Al-Ghazali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Seljuk Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 41:
Ayah dari al-Ghazali bekerja sebagai pemintal dan penjual wol. Ayahnya dikenal sebagai orang yang memiliki pengabdian dalam menuntu ilmu agama. Ketika memiliki waktu luang sehabis bekerja, ia selalu mendatangai para tokoh agama dan para ahli fikih untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Sifat dan kepribadian ayahnya kurang diketahui. Ketika masih dalam usia anak-anak, ayahnya wafat. Ia meninggalkan al-Ghazali bersama saudara kandung laki-lakinya yang bernama Ahmad.{{Sfn|Zaini|2016|p=150}}
Al-Ghazali mempunyai [[Ingatan|daya ingat]] yang kuat. Dalam memberikan [[argumentasi]], ia bersikap bijak. Karena kemampuan tersebut, ia diberi gelar sebagai ''[[Hujjatul Islam]].'' Ia sangat dihormati di dua pusat [[kekuasaan]] Islam pada masanya, yaitu [[Dinasti Seljuk]] dan Dinasti Abbasiyah. Imam al-Ghazali sangat mencintai [[ilmu]] dan pengetahuan sehingga ia menguasai banyak bidang ilmu. Dalam menuntu ilmu, ia melakukan kegiatan pengembaraan dengan meninggalkan seluruh kesenangan hidup yang dimilikinya.{{Sfn|Zaini|2016|p=152}} Sebelum dia memulai pengembaraan, dia telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti ''al-Junaid Sabili'' dan ''Bayazid Busthami''. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti [[Mekkah]], [[Madinah]], [[Jerusalem]] dan [[Mesir]]. Ia terkenal sebagai ahli [[filsafat Islam]] yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi dia telah dididik dengan [[akhlak]] yang mulia. Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat [[riya]], megah, sombong, takabur dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara', zuhud dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat [[ridha]] [[Allah]] SWT.
Baris 54 ⟶ 53:
* ''Kimiya as-Sa'adah'' (Kimia Kebahagiaan)<ref>{{en}} -----. ''[http://www.sacred-texts.com/isl/tah/ The Alchemy of Happiness] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050116094057/http://www.sacred-texts.com/isl/tah/ |date=2005-01-16 }}''. Translator: Claud Field (1863-1941). Northbrook Society. 1909.</ref>
* ''Misykah al-Anwar'' (The Niche of Lights)
* ''Mizan Al-'Amal''
* ''Al-Ma'arif Al-Aqliyah''
* ''Bidayah Al-Hidayah''
* ''Jawahir Al-Quran''
* ''Nashihatul Akhirah''
* ''Zaadul Akhirah''
* ''Ar-Risalah Al-Laduniyah''
* ''Talbis Iblis''
* ''Al-Munqiz Min Ad-Dhalal''
=== Filsafat ===
Baris 98 ⟶ 106:
Al-Ghazali meyakini bahwa perbuatan anak-anak ditentukan oleh [[kebiasaan]] yang diajarkan kepadanya. Bila ia dibiasakan untuk berbuat baik, maka ia akan melakukan perbuatan baik. Sebaliknya, jika ia dibiasakan berbuat buruk, maka ia akan melakukan perbuatan buruk.{{Sfn|Saepuddin|2019|p=12}}
=== Pendidikan
Menurut al-Ghazali, pendidikan akidah harus dicegah dari timbulnya [[kesesatan]]. Karenanya. pendidikan harus memiliki strategi pembelajaran yang tepat. Al-Ghazali menolak pendapat dari mazhab Muktazilah mengenai kewajiban semua orang untuk berdebat mengenai akidah dalam konteks ilmu kalam. Hal ini ditolaknya karena al-Ghazali meyakini bahwa ilmu kalam yang dikaji oleh orang awam akan menimbulkan kebingungan bagi dirinya sendiri. Al-Ghazali tidak mengharamkan ilmu kalam, karena menurutnya ilmu ini dapat mengarahkan akidah seseorang dalam pencegahan dari kelompok ahli
Dalam pembelajaran akidah, al-Ghazali memberikan sebuah metode khussu bagi anak kecil dan bagi orang awam. Ia mengajarkan akidah dengan menggunakan ayat Al-Qur’an dan hadis yang penyampaiannya dilakukan dengan [[retorika]] yang tepat. Ia melarang pembelajaran ilmu kalam bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan keilmuan untuk mempelajarinya.{{Sfn|Romadlon dan Septi|2020|p=2}}
|