Suku Dayak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shahibul Anwar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jagau Bahandang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(16 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 90:
|langs =[[Rumpun bahasa Dayak|Dayak]], [[bahasa Banjar|Banjar]], [[bahasa Melayu|Melayu]], dan [[bahasa Indonesia|Indonesia]].
|rels =Mayoritas [[Berkas:Christian cross.svg|12px]] [[Kristen]] ([[Katolik]] & [[Protestanisme|Protestan]]) <br>Minoritas: [[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]], [[Berkas:Batang Garing 1.jpeg|15px]] [[Kaharingan]], [[Berkas:Dharma Wheel (2).svg|18px]] [[Agama Buddha|Buddha]]
|related= [[Suku KutaiBanjar|KutaiBanjar]], [[suku Bulungan|Bulungan]], [[Suku TidungKutai|TidungKutai]], [[Suku BanjarTidung|BanjarTidung]], [[Suku Melayu|Melayu]], [[Suku Bajau|Bajau]], [[Suku Rejang|Rejang]]
}}
 
Baris 97:
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di [[Taman Nasional Niah|Gua Niah]] ([[Sarawak]]) dan [[Gua Babi]] ([[Kalimantan Selatan]]), penghuni pertama Kalimantan memiliki ciri-ciri [[Austro-Melanesia]], dengan proporsi tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan dengan penghuni Kalimantan masa kini yang mendiami Pulau [[Kalimantan]] ([[Brunei Darussalam]], [[Malaysia]] yang terdiri dari [[Sabah]] dan [[Sarawak]], serta [[Indonesia]] yang terdiri dari [[Kalimantan Barat]], [[Kalimantan Timur]], [[Kalimantan Tengah]], [[Kalimantan Utara]], dan [[Kalimantan Selatan]]). Ada 3 suku pokok atau 5 suku asli [[Kalimantan]] yaitu [[suku Melayu|Melayu]], [[rumpun Dayak|Dayak]], [[suku Banjar|Banjar]], [[suku Kutai|Kutai]], dan [[suku Tidung|Tidung]]<ref>{{cite book|last=Haris|first=Syamsuddin|year=2004|url=http://books.google.co.id/books?id=mF6bdlj8qrYC&lpg=PA186&dq=banjar%20sumatera%20utara&pg=PA188#v=onepage&q=banjar%20sumatera%20utara&f=true|title=Desentralisasi dan otonomi daerah: Naskah akademik dan RUU usulan LIPI|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=979-98014-1-9|pages=188}}ISBN 978-979-98014-1-8</ref>
 
Menurut sensus [[Badan Pusat Statistik]] [[Indonesia|Republik Indonesia]] tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di [[Kalimantan (wilayah Indonesia)|Kalimantan Indonesia]] dikelompokkan menjadi 3 suku pokok yaitu: [[Rumpun Dayak|suku Dayak]] Indonesia (268 sub etnik/sub suku di Indonesia), [[Suku Banjar]], [[Suku Melayu]], dan kelompok suku asal Kalimantan lainnya. Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
 
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun antara lain: [[rumpun Klemantan]] alias Kalimantan, [[Suku Dayak Iban|rumpun Iban]], [[rumpun Apokayan]] yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, [[rumpun Murut]], [[Rumpun Ot Danum|rumpun Ot Danum-Ngaju]] dan [[Dayak Punan|rumpun Punan]]. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:<ref>[http://www.ethnologue.com/map/ID_k__ Indonesia, Kalimantan ]</ref>
Baris 105:
* "[[Rumpun bahasa Borneo Utara|Borneo Utara]]" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu [[Suku Tidung]].<ref>http://www.ethnologue.com/subgroups/north-borneo</ref>
* "[[Rumpun Bahasa Sulawesi Selatan|Sulawesi]]" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.<ref>http://www.ethnologue.com/subgroups/tamanic</ref><ref>http://press.anu.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s04.html</ref>
* "[[Rumpun bahasa Melayik|Dayak Melayik]]" dituturkan: [[Suku Dayak Meratus|Dayak Meratus]]/Bukit (alias Banjar [[arkhais]]), [[Suku Dayak Iban]]|Dayak (dan Saq SengananIban]] (Malayic Dayak), [[Dayak Kendayan]] (Kanayatn). Beberapa suku asal Kalimantan beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku tersendiri yang berdiri mandiri ataupun suku Melayu itu sendiri yaitu [[Suku Banjar]], [[Suku Kutai]], [[Suku Berau|Suku Melayu Berau]], [[Suku Sambas|Suku Melayu Sambas]], dan [[Suku Kedayan|Suku Melayu kedayan]].<ref>http://www.ethnologue.com/subgroups/malayic</ref><ref>http://press.anu.edu.au//austronesians/austronesians/mobile_devices/ch04s03.html</ref><ref>{{cite book|last=Schulze|first=Fritz|year=2006|url=http://books.google.co.id/books?id=wsWX4TTfFAEC&lpg=PA47&dq=Insular%20Southeast%20Asia%20banjar%20kutai%20lakes%20malay&pg=PA47#v=onepage&q&f=false|title=Insular Southeast Asia: linguistic and cultural studies in honour of Bernd Nothofer|publisher=Otto Harrassowitz Verlag|isbn=3447054778|pages=47|coauthors=Holger Warnk}} ISBN 978-3-447-05477-5</ref>
 
== Etimologi ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dajak vrouwen verkopen vruchten vanaf een vlot op de Barito-rivier bij Bandjermasin Zuid-Borneo TMnr 10005854.jpg|jmpl|250 px|ka| Masyarakat Dayak BaritoBakumpai beragama Islam yang dikenali sebagai [[suku Bakumpai]] di [[sungai Barito]] tempo dulu terlihat bahwa mereka banyak menyerap unsur kebudayaan Melayu.]]
Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.<ref>King, 1993:29</ref><ref>{{cite book|last=Leeming|first=David Adams|year=2010|url=http://books.google.co.id/books?id=9I62BcuPxfYC&lpg=PA99&dq=Dyak&pg=PA99#v=onepage&q=Dyak&f=false|title=Creation myths of the world: an encyclopedia|publisher=ABC-CLIO|isbn=1598841742|edition=2|volume=1|pages=99}}ISBN 978-1-59884-174-9</ref> Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di [[Indonesia]] ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata ''daya'' dari [[bahasa Kenyah]], yang berarti hulu [[sungai]] atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata ''aja'', sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.<ref>King, 1993:30</ref><ref>{{cite book|last=Maunati|first=Yekti|url=http://books.google.co.id/books?id=zAqMXcWcb-MC&lpg=PA7&dq=kalimantan%20tenggara&pg=PA8#v=onepage&q=kalimantan%20tenggara&f=false|title=Identitas Dayak|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=979949298X|pages=8}}ISBN 978-979-9492-98-2</ref>
 
Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.<ref>King, 1993:29</ref><ref>{{cite book|last=Leeming|first=David Adams|year=2010|url=http://books.google.co.id/books?id=9I62BcuPxfYC&lpg=PA99&dq=Dyak&pg=PA99#v=onepage&q=Dyak&f=false|title=Creation myths of the world: an encyclopedia|publisher=ABC-CLIO|isbn=1598841742|edition=2|volume=1|pages=99}}ISBN 978-1-59884-174-9</ref> Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di [[Indonesia]] ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata ''daya'' dari [[bahasa Kenyah]], yang berarti hulu [[sungai]] atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata dar''ajaat'', sebuah kata dari bahasa Melayu yang berartimerujuk aslike ataudaratan pribumitinggi yang mana kontras dengan wilayah tempat tinggal Melayu yang cenderung pada pesisir sungai dan pantai. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.<ref>King, 1993:30</ref><ref>{{cite book|last=Maunati|first=Yekti|url=http://books.google.co.id/books?id=zAqMXcWcb-MC&lpg=PA7&dq=kalimantan%20tenggara&pg=PA8#v=onepage&q=kalimantan%20tenggara&f=false|title=Identitas Dayak|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=979949298X|pages=8}}ISBN 978-979-9492-98-2</ref>
Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu).<ref>{{cite book|pages=338 |url=http://books.google.co.id/books?id=rj4KAQAAMAAJ&dq=Benjar&pg=PA338#v=onepage&q=Benjar&f=false |title=London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and practical mechanics: comprising a popular view of the present state of knowledge|volume=4|first=Thomas |last=Tegg|publisher=Printed for Thomas Tegg|year=1829}}</ref> Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah [[sungai Kahayan]]) dan [[Biaju Kecil]] (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan [[Kabupaten Kapuas|Dayak Kecil]], selanjutnya oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut [[Tanah Dayak]]. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya,<ref>{{cite book|pages=261 |url=http://books.google.co.id/books?id=GRE3AAAAMAAJ&dq=Banjer-masin&pg=PA261#v=onepage&q=Banjer-masin&f=false |title=Foreign missionary chronicle|publisher=s.n. (1838)}}</ref> khususnya non-Muslim atau non-Melayu.<ref>King, 1993.</ref> Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.<ref>Rousseau, 1990</ref> Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan [[Belanda]], adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun [[1895]].
 
Istilah untuklain sukujuga pendudukdipakai asli dekatdi Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu).<ref>{{cite book|pages=338 |url=http://books.google.co.id/books?id=rj4KAQAAMAAJ&dq=Benjar&pg=PA338#v=onepage&q=Benjar&f=false |title=London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and practical mechanics: comprising a popular view of the present state of knowledge|volume=4|first=Thomas |last=Tegg|publisher=Printed for Thomas Tegg|year=1829}}</ref> Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnyatinggal dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban)dipedalaman. Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah [[sungai Kahayan]]) dan [[Biaju Kecil]] (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan [[Kabupaten Kapuas|Dayak Kecil]], selanjutnya oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut [[Tanah Dayak]]. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya,<ref>{{cite book|pages=261 |url=http://books.google.co.id/books?id=GRE3AAAAMAAJ&dq=Banjer-masin&pg=PA261#v=onepage&q=Banjer-masin&f=false |title=Foreign missionary chronicle|publisher=s.n. (1838)}}</ref> khususnya non-Muslim atau non-Melayu.<ref>King, 1993.</ref> Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan untuk secara kolektif menyebut kelompok multi etnik tersebut.<ref>Rousseau, 1990</ref> Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan [[Belanda]], adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun [[1895]].
Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai.<ref>Commans, 1987: 6</ref> Dengan nama serupa, Lahajir ''et al''. melaporkan bahwa [[suku Dayak Iban|orang-orang Iban]] menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang [[suku Dayak Tunjung|Tunjung]] dan [[suku Dayak Benuaq|Benuaq]] mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.<ref>Lahajir ''et al''., 1993:4</ref> Lahajir ''et al''. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu ''Daya'', ''Dyak'', ''Daya'', dan ''Dayak''. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.<ref>Lahajir ''et al''., 1993:3</ref>
 
Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai.<ref>Commans, 1987: 6</ref> Dengan nama serupa, Lahajir ''et al''. melaporkan bahwa [[suku Dayak Iban|orang-orang Iban]] menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang [[suku Dayak Tunjung|Tunjung]] dan [[suku Dayak Benuaq|Benuaq]] mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.<ref>Lahajir ''et al''., 1993:4</ref> Lahajir ''et al''. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu ''Daya'', ''Dyak'', ''Daya'', dan ''Dayak''. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini dan tidak menyebut diri mereka sebagai Dayak, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.<ref>Lahajir ''et al''., 1993:3</ref>
 
== Asal mula ==
Baris 124 ⟶ 125:
Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.<ref>Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978</ref> ''Tetek Tahtum'' menceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah perhuluan sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai.
 
Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut ''Nansarunai Usak Jawa'',<ref>{{Cite web |url=http://melayuonline.com/ensiclopedy/?a=SnFULzgveVRteDdaM2dl=&l=usak-jawa |title=Usak Jawa |access-date=2011-04-21 |archive-date=2014-02-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140226120351/http://melayuonline.com/ensiclopedy/?a=SnFULzgveVRteDdaM2dl=&l=usak-jawa |dead-url=yes }}</ref> yakni kerajaan Nansarunai dari [[Dayak Maanyan]] yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun [[1309]]-[[1389]].<ref>Fridolin Ukur, 1971</ref> Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun [[1520]]).
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Dajak_uit_Kutai_in_oorlogskleding_Borneo_TMnr_10005634.jpg|jmpl|Suku Dayak]]
 
Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk [[Islam]] keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak karena adanya pengaruh budaya, bahasa, adat bahkan DNA/genetika yang sangat kuat dari para pendatang karena adanya akumulasi. Hal ini membuat perbauran/akulturasi suatu suku sehingga membentuk budaya baru yang kemudian menjadi suku yang mandiri/melahirkan etnis tersendiri. Walau begitu, orang Dayak yang hanya memeluk Islam tetap teguh dengan Dayaknya mereka tetap lah Dayak tetapi disebut sebagai orang Senganan/Dayak Senganan (kecuali orang-orang Dayak yang berakulturasi yang akhirnya melahirkan kebudayaan/suku baru yang bukan bagian dari Dayak lagi) tetapi biar begitu asal-usul mereka ya tetaplah Dayak. Contoh saja suku Dayak yang memeluk Islam lalu membentuk budaya baru seperti Banjar dan Kutai, mereka lebih senang jika menyebut dirinya sebagai atau [[Suku Banjar|orang Banjar]] dan [[Suku Kutai|Orang Kutai]]. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam & tetap teguh dengan agama lama kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah [[Kayu Tangi]], [[Distrik Amuntai|Amuntai]], [[Distrik Margasari|Margasari]], [[Distrik Amandit|Batang Amandit]], [[Distrik Labuan Amas|Batang Labuan Amas]] dan [[Distrik Balangan|Batang Balangan]]. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah [[Lambung Mangkurat]] menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).<ref>{{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2007|url=http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA216&dq=pangeran%20antasari&pg=PA216#v=onepage&q=pangeran%20antasari&f=false|title=Masihkah Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9792116575|pages=216|access-date=2011-06-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20130801102752/http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA216&dq=pangeran%20antasari&pg=PA216#v=onepage&q=pangeran%20antasari&f=false|archive-date=2013-08-01|dead-url=yes}}ISBN 978-979-21-1657-1</ref>Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa [[Tionghoa]] tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku ''323 Sejarah Dinasti Ming'' (1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang pangeran yang berdarah [[Biaju]] menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I . Kunjungan tersebut pada masa [[Sultan Hidayatullah I]] dan penggantinya yaitu [[Sultan Mustain Billah]]. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang [[Orang Cina Parit|Tionghoa]] mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.<ref>{{Cite web |url=http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2011-07-17 |archive-date=2012-01-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120118065114/http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |dead-url=yes }}</ref>
Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai [[Suku Kutai]]. Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa [[Tionghoa]] tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku ''323 Sejarah Dinasti Ming'' (1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang pangeran yang berdarah [[Biaju]] menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I . Kunjungan tersebut pada masa [[Sultan Hidayatullah I]] dan penggantinya yaitu [[Sultan Mustain Billah]]. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang [[Orang Cina Parit|Tionghoa]] mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.<ref>{{Cite web |url=http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2011-07-17 |archive-date=2012-01-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120118065114/http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik. Tidak hanya itu, sebagian dari mereka juga ada bangsa [[Eropa]].
Baris 140:
 
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.<ref>Hukum Adat dan Istiadat Kalimantan Barat, J.U. Lontaan. 1975</ref>
 
== Y-DNA Sub Suku Dayak ==
{{Pie chart
| thumb = right
| caption = Genetika Y-DNA Meratus dalam tabel
| label1 = [[:en:Haplogroup_C-M130 |C]]
| value1 = 3.1
| color1 = Green
| label2 = [[:en:Haplogroup_D-CTS3946 |D]]
| value2 = 3.1
| color2 = Purple
| label3 = [[:en:Haplogroup_F-M89 |F]]
| value3 = 3.1
| color3 = Orange
| label4 = [[:en:Haplogroup_K-M9 |K]]
| value4 = 6.3
| color4 = Blue
| label5 = [[:en:Haplogroup_M-P256 |M]]
| value5 = 3.1
| color5 = Red
| label6 = [[:en:Haplogroup_O-M175 |O]]
| value6 = 9.4
| color6 = Violet
| label7 = [[:en:Haplogroup_O-M119 |O1a]]
| value7 = 9.4
| color7 = Brown
| label8 = [[:en:Haplogroup O-M268|O1b]]
| value8 = 34.4
| color8 = Black
| label9 = [[:en:Haplogroup_O-M122 |O2]]
| value9 = 21.9
| color9 = Grey
| label10 = [[:en:Haplogroup_R1a |R1a]]
| value10 = 3.1
| color10 = Magenta
| label11 =[[:en:Haplogroup G-M201 |G]]
| value11 = 3.1
| color11 = Pink
}} <br>
{{Pie chart
| thumb = right
| caption = Genetika Y-DNA suku Ngaju dalam tabel
| label1 = [[:en:Haplogroup_C-M130 |C]]
| value1 = 0
| color1 = Green
| label2 = [[:en:Haplogroup_F-M89 |F]]
| value2 = 6.7
| color2 = Orange
| label3 = [[:en:Haplogroup_O-M119 |O1a]] - [[Rumpun bahasa Austro-Tai|Austronesia-Thai]]
| value3 = 20
| color3 = Blue
| labe4 = [[:en:Haplogroup O-M268|O1b1a1a]] - [[Rumpun bahasa Austroasia| Austroasia]]
| value4 = 6.7
| color4 = Black
| labe5 = [[:en:Haplogroup_O-M122 |O2]] - [[Rumpun bahasa Sino-Tibet|Sino-Tibet]]
| value5 = 13.3
| color5 = Red
| label6 = [[:en:Haplogroup_K2a_ | K di duga kode DNA K2a K2b]]
| value6 = 26.6
| color6 = green
| label7 = [[:en:Haplogroup_O-M110 | O1a2]] - [[ keturunan O1a ]]
| value7 = 26.6
| color7 = white }}
 
== Dayak pada masa kini ==
Baris 155 ⟶ 218:
 
=== Sebaran di wilayah Indonesia ===
Orang Dayak umumnya berada di [[Kalimantan]]. Berdasarkan data dari [[Sensus Penduduk Indonesia 2010]], jumlah penduduk Indonesia dari suku Dayak sebanyak 32.009347.494474 jiwa, atau 1,27% dari seluruh penduduk [[Indonesia]], dan jumlah terbanyak berada di provinsi [[Kalimantan Barat]]. Suku Dayak dalam Sensus Penduduk 2010, mencakup semua subsuku Dayak, dan jumlah di luar pulau [[Kalimantan]] sebanyak 23,8196%. Berikut ini jumlah orang Dayak di Indonesia menurut provinsi berdasarkan Sensus [[2010]]:<ref name="SUKU">{{Cite web|url=http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|title=Kewarganegaraan Suku Bangsa, Agama, Bahasa 2010|website=demografi.bps.go.id|publisher=[[Badan Pusat Statistik]]|year=2010|format=PDF|accessdate=28 Oktober 2021|pages=23, 31, 36-41|archive-date=2017-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20170712140438/http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
{| class="wikitable sortable" style="font-size:90%;"
Baris 165 ⟶ 228:
| 1
| [[Kalimantan Barat]] <ref>[[Kalimantan Barat#Suku Bangsa|Kalimantan Barat - Suku Bangsa]]</ref>
! style="text-align: right;" | 21.194531.009989
! style="text-align: right;" | 72,9065.26%
|-
| 2
| [[Kalimantan Tengah]] <ref>[[Kalimantan Tengah#Suku Bangsa|Kalimantan Tengah - Suku Bangsa]]</ref>
| style="text-align: right;" | 450.682
| style="text-align: right;" | 1419,9859%
|-
| 3
| [[Kalimantan Timur]] dan [[Kalimantan Utara]] <ref>[[Kalimantan Timur#Suku Bangsa|Kalimantan Timur - Suku Bangsa]]</ref>
| style="text-align: right;" | 212.056
| style="text-align: right;" | 79,0537%
|-
| 4
| [[Kalimantan Selatan]] <ref>[[Kalimantan Selatan#Suku Bangsa|Kalimantan Selatan - Suku Bangsa]]</ref>
| style="text-align: right;" | 68.051
| style="text-align: right;" | 2,2690%
|-
| 5
| Provinsi lain
| style="text-align: right;" | 84.696
| style="text-align: right;" | 23,8196%
|-
!
! [[Indonesia]]
! style="text-align: right;" | 32.009347.494474
! style="text-align: right;" | 100%
|-
Baris 250 ⟶ 313:
Sebagian besar masyarakat Dayak yang sebelumnya beragama Kaharingan kini memilih [[Kekristenan]], namun kurang dari 10% yang masih mempertahankan agama [[Kaharingan]]. Agama Kaharingan sendiri telah digabungkan ke dalam kelompok agama Hindu sehingga mendapat sebutan agama Hindu Kaharingan. Namun ada pula sebagian kecil masyarakat Dayak kini mengkonversi agamanya dari agama Kaharingan menjadi agama Buddha (Buddha versi Tionghoa), yang pada mulanya muncul karena adanya perkawinan antarsuku dengan etnis [[Tionghoa]] yang beragama [[Buddha]], kemudian semakin meluas disebarkan oleh para [[Biksu]] di kalangan masyarakat Dayak misalnya terdapat pada masyarakat [[suku Dayak Dusun Balangan]] yang tinggal di kecamatan [[Halong, Balangan|Halong]] di Kalimantan Selatan.
 
Di Kalimantan Barat, agama Kristen ''diklaim'' sebagai agama orang Dayak (sehingga Dayak Muslim Kalbar terpaksa membentuk Dewan Adat Dayak Muslim tersendiri), tetapi hal ini tidak berlaku di propinsi lainnya sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama Islam namun tetap menyebut dirinya sebagai suku Dayak.
 
Di wilayah perkampungan-perkampungan Dayak yang masih beragama Kaharingan berlaku hukum adat Dayak. Wilayah-wilayah di pesisir Kalimantan dan pusat-pusat kerajaan Islam, masyarakatnya tunduk kepada hukum adat Banjar/Melayu seperti suku Banjar, Melayu-Senganan, Kedayan, Bakumpai, Kutai, Paser, Berau, Tidung, dan Bulungan. Bahkan di wilayah perkampungan-perkampungan Dayak yang telah sangat lama berada dalam pengaruh agama Kristen yang kuat kemungkinan tidak berlaku hukum agama [[Kaharingan]]. Pada masa kolonial, orang-orang [[bumiputera]] Kristen dan orang Dayak Kristen di perkotaan disamakan kedudukannya dengan orang Eropa dan tunduk kepada hukum golongan Eropa. Belakangan penyebaran agama Kristen mampu menjangkau daerah-daerah Dayak terletak sangat jauh di pedalaman sehingga agama Kristen dianut oleh hampir semua penduduk pedalaman dan diklaim sebagai agama orang Dayak.
 
Jika kita melihat sejarah pulau Borneo dari awal, orang-orang dari Sriwijaya, orang ''Melayu'' yang mula-mula bermigrasi ke Kalimantan. Etnis Tionghoa [[Hui]] Muslim [[mazhab Hanafi|Hanafi]] menetap di Sambas sejak tahun 1407, karena pada masa [[Dinasti Ming]], bandar Sambas menjadi pelabuhan transit pada jalur perjalanan dari [[Champa]] ke [[Manila|Maynila]], Kiu kieng (Palembang) maupun ke [[Majapahit]].<ref name="Muljana">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref> Banyak penjabat Dinasti Ming adalah orang [[Hui]] [[Muslim]] yang memiliki pengetahuan bahasa-bahasa asing misalnya [[bahasa Arab]].<ref>{{cite book|last=Kong|first=Yuanzhi|year=2000|url=http://books.google.co.id/books?id=edH-asvoPu8C&lpg=PA51&dq=dinasti%20ming&pg=PA54#v=onepage&q=dinasti%20ming&f=false|title=Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=9794613614|editor=Hembing Wijayakusuma|pages=54}}ISBN 978-979-461-361-0</ref> Laporan pedagang-pedagang Tionghoa pada masa Dinasti Ming yang mengunjungi Banjarmasin pada awal abad ke-16 mereka sangat khawatir mengenai aksi pemotongan kepala yang dilakukan orang-orang Biaju di saat para pedagang sedang tertidur di atas kapal. Agamawan Kristen dan penjelajah Eropa yang tidak menetap telah datang di Kalimantan pada abad ke-14 dan semakin menonjol di awal abad ke-17 dengan kedatangan para pedagang Eropa. Upaya-upaya penyebaran agama Kristen selalu mengalami kegagalan, karena pada dasarnya pada masa itu masyarakat Dayak memegang teguh agama leluhur ([[Kaharingan]]) dan curiga kepada orang asing, sering kali orang-orang asing terbunuh. Penduduk pesisir juga sangat sensitif terhadap orang asing karena takut terhadap serangan bajak laut dan kerajaan asing dari luar pulau yang hendak menjajah mereka. Penghancuran keraton Banjar di Kuin tahun 1612 oleh VOC Belanda dan serangan Mataram atas Sukadana tahun 1622 dan potensi serangan Makassar sangat mempengaruhi kerajaan-kerajaan di Kalimantan. Sekitar tahun 1787, Belanda memperoleh sebagian besar Kalimantan dari Kesultanan Banjar dan Banten. Sekitar tahun 1835 barulah misionaris Kristen mulai beraktivitas secara leluasa di wilayah-wilayah pemerintahan Hindia Belanda yang berdekatan dengan negara Kesultanan Banjar. Pada tanggal [[26 Juni]] [[1835]], Barnstein, [[penginjil]] pertama Kalimantan tiba di Banjarmasin dan mulai menyebarkan agama Kristen ke pedalaman Kalimantan Tengah. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris.<ref>{{cite book|pages=42 |url=http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&lpg=PA8&dq=Pulau%20KAlimantan&pg=PA9#v=onepage&q=Pulau%20KAlimantan&f=false |title=Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835 |first=Fridolin |last= Ukur|publisher= BPK Gunung Mulia |year=2000 |isbn=9789799290588}} ISBN [http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&printsec=copyright#v=onepage&q&f=false 979-9290-58-9]</ref><ref>{{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=q_UDAAAAQAAJ&dq=banjermasin&pg=PA578#v=onepage&q&f=false |title=Evangelical magazine and missionary chronicle,|volume= 14 |pages=578|publisher= s.n|year=1836|author=Evangelical}}</ref><ref>{{cite book|last=End|first=Th. van den|year=1987|url=http://books.google.co.id/books?id=ox_pTpB9AjQC&lpg=PA188&dq=kalimantan%20selatan&pg=PA188#v=onepage&q=kalimantan%20selatan&f=true|title=Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia|publisher=BPK Gunung Mulia|isbn=979-415-188-2}}ISBN 978-979-415-188-4</ref><ref>{{cite book|pages=87|url=http://books.google.com/books?id=tZ8PAAAAIAAJ&dq=Banjirmasin&hl=id&pg=PA87#v=onepage&q&f=false |title=Foreign missionary chronicle|volume=5|publisher=Board of Foreign Missions and of the Board of Missions of the Presbyterian Church.}}</ref><ref>{{cite book|last=Steenbrink|first=Karel A.|year=2003|url=http://books.google.co.id/books?id=fnLQ4hmhYOsC&lpg=PA419&dq=Gouvernement%20of%20Borneo&pg=PA419#v=onepage&q=Gouvernement%20of%20Borneo&f=false|title=Catholics in Indonesia, 1808-1942: A modest recovery 1808-1903|publisher=KITLV Press|isbn=9067181412|pages=149|access-date=2011-07-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20130801110114/http://books.google.co.id/books?id=fnLQ4hmhYOsC&lpg=PA419&dq=Gouvernement%20of%20Borneo&pg=PA419#v=onepage&q=Gouvernement%20of%20Borneo&f=false|archive-date=2013-08-01|dead-url=yes}}ISBN 978-90-6718-141-9</ref>
 
== Konflik ==
=== Keterlibatan ===
Dayak (istilah kolektif untuk masyarakat aslipedalaman Kalimantan) telah mengalami peningkatan dalam konflik antar etnis. Di awal 1997 dan kemudian pada tahun 1999, bentrokan-bentrokan brutal terjadi antara orang-orang Dayak dan Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Puncak dari konflik ini terjadi di Sampit pada tahun 2001. Konflik-konflik ini pun kemudian menjadi topik pembicaraan di koran-koran di Indonesia. Sepanjang konflik tahun 1997, sejumlah besar penduduk (baik Dayak maupun Madura) tewas. Muncul berbagai perkiraan resmi tentang jumlah korban tewas, mulai dari 300 hingga 4.000 orang menurut sumber-sumber independen.<ref>MacDougall, 1999</ref> Pada tahun 1999, orang-orang Dayak, bersama dengan kelompok-kelompok [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] memerangi para pendatang [[suku Madura|Madura]]; 114 orang tewas.<ref>Mac Dougall, 1999</ref>.<ref>lihat, misalnya Manuntung, 22 Maret 1999</ref> Kendati terdapat fakta bahwa hanya ada beberapa orang Dayak saja yang terlibat, tetapi media massa membesar-besarkan keterlibatan Dayak.
 
== Lihat pula ==
Baris 272 ⟶ 335:
* [[Daftar tokoh Dayak]]
* [[Sastrawan Dayak]]
* [[Daftar marga Dayak]]
 
==Galeri==
Baris 323 ⟶ 387:
 
[[Kategori:Dayak]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia|Dayak]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Malaysia|Dayak]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Brunei|Dayak]]