Keris: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Penambahan informasi Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Mengembalikan suntingan oleh 103.210.35.25 (bicara) ke revisi terakhir oleh AABot Tag: Pengembalian |
||
(9 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 14:
<!-- Type selection -->| is_bladed = Yes
<!-- Service history -->| service = [[Majapahit|Kemaharajaan Majapahit]], [[Kerajaan Sunda]], [[Singhasari|Kerajaan Singhasari]], [[Kesultanan Palembang Darussalam]], [[Kesultanan Malaka]], [[Kesultanan Demak]], [[Kesultanan Mataram]], [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat]], [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]], [[Kesultanan Brunei]], [[Semenanjung Malaka]], [[Nusantara|Kepulauan Indonesia]]<ref>{{cite book|author=Albert G Van Zonneveld|title=Traditional Weapons of the Indonesian Archipelago|year=2002|publisher=Koninklijk Instituut Voor Taal Land|isbn=90-5450-004-2}}</ref>
| used_by = [[Suku Jawa]], [[Suku Bali]], [[Suku Sunda]], [[Suku Melayu]], [[Suku Banjar]], [[Suku Madura]], [[Suku Bugis]], [[Suku Mandar]], [[Suku Toraja]], [[Suku Kutai]] dan [[Suku Makassar]]
| wars = [[Pertempuran Genter]], [[Ekspedisi Pamalayu]], [[Invasi Mongol ke Jawa]], [[Perang Bubat]], [[Perang Paregreg]], [[Penyerbuan di Batavia|Penyerbuan Batavia]], [[Perang Jawa|Perang Diponegoro]], [[Revolusi Nasional Indonesia]]
<!-- Production history -->
Baris 56:
{{Budaya Indonesia}}
'''Keris''' merupakan senjata tajam golongan [[belati]] dari suku [[Suku Jawa|Jawa]] yang memiliki ragam fungsi [[budaya]] yang dikenal di kawasan [[Indonesia|Nusantara]] bagian [[Waktu Indonesia Barat|barat]] dan [[Waktu Indonesia Tengah|tengah]]. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, sering kali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki [[pamor keris|pamor]] (''damascene''), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah.
Keris bagi orang Jawa adalah senjata pamungkas/terakhir setelah pedang,
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel atau peperangan,<ref name=darmosoegito>Darmosoegito, Ki. 1992. ''Bab Dhuwung''. Djojobojo. Surabaya. Hal. 16.</ref> sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini dan penggunaan perkembangan keris dari waktu ke waktu
Keris telah terdaftar dan diakui oleh [[UNESCO]] sebagai [[Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia|Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia]] yang berasal dari [[Indonesia]] sejak 2005.
Baris 65:
== Asal usul dan fungsi ==
Asal usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada
Sedangkan keris yang lurus adalah perkembangan dari bentuk kadga yaitu bentuk paling awal keris. dalam bahasa [[Jawa]] berarti "(kata sinengker, karana, dan aris). Sinengker atau sengkeran mempunyai arti kurungan, karana mempunyai arti jalaran, dan aris mempunyai arti tanpa suloyo" Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di [[relief]] [[candi]] atau [[patung]].
▲tanpa suloyo" Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di [[relief]] [[candi]] atau [[patung]].{{fact}} Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa [[prasasti]] dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.
=== Prototipe Keris ===
Baris 76:
Satu panel relief Candi Borobudur (abad ke-9) yang memperlihatkan seseorang memegang benda serupa keris tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan hulu/deder nya masih menyatu dengan bilah.
Pada catatan Prasasti Ponorogo berangka tahun 823 saka, atau 901 M menyebutkan 392 orang hadir untuk upacara penghormatan Sang Hyang Vatu Sima (Dewa Harimau Batu). Dalam upacara disembelih 6 ekor kerbau untuk para warga. Hadir pula warga dari 7 desa tetangga. Semua warga dan tamu undangan diberi hadiah berupa makanan beraneka ragam dari daging hingga ikan laut, keris, kain, dan emas. Dalam acara tersebut diadakan tari-tarian, makan bersama, kemudian doa pengusiran roh jahat oleh Pandita. Keris-keris yang sangat banyak tersebut ditempa oleh para empu Ponorogo zaman Wengker.<ref>{{Cite web|last=News|first=Ponorogo|date=13 Juli 2023|title=Sudah Ada Sejak 1000 Tahun Lalu, Ternyata Pusat Keris ada di Ponorogo|url=https://ponorogo.pikiran-rakyat.com/seputar-ponorogo/pr-3136877022/sudah-ada-sejak-1000-tahun-lalu-ternyata-pusat-keris-ada-di-ponorogo?page=all|website=PonorogoNews|access-date=22-02-2024}}</ref>
Dari abad yang sama, [[prasasti Karangtengah]] di [[Kabupaten Temanggung|Temanggung, Jawa Tengah]] berangka tahun 824 Masehi menyebut istilah "keris" dalam suatu daftar peralatan.<ref name="lumintu">Lumintu. 1985. ''Besi, Baja, dan Pamor Keris''. Pusat Keris Jakarta. Jakarta. hal. 4.</ref> [[Prasasti Poh]] (904 M) menyebut "keris" sebagai bagian dari sesaji yang perlu dipersembahkan.<ref name=lumintu/> Walaupun demikian, tidak diketahui apakah "keris" itu mengacu pada benda seperti yang dikenal sekarang.▼
▲Dari abad yang sama, [[prasasti Karangtengah]] di [[Kabupaten Temanggung|Temanggung, Jawa Tengah]] berangka tahun 824 Masehi menyebut istilah "keris" dalam suatu daftar peralatan.<ref name="lumintu">Lumintu. 1985. ''Besi, Baja, dan Pamor Keris''. Pusat Keris Jakarta. Jakarta. hal. 4.</ref> [[Prasasti Poh]] (904 M) menyebut "keris" sebagai bagian dari sesaji yang perlu dipersembahkan.<ref name="lumintu" /> Walaupun demikian, tidak diketahui apakah "keris" itu mengacu pada benda seperti yang dikenal sekarang.
Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di [[relief]] [[candi]] atau [[patung]]. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa [[prasasti]] dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.
=== Keris modern ===
Baris 128 ⟶ 126:
Posisi Ngogleng kerap dikenakan oleh abdi dalem dan masyarakat umum. Mereka meletakkan keris di bagian belakang dengan posisi tersebut saat menghadiri acara resmi yang bersifat formal juga ketika dalam masa damai.
2. Kureban
Jika Ngogleng membuat gagang keris condong ke kanan, posisi Kureban justru menjadikannya menghadap ke kiri. Ketika memakai keris dengan posisi seperti ini, maka orang tersebut biasanya sedang menghadiri acara duka cita.
3. Satriya Keplayu
Adalah posisi keris di belakang tengah tegak lurus adalah ketika seseorang sedang beraktivitas yang membutuhkan banyak gerakgerak, juga ketika sedang menghadap raja.
Untuk penempatan di bagian depan yaitu Nyothe adalah posisi yang dilakukan oleh seorang ulama/ resi atau dia adalah seorang spiritualis, penempatan di depan ataupun di samping juga bisa diartikan sebagai siap siaga ketika sedang berperang atau bertarung.
Untuk orang [[Bali]] keris diletakkan di punggung belakang, sedangkan orang Jawa [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]], [[Bugis]] dan [[Melayu]] keris ditempatkan di depan.
<!-- Keris memiliki dua macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu ber[[bilangan|bilang]] ganjil) memiliki arti bahwa hidup itu memiliki tantangan, jalan yang berkelok kelok adalah arti dari perjuangan hidup. ada pula yang berbilah lurus memiliki arti spiritualis yaitu tegak lurus kepada sang Pencipta. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek [[esoterisme|esoteri]] yang berbeda. -->
Baris 144 ⟶ 142:
<!-- Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti [[keris Mpu Gandring]] dalam legenda [[Ken Arok]] dan [[Ken Dedes]].
-->
Sikap menghormati berbagai benda-benda garapan [[logam]] dapat ditelusuri sebagai pengaruh [[India]], khususnya [[Siwa]]isme.<ref name="old.blades.free.fr">[http://old.blades.free.fr/keris/introduction/origin/history3.htm Origin of The Keris. III. Keris and Sivaism.] Laman ''Old Blades. Malay World Edges Weapons''.</ref> Prasasti Dakuwu (abad ke-6) menunjukkan [[ikonografi]] India yang menampilkan "wesi aji" seperti [[trisula]], ''[[kudhi]]'', [[arit]], dan keris ''sombro''.<ref name="lumintu"/> Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-[[Singasari]] dikenal sebagai "keris Buda", yang berbentuk pendek dan tidak berluk (lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris.<ref name="Origin of The Keris. I. Keris Buda">[http://old.blades.free.fr/keris/introduction/origin/history1.htm Origin of The Keris. I. Keris Buda.] Laman ''Old Blades. Malay World Edges Weapons''.</ref> Beberapa belati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda dan keris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatu dengan bilah keris.
Baris 156 ⟶ 152:
Bilah besi sebagai bahan dasar di''wasuh'' atau dipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor (misalnya [[karbon]] serta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untuk disisipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembali dipanaskan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipat dan ditempa kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, serta banyaknya lipatan akan memengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses ini disebut ''saton''. Bentuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan ini lalu dipotong menjadi dua bagian, disebut ''kodhokan''. Satu lempengan baja lalu ditempatkan di antara kedua ''kodhokan'' seperti roti ''sandwich'', diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatukan. Ujung kodhokan lalu dibuat agak memanjang untuk dipotong dan dijadikan ''ganja''. Tahap berikutnya adalah membentuk ''pesi'', ''bengkek'' (calon gandhik), dan terakhir membentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan dengan pemanasan.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (''ricikan'') dengan menggarap bagian-bagian tertentu menggunakan
Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubang disesuaikan dengan diameter pesi.
Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. ''Penyepuhan'' ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran [[belerang]], [[garam]], dan perasan [[jeruk nipis]] (disebut ''kamalan''). ''Penyepuhan'' juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan ([[air]], air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan ''penyepuhan'' harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.
Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro, bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.<ref>{{
Pemberian
<!-- Pemerhati dan kolektor keris lebih sering menggolongkan keris sebagai ''keris kuna'' dan ''keris baru''. Keris kuna dibuat sebelum abad ke-19, pembuatannya menggunakan bahan bijih logam mentah yang diambil dari sumber alam dan [[meteorit]] (karena belum ada pabrik peleburan bijih logam), sehingga logam yang dipakai masih mengandung banyak jenis logam campuran lainnya, seperti bijih besinya mengandung [[titanium]], dll. Keris baru ( setelah abad ke-19 ) biasanya hanya menggunakan bahan besi, baja dan nikel dari hasil peleburan biji besi, atau besi bekas ( per ''sparepart'' kendaraan, besi jembatan, besi rel kereta api dll ) yang rata-rata adalah olahan pabrik, sehingga kemurniannya terjamin atau sedikit sekali kemungkinannya mengandung logam jenis lainnya.
Baris 192 ⟶ 188:
=== ''Warangka'' atau sarung keris ===
Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar: ''kumpang''), adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari [[kayu]] (yang umum adalah [[jati]], [[cendana]],
Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis '''warangka ladrang''' yang terdiri dari bagian-bagian: ''angkup, lata, janggut, gandek, godong'' (berbentuk seperti daun), ''gandar, ri'' serta ''cangkring''. Dan jenis lainnya adalah jenis '''wrangka gayaman''' (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat ''angkup, godong'', dan ''gandek''.
Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi, misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk
Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman, pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.
Baris 202 ⟶ 198:
Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut '''gandar''' atau ''antupan'',maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran).
Karena fungsi gandar untuk membungkus, sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut '''pendok'''. Bagian
Untuk keris Jawa, menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) ''pendok bunton'' berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya, (2) ''pendok blewah'' (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat, serta (3) ''pendok topengan'' yang belahannya hanya terletak di tengah. Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).
Baris 269 ⟶ 265:
Tangguh keris tidak bersifat mutlak karena deskripsi setiap tangguh pun dapat bersifat tumpang tindih. Selain itu, pustaka-pustaka lama tidak memiliki kesepakatan mengenai empu-empu yang dimasukkan ke dalam suatu tangguh. Hal ini disebabkan tradisi lisan yang sebelum abad ke-20 dipakai dalam ilmu ''padhuwungan''.
Meskipun tangguh tidak identik dengan umur, tangguh keris (Jawa) yang tertua yang dapat dijumpai saat ini adalah ''tangguh Buda'' (atau keris Buda). Keris pusaka tertua dianggap dan masih dugaan
Kebangkitan seni kriya keris di Surakarta dimulai pada tahun 1970, dibidani oleh K.R.T. [[Hardjonagoro]] (Go Tik Swan) dan didukung oleh
Keris-keris yang dibuat oleh para pandai keris sekarang dikenal sebagai ''keris kamardikan'' ("keris kemerdekaan"). Periode ini melahirkan beberapa pandai keris kenamaan dari Surakarta<ref name=Murtidjono/> seperti KRT. Supawijaya (Surakarta), Pauzan Pusposukadgo (Surakarta), tim pandai keris STSI Surakarta, Harjosuwarno (bekerja pada studio milik KRT Hardjonagoro di Surakarta), Suparman Wignyosukadgo (Surakarta).<ref name=Harsri>Harsrinuksmo B. 1985. ''Tanya Jawab Soal Keris.'' Pusat Keris Jakarta. Jakarta. Hal. 30., dan Jeno Harumbrojo (Yogyakarta)</ref>
|