Keris: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Duyaba (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Puritrenggalek (bicara) ke revisi terakhir oleh EditorPKY()
Tag: Pembatalan
 
(11 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 52:
| Link = https://ich.unesco.org/en/RL/indonesian-kris-00112
| Below = [[File:Unesco Cultural Heritage logo.svg|100px]]
| Note = Keris ({{lang-en|Kris}}) adalah senjata khas yang berkelok-kelok atau asimetri yang termasuk dalam golongan senjata tikam yang berasal dari Indonesia. Baik sebagai senjata maupun objek spiritual, keris dihormati dan dianggap memiliki kekuatan yang magis. Awal mula keris diketahui berasal dan menyebar dari pulau [[Jawa]] ke seluruh bagian Nusantara dan wilayah Asia Tenggara secara umum.keris di gunakan sebagai senjata di sejarah Indonesia.
}}
{{Budaya Indonesia}}
Baris 59:
 
Keris bagi orang Jawa adalah senjata pamungkas/terakhir setelah pedang, tombak, dan panah. Sejatinya keris bukanlah senjata utama dalam peperangan tetapi juga senjata yang disukai untuk dibawa pergi kemanapun.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel atau peperangan,<ref name=darmosoegito>Darmosoegito, Ki. 1992. ''Bab Dhuwung''. Djojobojo. Surabaya. Hal. 16.</ref> sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini dan penggunaan perkembangan keris dari waktu ke waktu orang Jawa mengubahnya menjadi benda yang memiliki filosofi pengajaran hidup bagi pemiliknya, sebagai identitas diri, pesan moral, simbol cerminan diri, ketentraman, kesabaran, harapan/impian keinginan, serta pengingat diri atau pagar pengingatnasihat bagi pemiliknya agar selalu damai tenang hatinya tidak mudah emosi, harus selalu berjiwa bersih dan bersahaja, semua itu di tuangkan ke dalam simbol simbol yang terdapat di setiap bentuk keris dan rupa rupa pamor keris. JugaKeris juga merupakan benda [[aksesori]] (''ageman'') dalam ber[[busana]], memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi [[estetika]]nya.
 
Keris telah terdaftar dan diakui oleh [[UNESCO]] sebagai [[Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia|Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia]] yang berasal dari [[Indonesia]] sejak 2005.
Baris 65:
== Asal usul dan fungsi ==
 
Asal usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti Taji Ponorogo dari abad ke-10 Masehi. . Ada banyak teori yang mencoba menjelaskan asal muasal keris di nusantara. [[:en:Gerald_GardnerGerald Gardner|G.B. Gardner]] dalam bukunya '''Keris and Other Malay Weapon''' keris dianggap sebagai pengembangan dari senjata tikam prasejarah'''.''' Namun diperkirakan asal mula penyebutan kata "keris" merupakan singkatan bahasa [[Jawa]] dari ''"Mlungker-mlung'''ker''' kang bisa ngi'''ris'''"'', dugaan bentuk keris berkelok/mlungker adalah pengembangan desain dari bentukan keris yang awalnya lurus, yang diilhami dari seekor ular yang sedang melata karena bagi orang Jawa ular adalah hewan yang disakralkan mengingat orang Jawa pada saat itu mengutamakan dewa Siwa yang berkalung ular.
 
Sedangkan keris yang lurus adalah perkembangan dari bentuk kadga yaitu bentuk paling awal keris. dalam bahasa [[Jawa]] berarti "(kata sinengker, karana, dan aris). Sinengker atau sengkeran mempunyai arti kurungan, karana
mempunyai arti jalaran, dan aris mempunyai arti tanpa suloyo" Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di [[relief]] [[candi]] atau [[patung]]. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa [[prasasti]] dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.
 
=== Prototipe Keris ===
Baris 126:
Posisi Ngogleng kerap dikenakan oleh abdi dalem dan masyarakat umum. Mereka meletakkan keris di bagian belakang dengan posisi tersebut saat menghadiri acara resmi yang bersifat formal juga ketika dalam masa damai.
 
2. Kureban
 
Jika Ngogleng membuat gagang keris condong ke kanan, posisi Kureban justru menjadikannya menghadap ke kiri. Ketika memakai keris dengan posisi seperti ini, maka orang tersebut biasanya sedang menghadiri acara duka cita.
 
3. Satriya Keplayu
 
Adalah posisi keris di belakang tengah tegak lurus adalah ketika seseorang sedang beraktivitas yang membutuhkan banyak gerakgerak, juga ketika sedang menghadap raja.
 
Untuk penempatan di bagian depan yaitu Nyothe adalah posisi yang dilakukan oleh seorang ulama/ resi atau dia adalah seorang spiritualis, penempatan di depan ataupun di samping juga bisa diartikan sebagai siap siaga ketika sedang berperang atau bertarung.
 
Untuk orang [[Bali]] keris diletakkan di punggung belakang, sedangkan orang Jawa [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]], [[Bugis]] dan [[Melayu]] keris ditempatkan di depan.
 
<!-- Keris memiliki dua macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu ber[[bilangan|bilang]] ganjil) memiliki arti bahwa hidup itu memiliki tantangan, jalan yang berkelok kelok adalah arti dari perjuangan hidup. ada pula yang berbilah lurus memiliki arti spiritualis yaitu tegak lurus kepada sang Pencipta. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek [[esoterisme|esoteri]] yang berbeda. -->
Baris 157:
Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. ''Penyepuhan'' ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran [[belerang]], [[garam]], dan perasan [[jeruk nipis]] (disebut ''kamalan''). ''Penyepuhan'' juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan ([[air]], air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan ''penyepuhan'' harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.
 
Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro, bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.<ref>{{factCite book|last=Jati|first=I Nyoman|date=2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/Ensiklopedi_Upakara/KGJMEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Selain+cara+Penyepuhan+yang+lazim+seperti+diatas+dalam+penyepuhan+Keris+dikenal+pula+Sepuh+jilat+yaitu+pada+saat+logam+Keris+membara+diambil+dan+dijilati+dengan+lidah,+Sepuh+Akep+yaitu+pada+saat+logam+Keris+membara+diambil+dan+dikulum+dengan+bibir+beberapa+kali+dan+Sepuh+Saru+yaitu+pada+saat+logam+Keris+membara+diambil+dan+dijepit+dengan+alat+kelamin+wanita+(Vagina)+Sepuh+Saru+ini+yang+terkenal+adalah+Nyi+Sombro,+bentuk+kerisnya+tidak+besar+tapi+disesuaikan.&pg=PA306&printsec=frontcover|title=Ensiklopedi Upakara Edisi Lengkap|location=Bali|publisher=Nilacakra|isbn=978-623-5609-16-4|pages=306|url-status=live}}</ref>
 
Pemberian ''warangan'' dan minyak pewangi dilakukan sebagaimana perawatan keris pada umumnya. Perawatan keris dalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan [[Muharram]]/[[Sura]], meskipun hal ini bukan keharusan. Istilah perawatan keris adalah "memandikan" keris, meskipun yang dilakukan sebenarnya adalah membuang minyak pewangi lama dan [[karat]] pada bilah keris, biasanya dengan cairan asam (secara tradisional menggunakan air buah [[kelapa]], hancuran buah [[mengkudu]], atau perasan [[jeruk nipis]]). Bilah yang telah dibersihkan kemudian diberi warangan bila perlu untuk mempertegas pamor, dibersihkan kembali, dan kemudian diberi minyak pewangi untuk melindungi bilah keris dari karat baru. Minyak pewangi ini secara tradisional menggunakan minyak [[melati]] atau minyak [[cendana]] yang diencerkan pada minyak kelapa.
Baris 265:
Tangguh keris tidak bersifat mutlak karena deskripsi setiap tangguh pun dapat bersifat tumpang tindih. Selain itu, pustaka-pustaka lama tidak memiliki kesepakatan mengenai empu-empu yang dimasukkan ke dalam suatu tangguh. Hal ini disebabkan tradisi lisan yang sebelum abad ke-20 dipakai dalam ilmu ''padhuwungan''.
 
Meskipun tangguh tidak identik dengan umur, tangguh keris (Jawa) yang tertua yang dapat dijumpai saat ini adalah ''tangguh Buda'' (atau keris Buda). Keris pusaka tertua dianggap dan masih dugaan berasalyaitu dari tangguh Pajajaran, yaitu dari periode ketika sebagianbagian paling barat Jawa Tengah masih di bawah pengaruh [[Kerajaan Galuh]] ini pun sebenarnya bukanlahbukan keris melainkan senjata kadga dan tidak bisa menjadi acuan pula sebab sebelum hindu masuk, Jawa sudah memiliki senjata senjata asli pribumi sendiri, dan kadga sezaman dengan Kerajaan Mataram kuno dilihat dari arca dwarapala pada candi Sewu yang dibagian pinggang belakang membawa kadga. Keris pusaka termuda adalah dari masa pemerintahan [[Pakubuwana X]] (berakhir 1939). Selanjutnya, kualitas pembuatan keris terus merosot, bahkan di Surakarta pada dekade 1940-an tidak ada satu pun pandai keris yang bertahan.<ref name=Murtidjono>Murtidjono. 1991. Besalen-besalen di Surakarta Masa Kini. Dalam:''Sarasehan Seni Kriya Keris Jakarta 1991. Kumpulan Makalah.'' Panitia Pameran dan Sarasehan Seni Kriya Keris Jakarta. Jakarta. Hal. 35–42.</ref>
 
Kebangkitan seni kriya keris di Surakarta dimulai pada tahun 1970, dibidani oleh K.R.T. [[Hardjonagoro]] (Go Tik Swan) dan didukung oleh Sudiono Humardani,<ref name=Murtidjono/> melalui perkumpulan ''Bawa Rasa Tosan Aji''. Perlahan-lahan kegiatan pandai keris bangkit kembali dan akhirnya ilmu perkerisan juga menjadi satu program studi pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta (sekarang [[ISI Surakarta]]).