Teori Kognitif Sosial: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gadih Ranti (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Teori Kognitif Sosial''' adalah nama baru dari Teori Belajar Sosial yang dikembangkan oleh [[Albert Bandura]]. Penamaan Teori Kognitif Sosial ini dilakukan tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura<ref>{{Cite journal|date=1967-07|title=Motivation examined. Levine, David (Ed.) Nebraska Symposium on Motivation, 1966. Lincoln: University of Nebraska Press, 1966, 109 p.,$5.95 (paper)|url=http://dx.doi.org/10.1002/1520-6807(196707)4:3<286::aid-pits2310040321>3.0.co;2-k|journal=Psychology in the Schools|volume=4|issue=3|pages=286–287|doi=10.1002/1520-6807(196707)4:3<286::aid-pits2310040321>3.0.co;2-k|issn=0033-3085}}</ref> juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru. Pada publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan [[Behaviouralisme (hubungan internasional)|behavioral]] yang dapat memengaruhi seseorang dalam proses
== Konsep-konsep utama ==
Konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengetahuan tentang belajar observasional yaitu proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang
Proses peniruan interpersonal juga dapat dilihat pada
'''Baranowski, Perry, dan Parcel''' ('''[[1997]]''') menyatakan bahwa proses penguatan merupakan bentuk utama dari cara
Efek-efek yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang sebenarnya. Tetapi dari penguatan atas sesuatu yang dicapai atau dialami orang lain yang kemudian dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri. Jenis penguatan ini disebut penguatan perwakilan. Menurut '''Bandura''' ('''1986'''), penguatan perwakilan terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil dan harapan hasil.
Baris 18:
Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dari pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi sejauh mana belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah konsep identifikasi dengan model di dalam media.
Dalam teori kognitif sosial secara khusus dinyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan seorang model, proses
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan seorang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dimilikinya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan [[efikasi diri]] ('''Bandura''', '''1977'''a) dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasyarat kritis dari perubahan perilaku. Misalnya dalam kasus tayangan tentang cara pembuatan kue bika di televisi yang telah disebutkan di atas. Teori kognitif
== Teori Kognitif Sosial dan Media Komunikasi ==
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asumsi dari teori kognitif sosial adalah bahwa proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model yang menampilkan suatu
Harapan-harapan ini akan memengaruhi proses belajar perilaku dan jenis perilaku berikutnya yang akan muncul. Namun, proses belajar ini akan dipandu oleh sejauh mana orang tersebut mengidentifikasi dirinya dengan model itu dan sejauh mana ia merasakan [[Efikasi diri|efikasi]] diri tentang perilaku-perilaku yang dicontohkan model tersebut.
Melalui dasar
Dampak terbesar dari teori kognitif sosial adalah dalam penelitian tentang kekerasan dalam
Teori kognisi sosial, yang amat menekankan efek pada perilaku, mengatakan bahwa penggambaran kekerasan itu memicu baik peningkatan maupun penurunan dalam perilaku kekerasan, tergantung pada perilaku yang mendapatkan imbalan maupun hukuman, dan juga tergantung pada sejauh mana penonton mengidentifikasi diri mereka pada model kekerasan dalam media. Tentu saja, riset awal '''Bandura''' ('''[[1962]]''') dan '''Berkowitz''' ('''[[1964]]''') mendukung hubungan mendasar antara menonton perilaku kekerasan dan pemodelan perilaku dalam interaksi. Bagaimanapun, riset terakhir telah menambahkan kompleksitas untuk persamaan ini, dengan alasan bahwa isu-isu seperti kecenderungan perilaku agresif yang sudah ada, proses kognitif media, realita yang digambarkan media, dan bahkan diet bisa memengaruhi sejauh mana seseorang "belajar" tentang kekerasan dari media. ('''Miller,[[2005]]''': 254)
Aplikasi dari teori kognitif sosial pada studi tentang kekerasan melalui televisi mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tak diinginkan pada khalayak pemirsanya. Bagaimanapun, para sarjana komunikasi dan peneliti riset aksi juga mempertimbangkan aplikasi yang lebih berguna dari teori kognitif sosial ini. Makin banyak saja para [[sarjana]] [[komunikasi]] yang menggunakan konsep ''hiburan'' dan ''
Teori Kognitif Sosial juga digunakan dalam aplikasi komunikasi kesehatan masyarakat. Misalnya untuk kampanye tentang demam berdarah, atau flu burung digunakan artis terkenal atau tokoh yang menarik yang karena mengikuti anjuran pemerintah untuk pencegahan, bisa terhindar dari penyakit tersebut. Pemakaian artis terkenal atau tokoh yang menarik akan memicu orang untuk lebih waspada terhadap kedua [[penyakit]] tersebut.
|