. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914 sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa dari dulu hingga sekarang, banyak dokter di Jakarta datang dari kalangan Minangkabau.<ref name="Adya"/> Pada tahun 1961, jumlah perantau Minang di Jakarta meningkat 18,7 kali dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang hanya 3,7 kali,<ref>{{cite book|title=Religion, Politics, and Economic Behaviour in Java: The Kudus Cigarette Industry|last=Castles|first=Lance|authorlink=|coauthors=|year=1967|publisher=Yale University|location=|isbn=|pages=|url=https://archive.org/details/religionpolitics0000cast|accessdate=|ref=Castles}}</ref> dan pada tahun 1971 etnis ini diperkirakan telah berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu.<ref name="Syam"/><ref>{{Cite book|last=Tempo|first=Pusat Data Dan Analisa|url=https://www.google.co.id/books/edition/Kisah_Orang_Minangkabau_yang_Merantau/U6BREAAAQBAJ|title=Kisah Orang Minangkabau yang Merantau|publisher=Tempo Publishing|isbn=978-623-339-730-8|pages=14|language=id|url-status=live}}</ref>
=== Perantauan intelektual ===
Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke [[Mekkah]] untuk mendalami agama Islam,
Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang merantau ke [[Eropa]]. Mereka antara lain [[Abdoel Rivai]], [[Mohammad Hatta]], [[Sutan Syahrir]], [[Roestam Effendi]], dan [[Mohammad Amir]]. Intelektual lain, [[Tan Malaka]], hidup mengembara di delapan negara Eropa dan Asia, membangun jaringan pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia.<ref>{{cite book|last=Poeze|first=Harry A.|title=In Het Land van de Overheerser: Indonesiër in Nederland 1600-1950|ref=Poeze}}</ref>
Baris 300 ⟶ 308:
Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh teman-temannya.<ref>{{cite book|last=Radjab|first=Muhammad|authorlink=|coauthors=|title=Semasa Ketjil di Kampung (1913-1928): Autobiografi Seorang Anak Minangkabau|publisher=Balai Pustaka|year=1950|location=Jakarta|url=|doi=|isbn=|page=|ref=Radjab}}</ref> Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.
Menurut [[Rudolf Mrazek]], sosiolog [[Belanda]], dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas
[[Berkas:Bamboofabric.png|jmpl|ka|200px|Salah satu motif tenun [[songket]] Minangkabau khas nagari [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]].]]
==== Faktor ekonomi ====
{{utama|Saudagar Minangkabau}}
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau untuk mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah [[dunsanak]] yang dianggap sebagai induk semang. Para perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil.<ref>{{cite journal|title=Faktor Determinan Jiwa Berwirausaha Pedagang Minang Perantauan|url=https://society.fisip.ubb.ac.id/index.php/society/article/view/110|author=Hendra Cipta|journal=Jurnal SOCIETY|volume=Vol.7|issue=No.2|publication-date=31 Desember 2019|doi=10.33019/society.v7i2.110|doi-access=free|publisher=[[Universitas Bangka Belitung]]|eissn=2597-4874|access-date=2021-01-21|archive-date=2020-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20200813193858/https://society.fisip.ubb.ac.id/index.php/society/article/view/110|dead-url=no}}</ref><ref>{{cite journal|title=Merawat Ingatan: Filosofi Merantau di Dalam Pantun-pantun Minangkabau|url=https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/54565/|author1=Zulfikarni|author2=Siti Ainim Liusti|journal=Jurnal SASDAYA|volume=Vol.4|issue=No.1|pages=18-19|publisher=[[Universitas Gadjah Mada]]|doi=10.22146/sasdayajournal.54565|doi-access=free|eissn=2549-3884|access-date=2021-01-21|archive-date=2020-08-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20200825105702/https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/54565|dead-url=no}}</ref>
Selain itu, perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara [[geologi]]s memiliki cadangan bahan baku terutama [[emas]], [[tembaga]], [[timah]], [[seng]], [[merkuri]], dan [[besi]], semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka.<ref>{{cite book|last=Van R.W.|first=Bemmelen|authorlink=|coauthors=|title=The Geology of Indonesia|publisher=The Haque|year=1970|location=|url=|doi=|isbn=|page=|ref=Bemmelen}}</ref> Sehingga julukan ''suvarnadvipa'' (pulau emas) yang muncul pada cerita legenda di [[India]] sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau
Pedagang dari [[Jazirah Arab|Arab]] pada abad ke-9, telah melaporkan bahwa masyarakat di pulau
Dalam prasasti yang ditinggalkan oleh [[Adityawarman]] disebut bahwa dia adalah penguasa bumi emas
Sementara itu dari catatan para ahli geologi Belanda, pada sehiliran [[Batanghari]] dijumpai 42 tempat bekas penambangan emas dengan kedalaman mencapai 60
==== Faktor perang ====
{{utama|Perang Padri|Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia}}
[[Berkas:Portret van Tuanku Imam Bonjol.jpg|jmpl|kiri|150px|[[Tuanku Imam Bonjol]], salah seorang pemimpin [[Perang Padri]], yang diilustrasikan oleh [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|de Stuers]].]]
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:30%; margin:0 0em 1em .25em; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"Orang Minang merupakan masyarakat yang gelisah, dengan tradisi pemberontakan dan perlawanan yang panjang. Selalu merasa bangga dengan perlawanan mereka terhadap kekuatan luar, baik dari Jawa maupun Eropa".<ref name="Kahin"/><p style="text-align: right;">— Pendapat dari
Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat Minangkabau terutama dari daerah konflik
[[Orang Sakai]] berdasarkan cerita turun temurun dari para tetuanya menyebutkan bahwa mereka berasal dari Pagaruyung.<ref>{{cite book|last=Suparlan|first=Parsudi|title=Orang Sakai di Riau|edition=|year=1995|publisher=|location=|doi=|pages=73|ref=Suparlan}}</ref> [[Suku Kubu|Orang Kubu]] menyebut bahwa orang dari Pagaruyung adalah saudara mereka. Kemungkinan masyarakat terasing ini termasuk masyarakat Minang yang melakukan resistansi dengan meninggalkan kampung halaman mereka karena tidak mau menerima perubahan yang terjadi di negeri mereka. [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|De Stuers]] sebelumnya juga melaporkan bahwa masyarakat ''[[Dataran Tinggi Padang|Padangsche Bovenlanden]]'' sangat berbeda dengan masyarakat di Jawa, dimana di Pagaruyung ia menyaksikan masyarakat setempat begitu percaya diri dan tidak minder dengan orang Eropa. Ia merasakan sendiri, penduduk lokal lalu lalang begitu saja dihadapannya tanpa ia mendapatkan perlakuan istimewa === Merantau dalam sastra ===
Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan. [[Hamka]], dalam novelnya ''Merantau ke Deli'', bercerita tentang pengalaman hidup perantau Minang yang pergi ke [[Deli]] dan menikah dengan perempuan Jawa.<ref>{{Cite web|last=author|first=Kemdikbud|title=Merantau ke Deli (1939)|url=http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Merantau_ke_Deli|website=Ensiklopedia sastra Indonesia|access-date=19 Oktober 2022}}</ref> Novelnya yang lain ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]]'' juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat Minang yang merupakan ''induk bako''nya sendiri.<ref>{{Cite journal|last=Putri|first=Intan Ramadyla Eka|date=2017|title=Tradisi Merantau di Minangkabau pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah|url=https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34592/1/Intan%20Ramadyla%20Eka%20Putri-FITK|journal=Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan}}</ref> Selain novel karya Hamka, novel karya [[Marah Rusli]], ''[[Sitti Nurbaya]]'' dan ''[[Salah Asuhan (novel)|Salah Asuhan]]''nya [[Abdul Muis]] juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang dengan adat budaya Barat. Novel ''[[Negeri 5 Menara]]'' karya [[Ahmad Fuadi]], mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan akhirnya menjadi orang yang berhasil. Dalam bentuk yang berbeda, lewat karyanya yang berjudul ''
== Orang Minangkabau dan kiprahnya ==
Baris 332 ⟶ 342:
Orang Minang terkenal sebagai kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan [[Pedagang Minangkabau|pedagang]]. Berdasarkan jumlah populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian.<ref name="Kato"/> [[Majalah Tempo]] dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia pada abad ke-20 merupakan orang Minang.<ref>''Majalah Tempo Edisi Khusus Tahun 2000''. Desember 1999.</ref> 3 dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra Minangkabau.<ref>{{cite book|last=Tim Wartawan [[Tempo]]|first=|title=4 Serangkai Pendiri Republik|year=2010|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|location=Jakarta|doi=|pages=|ref=Tempo1}}</ref><ref>Empat pendiri Republik Indonesia adalah [[Soekarno]], [[Hatta]], [[Sutan Sjahrir]], dan [[Tan Malaka]].</ref>
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di [[Jawa]], [[Sulawesi]], [[Malaysia|semenanjung Malaysia]], [[Thailand]], [[Brunei]], hingga [[Philipina]]. Pada tahun 1390, [[Raja Bagindo]] mendirikan [[Kesultanan Sulu]] di Filipina selatan
* {{cite web|url=https://news.okezone.com/read/2017/06/13/340/1714862/kisah-3-ulama-minang-menyebarkan-islam-dengan-damai-di-sulawesi-selatan|title=Kisah 3 Ulama Minang Menyebarkan Islam dengan Damai di Sulawesi Selatan|date={{date|2017-06-14}}|first=|last=Zulkarnain|access-date={{date|2020-11-28}}|website=[[okezone]]|archive-date=2021-01-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20210119060722/https://news.okezone.com/read/2017/06/13/340/1714862/kisah-3-ulama-minang-menyebarkan-islam-dengan-damai-di-sulawesi-selatan|dead-url=no}}
* {{cite web|url=https://regional.kompas.com/read/2019/08/28/19564121/menelisik-jejak-sejarah-samboja-dan-sepaku-2-kecamatan-yang-ditunjuk-jadi?page=all|title=Menelisik Jejak Sejarah Samboja dan Sepaku, 2 Kecamatan yang Ditunjuk Jadi Ibu Kota Baru|first=Zakarias Demon|last=Daton|editor=Aprillia Ika|date={{date|2019-08-28}}|access-date={{date|2020-11-28}}|publisher=[[kompas.com]]|archive-date=2021-01-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20210115162351/https://regional.kompas.com/read/2019/08/28/19564121/menelisik-jejak-sejarah-samboja-dan-sepaku-2-kecamatan-yang-ditunjuk-jadi?page=all|dead-url=no}}
Baris 342 ⟶ 352:
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di [[Kairo]] dan [[Mekkah]] memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern [[Sumatra Thawalib]] dan [[Diniyah Putri]], banyak melahirkan aktivis yang berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|A.R Sutan Mansur]], [[Siradjuddin Abbas]], dan [[Djamaluddin Tamin]].<ref>{{Cite web|title=Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur (Ketua 1956 – 1959)|url=https://muhammadiyah.or.id/buya-haji-ahmad-rasyid-sutan-mansur-ketua-1956-1959/|website=Muhammadiyah.or.id|access-date=19 Oktober 2022}}</ref><ref>{{Cite book|last=Koto|first=Alaidin|date=2021|url=https://books.google.co.id/books?id=bNkaEAAAQBAJ&pg=PA12&dq=biografi+Sirajuddin+abbas&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwj5_J7rhuz6AhVGFbcAHTZ-AgsQ6AF6BAgFEAM#v=onepage&q=biografi%20Sirajuddin%20abbas&f=false|title=Buya KH Surajuddin Abbas - Rajawali Pers|location=Depok|publisher=PT. RajaGrafindo Persada|isbn=9786024252014|pages=10-11|url-status=live}}</ref>
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:30%; margin:0 0em 1em .25em; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"...Saya mengambil contoh Minangkabau, di antara bangsa di Indonesia, yang paling ada ''desir d'etre ensemble'' (kehendak bersatu sebagai bangsa Indonesia)...<p style="text-align: right;">— Pidato "[[wikisource:id:Lahirnya Pancasila|Lahirnya Pancasila]]" oleh Soekarno pada 1 Juni 1945.</blockquote>
Pada periode 1920–1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 [[Tan Malaka]] terpilih menjadi wakil [[Komunis Internasional]] untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya [[Muhammad Yamin]], menjadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] yang mempersatukan seluruh rakyat [[Hindia Belanda]]. Di dalam [[Volksraad]], politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain [[Jahja Datoek Kajo]], [[Agus Salim]], dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya [[Mohammad Hatta]], menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri ([[Sutan Syahrir]], Mohammad Hatta, [[Abdoel Halim]], [[Muhammad Natsir]]), seorang sebagai presiden ([[Assaat]]), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen ([[Chaerul Saleh]]), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah [[Azwar Anas]], [[Fahmi Idris]], [[Rizal Ramli]] dan [[Emil Salim]]. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis [[Suku Jawa|Jawa]], yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, pada masa [[Demokrasi liberal]] parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.{{cn}}▼
▲Pada periode 1920–1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 [[Tan Malaka]] terpilih menjadi wakil [[Komunis Internasional]] untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya [[Muhammad Yamin]], menjadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] yang mempersatukan seluruh rakyat [[Hindia Belanda]]. Di dalam [[Volksraad]], politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain [[Jahja Datoek Kajo]], [[Agus Salim]], dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya [[Mohammad Hatta]], menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri ([[Sutan Syahrir]], Mohammad Hatta, [[Abdoel Halim]], [[Muhammad Natsir]]),
Selain menjabat gubernur provinsi Sumatra Tengah dan Sumatera Barat, orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi lain di Indonesia. Mereka adalah [[Datuk Djamin]] ([[Jawa Barat]]), [[Daan Jahja]] ([[Jakarta]]), [[Rano Karno]] ([[Provinsi Banten|Banten]]), [[Muhammad Djosan]] dan [[Muhammad Padang]] ([[Maluku]]), Anwar Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri ([[Sulawesi Tengah]]), [[Adenan Kapau Gani]], [[Mohammad Isa]], dan [[Rosihan Arsyad]] ([[Sumatera Selatan]]), Eny Karim, [[Tengku Rizal Nurdin|Rizal Nurdin]], dan [[Tengku Erry Nuradi|Erry Nuradi]] ([[Sumatera Utara]]), [[Arsyadjuliandi Rachman]] ([[Riau]]), serta [[Djamin Datuk Bagindo]] ([[Jambi]]).<ref>{{cite web|url=http://www.posmetropadang.com.+October|title=Budaya Merantau Orang Minang (1) Kalaulah di Bulan Ada Kehidupan|publisher=Pos Metro Padang|date=2008-10-10|accessdate=2011-07-24|ref=Pos Metro Padang}} {{dead link}}</ref>▼
Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan [[Partai Murba|Murba]] didirikan oleh Tan Malaka, [[Partai Sosialis Indonesia]] oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, [[Masyumi]] oleh Mohammad Natsir, [[Perti]] oleh [[Syekh Sulaiman ar-Rasully|Sulaiman ar-Rasuli]], dan [[Persatuan Muslim Indonesia|Permi]] oleh [[Rasuna Said]]. Pada [[Reformasi Indonesia (1998–sekarang)|era Reformasi]], [[Sjahrir (ekonom)|Syahrir]] yang merupakan aktivis dan ekonom mendirikan [[Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru|Partai Perhimpunan Indonesia Baru]], dan [[Jeffrie Geovanie]] mendirikan [[Partai Solidaritas Indonesia]]. Selain mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktivis pergerakan.
▲Selain menjabat gubernur provinsi
Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan [[sastra Indonesia]]. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. [[Marah Rusli]], [[Abdul Muis]], [[Idrus]], [[Hamka]], dan [[A.A Navis]] berkarya melalui penulisan novel. [[Nur Sutan Iskandar]] novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. [[Chairil Anwar]] dan [[Taufik Ismail]] berkarya lewat penulisan puisi. Serta [[Sutan Takdir Alisjahbana]] dan [[Sutan Muhammad Zain]], dua ahli tata bahasa yang melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti ''[[Sitti Nurbaya]]'', ''[[Salah Asuhan (novel)|Salah Asuhan]]'', ''[[Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck]]'', ''[[Layar Terkembang]]'', dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.{{cn}}▼
▲Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan [[sastra Indonesia]]. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. [[Marah Rusli]], [[Abdul Muis]], [[Idrus]], [[Hamka]], dan [[A.A Navis]] berkarya melalui penulisan novel. [[Nur Sutan Iskandar]] novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. [[Chairil Anwar]] dan [[Taufik Ismail]] berkarya lewat penulisan puisi. Serta [[Sutan Takdir Alisjahbana]] dan [[Sutan Muhammad Zain]], dua ahli tata bahasa yang melakukan modernisasi
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain [[Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro]], [[Rosihan Anwar]], dan [[Ani Idrus]]. Selain [[Abdul Rivai]] yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, [[Rohana Kudus]] yang menerbitakan ''Sunting Melayu'', menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia.▼
▲Selain melalui karya sastra, pengembangan
Di samping menjadi politisi dan penulis, kiprah Orang Minang juga cukup menonjol di bidang intelektualisme.<ref>{{cite book|last=Azyumardi|first=Azra|title=Membangkik Batang Tarandam, Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa|publisher=Mizan|year=2008}}</ref> Kebiasaan mereka yang suka berpikir dan menelaah, telah melahirkan beberapa pakar di dunia kedokteran, humaniora, hukum, dan ekonomi, yang kesemuanya memberikan sumbangan besar terhadap bangsa Indonesia. Di antara mereka yang cukup dikenal adalah [[Ahmad Syafii Maarif]], [[Hazairin]], [[Sjahrir (ekonom)|Syahrir]], [[Taufik Abdullah]], dan [[Azrul Azwar]].▼
▲Di samping menjadi politisi dan penulis, kiprah Orang Minang juga cukup menonjol di bidang intelektualisme.<ref>{{cite book|last=Azyumardi|first=Azra|title=Membangkik Batang Tarandam, Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa|publisher=Mizan|year=2008}}</ref> Kebiasaan mereka yang suka berpikir dan menelaah, telah melahirkan beberapa pakar di dunia kedokteran, humaniora, hukum, dan ekonomi, yang kesemuanya memberikan sumbangan besar terhadap bangsa Indonesia.
[[Berkas:HRH Tuanku Abdul Rahman Ibni Al-Marhum Tuanku Muhammad. The Tuanku Ja'afar Royal Gallery, Seremban.jpg|jmpl|kiri|150px|[[Tuanku Abdul Rahman]], salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di kawasan rantau.]]
Di Indonesia dan Malaysia, selain orang [[Tionghoa]], orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, keuangan, dan kesehatan.
Banyak pula orang Minang yang
Di Malaysia dan Singapura, kontribusi orang Minangkabau juga cukup besar. Pada tahun 1723, [[Abdul Jalil Rahmad Syah I dari Siak|Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I]], duduk sebagai [[sultan Johor]] sebelum akhirnya mendirikan [[Kerajaan Siak]] di daratan Riau.<ref>{{cite book|last1=Cave|first1=J.|last2=Nicholl|first2=R|last3=Thomas|first3=P. L.|last4=Effendy|first4=T.|year=1989|title=Syair Perang Siak: A Court Poem Presenting the State Policy of a Minangkabau Malay Royal Family in Exile|publisher=Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society}}</ref> Pada awal abad ke-18, [[Nakhoda Bayan]], [[Nakhoda Intan]], dan [[Nakhoda Kecil]] meneroka [[Pulau Pinang]].<ref>{{cite web|url=http://www.nst.com.my/opinion/columnist/losing-a-big-part-of-our-heritage-1.35675|title=Losing a Big Part of Our Heritage|accessdate=|work=[[New Straits Times]]|ref=New Straits Times|archive-date=2012-05-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20120509014919/http://www.nst.com.my/opinion/columnist/losing-a-big-part-of-our-heritage-1.35675|dead-url=no}}</ref> Pada 1773, [[Raja Melewar]] diutus [[kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] untuk memimpin rantau [[Negeri Sembilan]]. Ia juga menyebarkan [[Lareh Bodi Caniago|Adat Perpatih]] dan [[Lareh Koto Piliang|Adat Tumenggung]], yang sampai saat ini masih berlaku di Semenanjung Malaya. Menjelang masa kemerdekaan beberapa politisi Minang mendirikan partai politik. Diantaranya adalah [[Ahmad Boestamam]] yang mendirikan Parti Rakyat Malaysia dan [[Rashid Maidin]] yang mengikrarkan [[Parti Komunis Malaya]]. Setelah kemerdekaan [[Tuanku Abdul Rahman]] menjadi [[Yang Dipertuan Agung]] pertama Malaysia, sedangkan [[Rais Yatim]], [[Amirsham Abdul Aziz]], [[Abdul Samad Idris]], dan [[Aishah Ghani]] duduk di kursi kabinet.
▲Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada [[Usmar Ismail]], [[Asrul Sani]], [[Djamaludin Malik]], dan [[Arizal]]. Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya adalah [[Afgan Syah Reza]], [[Dorce Gamalama]], [[Marshanda]], [[Eva Arnaz]], dan [[Nirina Zubir]]. Pekerja seni lainnya, ratu kuis [[Ani Sumadi]], menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Selain mereka, [[Soekarno M. Noer]] beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, ''[[Karnos Film]]'' perusahaan film milik keluarga Soekarno, memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah [[perfilman Indonesia]], ''[[Si Doel Anak Sekolahan]]''.<ref>{{cite journal|title=Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron Indonesia Paling Fenomenal (Tinjauan Ilmu Komunikasi Atas Sinetron Si Doel Anak Sekolahan)|url=http://jurnal.unpad.ac.id/protvf/article/view/20822|author1=Aceng Abdullah|author2=Jimi Narotama Mahameruaji|author3=Evi Rosfiantika|doi=10.24198/ptvf.v2i2.20822|doi-access=free|journal=Jurnal Kajian Televisi dan Film-ProTVF|volume=Vol.2|issue=No.2|year=2018|pages=210-211|publisher=[[Universitas Padjadjaran]])|access-date=20 Januari 2021|archive-date=2020-09-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20200908103706/http://jurnal.unpad.ac.id/protvf/article/view/20822|dead-url=no}}</ref>
Beberapa tokoh Minang juga memiliki reputasi internasional.
== Lihat pula ==
Baris 389 ⟶ 403:
}}
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Minangkabau| ]]
|