Kerajaan Haru: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh 2404:C0:1C20:0:0:0:429:D1C3 (bicara) ke revisi terakhir oleh Frendy Aldo Tobing (TW)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Mengembalikan suntingan oleh 2400:9800:321:6127:ECD8:C1FF:FEC2:1D74 (bicara) ke revisi terakhir oleh EditorPKY
Tag: Pengembalian
 
(46 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 24:
| image_map = 1565 Sumatra Ramusio Delle Navigationi vol3 pp433-434.png
| image_map_caption = Peta [[Sumatra]] tahun 1565 dengan arah [[selatan]] di atas. Wilayah "Terre Laru" dapat dilihat di pojok atas dalam "kotak" kiri bawah
| capital = Kota RentangRantang
| common_languages = * {{ubl|[[Bahasa Batak Karo|Batak Karo]] (utama)|[[Bahasa Melayu|Melayu]]|[[Rumpun bahasa Batak|Batak lainnya]]|Lainnya}}
* [[Rumpun bahasa Batak|Batak lainnya]]
* [[Bahasa Melayu|Melayu]]
* Lainnya
| government_type = Monarki
| title_leader =
Baris 44 ⟶ 41:
}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Haru''' ([[Surat Batak|Surat Batak Karo]]: {{Btk|ᯀᯒᯬ}}) adalah sebuah [[Monarki|kerajaan]] [[Suku BatakKaro|Batak]] etnis [[Suku Karo|Karo]] yang pernah berdiri di wilayah pantai timur [[Sumatera Utara]] dan berkuasa pada kurun abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi. Pada masa jayanya kerajaan ini adalah kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara [[Selat Malaka]].<ref name="Archaeology Highlands of Sumatra-Aru">{{Cite book |url=https://books.google.com/books?id=MusYBwAAQBAJ&q=Aru+Kingdom&pg=PA110 |title=From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra |date=2009 |publisher=Cambridge Scholars Publishing |isbn=978-1-4438-0497-4 |editor-last=Bonatz |editor-first=Dominik |location=Newcastle upon Tyne |editor-last2=Miksic|editor2-link=John N. Miksic |editor-first2=John |editor-last3=Neidel |editor-first3=J. David}}</ref>
 
Penduduk asli menjalankan kepercayaan [[animisme]], [[Pemena]], dan juga [[Agama Hindu|Hinduisme]]. Pada abad ke-13 Masehi, ajaran [[Islam]] datang dan kemudian juga dipratikkan bersamaan dengan ajaran asli setempat yang sudah ada.<ref>{{Cite web |date=25 September 2010 |title=Kerajaan Aru (Haru), Penguasa Maritim yang Terlupakan |url=http://www.wacana.co/2010/09/kerajaan-aru-haru-penguasa-maritim-yang-terlupakan/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20181011191316/http://www.wacana.co/2010/09/kerajaan-aru-haru-penguasa-maritim-yang-terlupakan/ |archive-date=11 October 2018 |access-date=11 May 2017 |website=Wacana |language=id}}</ref> Ibu kota Aru terletak dekat dengan [[Kota Medan]] dan [[Kabupaten Deli Serdang]]. Penduduk kerajaan Aru dipercaya merupakan keturunan orang-orang [[Suku Karo|Karo]] yang menghuni pedalaman [[Sumatera Utara]].<ref name="Archaeology Highlands of Sumatra-Aru" />
Baris 64 ⟶ 61:
 
== Wilayah kekuasaan ==
Bekas wilayah Kerajaan Haru atau Aru sekarang terletak di Provinsi [[Sumatera Utara]]. Secara tradisional, lokasi Haru atau Aru dikaitkan dengan negara penerusnya, yakni [[Kesultanan Deli]], yang kini terletak di sekitar Kota [[Kota Medan|Medan]] dan Kabupaten [[Kabupaten Deli Serdang|Deli Serdang]]. Pendapat ini diajukan oleh seorang orientalis Inggris [[Richard Olaf Winstedt]].<ref name="JSTOR">{{Cite journal sfn|last=Milner |first=A. C. |last2=McKinnon |first2=E. Edwards |last3=Sinar |first3=Tengku Luckman |date=1978 |title=A Note on Aru and Kota Cina |journal=Indonesia |volume=26 |issue=26 |pages=1–42 |doi=10.2307/3350834 |jstorp=33508344–5}}</ref> Akan tetapi, Groenveldt, seorang sejarawan Belanda, berpendapat bahwa pusat ibu kota Kerajaan Haru terletak jauh ke tenggara, yakni dekat muara [[Sungai Barumun]] dan [[Sungai Panai|Panai]], di Kabupaten [[Kabupaten Labuhanbatu|Labuhanbatu]], dan karena itu terkait dengan pendahulunya yaitu [[Kerajaan Pannai]] yang bercorak agama [[agama Buddha|Buddha]]. Gilles mengajukan pendapat bahwa ibu kotanya terletak dekat [[Pelabuhan Belawan]], sementara sejarahwan lain mengajukan pendapat bahwa lokasi pusat kerajaan Aru terletak di dekat muara [[Sungai Wampu]] dekat Teluk Haru, Kabupaten [[Kabupaten Langkat|Langkat]].<ref name="Muljana-Haru">{{Cite book|author=Slamet Muljana|date=2005|url=https://books.google.com/books?id=j9ZOKjMxVdIC&q=kerajaan+haru&pg=PA15|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9789798451164|page=15|language=id}}</ref>
 
Situs [[Museum Situs Kota China|Kota Cina]] di kawasan [[Medan Marelan, Medan|Medan Marelan]],<ref>{{Cite web |date=3 January 2016 |title=Museum Kota Cina, Situs Awal Perdagangan Penting di Pantai Timur Sumatera Abad XI |url=https://www.semedan.com/2016/01/museum-kota-cina-situs-awal-perdagangan-penting-di-pantai-timur-sumatera-abad-xi.html |url-status=live |archive-url=https://web.archive.org/web/20170714092651/https://www.semedan.com/2016/01/museum-kota-cina-situs-awal-perdagangan-penting-di-pantai-timur-sumatera-abad-xi.html |archive-date=14 July 2017 |access-date=8 May 2017 |website=SeMedan.com |language=id}}</ref> dan situs Benteng Putri Hijau di [[Deli Tua, Deli Serdang|Deli Tua]], [[Namorambe, Deli Serdang|Namorambe]], adalah situs-situs arkeologi di dekat Kota [[Kota Medan|Medan]], yang dikaitkan dengan Kerajaan Haru.<ref name="Oetomo">{{Cite web |author=Repelita Wahyu Oetomo |date=8 June 2014 |title=Benteng Putri Hijau Berdasarkan Data Sejarah dan Arkeologi |url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2014/06/08/benteng-putri-hijau-berdasarkan-data-sejarah-dan-arkeologis/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20170128044042/http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2014/06/08/benteng-putri-hijau-berdasarkan-data-sejarah-dan-arkeologis/ |archive-date=28 January 2017 |access-date=8 May 2017 |website=Direktorat Jenderal Kebudayaan |language=id}}</ref> Situs arkeologi Benteng Putri Hijau kini tengah terancam proyek pembangunan hunian.<ref>{{Cite news |date=27 October 2011 |title=Perumahan Kepung Situs Kerajaan Haru |language=id |work=Serambi Indonesia |url=http://aceh.tribunnews.com/2011/10/27/perumahan-kepung-situs-kerajaan-haru |url-status=live |access-date=11 May 2017 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180108174935/http://aceh.tribunnews.com/2011/10/27/perumahan-kepung-situs-kerajaan-haru |archive-date=8 January 2018}}</ref> Situs arkeologi lainnya adalah [[Kota Rantang, Hamparan Perak, Deli Serdang|Kota Rentang]] di daerah [[Hamparan Perak, Deli Serdang|Hamparan Perak]], [[Kabupaten Deli Serdang|Deli Serdang]], yang diajukan oleh ahli arkeologi sebagai lokasi ibu kota Kerajaan Haru.<ref name="Kompas-Aru">{{Cite news |author=Juraidi |date=23 August 2008 |title=Menelusuri Jejak Kerajaan Aru |language=id |work=Kompas.com |url=http://entertainment.kompas.com/read/2008/08/23/14084531/menelusuri.jejak.kerajaan.aru |url-status=live |access-date=9 May 2017 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170917215211/http://entertainment.kompas.com/read/2008/08/23/14084531/menelusuri.jejak.kerajaan.aru |archive-date=17 September 2017}}</ref>
Baris 90 ⟶ 87:
Pada abad ke-15, pemimpin Kerajaan Haru dan penduduknya kemungkinan besar telah memeluk agama [[Islam]], sebagaimana disebutkan dalam ''[[Yingyai Shenglan]]'' ([[1416]]), karya Ma Huan yang ikut mendampingi Laksamana Cheng Ho dalam pengembaraannya. Dalam [[Hikayat Raja-raja Pasai]] dan Sulalatus Salatin disebutkan bahwa kerajaan tersebut mengalami islamisasi oleh Nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad, yang juga mengislamkan Merah Silu, Raja [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] pada pertengahan abad ke-13.
 
Sumber-sumber Tiongkok menyebutkan bahwa adat istiadat seperti perkawinan, adat penguburan jenazah, pertukangan, dan hasil bumi Haru memiliki keselarasan dengan [[Melaka]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera]], dan [[Jawa]]. Mata pencaharian penduduknya adalah menangkap ikan di pantai dan bercocok tanam. Tetapi karena tanah negeri itu tidak begitu sesuai untuk penanaman padi, maka sebagian besar penduduknya berkebun menanam kelapa, pisang dan mencari hasil hutan seperti kemenyan. Mereka juga berternak unggas, bebek, kambing. Sebagian penduduknya juga sudah mengonsumsi susu. Apabila pergi ke hutan mereka membawa panah beracun untuk perlindungan diri. Wanita dan laki-laki menutupi sebagian tubuh mereka dengan kain, sementara bagian atas terbuka. Hasil-hasil bumi dibarter dengan barang-barang dari pedagang asing seperti keramik, kain sutera, manik-manik dan lain-lain.<ref name=waspada />
 
Peninggalan arkeologi di Kota China menunjukkan wilayah Haru memiliki hubungan dagang dengan [[Tiongkok]] dan [[India]].<ref name = melayuonline2 >[http://melayuonline.com/article/?a=aWdOL1U5bWh1MGY%3D= A Note on Aru and Kota China (Part 2)]{{Pranala matisfn|date=Mei 2021 Milner|bot=InternetArchiveBot McKinnon|fix-attempted=yes Sinar|1978}}</ref>
 
== Daftar penguasa==
 
# Raja Serbanyaman (±1225—1255)
# Raja Kembat (±1255—1292)
Baris 109 ⟶ 105:
# ''Serangan Aceh masa [[Iskandar Muda]]'' (1613)
 
Berkaitan dengan penguasa Aru, tidak dapat dipisahkan dengan peran lembaga ''Raja Berempat''. Menurut Peret (2010), lembaga ini telah ada sebelum pengaruh Aceh dibagian utara Pulau Sumatra. Dalam kesempatan berikut, Raja Berempat berperan dalam penentuan calon pengganti Sultan di Deli dan Serdang, dengan menempatkan Datuk Sunggal sebagai ''Ulun JanjiJandi''.<ref name="Perret, D 2010"/>
 
== Referensi ==
{{reflistReflist}}
== Daftar pustaka ==
{{Refbegin}}
* {{Cite journal| last1 = Milner| first1 = A.C.| last2 = McKinnon| first2 = E. Edwards| last3 = Sinar| first3 = Tengku Luckman| date = Oktober 1978| title = A Note on Aru and Kota Cina| url = https://www.jstor.org/stable/3350834| language = en| journal = Indonesia| volume = | issue = 26| pages = 1–42| doi = 10.2307/3350834| access-date = 1 Februari 2024| ref = {{sfnref|Milner|McKinnon|Sinar|1978}}}}
{{Refend}}
 
{{Kerajaan di Sumatra}}