Bahasa Melayu Maumere: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(16 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 8:
| imagealt =
| imagecaption =
| pronunciation =
| states = [[Indonesia]]
| region =
* [[Nusa Tenggara Timur]]
| creator =▼
** [[Maumere|Kota Maumere]]
{{Tree list/end}}
▲| creator =
| created =
| setting =
Baris 43 ⟶ 46:
| posteriori =
| nation =
| minority = [[Indonesia]]
| agency = [[Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa]]
| iso1 =
Baris 54 ⟶ 57:
| linglist =
| lingname =
| glotto = none
| glottorefname =
| aiatsis =
Baris 70 ⟶ 73:
| mapcaption =
| pushpin_map = Indonesia Nusa Tenggara Timur#Indonesia Lesser Sunda Islands#Indonesia
| coordinates = {{
| qid = Q14150
| zoom = 8
|status_konservasi= NA
|contoh_berkas =
Baris 81 ⟶ 86:
|contoh_suara =
|module =
|mapcode = Melayu Maumere
|notice = IPA
|catatan= <references group="ib"/>
Baris 88 ⟶ 94:
==Sejarah==
Penggunaan bahasa Melayu di Kota Maumere sendiri sudah dimulai sejak masa [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]], tepatnya pada abad ke-19; bahkan kemungkinan telah digunakan sejak lama. Hal ini berkaitan dengan misi Katolik di [[Pulau Flores]] saat itu. Karena pada waktu itu sebagai besar masyarakat [[Suku Sikka|Sikka]] dan Flores pada umumnya tidak bisa berbahasa Melayu, maka untuk memudahkan misi tersebut, digaungkanlah penggunaan bahasa Melayu oleh [[Keuskupan Agung Ende|Gereja Katolik]] di Flores.<ref>{{cite web|url=https://ekorantt.com/2022/05/07/telisik-sejarah-christus-ratoe-itang-majalah-bahasa-sikka-pertama-tahun-1926/|title=Telisik Sejarah Christus Ratoe Itang, Majalah Bahasa Sikka Pertama Tahun 1926|website=ekorantt.com|publisher=EkoraNTT|first=Yuven|last=Fernandez|date=2022-05-07|access-date=2024-01-06|language=id}}</ref> Serupa dengan [[bahasa Melayu Larantuka]], bahasa ini juga dipengaruhi oleh penggunaan kosakata serapan dari [[bahasa Portugis]].<ref>{{cite web|language=pt|url=http://ventosdalusofonia.com/2014/03/23/indonesia-uma-comunidade-de-flores-oriental-quer-aprender-portugues/|title=Indonésia: uma comunidade de Flores Oriental quer aprender a Língua Portuguesa|publisher=Ventos da Lusofonia|date=23 Maret 2014|access-date=3 Juli 2024|website=ventosdalusofonia.com}}</ref>
Karena banyaknya bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat di Flores kendati jarak wilayahnya tidak terlalu jauh menjadikan kedudukan [[bahasa Indonesia]] di Flores menjadi sangat penting dan hampir semua wilayah bahkan yang paling terpencil sekalipun, masyarakatnya berusaha untuk belajar bahasa Indonesia (disebut bahasa Melayu oleh masyarakat Flores).{{sfnp|Gregorius Dori Gobang|2014|pp=60}} Sekolah-sekolah yang dikembangkan oleh misi Gereja juga membantu dalam mensosialisasikan bahasa Indonesia. Karena adanya penggunaan bahasa penghubung dalam lingkup masyarakat yang mempunyai keragaman bahasa, penggunaan bahasa Indonesia sering bercampur dengan bahasa-bahasa daerah. Percampuran itu menciptakan keunikan dan kekhasan tersendiri dalam bahasanya, salah satunya bahasa Melayu Maumere.{{sfnp|Gregorius Dori Gobang|2014|pp=63}} Selain bahasa Indonesia, [[bahasa Jawa]] juga memberikan pengaruh pada bahasa Melayu Maumere. Penggunaan unsur-unsur bahasa Jawa terdapat dalam kosakata yang digunakan.{{sfnp|G. Nuwa|2017|pp=118}} Hal ini tidak terlepas dari hegemoni [[etnis Jawa]] di Indonesia dan program [[transmigrasi]] yang diadakan oleh [[Pemerintah Indonesia]].<ref>{{cite book|url=https://circle.ubc.ca/handle/2429/33606|title=Javanization of Indonesian politics|last=Thornton|first=David Leonard|date=1972|website=cIRcle UBC|publisher=The University of British Columbia}}</ref>
Baris 94 ⟶ 100:
==Penggunaan==
Masyarakat tutur bahasa Melayu
Maumere adalah orang yang tinggal dan menetap di Kota Maumere. Di Kota Maumere, mayoritas masyarakatnya [[dwibahasa]] dan beberapa [[multibahasa]]. Hal ini dilatarbelakangi oleh beragamnya penggunaan bahasa di kota ini, seperti [[bahasa Lio]], [[Bahasa Sikka|Sikka]], [[Bahasa Bajo|Bajo (Wuring)]], dan [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]. Kenyataan tersebut dapat dilihat pada situasi tutur yang menjadikan bahasa Lio-Sikka dan bahasa Indonesia sebagai medium komunikasi. Akan tetapi dalam komunikasi sehari-hari, terutama komunikasi antar kelompok masyarakat di Kota Maumere biasanya menggunakan bahasa Indonesia dan juga ragam Melayu lokal yang disebut sebagai bahasa Melayu Maumere. Dapat dilihat bahwa kebutuhan masyarakat dalam menguasai bahasa Indonesia merupakan hal tidak bisa dihindarkan. Di Kota Maumere, sebagian lirik lagu-lagu lokal juga menggunakan bahasa Melayu Maumere yang dipadukan dengan bahasa-bahasa daerah.<ref>{{Cite web|url=https://www.jawapos.com/halte/013456192/tak-ada-nadin-amizah-di-maumere|title=Tak Ada Nadin Amizah di Maumere|website=www.jawapos.com|language=id|access-date=14 Februari 2023|date=10 Desember 2023|publisher=[[Jawa Pos]]|first=Mahfud|last=Ikhwan}}</ref> Dalam satu kasus, jika mereka hanya menguasai bahasa Sikka saja, mereka akan merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan ber[[Suku Sikka|etnis Sikka]]. Keadaan inilah yang kemudian menjadikan bahasa Indonesia berkembang lebih pesat dalam hal fungsi dan kedudukannya; yang kemudian menyebabkan terbentuknya bahasa Melayu Maumere.{{sfnp|G. Nuwa|2017|pp=112}}
Karena kepentingan komunikasi tersebut, bahasa Indonesia dinilai paling tepat sebagai sarana
Baris 130 ⟶ 136:
|Pembeli: "''Ais… tiga su e"
|-
|Penjual: "''Tidak bisa di… dua a'u ju ambil dengan tiga lima ribu na''"
|}
Dalam contoh percakapan kedua ini pembeli menggunakan tuturan campur kode ''intern'' dengan menyisipkan bahasa Melayu Maumere ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kalimat "''Sayur ini berapa, inang?''" dan "''Tiga su e
Dalam contoh percakapan ketiga ini berisi campur kode ''intern'' yang
Baris 188 ⟶ 194:
|}
Pada contoh percakapan ini, penjual dan pembeli menggunakan campur kode bahasa Jawa yang diselingi dengan kalimat bahasa Indonesia seperti pada kata "''mbak''" (sebutan untuk perempuan dewasa) dan "''mas''" (sebutan untuk laki-laki dewasa). Hal itu karena penjual ber[[Suku Jawa|etnis Jawa]], sehingga kebiasaan bertutur untuk perempuan selalu memakai kata "''mbak''". Begitupun ketika pembeli mengetahui bahwa penjual beretnis Jawa maka responnya menggunakan bahasa Jawa, yaitu pada kata "''mas''". Penjual menggunakan kata tersebut karena pembeli berlatar belakang orang Jawa diselingi dengan kalimat bahasa Indonesia.{{sfnp|G. Nuwa|2017|pp=118}}
;Campur kode ''ekstern'' dari bahasa Inggris
Baris 204 ⟶ 209:
|Pembeli: "''Yang aktif saja, harganya berapa?''"
|-
|Penjual: "''
|}
Baris 218 ⟶ 223:
* {{Cite journal|first=Gustav|last=G. Nuwa|title=Campur Kode Dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Alok Maumere Propinsi Nusa Tenggara Timur|date=2017|degree=Sarjana|publisher=IKIP Muhammadiyah Maumere|location=[[Maumere]], Indonesia|url=https://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/bisastra/article/download/752/684|ref=harv|issn=2549-5305}}
* {{Cite journal|first=Jonas Klemens|last=Gregorius Dori Gobang|title=Konflik Budaya Lokal Pada Masyarakat di Pulau Flores (Sebuah Analisis Komunikasi Lintas Budaya)|date=2014|degree=Sarjana|publisher=Universitas Nusa Nipa|location=[[Maumere]], Indonesia|url=https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/download/6773/6020/11761|ref=harv|issn=|volume=9}}
{{Bahasa daerah di Indonesia}}
{{DEFAULTSORT:Melayu Maumere}}
[[Kategori:Bahasa Kupang]]
[[Kategori:Bahasa dari Nusa Tenggara Timur]]
[[Kategori:Bahasa di Indonesia]]
{{bahasa-stub}}
|