Sultan Agung dari Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(20 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Infobox royalty
| embed =
| name = Susuhunan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma<br />{{java|꧋ꦯꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀​ꦄꦒꦸꦁ​​ꦲ꦳ꦢꦶ​ꦦꦿꦧꦸ​ꦲ꦳ꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ꧉ꦲꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ}}
| title = Susuhunan - Sultan Agung<br />Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-JawiHanyakrakusuma
| type =
| image = PortraitAnyakrakusuma of Sultan Agung AnyakrakusumaMataram.pngjpg
| image_size = 240px
| alt =
| caption = Potret anumertaLukisan Sultan Agung Hanyakrakusuma
| succession = [[Sultan Mataram]]
| moretext = ke-3
Baris 59:
| birth_name = Raden Mas Jatmika
| birth_date = 1593
| birth_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Keraton Kutagede|KutagedeKotagede, Mataram]]
| death_date = 1645 (umur 51-52)
| death_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Keraton Karta|Karta, Mataram]]
| burial_date =
| burial_place = [[Permakaman Imogiri#Astana KasultanPajimatan AgunganHimagiri|Astana Kasultan AgunganImogiri]]
| spouse = Ratu Kulon <small>(pertama)</small> <br> Ratu Wetan <small>(kedua)</small>
| spouse-type = Permaisuri
Baris 74:
| era name =
| era dates =
| regnal name = ''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng SusuhunanSultan Agung HadiAdi Prabu HanyakrakusumaAnyakrakusuma Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi''
| posthumous name = Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi
| temple name =
Baris 80:
| house-type = Wangsa
| native_lang1 = [[Bahasa Jawa]]
| native_lang1_name1 = ꦲꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ
| native_lang1_name1 = ꧋ꦯꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀​ꦄꦒꦸꦁ​​ꦲ꦳ꦢꦶ​ꦦꦿꦧꦸ​ꦲ꦳ꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ꧉
| father = [[HanyakrawatiAnyakrawati]]
| mother = Dyah Banawati (Ratu Mas HadiAdi)
| religion = [[Islam]]
| occupation =
Baris 90:
}}
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 050-06.jpg|jmpl|ka|Perangko [[Republik Indonesia]] cetakan tahun [[2006]] edisi Sultan Agung.]]
'''SusuhunanSultan Agung Hadidari Prabu HanyakrakusumaMataram''' ({{lang-jv|꧋ꦯꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀​ꦄꦒꦸꦁ​​ꦲ꦳ꦢꦶ​ꦦꦿꦧꦸ​ꦲ꦳ꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ꧉​ꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦒꦸꦁꦲꦢꦶꦥꦿꦧꦸꦲꦚꦏꦿꦏꦸꦱꦸꦩ|SusuhunanSultan Agung HadiAdi Prabu Hanyakrakusuma}}; lahir di [[Keraton Kutagede, Mataram|Kotagede]], 1593 – meninggal di [[Karta,Keraton MataramKarta|Karta]], 1645) adalah Susuhunansultan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] ketiga yang memerintah dari tahun [[1613]]-[[1645]]. Seorang ''Sunansultan'' sekaligus S''enapatisenapati ing Ngalagangalaga'' (panglima perang) yang terampil ia membangun negerinya dan mengkonsolidasikan kerajaannyakesultanannya menjadi kekuatan teritorial dan militer yang besar..
 
''Sultan Agung'' atau ''Susuhunan Agung'' (secara harfiah, ''"Sultan Besar"'' atau ''"Yang Dipertuan Agung"'') adalah sebutan gelar dari sejumlah besar literatur yang meriwayatkan karena warisannya sebagai raja Jawa, pejuang, budayawan dan filsuf peletak pondasi [[Kejawen|Kajawen]]. Keberadaannya mempengaruhi dalam kerangka [[budaya Jawa]] dan menjadi pengetahuan kolektif bersama. Sastra Belanda menulis namanya sebagai ''Agoeng de Grote'' (secara harfiah, ''"Agoeng yang Besar"'').
 
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Susuhunan Agung atau Sultan Agung telah ditetapkan menjadi [[pahlawan nasional Indonesia]] berdasarkan [[Keputusan Presiden (Indonesia)|S.K. Presiden]] No. 106/TK/1975 tanggal [[3 November]] [[1975]].<ref>{{cite book|author=Said, Julinar & Wulandari, Triana|year=1995|title=Ensiklopedi Pahlawan Nasional|location=Jakarta|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan}}</ref>
Sastra Belanda menulis namanya sebagai ''Agoeng de Grote'' (secara harfiah, ''"Agung yang Besar"''). Beliau baru mengenakan nama "Sultan" pada tahun 1641 dan digunakan hingga wafatnya beliau di tahun 1645. Sehingga beliau lebih banyak memakai nama Susuhunan.
 
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Susuhunan Agung atau Sultan Agung telah ditetapkan menjadi [[pahlawan nasional Indonesia]] berdasarkan [[Keputusan Presiden (Indonesia)|S.K. Presiden]] No. 106/TK/1975 tanggal [[3 November]] [[1975]].<ref>{{cite book|author=Said, Julinar & Wulandari, Triana|year=1995|title=Ensiklopedi Pahlawan Nasional|location=Jakarta|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan}}</ref>
 
== Silsilah ==
Nama asli dari SusuhunanSultan Agung adalah Raden Mas Jatmika. Selain itu, ia juga dikenal dengan nama Raden Mas Rangsang. Dia adalah putra dari Susuhunan [[Anyakrawati|Hanyakrawati]] dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua dari [[Kesultanan Mataram|Kasunanan Mataram]]. Sedangkan ibunya adalah putri dari [[Prabuwijaya dari Pajang|Pangeran Benawa]], raja terakhir dari [[Kesultanan Pajang]].<ref>{{Cite journal|last=Hariyanto|date=2018|title=Gerakan Dakwah Sultan Agung: Arti Penting Perubahan Gelar Sultan Agung Terhadap Gerakan Dakwah di Jawa pada Tahun 1613 M - 1645 M|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/download/3176/3007|journal=Jurnal Al-Bayan|volume=24|issue=1|pages=129-130}}</ref>
 
Versi lain mengatakan bahwa Sultan Agung adalah putra Raden Mas Damar (Pangeran Purbaya), cucu [[Ki Ageng Giring]]. Dikatakan bahwa Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan oleh istrinya dengan bayi yang dilahirkan oleh Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas yang kebenarannya harus dibuktikan.
Nama asli dari Susuhunan Agung adalah Raden Mas Jatmika. Selain itu, ia juga dikenal dengan nama Raden Mas Rangsang. Dia adalah putra dari Susuhunan [[Anyakrawati|Hanyakrawati]] dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua dari [[Kesultanan Mataram|Kasunanan Mataram]]. Sedangkan ibunya adalah putri dari [[Prabuwijaya dari Pajang|Pangeran Benawa]], raja terakhir dari [[Kesultanan Pajang]].<ref>{{Cite journal|last=Hariyanto|date=2018|title=Gerakan Dakwah Sultan Agung: Arti Penting Perubahan Gelar Sultan Agung Terhadap Gerakan Dakwah di Jawa pada Tahun 1613 M - 1645 M|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/download/3176/3007|journal=Jurnal Al-Bayan|volume=24|issue=1|pages=129-130}}</ref>
 
Susuhunan Agung memiliki dua permaisuri utama yang merupakan tradisi Kasunanan Mataram. Kedua permaisuri ini disebut Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Ratu Kulon merupakan putri dari sultan [[Kesultanan Cirebon]]. Sedangkan Ratu Wetan merupakan putri dari Adipati Batang sekaligus cucu [[Ki Juru Martani]].<ref>{{Cite journal|last=Jalaludin, Ghulam, Z., dan Ghofur, A.|date=2021|title=Analisis Wacana Strategi Dakwah Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo|url=https://ejournal.iaisyarifuddin.ac.id/index.php/dakwatuna/article/download/923/440/|journal=Dakwatuna: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam|volume=7|issue=1|pages=64|issn=2443-0617}}</ref> Nama asli Ratu Kulon adalah Ratu Mas Tinumpak. Ia melahirkan Raden Mas Syahwawrat yang dikenal sebagai Pangeran Alit. Sedangkan nama asli dari Ratu Wetan adalah Ratu Ayu Batang. Ia melahirkan Raden Mas Sayyidin yang dikenal sebagai [[Amangkurat I]].{{Butuh rujukan}}
 
Dari permaisurinya, Susuhunan Agung memiliki 9 anak :{{Butuh rujukan}}
 
SusuhunanSultan Agung memiliki dua permaisuri utama yang merupakan tradisi KasunananKesultanan Mataram. Kedua permaisuri ini disebut Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Ratu Kulon merupakan putri dari sultan [[Kesultanan Cirebon]]. Sedangkan Ratu Wetan merupakan putri dari Adipati Batang sekaligus cucu [[Ki Juru Martani]].<ref>{{Cite journal|last=Jalaludin, Ghulam, Z., dan Ghofur, A.|date=2021|title=Analisis Wacana Strategi Dakwah Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo|url=https://ejournal.iaisyarifuddin.ac.id/index.php/dakwatuna/article/download/923/440/|journal=Dakwatuna: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam|volume=7|issue=1|pages=64|issn=2443-0617}}</ref> Nama asli Ratu Kulon adalah Ratu Mas Tinumpak. Ia melahirkan Raden Mas Syahwawrat yang dikenal sebagai Pangeran Alit. Sedangkan nama asli dari Ratu Wetan adalah Ratu Ayu Batang. Ia melahirkan Raden Mas Sayyidin yang dikenal sebagai [[Amangkurat I]].{{Butuh rujukan}}
# Raden Mas Syahwawrat alias Pangeran Alit
# Raden Mas Kasim alias Pangeran Demang Tanpa Nangkil I
# Pangeran Rangga Kajiwan
# Raden Bagus Rinangku
# R.Ay. Winongan
# Pangeran Ngabehi Loring Pasar
# Raden Mas Sayyidin alias Pangeran Arya Mataram (kemudian bergelar [[Amangkurat I]])
# R.Ay. Wiramantri
# Raden Mas Alit alias Pangeran Danupaya
 
== Gelar ==
=== Susuhunan ===
Di awal pemerintahannya, Raden Mas Jatmika bergelar Susuhunan HanyakrakusumaAnyakrakusuma dan dikenal juga sebagai Prabu Pandita HanyakrakusumaAnyakrakusuma. Setelah menaklukkan [[Madura]] pada tahun [[1624]], ia mengubah gelarnya sebagai ''Susuhunan Agung HadiAdi Prabu HanyakrakusumaAnyakrakusuma'' atau ''SusuhunanSunan Agung''. Gelar sultan, baru didapatkan Sunan Agung ketika ia mengirim utusannya kepada [[syarif Mekkah]].<ref name ="rick08">{{cite book|author=Ricklefs, M.C. |year=2008|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1200|publisher=Palgrave}}</ref>
 
=== Sultan ===
Karena keberhasilanya dalam menaklukan banyak wilayah dan memenangkan pertempuran. SusuhunanSunan Agung melakukan langkah simbolisnya yaitu mengirim utusan ke [[Makkah]] untuk meminta gelar [[sultan]]. Ia tak mau kalah dengan pesaingnya. Pangeran Ratu dari Banten, raja pertama di Jawa yang menerima gelar sultan dari Makkah bergelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdulkadir.
 
Pada 1641, utusan SusuhunanSunan Agung tiba di Mataram, mereka menganugrahkan gelar sultan melalui perwakilan Syarifsyarif Makkah, Zaid ibnu Muhsin Al Hasyimi. Gelar tersebut adalah ''Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi'',<ref name ="rick082rick08">{{cite book|author=Ricklefs, M.C.|year=2008|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1200|publisher=Palgrave}}</ref><ref>{{cite book|author=Ooi, Keat Gin|year=2004|title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia|publisher=ABC-CLIO}}</ref> disertai kuluk untuk mahkotanya, bendera, pataka, dan sebuah guci yang berisi air zamzam. Guci yang dulunya berisi air zamzam itu kini ada di makam Astana Kasultanagungan di [[Imogiri]] dengan nama Enceh Kyai Mendung.
 
'''Gelar sultan hanya digunakan selama empat tahun (1641-1645), dimulai semenjak SusuhunanSultan Agung menerima gelar tersebut dari 1641 hingga wafat pada 1645.''' Ia menjadi satu-satunya raja Mataram yang bergelar sultan. Setelah beliauia mangkat, penerusnya kembali memakai gelarbergelar [[Susuhunansusuhunan]] lagi.
 
== Pemerintahan ==
=== Kenaikan takhta ===
SusuhunanSultan Agung menjadi rajasultan dari KasunananKesultanan Mataram pada tahun 1613 M. Masa pemerintahannya berlangsung hingga tahun 1645 M.<ref>{{Cite journal|last=Septriani, L. D., Wahyuni, A., dan Purnomo, B.|date=2020|title=Analisis Karakter Cinta Tanah Air melalui Novel Berjudul Sultan Agung: Tonggak Kokoh Bumi Mataram|url=https://media.neliti.com/media/publications/346521-analisis-karakter-cinta-tanah-air-melalu-682bfe10.pdf|journal=Literacy : Jurnal Ilmiah Sosial|volume=2|issue=2|pages=66}}</ref> Ia naik tahtatakhta untuk menggantikan posisi dari [[Pangeran Martapura]].<ref>{{Cite book|last=Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|date=2017|url=https://birotapem.jogjaprov.go.id/berita/22.pdf|title=Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta|location=Yogyakarta|publisher=Biro Tata Pemerintah, Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|pages=17|url-status=live}}</ref> SusuhunanSultan Agung ketika menjadi raja baru berusia 20 tahun.<ref>{{Cite journal|last=Maharsi|date=2016|title=Sultan Agung: Simbol Kejayaan Kasultanan Islam Jawa|url=https://jrd.bantulkab.go.id/wp-content/uploads/2017/03/2016-08-03-sultanagung.pdf|journal=Jurnal Riset Daerah|volume=XV|issue=2|pages=2475}}</ref> Pangeran Martapura merupakan saudara tirinya yang menjadi SunanSultan Mataram ketiga selama satu hari. SusuhunanSultan Agung secara teknis adalah Sunansultan Mataram keempat, tetapi ia umumnya dianggap sebagai Sunansultan ketiga, karena penobatan saudara tirinya yang [[tunagrahita]] hanya untuk memenuhi janji ayahnya kepada istrinya, Kangjeng Ratu Tulungayu, ibu Pangeran Martapura.{{Butuh rujukan}}
 
Pada tahun kedua pemerintahan Sultan Agung, [[Ki Juru Martani|Patih Mandaraka]] meninggal karena usianya sudah tua, dan posisinya sebagai patih diduduki oleh [[Tumenggung Singaranu]].{{Butuh rujukan}}
Baris 138 ⟶ 125:
{{further|Penyerbuan ke Batavia}}
[[File:AMH-6775-KB Siege of Batavia by the sultan of Mataram.jpg|thumb|[[Penyerbuan ke Batavia]] oleh Sultan Agung pada tahun [[1628]].]]
Pendudukan [[Belanda]] di ujung barat [[Jawa]], sepanjang [[Banten]], dan pemukiman Belanda di [[Batavia]] merupakan wilayah di luar kendali SusuhunanSultan Agung. Dalam upayanya mempersatukan Jawa, SusuhunanSultan Agung menyatakan Banten yang secara historis sebagai daerah bawahan [[Kesultanan Demak|Demak]] dan [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]. Namun, semenjak kedatangan Belanda, mereka berdaulat atas Banten. Klaim itu mendesak Sultan Agung untuk melancarkan penaklukan militer sebagai upaya untuk mengambil alih Banten dari pengaruh Belanda. Namun, jika SusuhunanSultan Agung menempatkan baris pasukannya ke Banten, kota pelabuhan Batavia akan berdiri sebagai lawan potensial terlalu dekat dengan kedekatan wilayah Banten. SusuhunanSultan Agung menganggap keberadaan Belanda di Batavia sebagai ancaman terhadap hegemoni Mataram, sehingga mengharuskan alasan lebih lanjut untuk menempatkan pasukan Mataram di Batavia.<ref name ="Soekmono60">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =60 }}</ref>
 
Pada [[1628]], SusuhunanSultan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu Belanda di Batavia.<ref name="Britannica">{{cite web | title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia | publisher = Encyclopædia Britannica | url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram | accessdate = 4 Agustus 2020}}</ref> Tahap awal kampanye melawan Batavia terbukti sulit karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan Mataram.
 
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin [[Dipati Ukur|Adipati Ukur]] berangkat pada bulan Mei [[1629]], sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di [[Karawang]] dan [[Cirebon]]. Namun pihak Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai [[Batavia]].<ref name ="Soekmono61">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =61 }}</ref>
 
Serangan kedua SusuhunanSultan Agung ini berhasil membendung dan mengotori sungai [[Ciliwung]], yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal Belanda yaitu [[Jan Pieterszoon Coen|J.P. Coen]] meninggal menjadi korban wabah tersebut.
 
== Reputasi sejarah ==
Perkembangan [[bedaya]] sebagai tarian sakral, [[gamelan]] dan [[wayang]] dikaitkan dengan pencapaian artistik SusuhunanSultan Agung sebagai budayawan. Beberapa bukti tertulis berasal dari sejumlah kecil dalam catatan Belanda.<ref>[[Sumarsam]]. ''Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in Central Java''. Chicago: University of Chicago Press, 1995. Page 20.</ref> Namun dalam tutur cerita rakyat yang kompleks, menyebutkan Sultan Agung dengan berbagai bidang pencapaiannya jauh lebih besar. SusuhunanSultan Agung juga dikenal sebagai pendiri [[kalender Jawa]] yang masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, SusuhunanSultan Agung telah menulis karya sastra berjudul [[Serat Sastra Gendhing]], yang terdiri dari Pupuh Sinom (14 pada), Pupuh Asmaradana (11 pada), Pupuh Dandanggula (17 pada), dan Pupuh Durma (20 pada) membahas mengenai filosofi hubungan sastra dan gendhing. Ajaran-ajaran mengenai hubungan kosmis, yakni antara manusia dengan Tuhan. Menyatukan sastra dan bunyi gendhing.
 
Di lingkungan Karatonkaraton Mataram, SusuhunanSultan Agung membentuk bahasa standar yang disebut [[bahasa Bagongan]], digunakan oleh para bangsawan dan pejabat Mataram untuk menghilangkan kesenjangan di antara para bangsawan dan keluarga raja. Bahasa itu diciptakan untuk membentuk persatuan antara pejabat karaton.
 
Pengaruh politik feodal SusuhunanSultan Agung menjadikan diberlakukannya penggunaan tingkatan bahasa di wilayah [[Jawa Barat]], ditandai dengan penciptaan bahasa yang disempurnakan yang sebelumnya hanya dikenal di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]].
 
{{quote box
Baris 160 ⟶ 147:
| source = ''Serat Nitipraja'' karya Sultan Agung
}}
Namun warisan utama Susuhunan Sultan Agung terletak pada reformasi administrasi yang ia lakukan di wilayah otoritasnya. Ia menciptakan struktur administrasi yang inovatif dan rasional.<ref>Bertrand, Romain, ''Etat colonial, noblesse et nationalisme à Java'', Paris, 2005</ref> Dia menciptakan "provinsi" dengan menunjuk orang sebagai [[Adipati]] sebagai kepala wilayah [[Kadipaten]], khususnya wilayah-wilayah di bagian barat Jawa, di mana Mataram menghadapi Belanda di Batavia. Sebuah kabupaten seperti Karawang, misalnya, diciptakan ketika SusuhunanSultan Agung mengangkat Pangeranpangeran Kertabumi sebagai Adipatiadipati pertamanya pada 1636.
 
Di masa ketika Belanda menguasai Nusantara, mereka mempertahankan struktur administrasi yang diwarisi oleh Sultan Agung. Di bawah pemerintahan [[Hindia Belanda]] di Nusantara, oleh mereka kabupaten disebut ''regentschappen''. Gelar bupati umumnya terdiri atas nama resmi, misalnya "Sastradiningrat" dalam kasus Karawang, didahului oleh "Raden Aria Adipati", maka "Raden Aria Adipati Sastradiningrat" (disingkat menjadi RAA Sastradiningrat). Kata Adipatiadipati bertahan dalam sistem pemerintahan kolonial.
 
Setelah kemerdekaan pemerintah Indonesia mempertahankan istilah Kabupaten tetapi membubarkan residen pada tahun 1950-an, sehingga kabupaten menjadi subdivisi administratif langsung di bawah provinsi. Undang-undang tentang otonomi daerah yang diundangkan pada tahun 1999 memberikan otonomi tingkat tinggi kepada kabupaten, bukan kepada provinsi. Warisan SusuhunanSultan Agung juga diakui oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini.
 
SusuhunanSultan Agung dihormati di Jawa secara kontemporer baik perjuangannya membela tanah air, warisan tradisi atau budaya yang ia sumbangkan untuk negara. Di era presiden [[Soeharto]] ia dikukuhkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]].
Di masa ketika Belanda menguasai Nusantara, mereka mempertahankan struktur administrasi yang diwarisi oleh Sultan Agung. Di bawah pemerintahan [[Hindia Belanda]] di Nusantara, oleh mereka kabupaten disebut ''regentschappen''. Gelar bupati umumnya terdiri atas nama resmi, misalnya "Sastradiningrat" dalam kasus Karawang, didahului oleh "Raden Aria Adipati", maka "Raden Aria Adipati Sastradiningrat" (disingkat menjadi RAA Sastradiningrat). Kata Adipati bertahan dalam sistem pemerintahan kolonial.
 
== Keluarga ==
Setelah kemerdekaan pemerintah Indonesia mempertahankan istilah Kabupaten tetapi membubarkan residen pada tahun 1950-an, sehingga kabupaten menjadi subdivisi administratif langsung di bawah provinsi. Undang-undang tentang otonomi daerah yang diundangkan pada tahun 1999 memberikan otonomi tingkat tinggi kepada kabupaten, bukan kepada provinsi. Warisan Susuhunan Agung juga diakui oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini.
Sepanjang hidupnya Hanyakrakusuma menikah dengan tiga istri permaisuri dan beberapa istri selir. Istri permaisuri Hanyakrakusuma yaitu Ratu Kulon I / Ratu Mas Tinumpak dari Cirebon, Ratu Kulon II / Ratu Wetan dari Batang, dan Ratu Kidul. Istri selir Hanyakrakusuma yang memberinya keturunan yaitu Mas Ayu Wangen, Mas Ayu Sekarrini, Mas Ayu Sulanjari, Mas Ayu Sulanjani, Raden Ayu Kadipaten, Rara Pilih, dan Rara Sariyah.
 
Dari pernikahan-pernikahannya Hanyakrakusuma memiliki 12 orang anak. Sesuai urutan kelahiran, anak-anaknya yaitu:
Susuhunan Agung dihormati di Jawa secara kontemporer baik perjuangannya membela tanah air, warisan tradisi atau budaya yang ia sumbangkan untuk negara. Di era presiden [[Soeharto]] ia dikukuhkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]].
# Raden Mas Kasim alias/ Pangeran Demang TanpaTanpanangkil, Nangkilanak Idari Mas Ayu Wangen.
# Raden Mas Hina / Raden Mas Hindu / Pangeran Rangga Kajiwan, anak dari Mas Ayu Sekarrini.
# Raden Ajeng Jenab / Raden Ayu Winongan, anak dari Mas Ayu Wangen.
# Raden Mas Rarangin, anak dari Mas Ayu Sulanjari.
# Raden Mas Paranging, anak dari Mas Ayu Sulanjani.
# Raden Ajeng Wegang, anak dari Mas Ayu Sulanjani.
# Raden Mas Sarip Mustapa / Pangeran Ngabehi Loring Pasar, anak dari Raden Ayu Kadipaten.
# Raden Mas Kaseliran, anak dari Rara Pilih.
# Raden Mas Syah Wawrat / Pangeran Tumenggung Pajang / Panembahan Purbaya II / Pangeran Tumenggung Mataram, anak dari Ratu Kulon I.
# Raden Mas Sayidin / Raden Mas Jabus / Raden Mas Rageh / Pangeran Adipati Anom Mataram / [[Amangkurat I]], anak dari Ratu Kulon II.
# Raden Ajeng Riwangan / Raden Ajeng Dilah / Raden Ayu Wiramantri, anak dari Rara Sariyah.
# Raden Mas Timur / Raden Mas Alit / Pangeran Harya Mataram / Pangeran Harya Danupaya, anak dari Ratu Kulon II.
 
== Dalam budaya populer ==