Teori Siklus Ibn Khaldun: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan pembahasan tambahan mengenai konsep dasarnya |
Yudajatnika (bicara | kontrib) penambahan pranala Tag: VisualEditor-alih pranala ke halaman disambiguasi |
||
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 6:
{{tanpa referensi}}
[[Ibnu Khaldun|Ibn Khaldun]], nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat. Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat [[Arab]] seperti yang tertuang dalam buku fenomenalnya “muqaddimah” dianggap sebagai bibit dari kelahiran [[Ilmu Sosiologi]]. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan [[Filsafat sejarah|Filsafat Sejarah]] seperti yang ada sekarang. Kehidupannya yang malang melintang di [[Tunisia]] ([[Afrika]]) dan [[Andalusia]], serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang [[Politik]] serta [[Sosiologi]] tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan.
''Asal Mula Negara (daulah)''
Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury) (Muqaddimah: 41). Pendapat ini agaknya mirip dengan pendapat [[Al-Mawardi]] dan [[Abi Rabi’]]. Lebih lanjut, manusia hanya mungkin bertahan untuk hidup dengan bantuan makanan. Sedang untuk memenuhi makanan yang sedikit dalam waktu satu hari saja memerlukan banyak pekerjaan. Sebagai contoh dari butir-butir gandum untuk menjadi potongan roti memerlukan proses yang panjang. Butir-butir gandum tersebut harus ditumbuk dulu, untuk kemudian dibakar sebelum siap untuk dimakan, dan untuk semuanya itu dibutuhkan alat-alat yang untuk mengadakannya membutuhkan kerjasama dengan pandai kayu atau besi. Begitu juga gandum-gandum yang ada, tidak serta merta ada, tetapi dibutuhkan seorang petani. Artinya, manusia dalam mempertahankan hidupnya dengan makanan membutuhkan manusia yang lain. (Muqaddimah: 42).
Selain kebutuhan makanan untuk mempertahankan hidup, menurut Ibn Khaldun manusia memerlukan bantuan dalam hal pembelaan diri terhadap ancaman bahaya. Hal ini karena Allah ketika menciptakan alam semesta telah membagi-bagi kekuatan antara makhluk-makhluk hidup, bahkan banyak hewan-hewan yang mempunyai kekuatan lebih dari yang dimiliki oleh manusia. Dan watak agresif adalah sesuatu yang alami bagi setiap makhluk. Oleh karenanya Allah memberikan kepada masing-masing makhluk hidup suatu anggota badan yang khusus untuk membela diri. Sedang manusia diberikan akal atau kemampuan berpikir dan dua buah tangan oleh Tuhan. Dengan akal dan tangan ini manusia bisa mempertahankan hidup dengan berladang, ataupun melakukan kegiatan untuk mempertahankan hidup lainya.
Tetapi sekali lagi untuk mempertahankan hidup tersebut manusia tetap saling membutuhkan bantuan dari yang lainnya, sehingga organisasi kemasyarakatn merupakan sebuah keharusan. Tanpa organisasi tersebut eksistensi manusia tidak akan lengkap, dan kehendak Tuhan untuk mengisi dunia ini dengan ummat manusia dan membiarkannya berkembang biak sebagai khalifah tidak akan terlaksana (Muqaddimah: 43).
Baris 20 ⟶ 18:
== Konsep Dasar Teori Siklus Kekuasaan Ibnu Khaldun ==
Teori siklus kekuasaan [[Ibnu Khaldun]] didasarkan pada pemahaman mendalam tentang dinamika sosial dan politik. Ia mengamati bahwa setiap dinasti atau kekuasaan politik mengalami proses perubahan yang berulang-ulang. Teori ini memiliki beberapa komponen kunci:
# Awal Kekuasaan: Ibnu Khaldun mengamati bahwa awal munculnya sebuah dinasti atau kekuasaan seringkali didorong oleh semangat dan tekad yang kuat. Pemimpin pertama dari dinasti tersebut memiliki ambisi besar untuk memperluas wilayah, memperkuat kekuatan, dan meningkatkan kehidupan rakyatnya.
Baris 33 ⟶ 31:
‘Ashabiyah mengandung makna Group feeling, solidaritas kelompok, fanatisme kesukuan, nasionalisme, atau sentimen sosial. Yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada saudara atau tetangganya ketika salah satu darinya diperlakukan tidak adil atau disakiti.
Ibn Khaldun dalam hal ini memunculkan dua kategori sosial fundamental yaitu Badawah (بداوة)(komunitas pedalaman, masyarakat primitif, atau daerah gurun) dan Hadharah (حضارة)(kehidupan kota, masyarakat beradab). Keduanya merupakan fenomena yang alamiah dan Niscaya (dharury) (Muqaddimah: 120).
Penduduk kota menurutnya banyak berurusan dengan hidup enak. Mereka terbiasa hidup mewah dan banyak mengikuti [[hawa nafsu]]. Jiwa mereka telah dikotori oleh berbagai macam akhlak tercela. Sedangkan orang-orang Badui, meskipun juga berurusan dengan dunia, namun masih dalam batas kebutuhan, dan bukan dalam kemewahan, hawa nafsu dan kesenangan (Muqaddimah: 123).
Daerah yang subur berpengaruh terhadap persoalan agama. Orang-orang Badui yang hidup sederhana dibanding orang-orang kota serta hidup berlapar-lapar dan meninggalkan makanan yang mewah lebih baik dalam beragama dibandingkan dengan orang yang hidup mewah dan berlebih. Orang-orang yang taat beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota karena kota telah dipenuhi kekerasan dan masa bodoh. Oleh karena itu, sebagian orang yang hidup di padang pasir adalah orang zuhud.
Orang Badui lebih berani daripada penduduk kota. Karena penduduk kota malas dan suka yang mudah-mudah. Mereka larut dalam kenikmatan dan kemewahan. Mereka mempercayakan urusan keamanan diri dan harta kepada penguasa. Sedangkan orang Badui hidup memencilkan diri dari masyarakat. Mereka hidup liar di tempat-tempat jauh di luar kota dan tak pernah mendapatkan pengawasan tentara. Karena itu, mereka sendiri yang mempertahankan diri mereka sendiri dan tidak minta bantuan pada orang lain (Muqaddimah: 125).
|