Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Badak Jawa (bicara | kontrib) Dikembalikan ke revisi 26686526 oleh 114.10.113.243 (bicara) (🦏) Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(37 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kerajaan Sunda
| common_name =
| religion =
*[[Hinduisme di Indonesia|Hindu]]
*[[Sunda Wiwitan]]
*[[Buddha]]<ref>Geoffrey C. Gunn, (2011), ''History Without Borders: The Making of an Asian World Region, 1000-1800'', Hong Kong University Press, ISBN 988-8083-34-1</ref>
*[[Islam]] (mulai abad ke-14)
| p1 = Kerajaan Tarumanagara
| s1 = Kesultanan Cirebon
Baris 19 ⟶ 22:
| image_map = Sunda Kingdom_id.svg
| image_map_caption = Cakupan wilayah Kerajaan Sunda
| capital = [[
| common_languages = [[Bahasa Sunda Kuno|Sunda Kuno]] (
[[Bahasa Sanskerta|Sansekerta]] (religius)
| title_leader = [[Maharaja]]
| leader1 = [[Sri Jayabhupati]]
Baris 39 ⟶ 43:
| leader5 = [[Ratu Dewata]]
| year_leader5 = 1535–1543
| native_name = ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ<br>''
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
'''Kerajaan Sunda''' ({{lang-su|{{ruby|{{Sund|ᮊ}}|{{resize|60%|ka}}}}{{ruby|{{Sund|ᮛ}}|{{resize|60%|ra}}}}{{ruby|{{Sund|ᮏ}}|{{resize|60%|ja}}}}{{ruby|{{Sund|ᮃ}}|{{resize|60%|a}}}}{{ruby|{{Sund|ᮔ᮪}}|{{resize|60%|n}}}} {{ruby|{{Sund|ᮞᮥ}}|{{resize|60%|su}}}}{{ruby|{{Sund|ᮔ᮪}}|{{resize|60%|n}}}}{{ruby|{{Sund|ᮓ}}|{{resize|60%|da}}}}|Karajaan Sunda}}, {{IPA-su|sunˈda}}) adalah [[kerajaan]] yang
Dalam naskah Carita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja Sunda, baca [[Silsilah raja-raja Sunda|silsilah Raja-raja Sunda]] dan memerintah sampai tahun 723 M. Istana Tarusbawa terdiri dari 5 buah, dinamakan Panca Persada (Lima wilayah) Yaitu “''Sri Kadatuan Bima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati” Carita Parahyangan dituliskan : Dina urut Kadatwan, ku Bujangga Sedamanah ngaran Kada twan Bima–Punta Narayana–Madura–Suradipati. Anggeus ta tuluy diprebokta ku Maharaja Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah''.
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibu kota kerajaan ditaklukan oleh [[Maulana Yusuf]] pada tahun [[1579]]. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh [[Kesultanan Demak]] pada tahun [[1527]], [[Kalapa]] ditaklukan oleh [[Fatahillah]] dan [[Banten]] ditaklukan oleh [[Maulana Hasanuddin]].▼
(Disanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kedatuan Bima-Punta–Narayana– Madura-Suradipati. Setelah selesai dibangun lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah).
== Sumber sejarah ==▼
Pustaka Nusantara II/3 halaman 204/205, isinya : ''Hana pwanung mangadegakna Pakwan Pajajaran lawan Kadatwan Sang Bima-Punta Narayana-Madura-Suradipati ya ta Sang Prabu Tarusbawa''”. (Adapun yang mendirikan Pakuan Pajajaran beserta keraton Sang Bima–Punta–Narayana–Madura-Suradipati adalah Maha raja Tarusbawa) Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan. Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda, yaitu Sanjaya.
Kerajaan ini merupakan penerus dari [[Kerajaan Tarumanagara]] yang bercorak [[Hindu]] dan [[Buddha]],<ref>Geoffrey C. Gunn, (2011), ''History Without Borders: The Making of an Asian World Region, 1000-1800'', Hong Kong University Press, ISBN 988-8083-34-1</ref> kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini telah beribu kota di [[Kawali]] serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di [[Sunda Kalapa]] dan [[Banten]].<ref name="Claude Guillot" />
▲Kerajaan Sunda atau sonda atau [[Soenda]] runtuh setelah ibu kota kerajaan ditaklukan oleh [[Maulana Yusuf dari Banten|Maulana Yusuf]] pada tahun [[1579]]. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh [[Kesultanan Demak]] pada tahun [[1527]], [[Kalapa]] ditaklukan oleh [[Fatahillah]] dan [[Banten]] ditaklukan oleh [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanuddin]].
Secara tertulis Kerajaan Sunda dicatat dalam berbagai manuskrip dalam bentuk logam, nipah, gebang, lontar, daluang dan batu. Secara tutur lisan tradisional, ingatan kolektif mengenai keberadaan kerajaan ini pada kalangan [[Suku Sunda|masyarakat Sunda]] terjaga dalam tradisi oral ''[[Pantun Sunda|Pantun]]'', yang banyak menceritakan masa-masa keemasan kerajaan, terutama mengenai legenda tentang [[Prabu Siliwangi]], Raja Sunda paling populer.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=rFvsBQAAQBAJ&q=Pantun+Sunda+Siliwangi&pg=PA146|title=Java Essay: The History and Culture of a Southern Country|last=Iguchi|first=Masatoshi|date=2017-01-25|publisher=Troubador Publishing Ltd|isbn=9781784628857|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=chJvAAAAMAAJ&q=Pantun+Sunda+Siliwangi|title=Kebudayaan Sunda: Zaman Pajajaran|last=Ekajati|first=Edi Suhardi|date=2005|publisher=Pustaka Jaya|isbn=9789794193341|language=id}}</ref>
Beberapa prasasti menyebutkan kerajaan ini, seperti [[Prasasti Kebon Kopi II]], [[Prasasti Sanghyang Tapak]], [[Prasasti Kawali]], dan [[Prasasti Batutulis]].
===Sumber lokal===
[[File:KITLV 87649 - Isidore van Kinsbergen - Inscribed stone at Batoetoelis at Buitenzorg - Before 1900.tif|thumb|right|[[Prasasti Batutulis]] (bertanggal 1533), di [[Bogor]], mengenang raja agung Sunda, [[Sri Baduga Maharaja]] (memerintah dari 1482–1521).]]
Prasasti Kebon Kopi II oleh F.D.K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, dan menyatakan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 536 Masehi.
Teks: '''“ Ini sabda kalanda Rakryan Juru Pangambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca ~ ba(r) pulihkan haji ri Sunda”''' Bosch melihat penggunaan bahasa Melayu sebagai tanda kekerabatan sama-sama menantu Sunda dan Sriwijaya. Karena angka tahunnya bercorak sangkala yang mengikuti ketentuan 'angkanam vamato gatih‘ (angka dibaca dari kanan).
Maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 saka atau 536 masehi. Sejarawan Prancis Claude Guillot dari lembaga penelitian École française d'Extrême-Orient memperkirakan prasasti Kebonkopi II ini mengacu ke pendirian kerajaan Sunda. Sejarawan Australia M.C. Ricklefs mengikuti perkiraan ini dalam bukunya A History of Modern Indonesia since c. 1200.
Nama Sunda disebut dalam sebuah prasasti ini. dapat ditafsirkan bahwa sebelumnya telah ada raja Sunda hingga akhirnya dipulihkan kekuasaanya, dimana kedaulatan kerajaan Sunda dipulihkan kembali, lepas dari pengaruh Tarumanagara.
Nama "Pangambat" berarti "pemburu", sedangkan Haji serapan bahasa Arab yang digunakan sebagai gelar Raja Sunda hingga masa Pakuan-Pajajaran abad 17 masehi. Selanjutnya masyarakat Islam Nusantara/Indonesia melestarikan gelar Raja Sunda tersebut bagi warga yang telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
▲[[Prasasti Kebonkopi II]] ditemukan di [[Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor]], [[Kabupaten Bogor]], [[Jawa Barat]]. Prasasti ini diteliti oleh arkeolog [[F.D.K. Bosch]], yang mengemukakan bahwa prasasti ini bertarikh 932 Masehi ditulis menggunakan [[bahasa Melayu Kuno]], dan berisi pernyataan seorang "Raja Sunda yang menduduki kembali takhtanya".<ref name="SNI-II:Zaman Kuno">{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman kuno | url=http://www.worldcat.org/title/sejarah-nasional-indonesia/oclc/318053182 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | ISBN=979407408X | language=Indonesian | accessdate=3 June 2018}}</ref><br/>
Alih aksara:<br/>
{{cquote2|''Ini sabdakalanda Rakryan Juru Pangambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca ~ ba(r) pulihkan hajiri Sunda''}}
Baris 59 ⟶ 83:
{{cquote2|Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 854 Saka (932 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.}}
Rujukan lain mengenai nama kerajaan ini adalah [[Prasasti Sanghyang Tapak|Prasasti Jayabupati]] yang terdiri dari 40 baris yang ditulis di atas empat buah batu, yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, [[Cibadak, Sukabumi|Cibadak]], [[Kabupaten Sukabumi|Sukabumi]]. Prasasti ini menyebutkan pendirian sebuah kawasan suci yang dilindungi bernama Sanghyang Tapak oleh Raja Jayabhupati dari Sunda. Prasasti ini berangka tahun 1030 Masehi.<ref>{{Citation|author=Dit. PCBM|title=Keragaman Aksara dan Bahasa pada Prasasti-Prasasti Jawa Barat|publication-date=12 Februari 2019|publisher=kebudayaan.kemdikbud.go.id|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/ragam-aksara-dan-bahasa-prasasti-prasasti-jawa-barat/|access-date=6 Juli 2023|language=id}}</ref>
Prasasti berbahan lempengan tembaga yang berasal dari abad ke-15, termasuk instruksi kerajaan, juga mendukung keberadaan Kerajaan Sunda. [[Prasasti Kebantenan|Prasasti Kebantenan I]] (Jayagiri) menyebutkan bahwa Raja Rahyang [[Niskala Wastu Kancana]] mengirimkan perintah melalui Hyang Ningrat Kancana kepada Susuhunan Pakuan Pajajaran untuk mengurus "dayohan" di Jayagiri dan Sunda Sembawa, dan melarang pemungutan pajak dari para penduduk, karena mereka akan menjadi pemeluk agama Hindu dan memuja para dewa. Prasasti lempengan tembaga Kebantenan II (atau Sunda Sembawa I) mengumumkan bahwa [[Sri Baduga Maharaja]] (1482-1521), raja di Pakuan, menyetujui tanah suci yang telah ditandai ('tanah devasasana') untuk digunakan oleh ''wiku'' (pendeta), yang tidak boleh dipecah-pecah karena tanah tersebut merupakan tempat untuk beribadah, yang merupakan milik raja. Prasasti Kebantenan III (Sunda Sembawa II) yang terbuat dari lempengan tembaga mengumumkan sanksi raja Sunda atas pembangunan candi di Sunda Sembawa. Prasasti Kebantenan IV merinci bahwa Sri Baduga Maharaja, yang memerintah di Pakuan, menyetujui pembangunan tempat suci yang serupa di Gunung Samya (Gunung Rancamaya).<ref>{{Cite journal|last=Gunawan|first=Aditia|last2=Griffiths|first2=Arlo|date=2021|title=Old Sundanese Inscriptions: Renewing the Philological Approach|url=https://journals.openedition.org/archipel/2365|journal=Archipel|volume=101|pages=131-208|doi=10.4000/archipel.2365|ref=harv|url-status=live|doi-access=free| issn=0044-8613 }}</ref>
Naskah [[Bujangga Manik (naskah)|Bujangga Manik]] adalah sumber utama tentang kehidupan sehari-hari Kerajaan Sunda pada akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Naskah ini menuliskan nama-nama tempat, budaya dan adat istiadat, dengan sangat rinci, naskah ini dianggap sebagai salah satu contoh penting dari sastra [[bahasa Sunda Kuno]]. Naskah ini mengisahkan tentang Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, meskipun seorang pangeran di istana [[Pakuan Pajajaran]], namun ia lebih memilih untuk hidup menyendiri sebagai penganut agama Hindu yang taat. Sebagai seorang pengembara pertapa, buku ini merinci dua perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] dan kembali, perjalanan kedua termasuk kunjungan ke [[Bali]]. Disimpulkan bahwa Jaya Pakuan melakukan pertapaan di sebuah gunung di Jawa bagian barat sampai kematiannya.<ref name="Noorduyn 2006 437">{{cite book | last =Noorduyn | first =J. | publisher= KITLV Press | title = Three Old Sundanese poems | year =2006| page =437
}}</ref> Sebagai sebuah naskah yang berasal dari zaman Sunda pra-Islam, naskah ini ditulis dalam bahasa Sunda yang lebih tua. Naskah ini tidak mengandung kata-kata yang dipinjam dari bahasa Arab. Pengaruh Islam juga tidak ada dalam isi cerita. Penyebutan secara spesifik tentang [[Majapahit]], [[Kesultanan Malaka]] dan [[Kesultanan Demak]], memungkinkan kita untuk menentukan tanggal penulisan cerita pada abad ke-15, mungkin pada akhir abad ini, atau paling lambat awal abad ke-16.<ref>{{cite book | last =Noorduyn | first =J. | publisher= KITLV Press | title = Three Old Sundanese poems | year =2006 | page =438
}}</ref>
===Sumber China===
[[File:Jan Huyghen van Linschoten Ship of China and Java.jpg|thumb|right|Rombongan kerajaan Sunda berlayar ke Majapahit dengan menggunakan ''[[Djong (kapal)#Era Majapahit|Jong sasanga wangunan ring Tatarnagari tiniru]]'', sebuah jenis perahu ''junk'', yang juga menggabungkan teknik-teknik dari Tiongkok, seperti penggunaan paku besi di samping pena kayu, pembuatan sekat yang kedap air, dan penambahan kemudi di bagian tengah.]]
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kampong Wanaradja bij de vulkaan Papandajan op West-Java. TMnr 60007645.jpg|thumb|right|[[Rumah tradisional Sunda]] bergaya atap ''[[Julang Ngapak]]'' di [[Kabupaten Garut|Garut]] sekitar 1920-an. Dibangun di atas tiang-tiang dan beratap jerami, seperti yang dijelaskan dalam [[Zhu Fan Zhi|sumber Tiongkok abad ke-12]].]]
Menurut
{{
Menurut sumber ini, kerajaan Sunda menghasilkan lada hitam berkualitas tinggi. Kerajaan yang terletak di bagian barat Jawa dekat [[Selat Sunda]], sesuai dengan wilayah Banten, Jakarta, dan bagian barat Provinsi Jawa Barat saat ini. Menurut sumber ini, pelabuhan Sunda berada di bawah kekuasaan [[Sriwijaya]]. Pelabuhan Sunda ini sangat mungkin merujuk kepada [[Banten]], bukannya [[Sunda Kalapa]] (sekarang [[Jakarta Utara]]). Ibukotanya terletak 10 kilometer ke arah selatan di [[Banten Girang]] dekat [[Gunung Pulosari]].
Buku Cina "Shun-Feng Hsiang-Sung" dari sekitar tahun 1430 Masehi menceritakan:
{{
▲Menurut Hirth dan Rockhil,<ref>Hirth, F., Rockhill, W.W., (1911). ''Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi''. St Petersburg</ref> ada sumber Cina tertentu mengenai Kerajaan Sunda. Pada saat [[Dinasti Song|Dinasti Sung]] Selatan, inspektur perdagangan dengan negara-negara asing, [[Zhao Rugua]] mengumpulkan laporan dari para pelaut dan pedagang yang benar-benar mengunjungi negara-negara asing. Dalam laporannya tentang negara Jauh, ''[[Zhu Fan Zhi|Zhufan Zhi]]'', yang ditulis tahun 1225, menyebutkan pelabuhan di "Sin-t'o". [[Zhao Yun|Zhao]] melaporkan bahwa:
Menurut sumber ini, pelabuhan Sunda terletak di sebelah barat [[Sunda Kalapa|Kalapa]] dan kemudian diidentifikasi sebagai [[Situs Banten Girang|Kota Kuno Banten]].
▲{{cquote2|"Orang-orang tinggal di sepanjang pantai. Orang-orang tersebut bekerja dalam bidang pertanian, rumah-rumah mereka dibangun diatas tiang (rumah panggung) dan dengan atap jerami dengan daun pohon kelapa dan dinding-dindingnya dibuat dengan papan kayu yang diikat dengan rotan. Laki-laki dan perempuan membungkus pinggangnya dengan sepotong kain katun, dan memotong rambut mereka sampai panjangnya setengah inci. Lada yang tumbuh di bukit (negeri ini) bijinya kecil, tetapi berat dan lebih tinggi kualitasnya dari Ta-pan (Tuban, Jawa Timur). Negara ini menghasilkan labu, tebu, telur kacang dan tanaman."}}
===Sumber Eropa===
[[File:Java-Map.jpg|thumb|right|300px|Peta kuno pulau Jawa masih menganggap bahwa tanah Sunda di bagian barat terpisah dari pulau Jawa lainnya. Di sini ibu kota Sunda disebut ''Daio'' yang merujuk pada ''Dayeuh'' [[Pakuan Pajajaran]].]]
Para penjelajah Eropa, terutama Portugis yang berbasis di [[Malaka Portugis]], juga melaporkan keberadaan Kerajaan Sunda. [[Tomé Pires]] (1513) menyebut sebuah kerajaan di Jawa Barat yang menjalin hubungan dagang dengan mereka sebagai ''Regño de Çumda'', yang berarti ''Kerajaan Sunda''. Juga laporan [[Antonio Pigafetta]] (1522) yang menyebut Sunda sebagai daerah penghasil [[lada]].<ref name="SNI-II:Zaman Kuno"/>{{rp|381}}
Tomé Pires dari Portugal menulis dalam laporannya [[Suma Oriental]] (1513-1515):
▲{{cquote2|"Dalam perjalanan ke arah timur dari Shun-t'a, sepanjang pantai utara Jawa, kapal dikemudikan 97 1/2 derajat selama tiga jam untuk mencapai [[Sunda Kalapa|Kalapa]], mereka kemudian mengikuti pantai (melewati Tanjung Indramayu), akhirnya dikemudikan 187 derajat selama empat jam untuk mencapai Cirebon. Kapal dari Banten berjalan ke arah timur sepanjang pantai utara Jawa, melewati [[Sunda Kalapa|Kalapa]], melewati Indramayu, melewati Cirebon."}}
{{quotation|Beberapa orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda menempati setengah dari seluruh pulau Jawa; yang lain, yang memiliki otoritas lebih besar, mengatakan bahwa kerajaan Sunda sepertiga bagian dari pulau Jawa ditambah seperdelapan bagian lainnya. Berakhir di Ci Manuk. Sungai ini melintasi seluruh pulau dari laut ke laut sedemikian rupa sehingga ketika orang-orang Jawa menggambarkan negara mereka sendiri, mereka mengatakan bahwa negara mereka dibatasi di sebelah barat oleh pulau Sunda. Orang-orang percaya bahwa siapa pun yang melewati selat ini (sungai Cimanuk) menuju Laut Selatan akan terbawa arus deras dan tidak dapat kembali lagi.<ref name="Heuken">{{cite book | last =SJ | first =Adolf Heuken | publisher= Cipta Loka Caraka | title = Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I: Dokumen-dokumen sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke-16 | year =1999|page = 34 }}</ref>}}
Laporan Portugis di atas berasal dari periode akhir Kerajaan Sunda, tak lama sebelum jatuh ke tangan [[Kesultanan Banten]].
=== Naskah
Selain dari beberapa [[prasasti]] dan [[berita]] dari luar, beberapa karya sastra juga digunakan untuk mengetahui keberadaan Kerajaan Sunda,<ref>Noorduyn, ''Kerajaan Sunda dan [[Pakuan Pajajaran]] dilihat dari sumber-sumber prasasti dan naskah-naskah lama'', Panitia Seminar, 1991</ref> diantaranya :
# ''[[Carita Parahyangan]]'',
#
▲# Naskah [[Sajarah Banten]].<ref>Nana Supriatna, Mamat Ruhimat, Kosim, ''IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah)'', PT Grafindo Media Pratama, ISBN 979-758-337-6</ref>
== Ibukota kerajaan ==
Baris 96 ⟶ 131:
Berdasarkan [[Prasasti Batutulis]] berangka tahun 1533 (1455 Saka), disebutkan nama ''[[Sri Baduga Maharaja|Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata]]'', sebagai raja yang bertahta di [[Pakuan Pajajaran]]. Prasasti ini terletak di Jalan Batutulis, [[Batutulis, Bogor Selatan, Bogor|Kelurahan Batutulis]], [[Bogor Selatan, Bogor|Kecamatan Bogor Selatan]], [[Kota Bogor]].<ref>{{Cite book|last=Casparis|first=J. G. de|date=1975|url=https://books.google.com/books?id=cLUfAAAAIAAJ&pg=PA54&lpg=PA54&dq=Batu+Tulis+inscription&source=bl&ots=G1uVi9KHi8&sig=fwfjS56T33DIXhL5uNG7kIPcl3g&hl=en&ei=yX1VTMDuBsGUrAffl73zAw&sa=X&oi=book_result&ct=result|title=Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the Beginnings to C. A.D. 1500|publisher=BRILL|isbn=978-90-04-04172-1|language=en}}</ref>
[[Prasasti]] ini dikaitkan dengan Kerajaan Sunda. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat dalam [[bahasa Sunda Kuno]] dan [[aksara Kawi]]. Prasasti ini dibuat oleh [[Surawisesa|Prabu
{{cquote2|Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum. Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
Baris 103 ⟶ 138:
== Penemuan arkeologi ==
Di wilayah [[Jawa Barat]] ditemukan beberapa [[candi]], antara lain [[Percandian Batujaya]] di [[Kabupaten Karawang|Karawang]] (abad ke-2 sampai ke-12) yang bercorak [[Buddha]], serta percandian [[Hindu]] yaitu [[Candi Bojongmenje]] di [[Kabupaten Bandung]] yang berasal dari abad ke-7 (sezaman dengan percandian [[Dataran tinggi Dieng|Dieng]]), dan [[Candi Cangkuang]] di [[Leles, Garut|Leles]], [[Kabupaten Garut|Garut]] yang bercorak [[Hindu Siwa]] dan diduga berasal dari abad ke-8 Masehi. Siapa yang membangun candi-candi ini masih merupakan misteri, namun umumnya disepakati bahwa candi-candi ini dikaitkan dengan kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Jawa Barat, yaitu [[Tarumanagara]], [[Sunda]] dan [[Kerajaan Galuh|Galuh]].
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di [[Jakarta]] terdapat sejumlah arca yang disebut "[[arca]] [[Caringin]]" karena pernah menjadi hiasan kebun asisten-[[residen]] [[Belanda]] di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan di [[Cipanas]], dekat [[kawah]] [[Gunung Pulosari]], dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa [[
Di situs purbakala [[Banten Girang]], yang terletak kira-kira 10 km di sebelah selatan pelabuhan [[Banten]] sekarang, terdapat reruntuhan dari satu istana yang diperkirakan didirikan pada abad ke-10. Banyak unsur yang ditemukan dalam reruntuhan ini yang menunjukkan pengaruh Jawa Tengah.
Baris 112 ⟶ 147:
== Alur ==
Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan [[Tarumanagara]] yang mengalami keruntuhan.
=== Rakryan Juru Pangambat ===
Berdasarkan [[prasasti Kebon Kopi II]], berasal dari 932, ditemukan di [[Kabupaten Bogor]], seorang pemburu ulung berjuluk '''Rakryan Juru Pangambat''', mendeklarasikan otoritasnya yang telah mengembalikan kekuasaan Raja Sunda.<ref name="SNI-II:Zaman Kuno" />{{rp|381}} Prasasti ini [[Bahasa Melayu Kuno|berbahasa Melayu Kuno]], arkeologis F.D.K. Bosch berpendapat bahwa penggunaan bahasa Melayu Kuno sebagai pengaruh Sriwijaya. Sejarawan Prancis, Claude Guillot juga berpendapat bahwa prasasti ini sebagai deklarasi berdaulatnya Kerajaan Sunda, kemungkinan dari Sriwijaya.
=== Jayabupati ===
Baris 125 ⟶ 160:
Setelah Sri Jayabupati, tidak ada prasasti batu yang ditemukan yang menyebutkan penguasa berikutnya. Tidak ada bukti nyata yang ditemukan dari periode antara abad ke-11 hingga abad ke-14. Sebagian besar pengetahuan kita saat ini tentang periode ini berasal dari ''Carita Parahiyangan''.
Sumber dari dinasti Song, ''Chu-fan-chi'' dari sekitar 1200, menyebutkan bahwa Sriwijaya masih menguasai Sumatra, [[Semenanjung Malaya|semenanjung Melayu]], dan Sin-to (Sunda). Sumber ini menggambarkan pelabuhan Sunda sebagai pelabuhan yang strategis dan berkembang pesat, lada dari Sunda merupakan salah satu yang terbaik kualitasnya. Penduduknya bekerja di bidang pertanian dan rumah-rumah mereka dibangun di atas tiang-tiang kayu (rumah panggung). Namun, perampok dan pencuri menjangkiti negara ini.<ref>{{cite book|author=Drs. R. Soekmono|date=1973|title=''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|location=Yogyakarta|publisher=Penerbit Kanisius|pages=60}}</ref> Pelabuhan Sunda yang dimaksud oleh Chou Ju-kua mungkin merujuk pada Banten Lama, bukan Sunda Kelapa. Tampaknya pada awal abad ke-13, perdagangan maritim masih didominasi oleh mandala Sriwijaya yang berpusat di Sumatra.
=== Masa keemasan ===
Baris 261 ⟶ 296:
|-
| align="center" |2
|[[Linggabuana|Prabu Maharaja]]
|{{circa|1350-1357}}
|[[Pararaton]], [[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]], [[Kidung Sunda]]
| align="center" |3
|[[Bunisora]]
|{{circa|1357-1371}}
|[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
| align="center" |4
|[[Niskala Wastu Kancana]]
|{{circa|1371-1475}}
|[[Prasasti Kawali]] (paruh kedua abad ke-14) & [[Prasasti Batutulis]] (1533)
|-
| align="center" |5
▲|3
|[[Susuk Tunggal]] (di Pakuan)
| rowspan="2" |{{circa|1475-1482}}
| rowspan="2" |[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
|-
| align="center" |6
▲|4
|[[Dewa Niskala|Ningrat Kancana]] (di Kawali)
|-
| align="center" |
|[[Sri Baduga Maharaja]]
|{{circa|1482-1521}}
|[[Prasasti Batutulis]] (1533)
|-
| align="center" |
|[[Surawisesa|Ratu Samian/Rei Samião]] (Ratu Sanghyang)
|{{circa|1521–1535}}
|[[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|Padrão dan Perjanjian Sunda-Portugal]] (1522) & {{br}}''Décadas da Ásia'' (1777–78, [[João de Barros|De Barros]])
|-
| align="center" |
|[[Ratu Dewata]]
|{{circa|1535–1543}}
|[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
|-
| align="center" |
|[[Ratu Sakti]]
|{{circa|1543–1551}}
|[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
|-
| align="center" |
|[[Ratu Nilakendra|Nilakendra]]
|{{circa|1551–1567}}
|[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
|-
| align="center" |
|[[Raga Mulya]]
|{{circa|1567–1579}}
|[[Carita Parahyangan|Carita Parahiyangan]] (1580)
|}
|